• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dimuat: pada jurnal Pendidikan bahasa (JPB) No.1 Vol: 2 Juni 2013, Hal ISSN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Dimuat: pada jurnal Pendidikan bahasa (JPB) No.1 Vol: 2 Juni 2013, Hal ISSN"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Dimuat: pada jurnal Pendidikan bahasa (JPB) No.1 Vol: 2 Juni 2013, Hal. 89-101 ISSN 2252-9896. Penerapan Strategi Top-Down untuk Meningkatkan Kemampuan Memahami Isi Bacaan

Siswa Kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Wawotobi Aris

Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Halu Oleo arisbadara71@yahoo.co.id

Abstrak: Tujuan penelitian ialah meningkatkan aktivitas belajar dalam memahami isi bacaan pada mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Wawotobi. Penelitian ini mengikuti langkah-langkah Penelitian Tindakan Kelas, yang dilakukan dalam 2 siklus. Hasil penelitian menunjukkan Aktivitas guru mata pelajaran bahasa Indonesia menunjukkan peningkatan. Akitvitas siswa dalam memahami isi bacaan pada siklus II tergolong sangat baik dengan rata-rata persentase aktivitas sebesar 88,5%. Keterampilan kerjasama siswa dalam kegiatan diskusi kelompok pada siklus II tergolong sangat baik dengan persentase sebesar 80,98%. Adapun persentase ketuntasan belajar siswa meningkat dari 33,33% pada pembelajaran siklus I menjadi 93,94% pada pembelajaran siklus II.

Kata Kunci: Strategi top-down, PTK, Pemahaman isi bacaan, Siswa SMAN 1 Wawotobi Latar Belakang

Hasil observasi awal menunjukkan kemampuan siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Wawotobi tahun pelajaran 2011/2012 memahami isi bacaan masih tergolong rendah. Hal tersebut merupakan masalah yang memerlukan solusi yang tepat. Umumnya, siswa menganggap bahwa kurangnya penguasaan kosa kata merupakan penyebab utama dari kesulitan yang mereka hadapi dalam memahami isi bacaan. Sementara itu, pembelajaran membaca pemahaman yang dilakukan tidak menakankan pada penguasaan pada kosa kata. Padahal, peserta didik yang telah dibekali dengan strategi membaca pemahaman diharapkan dapat mengurangi ketergatungannya pada kosa kata dalam memahami bacaan.

Hasil evaluasi yang dilakukan oleh guru bahasa Indonesia, khususnya kemampuan membaca pemahaman siswa pada semester genap tahun pelajaran 2011/2012 di kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Wawotobi belum mencapai nilai ketuntasan nilai 70. Dari 33 orang siswa, hanya 10 orang siswa atau 30% yang mencapai ketuntasan belajar dengan nilai 70 atau lebih, dan 23 orang siswa atau 70% yang tidak mencapai ketuntasan belajar dengan nilai di bawah 70. Gambaran kemampuan memahami isi bacaan yang terjadi di kelas XI IPA SMA Negeri 1 Wawotobi seperti yang dikemukakan di atas, menuntut guru menggunakan strategi yang tepat. Strategi yang ditawarkan oleh peneliti ialah strategi top-down yang dipandang efektif dalam membaca.

Dalam penelitian ini, penulis menerapkan strategi membaca top-down yang dikemas dalam model penelitian tindakan kelas (PTK). Strategi membaca top-down dipilih untuk meningkatkan kemampuan membaca siswa dengan beberapa alasan. Pertama, siswa sebagai subjek pembelajaran diyakini memiliki pengalaman tentang bahan bacaan yang disajikan yang seharusnya digali oleh guru pada saat proses pembelajaran membaca. Pengalaman yang telah mereka dapatkan tersebut membentuk pengetahuan yang tersimpan dalam memori masing-masing. Kedua, melalui strategi top-down kegiatan belajar siswa tidak hanya menjadi rutinitas pada setiap pembelajaran bahasa Indonesia, tetapi siswa diarahkan untuk memperoleh pemahaman secara utuh tentang topik bacaan yang terhubungkan dengan pengalaman siswa dalam kehidupan nyata. Ketiga, melalui strategi top-down siswa dilatih untuk membuat prediksi-prediksi yang tepat tentang topik bacaan. Dengan keunggulan strategi top-down tersebut, maka kemampuan membaca siswa dapat ditingkatkan.

(2)

Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan penelitian ialah untuk meningkatkan aktivitas belajar dalam memahami isi bacaan pada mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Wawotobi.

Hakikat dan Proses Membaca

Terdapat beberapa batasan membaca yang dikemukakan oleh pakar. Masing-masing batasan tersebut memiliki persamaan dan perbedaan. Perbedaan antara batasan membaca tersebut pada dasarnya disebabkan oleh perbedaan sudut pandang atau pendekatan dan juga teori yang digunakan berbeda. Penganut teori keterampilan mengartikan membaca sebagai kegiatan menerapkan seperangkat keterampilan dalam mengolah tuturan tertulis yang dibaca untuk menangkap maknanya. Berbeda dengan penganut teori keterampilan, teori persepsi memandang membaca sebagai proses mempersepsi, yaitu memberikan respon bermakna pada simbol-simbol grafis yang telah dikenal (Oka, 1997:13).

Penerapan studi psikolinguistik ke dalam studi membaca cenderung memandang membaca sebagai pengolahan informasi yang berwadahkan bahasa tulis, dengan daya intelektual pembaca dan kompetensi bahsanya (Palmer dalam Oka, 1997:14).

Proses berpikir kritis, evaluatif, dan kreatif dalam membaca bukan saja menjadi bagian integral dari proses membaca, melainkan juga merupakan kelanjutan serta kesudahan proses pemahaman (Oka, 1997: 16). Sejalan dengan pendapat di atas, Burns (1984:4) mengemukakan bahwa membaca merupakan proses yang kompleks. Dalam membaca, pembaca harus harus mampu menangkap sejumlah simbol tertulis yang dibaca dan menginterpretasikan simbol-simbol atau kata-kata yang dibaca, memahami alur berpikir dan bentuk-bentuk gramatikal tulisan, menghubungkan pengalaman yang telah mereka peroleh sebelumnya untuk memahami makna kata-kata yang ia baca, mengingat apa yang telah mereka baca dan menghubungkannya dengan ide-ide yang terdapat dalam bacaan dan kenyataan yang ada, membuat kesimpulan dan penilaian terhadap materi yang dibaca, serta menghubungkan minat dan sikap yang mempengaruhi keberhasilan membacanya.

Dengan demikian jelaslah bahwa kegiatan membaca bukan merupakan kegiatan yang mudah dan muncul dengan sendirinya. Kemampuan membaca dapat ditingkatkan melalui pembelajaran membaca dan juga latihan yang tepat.

Menurut Rahim (2008:2) membaca adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berfikir, psikolinguisutik, dan metakognitif. Membaca sebagai proses visual merupakan proses menerjemahkan simbol tulis ke dalam bunyi. Sebagai suatu proses berfikir, membaca mencakup pengenalan kata, pemahaman literal, interprestasi, membaca kritis, dan membaca kreatif. Membaca sebagai proses linguistik, skemata pembaca membantunya membangun makna. Sedangkan fonologis, semantik dan fitur sintaksis membantu mengomunikasikan pesan-pesan. Proses metakognitif melibatkan perencanaan, pembetulan suatu strategi, pemonitoran, dan pengevaluasian.

Pengertian Strategi Membaca Top-Down

Top-down merupakan salah satu strategi membaca yang penting dan direkomendasikan oleh banyak ahli untuk digunakan dalam pembelajaran membaca. Barnet (1989:11) menjelaskan bahwa top-down adalah strategi membaca yang dimulai dari tahap kegiatan mental yang lebih tinggi yaitu pemahaman tentang topik bacaan ke tahap memahami isi teks itu sendiri. Dalam strategi ini, membaca dipandang sebagai proses yang bersifat linear. Dengan kata lain, proses membaca melalui strategi ini dikendalikan oleh pikiran pembaca untuk memahami teks. Dengan menggunakan strategi ini, pembaca menggunakan pengetahuan umum yang dimilikinya tentang komponen teks tertentu untuk membuat tebakan tentang komponen teks berikutnya.

Pearson (2013:2) dalam Global Post-International News mengemukakan bahwa top-down adalah strategi membaca, yaitu siswa membaca teks secara keseluruhan dan bukan membaca kata demi kata. Siswa dapat menggunakan konteks kalimat untuk memahami kata-kata yang tidak dimengerti. Jadi, dapat dikatakan bahwa top-down adalah strategi membaca untuk mendapatkan makna teks secara keseluruhan.

(3)

Pada strategi membaca top-down, pengaktifan pengetahuan awal pembaca dapat membantu meningkatkan pembelajaran dan pemahaman membaca. Dengan kata lain content schemata atau skemata yang berhubungan dengan topik harus diaktifkan. Namun demikian, Carrell (1988:239) membantah bahwa kurangnya pengaktifan content schemata akan mengakibatkan kesulitan dalam memproses teks bacaan bagi pembaca. Bahkan Hudson (1982:10) juga membantah bahwa tingkat pengetahuan awal yang tinggi dapat mengatasi kelemahan pembaca pada aspek linguistik.

Berdasarkan pengertian-pengertian yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi membaca top-down merupakan strategi membaca yang menghubungkan antara pengetahuan awal pembaca dengan teks yang dibaca. Pembaca membawa pengetahuan awalnya untuk memperoleh pemahaman yang utuh tentang teks yang dibaca.

Penggunaan Strategi Top-Down dalam Pembelajaran Membaca

Strategi membaca top-down berkenaan dengan penggunaan pengetahuan-pengetahuan awal (schemata) untuk berinteraksi dengan teks yang dibaca untuk mendapatkan pesan atau makna yang disampaikan penulis teks. Dalam proses pembelajaran membaca di kelas, Anderson (2003:68) memberikan langkah-langkah strategi top-down yang dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Pre-Reading

- Menggali pengetahuan awal tentang topik - Mengajukan pertanyaan tentang topik

- Melakukan prediksi-prediksi tentang isi bacaan - Mengidentifikasi struktur teks.

- Menemukan gambaran umum teks b. During Reading

- Menebak makna kata-kata sulit berdasarkan konteks. - Melakukan prediksi tentang ide pokok setiap paragraf. - Menuangkan isi teks ke dalam bentuk gambar. c. After Reading

- Merevisi prediksi-prediksi yang dibuat pada saat pre-reading. - Membuat diagram tentang organisasi teks.

- Menceritakan ulang pesan penulis teks.

- Menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang isi teks.

Berdasarkan langkah-langkah strategi top-down di atas, peneliti menyusun rencana perbaikan pembelajaran. Tentu saja, peneliti juga melakukan modifikasi atau penyesuaian langkah-langkah pembelajaran sesuai dengan kondisi siswa.

Metode Penelitian A. Setting Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Wawotobi pada Juli sampai dengan September 2012 pada semester Ganjil tahun pelajaran 2012/2013.

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini ialah siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Wawotobi sebanyak 33 siswa yang terdaftar pada semester ganjil tahun pelajaran 2012/2013.

C. Prosedur Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan berdasarkan langkah-langkah yang di jabarkan dalam perencanaan PTK, yang dilakukan sebanyak 2 siklus pada mata pelajaran bahasa Indonesia dalam memahami isi bacaan. Setiap siklus terdiri dari 4 tahapan yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi.

(4)

D. Instrumen Penelitian

Data dikumpulkan dengan menggunakan instrumen tes kemampuan memahami isi bacaan dan format observasi.

E. Tekhnik Pengumpulan dan Analisis Data

Data-data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan teknik: observasi dan catatan lapangan. Adapun tes digunakan untuk memperoleh data tentang hasil kemampuan memahami isi bacaan siswa. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis deskripsi kuantitatif. G. Indikator Kinerja

PTK ini dilaksanakan dalam 2 siklus. Indikator keberhasilan penelitian yang digunakan adalah apabila pada akhir siklus jumlah siswa yang tuntas belajar telah mencapai 90% dengan nilai ≥70 berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada mata pelajaran bahasa Indonesia Tahun pelajaran 2012/2013 maka siklus akan dihentikan.

Hasil Penelitian Dan Pembahasan

1. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas Siklus I a. Perencanaan

Pada Selasa, 28 Agustus 2012 penulis bersama guru mengawali pelaksanaan penelitian dengan perencanaan berupa persiapan pelaksanaan tindakan.

b. Pelaksanaan Tindakan

Dalam pelaksanaan tindakan, peneliti melaksanakan pembelajaran keterampilan membaca dengan menggunakan strategi top-down. Pelaksanaan tindakan ini berlangsung selama dua kali pertemuan.

Pertemuan 1

Pada Rabu, 29 Agustus 2012 peneliti bersama guru memulai tindakan dengan melaksanakan rencana program pembelajaran.

Pertemuan 2

Pada Rabu, 5 September 2012 peneliti bersama guru melanjutkan tindakan dengan melaksanakan rencana program pembelajaran.

c. Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada saat yang bersamaan dengan pelaksanaan tindakan pada tiga hal, yaitu: (a) aktivitas guru melaksanakan pembelajaran, (b) aktivitas siswa mengikuti proses pembelajaran, dan (c) kerjasama kelompok belajar siswa.

Aktivitas Guru

Pengamatan terhadap aktivitas guru berkaitan dengan keterlaksanaan tahapan kegiatan pembelajaran, yaitu kegiatan membuka pelajaran, kegiatan inti, dan kegiatan menutup pelajaran. Persentase aktivitas guru dalam melaksanakan pembelajaran disajikan pada tabel berikut ini.

Tabel 1

Persentase Aktivitas Guru dalam Tahapan Pembelajaran Siklus I Pertemuan 1 dan 2 Pertemuan Keterlaksanaan Tahapan

Pembelajaran Jumlah aspek yang diamati Persentase (%) Kriteria 1 Terlaksana 8 40 Sangat Kurang Belum Terlaksana 12 60

(5)

2 Terlaksana 15 68 Cukup Baik

Belum Terlaksana 7 32

Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa, pada pertemuan 1, dari 20 aspek pembelajaran yang diamati hanya 8 atau 40% aspek pembelajaran yang terlaksana dengan baik sedangkan 12 atau 60% aspek pembelajaran belum terlaksana dengan baik. Berdasarkan kriteria pembelajaran yang ditetapkan, maka pelaksanaan pembelajaran oleh guru pada pertemuan 1 tergolong sangat kurang. Artinya guru belum melaksanakan dengan baik 60% aspek pembelajaran yang diamati.

Pada pertemuan kedua aspek pembelajaran yang diamati bertambah 2 aspek yaitu mengumpulkan tugas kelompok belajar dan memberi penghargaan atas kinerja kelompok belajar dan keduanya telah dilakukan oleh guru. Jadi jumlah aspek yang diamati secara keseluruhan pada pertemuan kedua menjadi 22 aspek. Tabel di atas juga menunjukkan bahwa pada pertemuan kedua dari 22 aspek pembelajaran yang diamati, 15 atau 68% aspek pembelajaran telah terlaksana dengan baik sedangkan 7 atau 32% aspek pembelajaran belum terlaksana dengan baik. Berdasarkan kriteria pembelajaran yang ditetapkan, maka pelaksanaan pembelajaran oleh guru pada pertemuan kedua tergolong cukup baik. Artinya guru telah melaksanakan dengan baik 68% aspek pembelajaran yang diamati.

Dari uraian keterlaksanaan kegiatan pembelajaran, dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa pada siklus I dari pertemuan 1 sampai pertemuan 2, guru berhasil melakukan banyak perbaikan dalam melaksanakan pembelajaran.

Aktivitas Siswa

Pengamatan terhadap aktivitas siswa berkaitan dengan keikutsertaan siswa dalam tahapan kegiatan pembelajaran. Persentase aktivitas siswa mengikuti tahapan pembelajaran disajikan pada Tabel berikut ini.

Tabel 2

Persentase Aktivitas Siswa dalam Tahapan Pembelajaran Siklus I Pertemuan 1 dan 2 Pertemuan Keterlaksanaan Aktivitas

dalam Tahapan Pembelajaran Jumlah aspek yang diamati Persentase (%) Kriteria

1 Terlaksana 5 23 Sangat Kurang

Belum Terlaksana 17 77

2 Terlaksana 11 50 Kurang

Belum Terlaksana 11 50

Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa, pada pertemuan 1, dari 22 aspek aktivitas yang diamati hanya 5 atau 23% aktivitas yang terlaksana dengan baik sedangkan 17 atau 60% aktivitas belum terlaksana dengan baik oleh siswa. Berdasarkan kriteria yang ditetapkan, maka aktivitas belajar siswa pada pertemuan 1 tergolong sangat kurang. Hal ini menunjukkan bahwa keikutsertaan siswa dalam proses pembelajaran masih sangat kurang.

Pada pertemuan 2, dari 22 aspek aktivitas yang diamati, 11 atau 50% aktivitas yang terlaksana dengan baik sedangkan 11 atau 50% aktivitas belum terlaksana dengan baik oleh siswa. Berdasarkan kriteria yang ditetapkan, maka aktivitas belajar siswa pada pertemuan 2 masih tergolong kurang. Hal tersebut menunjukkan bahwa keikutsertaan siswa dalam proses pembelajaran masih kurang.

Kerjasama Kelompok Belajar

Pada siklus I, seperti halnya aktivitas guru dan siswa, keterampilan kerjasama kelompok juga diamati pada pertemuan 1 dan 2. Pada pertemuan 1, data keterampilan kerjasama kelompok disajikan pada tabel berikut ini.

Tabel 3

(6)

No Kelompok Belajar Rata-Rata Persentase Keterampilan Kerjasama Kelompok Rata-Rata (%) Kategori TP PI KB Arg.

1. Kelompok I 28,57 57,14 14,29 21,43 30,36 Sangat kurang

2. Kelompok II 35,71 50,00 21,43 21,43 32,14 Sangat kurang

3. Kelompok III 28,57 50,00 21,43 21,43 30,36 Sangat kurang

4. Kelompok IV 33,33 58,33 16,67 25,00 33,33 Sangat kurang

5. Kelompok V 16,67 50,00 16,67 8,33 22,92 Sangat kurang

Rata-Rata 28,57 53,09 18,10 19,52 29,82 Sangat Kurang

Keterangan:

TP = Tingkat Partisipasi PI = Pola Interaksi KB = Kemampuan Bertanya Arg. = Argumen

Tabel 3 menunjukkan bahwa pada siklus I pertemuan 1 dari 5 kelompok yang diamati, kelompok I menunjukkan kerjasama yang sangat kurang dengan persentase kerjsama kelompok sebesar 30,36%. Kelompok II menunjukkan kerjasama yang sangat kurang dengan persentase kerjsama kelompok sebesar 32,14%. Kelompok III menunjukkan kerjasama yang sangat kurang dengan persentase kerjsama kelompok sebesar 30,36%. Kelompok IV menunjukkan kerjasama yang sangat kurang dengan persentase kerjsama kelompok sebesar 33,33%. Kelompok V menunjukkan kerjasama yang sangat kurang dengan persentase kerjsama kelompok sebesar 29,82%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada pertemuan 1 rata-rata kelompok belajar menunjukkan kerjasama yang sangat kurang. Ini dapat diartikan bahwa keterampilan bekerjasama siswa dalam kelompok masih harus dilatih.

Tabel 4

Rata-Rata Skor dan Persentase Keterampilan Kerjasama Kelompok Siklus I Pertemuan 2

No

Kelompok Belajar

Rata-Rata Persentase Keterampilan Kerjasama Kelompok

Rata-Rata (%) Kategori TP PI KB Arg. 1. Kelompok I 71,43 85,71 42,86 28,57 57,14 Cukup 2. Kelompok II 78,57 71,43 42,86 42,86 57,14 Cukup

3. Kelompok III 64,29 85,71 50,00 50,00 62,50 Cukup

4. Kelompok IV 58,33 83,33 41,67 33,33 54,17 Kurang

5. Kelompok V 58,33 91,67 41,67 16,67 52,08 Kurang

Rata-Rata 66,19 83,57 43,81 34,29 56,61 Cukup

Keterangan:

(7)

PI = Pola Interaksi KB = Kemampuan Bertanya Arg. = Argumen

Tabel 4 menunjukkan bahwa ada tiga kelompok yang telah memiliki keterampilan kerjasama yang tergolong cukup baik, yaitu kelompok I dan II dengan persentase keterampilan kerjasama masing-masing 57,14%, dan kelompok III dengan persentase keterampilan kerjasama 62,50%. Sedangkan dua kelompok lainnya masih menunjukkan ketarampilan kerjasama yang tergolong kurang, yaitu kelompok IV dengan persentase keterampilan kerjasama 54,17% dan kelompok V dengan persentase keterampilan kerjasama 52,08%. Namun demikian, secara umum, keterampilan kerjasama kelompok tergolong cukup dengan rata-rata persentase keterampilan kerjasama sebesar 56,61%. Evaluasi

Tahap selanjutnya dari penelitian ini setelah pengamatan adalah evaluasi yang dilaksanakan pada Rabu, 5 September 2012. Evaluasi ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang ketuntasan hasil belajar siswa setelah diberikan tindakan. Hasil belajar siswa berupa kemampuan memahami isi bacaan yang ditampilkan pada tabel 5.

Tabel 5

Ketuntasan Hasil Belajar Siswa dalam Memahami Isi Bacaan pada Siklus I (Kriteria Ketuntasan Minimal = 70)

No Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Jumlah Siswa Persentase (%)

1. Tuntas (Nilai ≥70) 11 33,33

2. Tidak Tuntas (Nilai 70) 22 66,67

Total 33 100

Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 33 orang siswa yang mengikuti tes akhir siklus I, 11 orang siswa atau 33% telah mencapai ketuntasan belajar dengan nilai lebih besar atau sama dengan 70. Sedangkan 22 orang siswa atau 66,67% belum mencapai ketuntasan belajar dengan nilai lebih kecil dari 70. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pada siklus I, secara klasikal siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Wawotobi belum tuntas belajar. Dengan kata lain, indikator keberhasilan penelitian belum tercapai sebab penelitian ini dapat dikatakan berhasil jika 85% siswa telah mencapai ketuntasan belajar dengan nilai lebih besar atau sama dengan 70.

d. Refleksi

Setelah dilakukannya evaluasi, peneliti dan gurubahasa Indonesia kelas XI IPA 1 SMA Negeri Wawotobi melakukan refleksi pada hari yang sama dengan pelaksanaan evaluasi. Refleksi ini dilakukan dengan melihat hasil pengamatan aktivitas guru, aktivitas siswa, keterampilan kerjasama kelompok siswa maupun hasil evaluasi. Hasil pengamatan aktivitas guru menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran oleh guru pada pertemuan 1 tergolong sangat kurang dengan persentase pelaksanaan pembelajaran sebesar 40% dan pada pertemuan 2 pelaksanaan pembelajaran oleh guru tergolong cukup baik dengan persentase pelaksanaan pembelajaran sebesar 68%. Secara rata-rata pelaksanaan pembelajaran keterampilan membaca dengan menggunakan strategi top-down pada siklus I tergolong kurang dengan rata-rata persentase aktivitas guru sebesar 54%. Hasil pengamatan aktivitas siswa menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa pada pertemuan 1 tergolong sangat kurang dengan persentase aktivitas yang terlaksana dengan baik sebesar 23% dan aktivitas belajar siswa pada pertemuan 2 masih tergolong kurang dengan persentase aktivitas yang terlaksana dengan baik sebesar 50%. Secara rata-rata aktivitas belajar siswa tergolong sangat kurang dengan rata persentase aktivitas sebesar 36,5%. Hasil pengamatan keterampilan kerjasama siswa dalam kelompok menunjukkan bahwa

(8)

pada pertemuan 1 rata-rata kelompok belajar menunjukkan kerjasama yang sangat kurang dengan persentase aktivitas kerjasama sebesar 29,82% dan pada pertemuan 2 keterampilan kerjasama kelompok tergolong cukup dengan rata-rata persentase keterampilan kerjasama sebesar 56,61%. Secara rata-rata keterampilan kerjasama kelompok belajar pada siklus I tergolong kurang dengan persentase aktivitas kerjasama kelompok sebesar 43,22%.

II. Pembelajaran Keterampilan Membaca Siklus II a. Perencanaan

Pada Kamis, 6 September 2012 peneliti bersama guru melanjutkan kegiatan penelitian pada siklus II dengan perencanaan berupa persiapan pelaksanaan tindakan

b. Pelaksanaan Tindakan

Pada siklus II, peneliti kembali melaksanakan pembelajaran keterampilan membaca dengan menggunakan strategi top-down. Seperti siklus I, pelaksanaan tindakan pada siklus ini berlangsung selama 2 kali pertemuan.

Pertemuan 1

Pada Jum’at, 7 September 2012, peneliti bersama guru memulai tindakan pada pertemuan 1 siklus II dengan melaksanakan rencana program pembelajaran.

Pertemuan 2

Pada Rabu, 10 September 2012 peneliti bersama guru melanjutkan tindakan dengan melaksanakan rencana program pembelajaranAktivitas Guru.Pengamatan terhadap aktivitas guru berkaitan dengan keterlaksanaan tahapan kegiatan pembelajaran, yaitu kegiatan membuka pelajaran, kegiatan inti, dan kegiatan menutup pelajaran. Berdasarkan data aktivitas guru pada lampiran 13 dan 14, persentase aktivitas guru dalam melaksanakan pembelajaran disajikan pada Tabel 6 berikut ini.

Tabel 6

Persentase Aktivitas Guru dalam Tahapan Pembelajaran Siklus II Pertemuan 1 dan 2 Pertemuan Keterlaksanaan Tahapan

Pembelajaran Jumlah aspek yang diamati Persentase (%) Kriteria 1 Terlaksana 17 77 Baik Belum Terlaksana 5 23

2 Terlaksana 19 86 Sangat Baik

Belum Terlaksana 3 14

Tabel 6 menunjukkan bahwa, pada pertemuan 1, dari 22 aspek pembelajaran yang diamati 17 atau 77% aspek pembelajaran yang terlaksana dengan baik sedangkan 5 atau 23% aspek pembelajaran belum terlaksana dengan baik. Berdasarkan kriteria pembelajaran yang ditetapkan, maka pelaksanaan pembelajaran oleh guru pada pertemuan 1 tergolong baik. Artinya, guru telah melaksanakan dengan baik 77% aspek pembelajaran yang diamati.

Pada pertemuan kedua, dari 22 aspek pembelajaran yang diamati, 19 atau 86% aspek pembelajaran telah terlaksana dengan baik sedangkan 3 atau 14% aspek pembelajaran belum terlaksana dengan baik. Berdasarkan kriteria pembelajaran yang ditetapkan, maka pelaksanaan pembelajaran oleh guru pada pertemuan kedua tergolong Sangat baik. Artinya guru telah melaksanakan dengan sangat baik 86% aspek pembelajaran yang diamati.

Pada siklus II, guru telah berhasil melaksanakan proses pembelajaran. Keberhasilan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran keterampilan membaca dengan menggunakan strategi top-down terlihat pada pelaksanaan tahapan pembelajaran dari pertemuan 1 hingga pertemuan 2

(9)

Seperti pengamatan terhadap aktivitas guru, pengamatan terhadap aktivitas siswa berkaitan dengan keikutsertaan siswa dalam tahapan kegiatan pembelajaran. Persentase aktivitas siswa mengikuti tahapan pembelajaran disajikan pada Tabel 7 berikut ini.

Tabel 7

Persentase Aktivitas Siswa dalam Tahapan Pembelajaran Siklus II Pertemuan 1 dan 2 Pertemuan Keterlaksanaan Aktivitas

dalam Tahapan Pembelajaran Jumlah aspek yang diamati Persentase (%) Kriteria

1 Terlaksana 19 86 Sangat Baik

Belum Terlaksana 3 14

2 Terlaksana 20 91 Sangat Baik

Belum Terlaksana 2 9

Tabel 7 menunjukkan bahwa, pada pertemuan 1, dari 22 aspek aktivitas yang diamati 19 aspek atau 86% aktivitas yang terlaksana dengan baik sedangkan 3 aspek atau 14% aktivitas belum terlaksana dengan baik oleh siswa. Berdasarkan kriteria yang ditetapkan, maka aktivitas belajar siswa pada pertemuan 1 tergolong sangat baik.

Pada pertemuan 2, dari 22 aspek aktivitas yang diamati, 20 atau 91% aktivitas yang terlaksana dengan baik sedangkan 2 atau 9% aktivitas belum terlaksana dengan baik oleh siswa. Berdasarkan kriteria yang ditetapkan, maka aktivitas belajar siswa pada pertemuan 2 masih tergolong sangat baik. Hal tersebut menunjukkan bahwa keikutsertaan siswa dalam proses pembelajaran sudah sangat baik.

Keterampilan kerjasama kelompok juga diamati pada pertemuan 1 dan 2. Pada pertemuan 1, data keterampilan kerjasama kelompok disajikan pada tabel 8 berikut ini.

Tabel 8

Rata-Rata Skor dan Persentase Keterampilan Kerjasama Kelompok Siklus II Pertemuan 1

No

Kelompok Belajar

Rata-Rata Persentase Keterampilan Kerjasama Kelompok

Rata-Rata (%) Kategori TP PI KB Arg. 1 Kelompok I 78,57 100 71,43 42,86 73,21 Baik 2 Kelompok II 85,71 85,71 71,43 57,14 75,00 Baik

3 Kelompok III 85,71 100 78,57 57,14 80,36 Baik

4 Kelompok IV 75,00 100 66,67 50,00 72,92 Baik 5 Kelompok V 83,33 100 66,67 33,33 70,83 Baik Rata-Rata 81,664 97,142 70,954 48,094 74,46 Baik Keterangan: TP = Tingkat Partisipasi PI = Pola Interaksi KB = Kemampuan Bertanya Arg. = Argumen

Tabel 8 menunjukkan bahwa pada siklus I pertemuan 1 dari 5 kelompok yang diamati, kelompok I menunjukkan kerjasama yang baik dengan persentase kerjsama kelompok sebesar 73,21%. Kelompok II menunjukkan kerjasama yang baik dengan persentase kerjsama kelompok sebesar 75%.

(10)

Kelompok III menunjukkan kerjasama yang baik dengan persentase kerjasama kelompok sebesar 80,36%. Kelompok IV menunjukkan kerjasama yang baik dengan persentase kerjsama kelompok sebesar 72,92%. Kelompok V menunjukkan kerjasama yang baik dengan persentase kerjsama kelompok sebesar 70,83%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada pertemuan 1 rata-rata kelompok belajar menunjukkan kerjasama yang baik.

Tabel 9

Rata-Rata Skor dan Persentase Keterampilan Kerjasama Kelompok Siklus II Pertemuan 2

No

Kelompok Belajar

Rata-Rata Persentase Keterampilan Kerjasama Kelompok

Rata-Rata (%)

Kategori

TP PI KB Arg.

1 Kelompok I 85,71 100 85,71 64,29 83,93 Sangat baik

2 Kelompok II 92,86 100 85,71 71,43 87,50 Sangat baik

3 Kelompok III 92,86 100 92,86 78,57 91,07 Sangat baik

4 Kelompok IV 91,67 100 91,67 75,00 89,58 Sangat baik

5 Kelompok V 91,67 100 83,33 66,67 85,42 Sangat baik

Rata-Rata 90,95 100 87,86 71,19 87,50 Sangat baik

Keterangan:

TP = Tingkat Partisipasi PI = Pola Interaksi KB = Kemampuan Bertanya Arg. = Argumen

Tabel 9 menunjukkan bahwa semua kelompok telah memiliki keterampilan kerjasama yang tergolong sangat baik. Secara rata-rata persentase kerjasama kelompok I sebesar 83,93%, kelompok II sebesar 87,5%, kelompok III sebesar 91,07%, kelompok IV sebesar 89,58%, dan kelompok V sebesar 85,42. Dengan demikian, secara umum, keterampilan kerjasama kelompok tergolong sangat baik dengan rata-rata persentase keterampilan kerjasama sebesar 87,50%.

c. Evaluasi

Setelah berakhirnya pelaksanaan tindakan siklus II, peneliti melakukan evaluasi. Evaluasi ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang ketuntasan hasil belajar siswa setelah diberikan tindakan. Hasil belajar siswa berupa kemampuan memahami isi bacaan yang ditampilkan pada tabel 10 berikut ini.

Tabel 10

Ketuntasan Hasil Belajar Siswa dalam Memahami Isi Bacaan pada Siklus II (Kriteria Ketuntasan Minimal = 70)

No Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Jumlah Siswa Persentase (%)

1. Tuntas (Nilai ≥70) 31 93,94

(11)

Total 33 100

Tabel 10 menunjukkan bahwa dari 33 orang siswa yang mengikuti tes akhir siklus II, 31 orang siswa atau 93,94% telah mencapai ketuntasan belajar dengan nilai lebih besar atau sama dengan 70. Sedangkan 2 orang siswa atau 6,06% tidak mencapai ketuntasan belajar dengan nilai lebih kecil dari 70. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pada siklus II, secara klasikal siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Wawotobi telah tuntas belajar. Dengan kata lain, indikator keberhasilan penelitian telah tercapai dengan jumlah siswa yang tuntas di atas kriteria yang ditetapkan yaitu 85% siswa harus mencapai ketuntasan belajar dengan nilai lebih besar atau sama dengan 70.

d. Refleksi

Setelah dilakukannya evaluasi pada siklus II, peneliti dan gurubahasa Indonesia kelas XI IPA 1 SMA Negeri Wawotobi melakukan refleksi pada hari yang sama dengan pelaksanaan evaluasi. Refleksi ini dilakukan dengan melihat hasil pengamatan aktivitas guru, aktivitas siswa, keterampilan kerjasama kelompok siswa maupun hasil evaluasi. Hasil pengamatan aktivitas guru menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran oleh guru pada pertemuan 1 tergolong baik dengan persentase pelaksanaan pembelajaran sebesar 77% dan pada pertemuan 2 pelaksanaan pembelajaran oleh guru tergolong Sangat baik dengan persentase pelaksanaan pembelajaran sebesar 86%. Secara rata-rata pelaksanaan pembelajaran keterampilan membaca dengan menggunakan strategi top down pada siklus I tergolong sangat baik dengan rata-rata persentase aktivitas guru sebesar 81,5%.

Hasil pengamatan aktivitas siswa menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa pada pertemuan 1 tergolong sangat baik dengan persentase aktivitas yang terlaksana dengan baik sebesar 86% dan aktivitas belajar siswa pada pertemuan 2 tergolong Sangat Baik dengan persentase aktivitas yang terlaksana dengan baik sebesar 91%. Secara rata-rata aktivitas belajar siswa tergolong sangat baik dengan rata persentase aktivitas sebesar 88,5%. Hasil pengamatan keterampilan kerjasama siswa dalam kelompok menunjukkan bahwa pada pertemuan 1 rata-rata kelompok belajar menunjukkan kerjasama yang tergolong baik dengan persentase aktivitas kerjasama sebesar 74,46% dan pada pertemuan 2 keterampilan kerjasama kelompok tergolong Sangat Baik dengan rata-rata persentase keterampilan kerjasama sebesar 87,5%. Secara rata-rata keterampilan kerjasama kelompok belajar pada siklus II tergolong Sangat baik dengan persentase aktivitas kerjasama kelompok sebesar 80,98%.

Sejalan dengan meningkatnya aktivitas guru dan siswa serta kemampuan siswa bekerjasama dalam kelompok, ketuntasan belajar siswa juga mengalami peningkatan hingga mencapai ketuntasan belajar. Hingga akhir siklus II, ketuntasan belajar siswa mencapai 93,94% yang jauh berada di atas kriteria minimal ketuntasan belajar 85%.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa semua indikator keberhasilan penelitian telah tercapai bahkan terlampaui. Aktivitas guru melaksanakan pembelajaran, aktivitas siswa mengikuti pembelajaran dan keterampilan siswa bekerjasama dalam kelompok serta ketuntasan belajar siswa dalam memahami isi bacaan, semuanya telah memenuhi indikator keberhasilan penelitian. Dengan demikian, siklus penelitian dihentikan pada siklus II.

Pembahasan

A. Aktivitas Guru Melaksanakan Pembelajaran Membaca Melalui Strategi Top Down

Aktivitas guru melaksanakan pembelajaran membaca melalui strategi top-down yang diamati pada siklus I dan II mengalami peningkatan yang mendorong tercapainya ketuntasan belajar siswa. Pada siklus I yang terdiri atas 2 kali pertemuan, secara rata-rata keterlaksanaan pembelajaran tergolong cukup baik dengan rata-rata persentase keterlaksanaan sebesar 54%, di mana pada pertemuan 1 persentase keterlaksanaan sebesar 40% (sangat kurang) dan pada pertemuan 2 persentase keterlaksanaan sebesar 68% (cukup baik). Pada siklus II yang juga terdiri atas 2 kali pertemuan, secara rata-rata keterlaksanaan pembelajaran tergolong sangat baik dengan rata-rata persentase

(12)

keterlaksanaan sebesar 81,5%, di mana pada pertemuan 1 persentase keterlaksanaan sebesar 77% (baik) dan pada pertemuan 2 persentase keterlaksanaan sebesar 86% (sangat baik).

B. Aktivitas Siswa Mengikuti Pembelajaran Membaca Melalui Strategi Top Down

Aktivitas siswa mengikuti pembelajaran membaca melalui strategi top-down yang diamati pada siklus I dan II juga mengalami peningkatan sebagai efek dari keberhasilan guru melaksanakan proses pembelajaran. Pada siklus I yang terdiri atas dua kali pertemuan, secara rata-rata keterlaksanaan pembelajaran tergolong kurang dengan rata-rata persentase keterlaksanaan sebesar 36,5%, di mana pada pertemuan 1 persentase keterlaksanaan sebesar 23% (kurang) dan pada pertemuan 2 persentase keterlaksanaan sebesar 50% (cukup baik). Pada siklus II yang juga terdiri atas dua kali pertemuan, secara rata-rata keterlaksanaan pembelajaran tergolong sangat baik dengan rata-rata persentase keterlaksanaan sebesar 88,5%, di mana pada pertemuan 1 persentase keterlaksanaan sebesar 86% (sangat baik) dan pada pertemuan 2 persentase keterlaksanaan sebesar 91% (sangat baik).

Keterampilan kerjasama siswa dalam kegiatan diskusi kelompok selama dua siklus pembelajaran juga mengalami peningkatan. Pada siklus I, secara rata-rata keterampilan kerjasama siswa dalam diskusi kelompok tergolong cukup baik dengan persentase sebesar 43,22%, di mana pada pertemuan 1 persentase kerjasama siswa sebesar 29,82% (kurang) dan pada pertemuan 2 persentase kerjasama siswa sebesar 56,61% (cukup baik). Pada siklus II, secara rata-rata keterampilan kerjasama siswa dalam diskusi kelompok tergolong sangat baik dengan persentase sebesar 80,98%, di mana pada pertemuan 1 persentase kerjasama siswa sebesar 74,46% (baik) dan pada pertemuan 2 persentase kerjasama siswa sebesar 87,50% (sangat baik).

Peningkatan keterampilan kerjasama siswa dalam kegiatan diskusi kelompok tergambar dalam hal-hal sebagai berikut

a. Tingkat partisipasi siswa dalam kelompok, interaksi antar siswa dalam kelompok, dan kemampuan bertanya siswa sangat baik.

b. Kemampuan siswa memberikan argumen tergolong baik. Penutup

A. Kesimpulan

Berdasarkan deskripsi dan pembahasan hasil penelitian yang dilaksanakan dalam dua siklus, dapat disimpulkan bahwa:

a. Aktivitas guru mata pelajaranbahasa Indonesia menerapkan strategi top-down di kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Wawotobi mengalami peningkatan. Pada siklus I secara rata-rata keterlaksanaan pembelajaran tergolong cukup baik dengan rata-rata persentase keterlaksanaan sebesar 54% dan pada siklus II secara rata-rata keterlaksanaan pembelajaran tergolong sangat baik dengan rata-rata persentase keterlaksanaan sebesar 81,5%. Ini berarti bahwa guru mampu melaksanakan pembelajaran membaca melalui strategi top-down.

b. Akivitas siswa dalam memahami isi bacaan dengan penerapan strategi top-down di kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Wawotobi mengalami peningkatan. Pada siklus I secara rata-rata aktivitas siswa tergolong kurang dengan rata-rata persentase aktivitas sebesar 36,5%. Pada siklus II secara rata-rata aktivitas siswa tergolong sangat baik dengan rata-rata persentase aktivitas sebesar 88,5%. Keterampilan kerjasama siswa dalam kegiatan diskusi kelompok yang meliputi tingkat partisipasi, pola interaksi, kemampuan bertanya, dan kemampuan berargumen, juga mengalami peningkatan. Pada siklus I, secara rata-rata keterampilan kerjasama siswa tergolong cukup baik dengan persentase sebesar 43,22% dan pada siklus II, secara rata-rata keterampilan kerjasama siswa tergolong sangat baik dengan persentase sebesar 80,98%.

c. Kemampuan siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Wawotobi dalam memahami isi bacaan dapat ditingkatkan dengan menggunakan strategi top-down. Persentase ketuntasan belajar siswa meningkat dari 33,33% pada pembelajaran siklus I menjadi 93,94% pada pembelajaran siklus II.

B. Saran

(13)

Berdasarkan kesimpulan penelitian ini, maka disarankan adalah sebagai berikut.

a. Sebaiknya guru menerapkan strategi top-down dalam pembelajaran keterampilan membaca. Melalui langkah-langkah strategi membaca top-down siswa dapat dilatih untuk menjadi pembaca kreatif. b. Sebaiknya kinerja siswa selama mengikuti pembelajaran diberikan penilaian untuk membangkitkan

partisipasi aktif siswa. Daftar Pustaka

Anderson, N. J. 2003. Exploring Skills: Reading. In D. Nunan (Ed.), Practical English Language Teaching (pp. 67-86). New York: McGraw-Hill.

Barnet, M.A. 1989. More Than Meet the Eye Foreign Language Reading. Theory and Practice. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Burn, Paul C. Betty. D. Roe dan Elinor P Ross. 1984. Teaching Reading in Today’s Elementary schools. Boston : Houghton Mifflin Company.

Carrell, P. L. 1988. Interactive Text Processing: Implications for ESL/second language reading classrooms. In P. Carrell, J. Devine, & D. Eskey (Eds.) Interactive Approaches to Second Language Reading. (pp. 239-259). NY:Cambridge UP.

Rahim, Farida. 2008. Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.

Hudson, T. 1982. The Effect of Induced Schemata on the ‘Short-Circuit’ in L2 Reading: Non-decoding Factors in L2 Reading Performance. Language Learning 32, (pp. 1-31).

Oka, I Gusti Ngurah. 1997. Pengantar Teori Membaca dan Pengajarannya. Surabaya: Usaha Nasional.

Gambar

Tabel  1  di  atas  menunjukkan  bahwa,  pada  pertemuan  1,  dari  20  aspek  pembelajaran  yang  diamati  hanya  8  atau  40%  aspek  pembelajaran  yang  terlaksana  dengan  baik  sedangkan  12  atau  60%
Tabel  3  menunjukkan  bahwa  pada  siklus  I  pertemuan  1  dari  5  kelompok  yang  diamati,  kelompok  I  menunjukkan  kerjasama  yang  sangat  kurang  dengan  persentase  kerjsama  kelompok  sebesar 30,36%
Tabel  4  menunjukkan  bahwa  ada  tiga  kelompok  yang  telah  memiliki  keterampilan  kerjasama  yang  tergolong  cukup  baik,  yaitu  kelompok  I  dan  II  dengan  persentase  keterampilan  kerjasama  masing-masing  57,14%,  dan  kelompok  III  dengan
Tabel  7  menunjukkan  bahwa,  pada  pertemuan  1,  dari  22  aspek  aktivitas  yang  diamati  19  aspek  atau  86%  aktivitas  yang  terlaksana  dengan  baik  sedangkan  3  aspek  atau  14%  aktivitas  belum  terlaksana dengan baik oleh siswa
+2

Referensi

Dokumen terkait

yang terjadi akibat gesekan antara drillstring dan formasi. Sumur X-01 merupakan sumur vertikal pada lapangan X yang akan dilakukan pemboran horizontal re-entries dengan membuat

dan limbah rajungan pada semua perlakuan, termasuk perlakuan perbandingan yang seimbang antara sayur sawi dan limbah rajungan (50% sayur sawi + 50% limbah

Masalahnya disinipraktik gadaidenagn jaminan perhiasan kredit di pasara Wonosalm Demak, apabila penggadai tidak bisa melunasi atau menebus barang jaminanya maka

LS : PANTI WORKSHOP PIMPINAN WILAYAH GP ANSOR JAWA TENGAH 9 April 2021 482/043 - Dewan Juri “Anugerah Penyiaran Jawa Tengah 2021” Ibu Kadis bersedia menjadi dewan juri

Mula-mula dilakukan penandaan 10 malai setiap total; nisbah bunga jantan/bunga total tertinggi terdapat pohon pada saat anthesis (bila lebih dari 95% bunga pada mangga kultivar

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam meningkatkan pemahaman siswa pada materi penggolongan makhluk hidup dapat

Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi golongandarisenyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam fraksi etanol daridaun Peronema canescens (Sungkai)

Sumber data primer yaitu sumber data pokok yang dijadikan bahan penelitian ini menggunakan jenis data kualitatif, maka yang menjadi sumber data utama adalah