Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 22, Maret 2008 39 RENDEMEN FINIR PADA MESIN ROTARY COMPUTERIZE BERDASARKAN JENIS
KAYU DI PT HENDRATNA PLYWOOD BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN Oleh/by
Gt. A. R. THAMRIN1 NOOR MIRAD SARI1& YANI IKA RAHMAWATY2 1) Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Lambung
Mangkurat Banjarbaru
2) Mahasiswa Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru
ABSTRACT
Increasing product of plywood industry should be done by minimized waste in any situation and condition. Target of output : input ratio is more than 70 %.
The objective of this research is to find output : input ratio of three species veneer (Keruing, Red Meranti and Benuang), same in diameters, produced by PT Hendratna Plywood, Banjarmasin.
The research showed that average output : input ratio of Red Meranti is 76.770 %, Keruing is 73.324 % and Benuang is 69.916 % , Red Meranti is the highest. Statistical analysis shows that output : input ratio of Benuang with Keruing and Benuang with Red Meranti are highly significant.
Computer operated of rotary cutting increased output : input ratio of veneer, but quality and wood species effected the output : input ratio.
Key word : output : input ratio, veneer.
Alamat Korespondensi : Telp +62-811502358, e-mail :rthamrin2002@yahoo.com PENDAHULUAN
Hutan sebagai sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable resource) merupakan salah satu kekayaan alam Indonesia baik ditinjau dari aspek ekonomi, sosial budaya maupun aspek ilmu pengetahuan. Sumber daya hutan merupakan salah satu modal dasar dalam pembangunan, karenanya dalam pemanfaatannya harus dilakukan secara bijaksana serta mempertimbangkan kebutuhan generasi yang akan datang dengan
berorientasi terhadap kelestarian hutan itu sendiri.
Kebutuhan dan permintaan akan hasil hutan terutama kayu dewasa ini dari waktu ke waktu semakin meningkat, tetapi tidak diimbangi dengan meningkatnya potensi dan sumber daya hutan. Penggunaan kayu harus dilakukan secara efisien dan salah satu cara pemanfaatan kayu
yang relatif efisien adalah dengan mengolahnya dalam bentuk kayu lapis (plywood). Pemanfaatan kayu secara efisien tersebut dengan mengolahnya menjadi kayu lapis memerlukan alat pengupasan yang berupa mesin rotary. Mesin rotary ini yang nantinya mengubah log menjadi lembaran-lembaran finir sebagai bahan pembuatan kayu lapis.
Perlu diperhatikan berbagai faktor seperti yang terdapat pada bahan baku kayu di samping faktor-faktor lainnya seperti keahlian operator serta keadaan atau jenis mesin/peralatan yang digunakan dalam industri kayu agar kondisi tersebut dapat terwujud. Menurut Hendry Jayadi (2001), rendahnya kualita kayu dicirikan oleh menurunnya rata-rata diameter log yang ditebang oleh para pengusaha kayu atau pemegang HPH, keadaan yang demikian tentu akan
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 22, Maret 2008 40 mengurangi rendemen industri
pengolahan kayu sehingga pada masa-masa yang akan datang dikhawatirkan industri yang ada akan kekurangan bahan baku terutama untuk industri kayu lapis karena sifat dari industri ini memerlukan bahan baku kayu yang berdiameter besar dan berkualita baik. Selain itu sejumlah industri yang ada belum mampu meningkatkan efisiensi bahan baku. Rendahnya efisiensi bahan baku pada industri pengolahan kayu dicirikan oleh tingginya limbah hasil pengolahan.
Peningkatan rendemen dalam industri kayu lapis dengan menggunakan bahan baku kayu secara efisien merupakan suatu hal yang perlu dilakukan. Tujuannya untuk mendukung dan mendorong agar industri kayu lapis ini dapat meningkatkan hasil yang diinginkan. Peningkatan rendemen pada suatu industri kayu lapis dapat dilakukan dengan meminimalisir limbah yang ada. Target rendemen yang ingin dicapai PT Hendratna Plywood misalnya adalah 70% ke atas (Hendratna Plywood, 1999).
Ruhendi (1979), mengemukakan bahwa tinggi
rendahnya rendemen dalam suatu proses produksi dapat dijadikan salah satu kriteria (ukuran) keberhasilan proses produksi tersebut. Menurut Ruhendi (1979) dalam Adi Sukardiman (1994), menyatakan bahwa rendemen dapat dibedakan atas rendemen kualita dan rendemen volume, dimana kedua rendemen ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti ukuran bahan baku, peralatan, cara pengolahan serta ukuran dan jenis sortimen yang dihasilkan. Penulis dalam penelitian ini adalah mengukur rendemen volume.
Bertitik tolak dari pernyataan tersebut maka penulis mencoba meneliti rendemen finir pada mesin
rotary computerize untuk kayu Keruing,
Benuang dan Meranti merah di PT Hendratna Plywood Banjarmasin.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui besarnya rendemen finir kayu Keruing, Benuang dan Meranti merah dengan diameter yang sama pada mesin pengupasan log (rotary
computerize) di PT Hendratna Plywood
Banjarmasin.
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di PT
Hendratna Plywood Banjarmasin,
Kalimantan Selatan, sedangkan waktu penelitian ini selama 3 bulan yakni mulai dari bulan April 2007 sampai Juni 2007.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah log dari jenis kayu Keruing (Dipterocarpus borneensis), Benuang (Octomeles sumatrana) dan Meranti merah (Shorea acuminata).
Peralatan yang digunakan dalam penelitian terdiri dari Tallysheet, pita ukur, seperangkat mesin kupas, kamera digital dan alat tulis menulis.
Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara pengukuran langsung di lapangan. Data primer yang diukur
adalah diameter log, panjang log, volume log dan limbah masing-masing log, sedangkan untuk data sekunder diperoleh dengan cara studi literatur, pencatatan terhadap hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan terdahulu dan laporan-laporan yang dikeluarkan oleh instansi serta wawancara dengan pihak-pihak yang terkait.
Log yang digunakan sebagai bahan penelitian adalah dari jenis keruing, benuang dan meranti merah dengan pembagian dua macam diameter log. Diameter log diukur pada kedua ujungnya dengan masing-masing pengukuran dilakukan dua kali dan pengukuran saling tegak lurus. Pengukuran diameter, volume bahan baku (log) sesuai standar yang diatur
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 22, Maret 2008 41 oleh Direktorat Jenderal Pengusahaan
Hutan Produksi Departemen Kehutanan RI (1999).
Perhitungan volume finir pada unit pengupasan (mesin rotary) adalah volume core dan face/back. Volume
core dibagi menjadi dua yaitu volume core PP (Poly-poly) dan OPC (Open Pith Core). Core PP adalah finir yang
dikupas saat kupas awal atau setelah limbah hasil pembulatan selesai. Kebanyakan finir dari Core PP
putus-putus, tetapi untuk dijadikan finir core akan dijahit atau dilakukan penyambungan di mesin composer, sedangkan Core OPC adalah finir yang diperoleh dari kupasan finir di mesin rotary mini atau setelah log selesai dikupas di mesin rotary dahol (setelah pengupasan finir face/back selesai). Finir face/back diperoleh saat log sudah benar-benar silindris atau sering disebut tahap kupas akhir. 1. Volume Core a. Untuk PP V0 = d12 – d22 x ¼ π x L Keterangan : V0 = Volume Core (m3) d1 = Diameter log (m)
d2 = Diameter PP(setelah dikurangi kupas awal (m) L = Panjang finir (m)
b. Untuk OPC
V0 = d12 - d22 x ¼ π x L Keterangan :
V0 = Volume Core (m3)
d1 = Diameter Repelling Empulur (m) d2 = Diameter Empulur (m) L = Panjang finir (m) 2. Volume face/back V0 = d12 - d22 x ¼ π x L Keterangan : V0 = Volume face/back (m3)
d1 = Diameter PP (setelah dikurangi kupas awal) (m) d2 = Diameter Repelling Empulur (m)
L = Panjang finir (m)
Perhitungan rendemen finir Rendemen dapat dihitung dengan rumus (ILO, 1975) :
%
100
×
=
V
Vo
R
Keterangan : R = Rendemen (%)Vo = Volume hasil atau output (m3) V = Volume bahan baku atau input (m3)
Limbah finir ada tiga yaitu round
up, empulur dan spureknife. Round up
adalah limbah hasil pembulatan atau perataan log sehingga berbentuk silindris, empulur adalah limbah pada bagian hati atau inti log yang tidak
dapat dikupas menjadi lembaran finir lagi. Ukuran empulur sisa kupasan biasanya antara 7 sampai 16 cm. Spureknife adalah limbah perataan pinggir finir (Hendratna Plywood, 1999).
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 22, Maret 2008 42 a. Volume Round up = volume log awal - volume log setelah dikurangi limbah round
up
b. Volume empulur, pengukuran dilakukan seperti halnya mengukur volume log c. Volume spureknife = volume log - volume reeling
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 5 ulangan.
Menurut Sir Ronald A. Fisher model linier dari percobaan di atas adalah:
Yij = µ + τi + εij , i = 1,2,…..,p ; j = 1,2,…..,n
Dimana :
Yij = hasil akibat dari perlakuan
µ = rata-rata
τi = pengaruh perlakuan
εij = error
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Data hasil penelitian berupa pengukuran diameter log, panjang log, volume log dan limbah untuk masing-masing log Keruing, Benuang dan Meranti merah dengan diameter yang sama pada mesin pengupasan log (rotary computerize), selanjutnya Berdasarkan data-data tersebut maka dapat diperhitungkan besarnya rendemen finir yang terjadi pada mesin
rotary computerize untuk
masing-masing jenis kayu di PT Hendratna
Plywood Banjarmasin. Sesuai dengan
data-data tersebut, maka rendemen finir yang terjadi di PT Hendratna
Plywood Banjarmasin pada mesin rotary computerize untuk
masing-masing jenis kayu (Keruing, Benuang dan Meranti merah) dapat direkapitulasikan dengan jelas seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Data hasil rekapitulasi rendemen finir yang terjadi pada mesin rotary
computerize untuk masing-masing jenis kayu di PT Hendratna Plywood
Banjarmasin
Ulangan
Perlakuan
Jumlah Rata-rata A1 A2 A3
Keruing Benuang Meranti merah 1 66.85 67.34 77.09 211.28 70.43 2 74.71 55.11 77.43 207.25 69.08 3 72.32 63.70 77.43 213.45 71.15 4 76.55 63.85 75.31 215.71 71.90 5 76.19 64.58 76.59 217.36 72.45 Jumlah 366.620 314.580 383.850 1065.050 355.017 Rata-rata 73.324 62.916 76.770 213.010 71.003
Nilai rendemen finir yang terjadi pada mesin rotary computerize di PT Hendratna Plywood Banjarmasin untuk ketiga jenis kayu yang berbeda yakni Keruing, Benuang dan Meranti merah berkisar antara 55,11% - 77,43%.
Rata-rata rendemen finir untuk jenis kayu Keruing, Benuang dan Meranti merah secara berurutan adalah sebesar 73,324%; 62,916% dan 76,770%. Nilai rata-rata rendemen finir yang terjadi pada mesin rotary
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 22, Maret 2008 43
computerize di PT Hendratna Plywood
Banjarmasin ini secara grafis dapat
pula dilihat pada Gambar 1. 73.324 62.916 76.770 0 10 20 30 40 50 60 70 80 R ende m en ( % )
Keruing Benuang Meranti merah
Jenis kayu
Gambar 1. Histogram nilai rata-rata rendemen finir yang terjadi pada mesin rotary
computerize di PT Hendratna Plywood Banjarmasin
Nilai rata-rata rendemen tertinggi terjadi pada jenis kayu Meranti merah yakni sebesar 76,770% dan nilai rendemen terendah terjadi pada jenis kayu Benuang yang hanya sebesar 62,916%. Dengan demikian, dapat pula diketahui bahwa nilai rata-rata limbah
finir tertinggi terjadi pada jenis kayu Benuang yakni sebesar 37,084% dan nilai limbah terendah terjadi pada pada jenis kayu Meranti merah yang hanya sebesar 23,230%. Data hasil rekapitulasi perhitungan limbah finir ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Data hasil rekapitulasi limbah finir yang terjadi pada mesin rotary computerize
untuk masing-masing jenis kayu di PT Hendratna Plywood Banjarmasin
Ulangan Perlakuan Jumlah Rata-rata A1 A2 A3 Keruing Benuang Meranti merah 1 33.15 32.66 22.91 88.72 29.57 2 25.29 44.89 22.57 92.75 30.92 3 27.67 36.3 22.57 86.54 28.85 4 23.45 36.15 24.69 84.29 28.10 5 23.81 35.42 23.41 82.64 27.55 Jumlah 133.37 185.42 116.15 434.94 144.98 Rata-rata 26.674 37.084 23.23 86.988 28.996
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 22, Maret 2008 44 Uji normalitas rata-rata nilai
rendemen finir menurut Liliefors (Lampiran 11) menunjukkan data menyebar normal, dimana Li max = 0,1762 < Li tabel (0,05) = 0,220. Sedangkan uji Homogenitas menurut ragam Bartlett (Lampiran 12), didapat
hasil X2 hitung = 7,99 < X2 tabel (0,05) = 23,685; ini menunjukkan bahwa data rata-rata nilai rendemen finir adalah homogen. Hasil analisis keragaman untuk data rata-rata nilai rendemen finir dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Analisis keragaman untuk data rata-rata nilai rendemen finir pada mesin
rotary computerize di PT Hendratna Plywood Banjarmasin
Sumber Keragaman derajat bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Fhitung Ftabel 5% 1% Perlakuan 2 520,2244 260,1122 20,6217 ** 3,88 6,93 Galat 12 151,3616 12,6134 Total 14 671,5861
Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata KK = 5,002 %
Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan jenis kayu berpengaruh sangat nyata terhadap rata-rata nilai rendemen finir pada mesin rotary
computerize di PT Hendratna Plywood
Banjarmasin baik pada taraf 5% maupun 1%. Hal ini terlihat dari nilai Fhitung ≥ nilai Ftabel. Karena perlakuan jenis kayu berpengaruh sangat nyata, maka dengan nilai
Koefisien Keragaman (KK) = 5,002% dilakukan uji lanjutan Beda Nyata Terkecil (BNT) untuk mengetahui perlakuan mana yang memberikan hasil terbaik. Uji lanjutan Beda Nyata Terkecil (BNT) terhadap data rata-rata nilai rendemen finir pada mesin rotary
computerize di PT Hendratna Plywood
Banjarmasin terlihat pada Tabel 4. Tabel 4. Uji lanjutan Beda Nyata Terkecil (BNT) terhadap data rata-rata nilai rendemen
finir pada mesin rotary computerize di PT Hendratna Plywood Banjarmasin
Perlakuan Nilai tengah Nilai beda
A3 A1 A3 76.7700 A1 73.3240 3.4460 tb A2 62.9160 13.8540 ** 10.4080 ** BNT 5% 4.894 1% 6.862
Keterangan : tb = tidak berbeda nyata ** = berbeda sangat nyata Tabel 4 menunjukkan pengaruh perbedaan sangat nyata terhadap rendemen finir untuk jenis kayu Benuang (A2) dengan Keruing (A1) dan kayu Meranti merah (A3), sedangkan untuk rendemen finir pada jenis kayu Keruing (A1) dengan kayu Meranti
merah (A3) tidak menunjukkan adanya perbedaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perlakuan A3 (jenis kayu Meranti merah) dapat direkomendasikan sebagai perlakuan yang efektif dalam meningkatkan rendemen finir.
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 22, Maret 2008 45 Pembahasan
Tinggi rendahnya rendemen dalam suatu proses produksi dapat dijadikan salah satu kriteria (ukuran) keberhasilan proses produksi tersebut. Menurut Septina (1998), keberhasilan pada suatu proses produksi adalah dengan mendapatkan hasil yang maksimal dimana jumlah bahan baku yang dipakai hampir sama dengan jumlah barang yang dihasilkan, dalam hal ini tentunya limbah yang terjadi berjumlah kecil. Rendemen ini akan memperlihatkan berapa besar bahan baku dalam satuan berat setelah proses produksi menjadi barang jadi dan berapa pula yang hilang atau tidak terpakai. Dengan demikian, dari hasil penelitian yang telah dilakukan di PT Hendratna Plywood Banjarmasin
tersebut dapat dikatakan berhasil. Hal ini dapat dilihat dari rendemen yang dihasilkan sudah cukup baik (lebih dari 50%), selain itu hasil yang didapatkan juga maksimal dimana jumlah bahan baku yang dipakai hampir sama dengan jumlah barang yang dihasilkan. Hal ini serupa dengan pendapat yang dikemukakan oleh Septina (1998) bahwa keberhasilan pada suatu proses produksi adalah dengan mendapatkan hasil yang maksimal dimana jumlah bahan baku yang dipakai hampir sama dengan jumlah barang yang dihasilkan, dalam hal ini tentunya limbah yang terjadi berjumlah kecil.
Rendemen yang paling besar terjadi pada mesin rotary computerize di PT Hendratna Plywood Banjarmasin untuk jenis kayu Keruing dan rendemen yang paling sedikit adalah untuk jenis kayu Benuang.
Rata-rata limbah finir berupa limbah round up, empulur dan
spureknife pada mesin rotary computerize di PT Hendratna Plywood
Banjarmasin ini hanya berkisar sebesar 0,0052 m3 hingga 0,1019 m3 atau 22,57% - 44,89% (Lampiran 7, 8 dan 9) yaitu berupa limbah hasil pembulatan atau perataan log (round up), limbah pada bagian hati (empulur), dan limbah
perataan pinggir finir (spureknife). Rata-rata limbah finir untuk jenis kayu Keruing, Benuang dan Meranti merah secara berurutan adalah sebesar 26,674%; 37,084% dan 23,230%. Limbah finir ini masih dapat dikatakan tergolong kecil karena tidak mencapai separuh dari persentase rendemennya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya
rendemen pada mesin rotary
computerize di PT Hendratna Plywood
Banjarmasin ini sebagai berikut : 1. Keruing (D. borneensis)
a. Kelas kuat dan kelas awet, kayu keruing memiliki kekuatan kayu yang lebih tinggi dibandingkan kayu benuang dan meranti merah karena kelas kuatnya termasuk dalam kelas kuat I- II. Dari segi keawetannya, keruing termasuk kayu yang tahan terhadap serangan perusak kayu karena kelas awetnya adalah antara III – IV
b. Serat, yang dimiliki kayu keruing lurus dan kadang-kadang berpadu juga terlihat agak kasar
c. Pori-pori kayu dan kadar air, kayu keruing termasuk jenis kayu keras tetapi mudah untuk dikupas, dengan perlakuan pendahuluan untuk menurunkan tingkat kekerasannya dengan cara pemanasan. Pada saat proses pengangkutan di log pond, log kayu keruing tidak banyak menyerap air. Karena pori-pori kayu keruing tersebut lebih kecil sehingga kadar air yang dimiliki keruing juga lebih kecil (22 – 24%) (Riyanti, 2007). Log kayunya yang tidak memiliki pori-pori dan kadar air yang besar memudahkan log dikupas di mesin rotary
d. Berat Jenis kayu keruing 0,80 (0,69 – 0,90) sehingga kayu keruing termasuk dalam kayu yang keras dan berat. Ini juga mempengaruhi dalam proses pengupasan finir pada mesin rotary
e. Kadar Silika, selain hal tersebut di atas, kayu keruing juga mempunyai
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 22, Maret 2008 46 kadar silika dan kadar damar yang
tinggi. Kadar silika yang tinggi (0,6%) menyebabkan pisau kupas menjadi tumpul, demikian pula kadar damar yang tinggi menyebabkan kayu sukar sekali dikupas (Martawijaya, 1981).
2. Benuang (O. sumatrana)
a. Kelas kuat dan kelas awet, kayu benuang tidak kuat untuk dijadikan kayu konstruksi atau untuk dijadikan sortimen lain, karena dilihat dari segi fisiknya, kayu benuang termasuk dalam kelas kuat IV – V. Selain itu, kelas awet kayu benuang termasuk dalam kelas awet V. Benuang memiliki kondisi fisik kayu yang tidak awet, sehingga hanya digunakan untuk perahu-perahu yang berukuran besar, untuk kayu apung dalam rakit-rakit, landasan-landasan penyarat perahu-perahu, pengapung-pengapung dan untuk
kayu bakar (Martawijaya, 1981) b. Serat kayu benuang sangat lunak,
seratnya kasar dan bergaris memanjang. Apabila terkena udara, warna kayunya menjadi sawo matang, dan bila berhubungan dengan besi atau baja terjadi perubahan warna menjadi kehitam-hitaman
c. Pori-pori dan kadar air, pori-pori yang dimiliki kayu benuang lebih besar dibandingkan kayu keruing dan meranti merah, sehingga kadar airnya juga besar yaitu berkisar antara 24- 26% (Riyanti, 2007). Sewaktu proses pengangkutan di log pond, log benuang lebih banyak menyerap air karena pori-porinya yang besar tersebut dan kadar airnya yang juga besar. Ini mempengaruhi proses pengupasan finir pada mesin rotary
d. Berat Jenis kayu benuang hanya berkisar 0,34 dan kayunya sangat ringan dibandingkan kayu keruing dan meranti merah
e. Kadar Silika benuang adalah 0,2%. Dengan adanya kadar silika juga
mempengaruhi penumpulan pisau kupas di mesin rotary
3. Meranti merah (S. acuminata) a. Kelas kuat dan kelas awet, kelas
kuat meranti merah adalah III – IV, dimana dari segi kekuatan kayunya berada di bawah kelas kuat keruing, akan tetapi untuk dijadikan lembaran finir pada saat proses pengupasan di mesin rotary, meranti merah ini tidak didahului proses pemanasan seperti halnya keruing. Kelas awetnya adalah antara III – IV
b. Serat, arah serat meranti merah agak berpadu dan seratnya sendiri tidak kasar
c. Pori-pori dan kadar air, pori-pori yang dimiliki meranti merah kecil dan sebagian besar soliter dengan kadar air antara 23 -25% (Riyanti, 2007).
d. Berat Jenisnya antara 0,60 – 0,85 yang termasuk jenis kayu lunak sehingga mudah untuk dikupas di mesin rotary dan dapat memberikan rendemen yang tinggi
e. Kadar Silika, pembuatan finir dapat dilakukan tanpa perlakuan pendahuluan. Kayu meranti merah dapat dikupas dengan baik dan finir
yang dihasilkan tidak bergelombang. Meranti merah tidak memiliki kadar silika sehingga kayunya mudah untuk dikupas. Kondisi log kayu pada saat itu lebih baik dibandingkan kayu keruing, sehingga memberikan rendemen yang lebih besar. Kayu meranti merah pada saat pengupasan di mesin rotary memberikan limbah yang sedikit sehingga rendemennya lebih besar. Kayu meranti merah tidak banyak memiliki cacat dan dengan kondisi tersebut rendemennya juga tinggi. Jika dilihat dari jenis kayunya, keruing memiliki kelas kuat dan kelas awet yang lebih tinggi dari meranti merah dan seharusnya keruinglah yang memiliki nilai rendemen yang lebih besar dibandingkan meranti merah.
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 22, Maret 2008 47 Akan tetapi, pada saat penelitian
kondisi fisik kayu meranti merah lebih baik daripada keruing, diantaranya kondisi meranti merah pada saat itu lebih silindris, sehingga pada proses pengupasan awal tidak banyak menghasilkan limbah round up dan sedikit terdapat mata kayu dan pengupasan empulurnya sampai sekecil mungkin, karena masih bisa dimanfaatkan/ dikupas menjadi lembaran finir.
Tinggi rendahnya rendemen di PT Hendratna Plywood Banjarmasin ini juga tergantung pada proses pengolahan finir. Jika proses pengolahan finir ini tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku seperti halnya urutan pengolahan, perlakuan kayu, kondisi mesin kupas dan operator mesin kupas maka dapat
menghasilkan rendemen yang kecil dengan limbah yang besar.
Hasil analis keragaman menunjukkan bahwa jenis kayu memberikan pengaruh yang besar terhadap rata-rata nilai rendemen finir pada mesin rotary computerize di PT Hendratna Plywood Banjarmasin.
Begitupula antara masing-masing perlakuan juga menunjukkan perbedaan yang sangat nyata, hanya pada perlakuan jenis kayu Keruing (A1) dengan kayu Meranti merah (A3) saja yang tidak menunjukkan adanya perbedaan. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang dikemukakan bahwa jenis kayu berpengaruh terhadap rendemen finir pada mesin rotary
computerize. Hal ini dikarenakan jenis
kayu merupakan salah faktor yang menentukan terhadap rendemen finir yang dihasilkan. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Rata-rata rendemen finir untuk jenis kayu Keruing, Benuang dan Meranti merah secara berurutan adalah sebesar 73,324%; 69,916% dan 76,770%. Nilai rata-rata rendemen tertinggi terjadi pada jenis kayu Meranti merah yakni sebesar 76,770% dan nilai rendemen terendah terjadi pada pada jenis kayu Benuang yang hanya sebesar 69,916%.
2. Perlakuan jenis kayu berpengaruh sangat nyata terhadap rata-rata nilai rendemen finir pada mesin
rotary computerize di PT Hendratna
Plywood Banjarmasin baik pada 1%. Perbedaan rendemen finir yang sangat nyata terlihat antara jenis kayu Benuang (A2) dengan Keruing (A1) dan kayu Meranti
merah (A3), sedangkan untuk rendemen finir pada jenis kayu Keruing (A1) dengan kayu Meranti merah (A3) tidak menunjukkan adanya perbedaan.
Saran
Lembaran finir dari jenis kayu Benuang sebaiknya dilakukan pemilihan bahan baku yang lebih teliti dan lebih baik lagi sehingga tidak menghasilkan limbah yang besar dan akan didapatkan hasil rendemen yang lebih besar lagi. Selain itu, penelitian lanjutan dapat dilakukan dengan mengukur perbandingan rendemen pada beberapa jenis mesin rotary dan juga mengenai pengukuran tingkat produktivitas dan prestasi kerja para pekerja di PT Hendratna Plywood yang dapat mempengaruhi proses produksi yang dilakukan.
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 22, Maret 2008 48 DAFTAR PUSTAKA
Budi, S. dan Khaerudin, 1996. Kayu
Komersial. PT. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Darsiman. 1987. Pengaruh Kualita,
Diameter dan Panjang Log Intake Ramin (Gonystylus
bancanus Miq Kurz) Terhadap
Volume Produksi Kayu Gergajian di PT Kahayan Lumber Saw Mill Maliku Kalimantan Tengah. Skripsi.
Fakultas Kehutanan, Universitas
Lambung Mangkurat, Banjarbaru. Tidak dipublikasikan.
Departemen Tenaga Kerja. 1995.
Pengantar Produktivitas. Balai
Pengembangan Produktivitas Daerah, Banjarbaru.
Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan Produksi. 1999. Buku
Pintar Teknisi Kehutanan Bidang Pengujian Hasil Hutan.
Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Balai Eksploitasi Hutan dan Pengujian Hasil Hutan Wilayah IX, Banjarbaru. Fadillah, D.S. 1989. Teknologi Hasil
Hutan. Universitas Lambung
Mangkurat, Banjarbaru.
Haeruman, H. 1992. Prosedur Analisa
Keragaman Percobaan Bagian Pertama. Bagian Perencanaan
Hutan Departemen Manajemen Hutan IPB, Bogor.
Hendratna, Plywood. 1999. Instruksi
Kerja Rotary. PT Hendratna
Plywood, Banjarmasin.
Hendry Jayadi. 2001. Produktivitas
dan Rendemen Finir pada Mesin Pengupas Log Berdasarkan Panjang dan Jenis Kayu di PT Hendratna Plywood Banjarmasin. Skripsi. Fakultas
Kehutanan, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru.
Kamil, R.N. 1970. Kayu Agathis
Sebagai Bahan Baku Kayu Lapis. Laporan No. 96.
Lembaga Penelitian Hasil Hutan, Bogor.
Kasmudjo. 1982. Pengantar Industri
Kayu Lapis. Yayasan Pembina
Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Martawijaya, Abdurrahim. 1981. Atlas
Kayu Indonesia. Badan
Penelitian dan Pengembangan. Padlinurjaji, I. dan S. Ruhendi. 1983.
Diktat Penggergajian. Fakultas
Kehutanan IPB, Bogor.
Robert Ly. 1986. Proses Produksi
Veneer dan Kayu Lapis.
Perhutani, Jawa Tengah
Septina, S. 1998. Efisiensi Pemakaian
Bahan Baku Kayu pada Industri PT Inhutani II Stagen Kotabaru Kalimantan Selatan. Skripsi.
Fakultas Kehutanan, Universitas
Lambung Mangkurat, Banjarbaru. Tidak dipublikasikan.
Steel, Robert. G.D. 1991. Prinsip dan
Prosedur Statistika. Gramedia