• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENCEMARANN LINGKUNGAN SEBAGAI TINDAK PIDANA DALAM KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE-29 NOMOR: 02/ MNU-29/ 1994 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENCEMARANN LINGKUNGAN SEBAGAI TINDAK PIDANA DALAM KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE-29 NOMOR: 02/ MNU-29/ 1994 SKRIPSI"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

PENCEMARAN LINGKUNGAN SEBAGAI TINDAK PIDANA DALAM KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

PENCEMARAN LINGKUNGAN SEBAGAI TINDAK PIDANA DALAM KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE

NOMOR: 02/ MNU-29/ 1994

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1

Dalam Ilmu Syari’ah

Oleh :

AKHMAD KHOLISHUDIN (072211017)

JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

2012

PENCEMARAN LINGKUNGAN SEBAGAI TINDAK PIDANA DALAM KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE-29

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat

(2)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

Nama : Akhmad Kholishudin

NIM : 07211017

Jurusan : Jinayah Siyasah (JS) Judul Skripsi : PENCEMARAN

PIDANA DALAM KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA

Telah dimunaqasahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, pada hari/tanggal:

Dan dapat diterima sebagai kelengkapan ujian akhir dalam rangka menyelesaikan Studi Program Sarjana Strata 1 (S.1) tahun akademik 20

gelar Sarjana dalam Ilmu Syari’ah.

Alamat : Jl. Prof. Dr. Hamka Km.2

DEPARTEMEN AGAMA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

FAKULTAS SYARI’AH

PENGESAHAN

Akhmad Kholishudin : 07211017 : Jinayah Siyasah (JS)

PENCEMARAN LINGKUNGAN SEBAGAI TINDAK PIDANA DALAM KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA NOMOR : 02 /MNU-29 /1994

Telah dimunaqasahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, pada hari/tanggal:

11 Juni 2012

Dan dapat diterima sebagai kelengkapan ujian akhir dalam rangka menyelesaikan Sarjana Strata 1 (S.1) tahun akademik 2012/2013

gelar Sarjana dalam Ilmu Syari’ah.

Alamat : Jl. Prof. Dr. Hamka Km.2 (Kampus III) Telp/Fax : 024-7601291 Semarang 50185

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

LINGKUNGAN SEBAGAI TINDAK PIDANA DALAM KEPUTUSAN MUKTAMAR

29 /1994

Telah dimunaqasahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam

Dan dapat diterima sebagai kelengkapan ujian akhir dalam rangka menyelesaikan 13, guna memperoleh

(3)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

PERSETUJUAN PEMBIMBING Lamp : 4 Naskah eks

Hal : Naskah Skripsi

An. Sdr. Akhmad Kholishudin

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, bersama ini saya kirimkan naskah skripsi Saudara :

Nama NIM Jurusan Judul Skripsi

Dengan ini saya mohon kiranya skripsi saudara tersebut dapat segera dimunaqosahkan.

Demikian harap menjadi maklum adanya.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Alamat : Jl. Prof. Dr. Hamka Km.2 (Kampus

DEPARTEMEN AGAMA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

FAKULTAS SYARI’AH

PERSETUJUAN PEMBIMBING : 4 Naskah eks

: Naskah Skripsi

An. Sdr. Akhmad Kholishudin

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, bersama ini saya naskah skripsi Saudara :

: Akhmad Kholishudin : 072211017

: Jinayah Siyasah

: PENCEMARAN LINGKUNGAN SEBAGAI TINDAK PIDANA DALAM KEPUTUSAN MUKTAMAR

NAHDLATUL ULAMA NOMOR: 02/MNU

ni saya mohon kiranya skripsi saudara tersebut dapat segera dimunaqosahkan.

Demikian harap menjadi maklum adanya.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Semarang, 21

Alamat : Jl. Prof. Dr. Hamka Km.2 (Kampus III) Telp/Fax : 024-7601291 Semarang 50185

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, bersama ini saya

PENCEMARAN LINGKUNGAN SEBAGAI TINDAK PIDANA DALAM KEPUTUSAN MUKTAMAR

NAHDLATUL ULAMA NOMOR: 02/MNU-29/1994 ni saya mohon kiranya skripsi saudara tersebut dapat segera

Mei 2012

(4)

DEKLARASI

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.

Semarang, 07 Mei 2012 Deklarator,

Akhmad Kholishudin 072211017

(5)

ABSTRAK

Dengan semakin banyaknya pengerusakan terhadap lingkungan, maka Nahladtul Ulama dalam Muktamar Nahdlatul Ulama ke -29 mengeluarkan fatwa tentang pencemaran lingkungan, yaitu hukum mencemarkan lingkungan, baik udara, air, maupun tanah, apabila menimbulkan dharar maka hukumnya haram dan termasuk perbuatan kriminal (jinayat).

Dari skripsi ini ada beberapa permasalahan yang dimaksud untuk mengetahui keputusan Muktamar NU ke 29 tentang pencemaran lingkungan dan sejauh manakah Istinbath hukum yang digunakan NU dalam keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama tentang Pencemaran lingkungan.

Adapun metode penelitian untuk menyelesaikan skripsi ini adalah jenis penelitian kepustakaan (library research), metode pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu: dokumentasi, yaitu mengenai hal-hal yang berupa catatan, transkrip, buku, dan sebagainya. Disini yang menjadi sumber adalah Muktamar Nahdlatul Ulama ke 29 Sedangkan data primer yang digunakan adalah keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama Nomor: 02/ MNU-29/ 1994 tentang pencemaran lingkungan, dan data sekundernya adalah buku-buku yang ada relevansinya dengan permasalahan yang penulis bahas. Adapun analisis data, penulis menggunakan metode deskriptif analitis yaitu analisa dengan merujuk keseluruhan data secara umum (komprehensif) untuk kemudian menguraikannya kedalam bagian-bagian yang lebih spesifik penyajiannya

Dari hasil penelitian, penulis menemukan bahwa dalam keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama ke 29 tentang pencemaran lingkungan, pertama pencemaran lingkungan dianggap sebagai perbuatan jarimah karena pencemaran lingkungan memenuhi ketiga unsur-unsur umum jarimah apabila perbuatan akan dikelompokan kedalam jarimah. Kedua, pencemaran lingkungan sebagai jarimah

ta’zir karena pencemaran lingkungan termasuk jarimah yang bentuk atau

macamnya, dan hukumnya diserahkan kepada manusia, syara’ hanya memberikan ketentuan-ketentuan yang bersifat umum saja, dan pencemaran lingkungan merupakan jarimah yang dapat berubah-ubah menurut keadaan dan waktu. Walaupun tidak terdapat sanksi dalam bentuk nash qoth’i mengenai hukumanya, bukan berarti tidak adanya sanksi bagi pelaku pencemaran lingkungan. Adapun pelaku yang melakukan pencemaran lingkungan dapat dihukum sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku, adapun sanksinya berupa pidana penjara ataupun denda sesuai dengan tingkat kejahatanya.

Metode istinbath hukum NU dalam keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama ke-29 Nomor: 02/ MNU-29/ 1994 tentang pencemaran lingkungan yaitu menggunakan istinbath jama’i, penyimpulan ketentuan hukum secara bersama-sama. Istinbath langsung dari sumber-sumber primer (al-Qur’an dan al-Sunnah) yang cenderung kepada pengertian ijtihad mutlak, bagi ulama NU

(6)

masih sangat sulit dilakukan karena keterbatasan-keterbatasan yang disadari, terutama di bidang ilmu-ilmu penunjang dan pelengkap yang harus dikuasai seorang mujtahid.

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, yang telah menciptakan alam dengan segala keindahanya dan surga dengan bidadari serta air yang bening mengalir, atas taufiq dan hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam kami panjatkan kepada junjungan kita sang Revolusioner nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya yang selalu menunggu syafaatnya.

Berkenaan dengan selesainya skripsi ini, yang berjudul : Pencemaran Lingkungan Sebagai Tindak Pidana dalam Keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama ke-29 Nomor: 02/ MNU-29/ 1994, yang disusun untuk melengkapi sebagian persyaratan untuk mencapai gelar sarjana dalam ilmu Syari’ah IAIN Walisongo Semarang.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan saran-saran dari berbgai pihak sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih :

1. Bapak Dr. H. Imam Yahya, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang.

(7)

2. Bapak Drs. H. Abdul Ghofur, M.Ag selaku PD I, Bapak H. Muhammad Saefullah M.Ag selaku PD II, dan Bapak Achmad Arif Budiman M.Ag selaku PD III.

3. Bapak Drs. Moh. Solek MA, selaku Ketua Jurusan Jinayah siyasah dan Bapak Rustam Dahar KAH, M.Ag., selaku Sekretaris Jurusan Jinayah Siyasah Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang.

4. Bapak Drs. Agus Nurhadi, M.A selaku dosen pembimbing I, serta Bapak Moh Khasan, M.Ag, selaku dosen pembimbing II, yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyusun skripsi ini.

5. Segenap Dosen fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang beserta karyawan-karyawanya atas bekal ilmu pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah sekaligus penulisan skripsi ini.

6. Kedua orang tua penulis Bapak Sokimun beserta Ibu Hartini yang tercinta atas segala kasih sayang, do’a, pengorbanan dan kesabarannya 7. Kakak Agus Prayitno, S.Pd.i yang selalu memberikan motivasi dan

Dukungan untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

8. Sahabat-sahabatku baik di kampus maupun di organisasi yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang memberikan bantuan, semangat dan yang selalu menemani disaat sedih dan senang.

9. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu selama penulisan skripsi ini.

(8)

Kepada mereka semua penulis tidak dapat memberikan apa-apa hanya untaian terima kasih dengan tulus dan iringan do’a, semoga Allah membalas semua amal kebaikan mereka dan selalu melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah, dan ‘inayah-Nya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini banyak memiliki kekurangan, untuk itu penulis memohon kepada para pembaca untuk menginsafi dan memberikan saran-saran yang bersifat membangun agar menjadi pertimbangan-pertimbangan dalam penulisan selanjutnya. Akhirnya penulis berharap mudah-mudahan tulisan yang telah tersusun dengan sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi umat Islam pada umumnya. Kepada Allah SWT penulis memohon semoga apa yang menjadi harapan penulis terkabulkan. Amien.

Semarang, 07 Mei 2012 Penulis

(9)

MOTO





















































“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah

kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu

melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan

berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah

berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat

kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak

menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”

(10)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah segala puji syukur terucap hanya bagi Allah Tuhan semesta alam, yang telah memberikan kesempatan dan kekuatan kepada penulis menyelesaikan skripsi ini, untuk itu penulis berkenan mempersembahkan karya ini untuk mereka yang telah memberikan sesuatu yang tak ternilai harganya kepada penulis, diantaranya :

 Bapak dan Ibu yang saya cintai, terima kasih atas segala do’anya dan kasih sayangnya yang tak pernah pudar engkau berikan kepadaku meskipun kadang saya tak patuh padamu, namun saya telah menepati janjiku padamu dan tanpa mereka saya takkan setegar ini.

 Bapak dan Ibu Masduqi yang saya hormati, terima kasih banyak atas segala bantuanya selama ini, saya tidak bisa membalas apa-apa selain berdo’a kepada Allah semoga senantiasa diberikan kesehatan , keselamatan dan dan diberikan rizqi yang berlipat oleh Allah SWT.  Kakak saya Agus prayitno, S.Pd.i terima kasih banyak atas motivasi

dan dukunganya karena tanpa dukungan kakak mungkin saya takan menyelesaikan semua ini.

 Adinda Chalimatus sa’diyah, terima kasih karena selama ini tak pernah henti-hentinya memberikan dukungan motivasi dan semangat sehingga saya kuat menjalani ini semua.

 Keluarga Besar Resimen Mahasiswa (MENWA) Satuan 906 “Sapu Jagad” IAIN Walisongo Semarang terima kasih banyak karena

(11)

disanalah saya belajar tentang disiplin dan tanggung jawab terhadap tugas yang diemban.

 Kawan-kawanku satu paket jurusan Jinayah Siyasah (SJB) untuk motivasi cepat lulus, dan kawanku Setiyanto, Fahrudin Zuhri, dan Fajrin W, serta Sohibul Ibad untuk jasa kalian pada saya demi suksesnya skripsi ini.

 Segenap Pengurus Takmir Masjid Al-Ijtihad, pengurus Yayasan dan Ustadz-ustadzah TPQ Nurussalam trima kasih karena selama ini saya mendapat pengalaman hidup bersama bapak dan ibu sekalian.

 Dan semua pihak yang tidak dapat kusebutkan satu persatu yang telah membantu dalam kelancaran penulisan skripsi ini.

Semoga Allah membalasnya dengan kebaikan yang lebih dari apa yang mereka berikan karena penulis hanya bisa ucapkan terima kasih yang terhingga untuk semuanya yang telah mendukung dan belajar bareng, semoga langkah kita selalu dalam hidayah dan ridlo-Nya.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ……… i

Halaman Persetujaun Pembimbing ……… ii

Halaman Pengesahan ………. iii

Halaman Deklarasi ………. iv

Abstrak ………... v

Kata Pengantar ……….. viii

Halaman Motto ……….. xi

Halaman Persembahan ……… xii

Daftar Isi ……… xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……….. 1

B. Rumusan Masalah ………...……….. 7

C. Tujuan Penelitian ……… 7

D. Telaah Pustaka ……… 8

E. Metode Penelitian ……….. 11

F. Sistimatika Penulisan ………. 13

BAB II JARIMAH DAN PENCEMARAN LINGKUNGAN A. Tinjauan umum tentang Jarimah 1. Pengertian Jarimah ……… 15

2. Unsur-unsur Jarimah dan pembagiannya ………... 17

3. Pengertian Jarimah Ta’zir ……….. 23

4. Macam-macam Jarimah Ta’zir ……… 25

(13)

B. Jarimah Pencemaran lingkungan

1. Pengertian pencemaran lingkungan ………. 37 2. Macam-macam pencemaran lingkungan ………. 39 3. Pencemaran lingkungan dalam hukum pidana Islam …….. 43

BAB III PENCEMARAN LINGKUNGAN DALAM KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE 29 NOMOR: 02/MNU-29/ 1994

A. Pencemaran lingkungan Dalam Perspektif Muktamar Nahdlatul Ulama ke-29 di Cipasung Tasikmalaya tanggal 1 rajab 1415 H/ 4 Desember 1994 M

1. Hukum pencemaran lingkungan ……….... 47 2. Konsepsi Islam dalam menangani ekses pencemaran

lingkungan ………. 53

B. Sistimatika Pengambilan Keputusan (Istinbath Hukum) dalam Perspektif Muktamar Nahdlatul Ulama ke-29 di Cipasung Tasikmalaya tanggal 1 rajab 1415 H/ 4 Desember 1994 M

1. Ketentuan Umum ………. 62

2. Sistematika Istinbath Hukum

a. Kerangka Analisis Masalah ……… 64 b. Prosedur Penjawaban Masalah ……… 65 c. Hirarki dan Sifat Keputusan Bahtsul Masail ………….. 66 d. Kerangka Analisis Tindakan ……….. 67

BAB IV ANALISIS KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL

ULAMA NOMOR: 02/ MNU-29/ 1994 TENTANG PENCEMARAN LINGKUNGAN

(14)

A. Analisis keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama ke-29 Nomor: 02/MNU-29/ 1994 tentang pencemaran

lingkungan ………... 72

B. Analisis Istinbath hukum Nahdlatul Ulama dalam keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama’ ke-29 Nomor:02/ MNU-29/ 1994 tentang pencemaran lingkungan ……… 86 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ……… 94 B. Saran ……….. 95 C. Penutup ………. 96 Daftar Pustaka Lampiran

(15)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Sebagai salah satu negara berkembang dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa, masalah pencemaran lingkungan yang terjadi di Indonesia menjadi sangat komplek terutama di kota-kota besar, tingkat pencemaran udara di Indonesia sudah melebihi ambang batas normal terutama di kota-kota besar akibat gas buang kendaraan bermotor. Selain itu setiap tahun asap tebal meliputi wilayah Nusantara bahkan sampai kenegara tetanggga akibat

pembakaran hutan untuk lahan pertanian dan perkebunan. Kemudian hampir semua limbah cair baik yang berasal dari rumah tangga dan industri dibuang langsung dan bercampur menjadi satu kebadan sungai atau laut ditambah lagi dengan kebiasaan penduduk melakukan kegiatan MCK di bantaran sungai. Akibatnya, kualitas air sungai menurun dan apabila digunakan untuk air baku memerlukan biaya yang tinggi.1

Kondisi tanah yang sekarang juga sudah mengalami penurunan kwalitas hampir setiap tempat di Indonesia 2, sistem pembuangan sampah dilakukan secara dumping tanpa ada pengolahan lebih lanjut. Sistem pembuangan semacam itu selain memerlukan lahan yang cukup luas juga menyebabkan pencemaran udara, tanah dan air selain lahanya juga dapat menjadi tempat berkembangnya agen dan vektor3penyakit menular.4 Pembabatan hutan secara liar, untuk mendapatkan tanah yang makin langka karena kepadatan penduduk dan untuk memperoleh pendapatan untuk biaya hidup menjadi salah satu faktor utama yang mengakibatkan kurangya penyerapan air pada tanah sehingga menimbulkan erosi, tanah menjadi tandus dan gersang.5

Staf Khusus Kementrian Negara Lingkungan HidupGusti Nurpansyah mengatakan, secara umum kondisi lingkungandi Indonesia sangat

memprihatinkan. Secara nasional indeks lingkunganhidup nasional hanya

59,79 persen.Jawa Baratsebagai bagian di dalamnya jugatermasuk dalam Provinsi dengan kualitas lingkunganyang juga buruk.

Indeks lingkunganhidup Jawa Baratada di urutan25 dari 33 provinsi di

Indonesia, yakni 49,69 persen. Sementara pulau Jawa merupakan pulau yang indeks lingkunganhidupnya paling jelekyakni 54,41 persen.

Dilihat dari kualitas air, kata Gusti, Jawa Barat ada di angka 15,33. Artinya kualitas airdi Jawa Barat cukup memprihatinkan. Sementara kualitas udara

1Arif Sumantri, Kesehatan Lingkungan Dan Perspektif Islam, Cet.I, Jakarta: Kencana, 2010, hlm. 9

2Ibid, hlm.225

3Vektor adalah antropoda yang dapat memindahkan/ menularkan agen infection dari sumber infeksi kepada host yang rentan, lihat Arif Sumantri, Kesehatan Lingkungan Dan Persektif Islam, Jakarta: Kencana, 2010,hlm. 100

4Ibid,

5 Mansur. BA, Pandangan Islam Terhadap Pengembangan Dan Kelestaraian Lingkungan

(16)

masihsedikit lebih baik yakni 95,66. Tutupan hutan Jawa Barat sekitar 38,69.

Masihdi atas peraturan UU yang minimal 30 persen tutupan hutannya,6 Kondisi lingkungan yang sudah diambang batas harus menjadi perhatian semua kalangan baik dari pemerintah maupun seluruh masyarakat Indonesia. Terutama pemerintah yang harus bertindak tegas terhadap pelaku-pelaku pencemaran lingkungan, selama ini pemerintah banyak menetapkan perundang-undangan dan berbagai macam peraturan ada sekitar 6 Undang-Undang dan 31 peraturan lainya yang berkaitan dengan lingkungan. Namun, kenyataanya penjarahan hutan dan atau pengambilan kayu, baik hutan rakyat maupun hutan negara yang berupa pembalakan hutan masih marak.7

Melihat hal yang demikian pemerintah dinilai tidak mampu menanggulangi permasalahan lingkungan yang terjadi di Indonesia, untuk itu masyarakat yang tergabung dalam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) maupun Organisasi Masyarakat (ORMAS) peduli lingkungan melakukan tindakan atau langkah-langkah agar masyarakat tidak merusak lingkungan. Adapun langkah-langkah-langkah-langkah tersebut antara lain: Pertama, dengan cara mengajak masyarakat untuk

melakukan penanaman pohon di daerah pesisir hal ini dilakukan oleh LSM Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia).8Kedua, dengan cara membuat papan reklame yang bertuliskan “Bersih Sungaiku Jernih Air Mataku”,

“Dilarang Membuang Sampah Di Sungai”, “Aku Malu Membuang Sampah

Disungai ” dan lain sebagainya kemudian dipasang di pinggiran sungai dan

dekat jembatan-jembatan di sepanjang jalan, akan tetapi semua itu tidak ada

respon dari masyarakat. Masyarakat tetap saja masih membuang sampah

disungai.

Nahdlatul Ulama merupakan salah satu organinasi yang mempunyai perhatian terhadap pencemaran lingkungan, organisasi keagamaaan yang didirikan oleh Hadrah Al-Syaikh K.H. Hasyim Asy’ari (1817-1947) pada tanggal 31 Januari 1926. Hal ini diwujudkan bahwa seluruh cabang Nahdlatul Ulama di Indonesia sudah melakukan workshop bagi para dai, untuk

mengkampanyekan penyelamatan lingkungan dalam materi ceramahnya. Selain melatih para dai, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama juga mengusulkan agar kampanye penyelamatan lingkungan dijadikan materi atau bahan ajar tentang upaya penyelamatan lingkungan dimasukkan dalam kurikulum

sekolah.9 Berdasarkan data PBNU, hingga kini terdapat sekitar 15 ribu hingga 20 ribu madrasah dari berbagai tingkatan yang tersebar di Indonesia, yang telah menjadi mitra binaan PBNU dalam program penyelamatan lingkungan hidup.

6 http://Abahjack.com/Kondisi-Lingkungan-Indonesia-Memprihatinkan.html

7 Departemen Agama RI, Tafsir Al-Qur’an Tematik Pelestarian Lingkungan Hidup, Cet I, Jakarta: Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an, 2009, hlm. 19

8http://www.Medanbisnisdaily.com/news/read/2011/06/15/39719/Mai_dan_lsm_tanam_570_ pohon_di_daerah_pesisir/

9http://www.Greenlifestyle.or.id/news/detail/NU_Perkuat_Komitmen_Lestarikan_Lingkunga n.

(17)

Selain itu Nahdlaltul Ulama mempunyai forum Bahtsul Masail atau Lembaga Bahtsul Masa’il Diniyah (lembaga pembahasan masalah-masalah keagamaan) di lingkungan Nahdlatul Ulama adalah sebuah lembaga yang memberikan fatwa-fatwa hukum keagamaan kepada umat Islam. Butir F pada 16 Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama’ menyebutkan bahwa tugas Bahtsul Masa’il adalah menghimpun, membahas dan memecahkan masalah-masalah yang mauquf dan waqi’iyah yang harus segera mendapat kepastian hukum10. Hal ini menuntut Bahtsul Masail untuk mampu

membumikan nilai-nilai Islam sekaligus mengakomodir berbagai pemikiran yang relevan dengan kemajuan zaman dan lingkungan sekitarnya.11

Muktamar Nahdlatul Ulama ke 29 merupakan salah satu forum Bahtsul Masail dalam lingkungan Nahdlatul Ulama yang dilaksanakan untuk membahas problematika yang dihadapi masyarakat. Muktamar Nahdlatul Ulama ke 29 diselenggarakan di Pondok Pensantren Cipasung, Tasikmalaya Jawa Barat pada tanggal 4 Desember 1994, salah satu permasalahan yang dibahas adalah pencemaran lingkungan karena dewasa ini ada gejala terjadinya penurunan kualitas lingkungan hidup akibat pelaksanaan pembangunan yang kurang memperhatikan aspek lingkungan alam dan perilaku manusia yang tidak mendukung usaha pelestarian lingkungan hidup.12

Keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama’ ke-29 Nomor: 02/ MNU-29/ 1994 tentang pencemaran lingkungan menyebutkan bahwa hukum mencemarkan lingkungan, baik udara, air maupun tanah apabila menimbulkan dharar, maka hukumnya haram dan termasuk perbuatan kriminal (jinayat).13

Keputusaan Muktamar ini dikeluarkan karena pada Muktamar Nahdlatul Ulama’ ke 29 ini memandang sangat perlu untuk memberikan tindakan terhadap pelaku pencemaran lingkungan, seperti industrialisasi yang

digalakkan oleh pemerintah ternyata membawa ekses yang cukup serius, dan dampaknya juga merugikan kepentingan rakyat banyak, yakni biasanya hanya mengejar keuntungan sendiri akan tetapi melupakan kewajiban untuk

menangani dampak limbah yang ditimbulkan oleh pabrik.

Selain itu pula bahwa lingkungan hidup bukan semata-mata persoalan muamalah saja tetapi juga mempunyai dimensi teologis karena sifat dan keterkaitanya dengan tugas-tugas kemahlukan, dimana tindakan pencemaran lingkungan dapat dikategorikan sebagai mafasid (kerusakan) yang harus ditanggulangi.14

KH Imron Hamzah Ris Syuri’ah PWNU Jatim berpendapat bahwa dampak pencemaran begitu luas sebagaimana dampak yang ditimbulkan oleh

10Anggaran Dasar Anggaran Rumah tangga NU Semarang: Pustaka Al-Alawiyah 1994 Hlm.3 11Imam Yahya Dinamika Ijtihad NU, Cet 1 Semarang: Walisongo Press, 2009, Hlm. 40 12Lembaga Bahtsul Masail NU, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam Nahdlatul Ulama, Cet I, ,Surabaya: Khalista, 2011 hlm. 766

13Lembaga Bahtsul Masail NU, Solusi….., Ibid, 512 14Ibid, hlm. 768

(18)

kejahatan. Untuk itu langkah pertama diusulkan agar ditempuh beberapa langkah pencegahan dan penanggulangan. Pertama, menindak tegas bagi para pelanggarnya. Misalnya, jika sengaja merusak lingkungan bisa dikenakan pidana 10 tahun atau denda maksimal Rp 100 juta. Jika tidak sengaja,

dikenakan pidana 1 tahun atau denda 1 juta. Sebab pencemaran lingkungan itu sudah termasuk jinayat (kriminal). Kedua, mengarahkan dakwah islamiyah untuk mengembangkan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan hidup. Oleh karena itu, diharapkan adanya proses penyadaran secara terus menerus bahwa tanggung jawab penyelamatan lingkungan hidup merupakan bagian integral dari konsep kekhalifahan manusia di muka bumi ini.15

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan yang akan dijadikan topik dalam skripsi ini adalah:

1. Bagaimana Keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama ke 29 Nomor: 02/ MNU-29/1994 tentang pencemaran lingkungan?

2. Bagaimana Istinbath hukum Nahdlatul Ulama dalam Keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama ke-29 Nomor: 02/ MNU-29/1994 tentang pencemaran lingkungan?

C. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini ada beberapa tujuan, adapun tujuanya antara lain:

1. Untuk mengetahui Bagaimana keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama ke-29 Nomor: 02/ MNU-ke-29/1994 tentang pencemaran lingkungan.

2. Untuk mengetahui Bagaimana Istinbath hukum Nahdlatul Ulama dalam keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama ke-29 Nomor: 02/ MNU-29/1994 tentang pencemaran lingkungan?

15http:/ www. NU. Or.id/ page/ id/ dynamic_detail/ 6/ 9544/ Tausiyah NU Tentang

(19)

D. Tinjauan Pustaka

Perusakan lingkungan secara umum memang telah banyak dikaji, namun sepanjang pengetahuan penulis belum ada yang membahas secara spesifik tentang pencemaran lingkungan dalam perspektif Muktamar Nahdlatul Ulama.

Adapun skripsi maupun tesis yang telah mempresentasikan berhubungan dengan skripsi penulis antara lain: Skripsi yang berjudul “Tinjauan Fikih Lingkungan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Sumber Daya

Air” 16 yang ditulis oleh mahasiswi fakultas syari’ah jurusan jinayah siyasah, yang bernama Imroatun (2102140), di dalam skripsi ini secara keseluruhan dapat diambil garis besarnya bahwa: Pertama, bahwa mencemari sumber daya air merupakan tindakan penyelewengan terhadap hukum, maka termasuk tindak pidana, terkait mencemari sumber daya air menimbulkan kerugian yang amat besar baik bagi negara maupun bagi generasi yang selanjutnya.

Kedua, Sanksi pemidanaan merupakan salah satu sarana untuk

menanggulangi masalah-masalah sosial dalam mencapai tujuan terciptanya masyarakat yang sejahtera dan adil untuk itu mencemari sumber daya air dalam hukum pidana Islam termasuk kedalam ta’zir yang hukumanya diserahkan ke ulil al amr dalam hal ini hakimlah yang menentukan sanksi bagi pelaku.

16Imroatun, Tinjauan Fikih Lingkungan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Sumber Daya Air, Skripsi Sarjana Fakultas Syari’ah, Semarang: Perpustakaan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo, 2006

(20)

Tesis yang berjudul ”Pencemaran Air Sungai Kahayan dengan

Merkuri (Perspektif Fikih Lingkungan) “ 17yang ditulis oleh mahasiswa pasca sarjana yang bernama Amrullah (520121), dalam tesis ini secara garis besar dapat dijelaskan bahwa: Pertama, pencemaran air ialah masuknya atau dimasukanya komponen-komponen (mahluk hidup, zat, energi, dan lain-lain) kedalam sungai, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan air sungai tidak berfungsi lagi sesuai peruntukanya. Penyebab tercemarnya air Kahayan adalah: limbah cair bekas pencucian logam kimia anorganik jenis merkuri.

Kedua. menurut pandangan fikih lingkungan, aktifitas pencemaran air

sungai Kahayan dengan merkuri sangat potensial memicu lahirnya kemafsadatan (kesehatan, ekologi, transportasi, sosial, kamtibmas) dan lenyapnya berbagai kemaslahatan publik (agama, jiwa, akal, keturunan dan harta) oleh karena itu pencemaran air sungai kahayan mutlak harus dihindari dan hukumnya haram li ghairih. Sebaliknya, melestarikan ekosistem perairan sungai Kahayan dan sekitarnya dari segala bentuk perusakan dan pencemaran mutlak harus dilakukan dan hukumnya adalah wajib.

Tesis mahasiswi bernama Ida Nur Laela yang berjudul “Ekploitasi

Sumber Daya Alam dalam Pandangan Fikih Lingkungan” 18, adapun hasil dari penelitian ini adalah: Pertama, metode eksploitasi sumber daya alam batu pasir tufaan di Kecamatan Lumbir Banyumas berbeda-beda. Sehingga

17Amrullah,Pencemaran Air Sungai Kahayan dengan Merkuri (Perspektif Fikih Lingkungan) Tesis Pasca Sarjana , Semarang: Perpustakaan Pasca Sarjana IAIN Walisongo,2004

18 Ida Nur Laela, Eksploitasi Sumber Daya Alam dalam Pandanga Fikih Lingkungan, Tesis Pasca Sarjana, Semarang: Perpustakaan Pasca Sarjana IAIN Walisongo ,2004

(21)

seberapa besar kemaslahatan lingkungan (yang terdiri dari 3 pilar juga berbeda-beda) metode eksploitasi yang menggunakan alat keras, alat mekanik dan alat tradisional, alat-alat keras akan mengakibatkan kerusakan yang lebih besar pada lahan bekas tambang, sedang alat mekanik dan tradisional lebih ringan kerusakanya. Kedua, menurut fikih lingkungan, eksploitasi sumber daya alam dengan metode alat-alat keras (peledakan) haram hukumnya maka merusak lingkungan adalah kejahatan. Sedangkan eksplotasi batu pasit tufaan dengan metode alat-alat mekanik dan tradisional masih diperbolehkan dengan berbagai pertimbangan dan berbagai syarat yang harus dipenuhi.

Maka dalam skripsi ini secara garis besar akan mencoba memfokuskan pada dua hal pembahasan. Pertama, bagaimana keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama ke-29 Nomor: 02/ MNU-29/ 1994 tentang pencemaran lingkungan. Kedua, bagaimana istinbath hukum Nahdlatul Ulama dalam keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama ke-29 Nomor: 02/ MNU-29/ 1994 tentang pencemaran lingkungan.

E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Agar mencapai hasil yang maksimum, ilmiah dan sistematis, maka metode penulisan mutlak diperlukan. Dalam hal ini jenis penelitian yang

(22)

digunakan adalah library research, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara menelaah atau mengkaji sumber-sumber kepustakaan.19 Adapun dalam penulisan dan pembahasan skripsi ini metode yang digunakan adalah sebagai berikut:

2. Metode Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data dalam skripsi ini menggunakan metode Dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, dan sebagainya.20 Di sini yang menjadi sumber dokumentasi diantaranya adalah Keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama Nomor: 02/ MNU-29/ 1994 tentang pencemaran lingkungan.

3. Sumber data

Adapun sumber dalam pengumpulan data yang penulis gunakan dalam kajian ini adalah sebagai berikut:

a. Sumber data primer, yaitu sumber data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti (atau petugas-petugasnya) dari sumber pertamanya atau sumber literatur utama yang berkaitan langsung dengan obyek penelitian. Misalkan yang berupa buku-buku, artikel, kamus, ensiklopedia dan data-data yang lainnya yang dianggap relevan khususnya yaitu berupa Keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama’ ke 29 Nomor: 02/ MNU-29/ 1994 tentang pencemaran lingkungan

19 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM, 1982, hlm. 9

20Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Yogyakarta: Rineka Cipta, 2002, Cet. V, hlm. 206

(23)

a. Sumber data sekunder, yaitu data yang digunakan untuk menganalisa dan memberi penjelasan tentang pokok permasalahan.21 Biasanya data sekunder ini telah tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen, dan data sekunder ini digunakan untuk menganalisa dan memberi penjelasan tentang pokok-pokok permasalahan. Dalam hal ini penulis mengambil sumber data sekunder dari buku-buku yang ada relevansinya dengan permasalahan yang sedang penulis bahas. Di antaranya melalui buku-buku tentang jinayah, surat kabar, majalah atau jurnal-jurnal ilmiah dan internet.

4. Analisis Data

Berangkat dari studi yang besifat literer ini, maka sumber data skripsi ini disandarkan pada riset kepustakaan. Demikian pula untuk menghasilkan kesimpulan yang benar-benar valid, maka baik data primer maupun data sekunder yang telah terkumpul penulis analisis dengan menggunakan metode pengolahan yaitu Diskriptif Analitis.

Deskriptif Analitis ialah analisa dengan merujuk keseluruhan data secara umum (komprehensif) untuk kemudian menguraikannya kedalam bagian-bagian yang lebih spesifik penyajiannya.22 Dengan metode ini penulis menggunakan data-data yang di dapat dari buku-buku lain yang masih relevan dengan masalah yang dibahas,

21 Ibid

22Hilman Hadikusuma, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum, Bandung: Mandar Maju, 1995, hlm. 10

(24)

selanjutnya melakukan analisis kritis terhadap isinya. Dengan demikian dapat memberikan penilaian yang subjektif terhadap objek penelitian.

F. Sistematika Penulisan

Dalam upaya menggambarkan secara garis besar mengenai kerangka pembahasan dalam penyusunan skripsi ini, maka perlu dikemukakan sistematika penulisan sebagai berikut :

Bab pertama berisi pendahuluan untuk mengantarkan pembahasan skripsi secara keseluruhan. Bab ini terdiri dari enam sub bab, yaitu latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, telaah pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Pada bab kedua merupakan pemaparan mengenai jarimah dan Pencemaran lingkungan, yang terdiri dua sub bab, pertama tinjauan umum tentang jarimah, kedua Jarimah pencemaran lingkungan.

Kemudian pada bab ketiga adalah pemaparan mengenai keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama ke-29 Nomor: 02/ MNU-29/ 1994 tentang pencemaran lingkungan yang terdiri dua sub bab, pertama, mengenai pencemaran lingkungan dalam perspektif Muktamar Nahdlatul Ulama ke-29 di Cipasung Tasikmalaya tanggal 1 Rajab 1415 H/ 4 Desember 1994 M, yang kedua, sistematika pengambilan keputusan dalam Muktamar Nahdlatul Ulama ke-29 di Cipasung Tasikmalaya tanggal 1 Rajab 1415 H/ 4 Desember 1994 M,

Untuk bab keempat dilakukan analisis Keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama ke-29 Nomor: 02/MNU-29/ 1994 tentang pencemaran lingkungan,

(25)

yang terdiri dari dua sub bab, yang pertama analisis Keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama Nomor: 02/MNU-29/ 1994 tentang pencemaran lingkungan, yang kedua analisis Istinbath hukum Nahdlatul Ulama dalam Keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama ke-29 Nomor: 02/ MNU-29/ 1994 tentang pencemaran lingkungan.

Terakhir adalah bab lima, merupakan penutup yang terdiri dari: kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang ada, serta saran-saran sebagai rekomendasi untuk kajian lebih lanjut dan lampiran-lampiran.

(26)

BAB II

JARIMAH DAN PENCEMARAN LINGKUNGAN

A. Ketentuan Tentang Jarimah Ta’zir 1. Pengertian Jarimah

Menurut bahasa kata jarimah berasal dari kata “jarama” kemudian menjadi bentuk masdar “jaramatan” yang artinya perbuatan dosa, perbuatan salah atau kejahatan. Pelakunya dinamakan dengan “jarim” , dan yang dikenakan perbuatan itu adalah “mujarram alaih”23 . menurut istilah fuqaha’ yang

dimaksud dengan jarimah ialah

ٌتاَرْﻮُﻈْﺤَﻣ

ّﻴِﻋْﺮَﺷ

ٌ◌

َز َﺟ

َﺮ

ﷲا

ُ◌

َﻋ ْـﻨ

َﻬﺎ

ِﺑ

َﺤ

ﱟﺪ

َا ْو

َـﺗ ْﻌ

ِﺰ ْﻳ ٍﺮ

Artinya: “Segala larangan syara’ (melakukan hal-hal yang dilarang atau

meninggalkan hal-hal yang diwajibkan) yang diancam oleh Allah dengan hukuman had atau ta’zir”.24

Yang dimaksud dengan larangan adalah mengabaikan perbuatan yang di perintahkan syara’ suatu ketentuan yang berasal dari nash, had adalah ketentuan hukuman yang sudah ditentukan Allah, sedangkan ta’zir ialah hukuman atau pengajaran yang besar kecilnya ditetapkan oleh penguasa.25

Larangan-larangan syara’ tersebut bisa berbentuk melakukan perbuatan yang dilarang ataupun tidak melakukan suatu perbuatan yang diperintahkan. Melakukan perbuatan yang dilarang, misalnya seorang memukul orang lain

23Atabik Ali, Kamus Arab-Indonesia, Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 2003, hlm. 308. Lihat juga Marsum, Jinayah(Hukum Pidana Islam), Yogyakarta: Bag. Penerbit FH UII, 1991, hlm. 2.

24A. Jazuli, Fiqih Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam), Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2000, hlm, 56

(27)

dengan benda tajam yang mengakibatkan korbannya luka atau tewas. Adapun contoh jarimah berupa tidak melakukan suatu perbuatan yang diperintahkan ialah seseorang tidak memberi makan anaknya yang masih kecil atau seorang suami yang tidak memberikan nafkah yang cukup bagi keluarganya.

Pengertian jarimah berarti perbuatan pidana, peristiwa pidana, tindak pidana atau delik pidana dalam hukum positif26. Hanya bedanya hukum positif membedakan antara kejahatan atau pelanggaran mengingat berat ringanya hukuman, sedangkan syariat Islam tidak membedakanya, semuanya disebut

Jarimah mengingat sifat pidananya.

Suatu perbuatan dianggap jarimah apabila dapat merugikan kepada aturan masyarakat, kepercayaan-kepercayaan, atau merugikan kehidupan anggota masyarakat, baik benda, nama baik atau perasaannya dengan pertimbangan-pertimbangan lain yang harus dihormati. 27

Suatu hukuman diberikan agar tidak terjadi jarimah atau pelanggaran dalam masyarakat, sebab dengan larangan-larangan saja tidak cukup. Meskipun hukuman itu juga bukan sebuah kebaikan bahkan dapat dikatakan sebagai kerusakan bagi si pelaku. Namun hukuman tersebut sangat diperlukan sebab bisa membuat ketentraman dalam masyarakat, karena dasar pelanggaran suatu perbuatan itu adalah pemeliharaan kepentingan masyarakat itu sendiri.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dinamakan jarimah adalah melaksanakan perbuatan terlarang dan meninggalkan perbuatan-perbuatan wajib yang diancam syara’ dengan hukuman had dan ta’zir, kalau

26Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1993, hlm 19 27Ibid, hlm. 2

(28)

perintah atau larangan itu tidak diancam dengan hukuman bukan dinamakan dengan jarimah.28

Pengertian jarimah tersebut terdapat ketentuan-ketentuan syara’ berupa larangan atau perintah yang berasal dari ketentuan nash baik dari al-Qur’an atau al-Hadis, kemudian ketentuan syara’ tersebut ditujukan kepada orang-orang yang mampu untuk memahaminya.29

2. Unsur Jarimah dan Pembagiannya

Unsur-unsur jarimah secara umum yang harus dipenuhi dalam menetapkan suatu perbuatan dalam menetapkan suatu perbuatan jarimah, yaitu: a. Rukun syar’i (unsur formal), yaitu nash yang melarang perbuatan dan

mengancam perbuatan terhadapnya.

b. Rukun maddi (unsur material), yaitu adanya tingkah laku yang membentuk

jarimah, baik perbuatan- perbuatan nyata maupun sikap tidak perbuat.

c. Rukun adabi (unsur moral), yaitu orang yang dapat dimintai pertanggung jawaban terhadap jarimah yang diperbuatnya.30

Ketiga unsur tersebut harus terpenuhi ketika menentukan suatu perbuatan untuk digolongkan kepada jarimah. Di samping unsur- unsur umum tersebut, dalam setiap perbuatan jarimah juga terdapat unsur-unsur yang harus dipenuhi yang kemudian dinamakan unsur khusus jarimah, misalnya suatu perbuatan pencurian barang tersebut bernilai ¼ dinar, dilakukan diam-diam dan benda

28Marsum, Jinayah (Hukum Pidana Islam), Yogyakarta ;BAG, Penerbit FH UII, 1991.,hlm. 93

29Mukallaf yaitu orang yang berakal sehat dan dapat memahami pembebanan (taklif) atau obyek panggilan tersebut. Lihat: Dewan Redaksi Ensklopedia Islam, Ensklopedi Islam, Jakarta: PT. Ihtiar Baru Van Hoeve, 1994, Cet. Ke-3, hlm. 228

30Ahmad Wardi Mushlih, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafindo, 2004, hlm. 28

(29)

tersebut disimpan tempat yang pantas. Jika tidak memenuhi ketentuan tersebut, seperti barang tak berada dalam tempat yang tidak pantas. Nilainya kurang dari ¼ dinar atau dilakukan secara terang-terangan. Meskipun memenuhi unsur umum bukankah dinamakan pencurian yang dikenakan hukuman potong tangan seperti yang ditentukan dalam nash al-Qur’an, pelakunya dikenakan hukuman ta’zir yang ditetapkan oleh penguasa.

Dilihat dari segi berat ringanya hukuman, jarimah dibagi tiga, yaitu : a. Jarimah hudud

b. Jarimah qishas diyat c. Jarimah ta’zir

Berikut ini penjelasan dari ketiga hal diatas : a) Jarimah hudud

Jarimah hudud adalah bentuk jamak dari had artinya batas, menurut

syara’ (istilah fiqh) artinya batas-batas (ketentuan-ketentuan) dari Allah tentang hukuman yang diberikan kepada orang-orang yang berbuat dosa.31

Dengan demikian hukuman tersebut tidak mengenal batas minimal serta tidak dapat ditambah dan dikurangi. Lebih dari itu, jarimah ini termasuk yang menjadi hak Tuhan yang pada prinsipnya jarimah yang menyangkut masyarakat banyak yaitu untuk memelihara kepentingan, ketentraman masyarakat. Oleh karena itu hak Tuhan identik dengan hak jama’ah atau hak masyarakat maka pada jarimah ini tidak dikenal pemaafan atas pembuat

31Imam Taqiyyudin Abu Bakar, Kifayatul Akhyar, Juz II, Beirut : Darul Ihya’ Al-Arabiyah, tt, hlm. 178

(30)

jarimah, baik oleh perorangan yang menjadi korban jarimah (mujna alaih)

maupun Negara32.

Karena beratnya sanksi yang akan diterima si terhukum kalau dia memang bersalah melakukan jarimah ini, maka penetapan asas legalitas harus ekstra hati-hati33, ketat dalam penerapan dan tidak ada keraguan sedikit pun,

mengapa harus demikian? Karena sanksi jarimah hudud hilangnya nyawa atau hilangnya anggota badan si pembuat jarimah. Dengan demikian, kesalahan vonis, kesalahan dalam menentukan jarimah akan menimbulkan dampak yang buruk34

Mengenai pembagian hudud ini terjadi perbedaan kalangan ulama, menurut Imam Syafi’i tindakan jarimah yang wajib dihukum had ada 7 (tujuh), yaitu: zina, qadzaf (menuduh zina), sirqah (pencurian), syirbul

khomer (minuman keras), hirabah (perampokan), riddah (murtad), dan al-baghyu (makar/pemberontak). Sedangkan menurut Imam Hanafi , jarimah

yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an tentang hudud hanya ada lima, yaitu: zina, sariqah (pencurian), syirbul khamr (minum khamr), qath’u thariq (perampokan), qadzaf (menuduh zina).35

32Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000. hlm 26

33Asas legalitas biasanya tercermin dalam ungkapan bahasa latin: Nullum Deliktum Nulla

Poena Sin Prevea Lege Poenali (tiada delik tiada hukuman sebelum ada ketentuan terlebih dahulu )

asas ini merupakan suatu jaminan dasar bagi kebebasan individu memberi batas yang tepat apa yang dilarang secara tepat dan jelas. Asas ini melindungi penyalah gunaan kekuasaan dan wewenagnn hakim, menjamin keamanan individu dengan informasi yang boleh dianggap melanggar hukum oleh hakim. Dalam hukum Islam Asas legalitas bukan berdasarkan akal manusia tetapi dari ketentuan Tuhan. Dalam hal ini Kitab suci Al-Qur’an. Lihat: Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam:

Penegakan Syariat dalam Wacana dan Agenda, Jakarta: Gema Insani, 2003. hlm 11

34Ibid, hlm 27

35

Abdurrahman Al-Jaziri, Kitab Al-Fiqh ‘ala Madzahib al-arba’ah, Beirut-Libanon: Darul Kutub Al-Alamiyah, tt, hlm.12

(31)

b) Jarimah qisas diyat

Menurut bahasa “qisas” adalah bentuk masdar, sedangkan asalnya adalah “qashasha” yang artinya memotong. Asal dari kata “iqtashasha” yang artinya mengikuti perbuatan si pelaku sebagai balasan atas perbuatanya.36

Qishas juga bermakna hukum balas (yang adil) atau pembalasan yang sama

yang telah dilakukan. Si pembunuh harus direnggut nyawa sebagaimana dia mencabut nyawa korban37

Qishas merupakan hak umum dengan hak perorangan tetapi hak

perorangan lebih dominan, hak Allah dalam hal ini terlihat pada hal mengganggu ketentraman umum, pembunuhan jika dibiarkan membuat tidak tentram dan setiap orang akan terancam jiwanya. Sedangkan hak perorangan jika disamping jiwa si terbunuh telah melayang oleh kejahatan ini, juga peristiwa itu membuat goncangan dalam diri keluarganya sebab itu untuk menghindarkan perusuhan atau balas dendam keluarga yang telah digoncangkan itu disyariatkan hukuman yang setimpal38.

Hukuman qishas dibagi dua macam, yaitu:

36Atabik Ali, Op.cit, hlm. 322

37 Pada zaman jahiliyyah sebelum Islam, orang-orang arab cenderung membalas dendam bahakan hal itu telah dilakukan beberapa abad sebelumnya, kalau anggota keluarga atau suku mereka dibunuh oleh anggota dari keluarga lain, maka pembalasan dilakukan dengan cara membunuh orang yang tidak berdosa dari keluarga musuhnya. Sehingga rantai reaksi yang telah dimulai tidak akan berakhir selama beberapa turunan. Setelah Islam dating budaya tersebut beruabah perintah qisas dalam Islam didasarkan pada prisip keadilan yang ketat dan kesamaan nilai hidup manusia. Kesamaan dalam pembalasan ditetapkan dengan rasa keadilan yang ketat, tetapi masih memberikan kesempatan yang jelas bagi perdamaian dan kemampuan. Saudara laki-laki dapat memberikan keringanan berdasarkan pertimbangan yang wajar, permintaan dan ganti rugi sebagai terima kasih (dari pihak terhukum). Lihat: Abdurrahman i. Doi, Syariah the Islamic Law, Terj. Wadi Masturidan Basri Iba Asghari, “Tindak Pidana dalam Syariat Islam”, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992, hlm. 24-25

38Said Aqil Al-Munawar, Hukum Islam dan Pluralitas Sosial, Jakarta: Paramadani, 2004. hlm 62

(32)

a. Qishas jiwa, yaitu hukum bunuh bagi tindak pidana membunuh

b. Qishas pelukaan, yaitu untuk tindak pidana menghilangkan anggota badan, kemanfaatan atau pelukaan anggota badan.39

Bila yang membunuh mendapat kemaafan dari ahli waris yang terbunuh yaitu dengan membayar diyat (ganti rugi) yang wajar . Pengertian

diyat itu sendiri ialah denda pengganti jiwa yang tidak berlaku atau tidak

dilakukan padanya hukuman bunuh. Sayyid Sabiq dalam Fiqh al-Sunnah mengemukakan bahwa diyat adalah sejumlah harta yang di bebankan kepada pelaku, karena terjadinya tindak pidana (pembunuhan atau penganiayaan) dan diberikan kepada korban atau ahli warisnya.40

Dari definisi diatas jelaslah bahwa hukuman diyat merupakan uqubah

maliyah (hukuman yang bersifat harta) yang diserahkan kepada korban

apabila wali keluarganya apabila ia sudah meninggal. Dasar hukum untuk diwajibkan diyat an-Nisa’ ayat 92































































































39Marsum, Op.cit., hlm. 164

(33)



























)

ا

ﺎﺴﻨﻟ

ء:

٩٢

(

Artinya:”Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin

(yang lain), kecuali Karena tersalah (Tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin Karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. barangsiapa yang tidak memperolehnya, Maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan Taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”(QS. An-Nisa’:92)

Seperti hanya jarimah hudud penerapan jarimah qisas diyat harus hati-hati, sifat jarimah ini juga ketat oleh karena itu apabila ada keraguan atau ketidakyakinan hukuman qishas harus dihindari sesuai dengan kaidah:

ا ْو ُء َر ْد ِا

ْت ﺎَﻬُـﺒُﺸﻟﺎِﺑ َدو ُﺪُﺤْﻟا

Artinya "Hindari hukuman had (hudud dan qishas) apabila ada keraguan”41

Seperti yang telah dijelaskan, apabila dilihat dari segi telah ditetapkanya hukuman, bagi jarimah dikatakan sebagai hudud had atau hudud itu baik had maupun qisas sama-sama telah ditentukan jenis jarimah dan jenis hukumanya. Al-Mawardi memasukan qisas/diyat (jiwa dan anggota badan) kedalam kelompok hudud42

c) Jarimah ta’zir

41H.A.Jazuli, Kaidah-Kaidah Fiqih, Kaidah-Kaidah Hukum Islam Dalam menyelesaikan

Masalah-Masalah yang Praktis, Jakarta : Kencana, 2006, hlm. 140

(34)

Jarimah ta’zir , yaitu Jarimah yang diancam dengan hukuman ta’zir

(pengajaran atau ta’dib). Jarimah ta’zir semua macam Jarimah selain

Jarimah hudud dan qisas-qisas termasuk Jarimah ta’zir, jadi jumlah banyak

jenisnya dan berbagi macam hukuman dari yang ringan sampai yang berat. Syara’ tidak menentukan macam-macam perbuatan yang ditentukan hukuman

ta’zir dan syara’ tidak menentukan macam hukuman yang diancamnya.43

3. Pengertian Jarimah Ta’zir

Kata ta’zir merupakan bentuk masdar dari kata “ázara” yang artinya menolak. Sedangkan menurut istilah adalah pencegahan atau pengajaran terhadap tindakan pidana yang tiada ketentuannya dalam had, kifarat maupun

qishas.44

Ta’zir adalah hukuman atas tindakan pelanggaran atau kriminalitas

yang tidak diatur secara pasti didalam had. Hukuman ini berbeda-beda sesuai dengan perbedaan kasus dan pelakunya. Dari satu segi ta’zir ini sejalan dengan hukuman had yakni tindakan yang dilakukan untuk memperbaiki perilaku manusia, dan untuk mencegah orang lain agar tidak melakukan tindakan yang sama.45

Sebagai dasar hukumnya adalah Q.S. al-Fath :9

















43Ibid, hlm 142

44Atabik Ali, op. cit., hlm. 322

45Imam Al-Mawardi, Hukum Tata Negara dan Kepemimpinan Dalam Takaran Islam, (ter. Abdul Hayyie dan Kamaluddin Nurdin), Jakarta : Gema Insani Press, 2000, hlm. 457

(35)

Artinya : “Hendaklah kamu manusia beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,

dan hendaklah kamu teguhkan agamanya dan hendaklah kamu mensucikan kepada Allah pagi dan petang”

Jarimah ta’zir jumlahnya sangat banyak, yaitu semua jarimah selain

diancam dengan hukuman had, kifarat dan qishash semuanya termasuk

jarimah ta’zir. Jarimah ta’zir dibagi menjadi dua :

Pertama: Jarimah yang bentuk dan macamnya sudah ditentukan oleh nash

Qur’an dan Hadits tetapi hukumannya diserahkan kepada manusia.

Kedua : Jarimah yang bentuk dan macamnya, begitu pula hukumannya

diserahkan kepada manusia, Syara’ hanya memberikan ketentuan-ketentuan umumnya saja.46

Syara’ tidak menetukan macam-macam hukuman untuk setiap jarimah ta’zir, tetapi hanya menyebutkan sekumpulan hukuman dari yang

seringan-ringannya sampai seberat-beratnya. Syara’ hanya menentukan sebagian

jarimah ta’zir yaitu perbuatan yang selama-lamanya akan dianggap sebagai jarimah: seperti riba, menggelapkan titipan, suap-menyuap, memaki orang

dan sebagainya.

Sedangkan sebagian jarimah ta’zir diserahkan kepada penguasa untuk menentukan hukumannya, dengan syarat harus sesuai dengan kepentingan-kepentingan masyarakat dan tidak boleh bertentangan dengan nash-nash (ketentuan syara’) dan prinsip umum. Dengan maksud agar mereka dapat

46 Marsum, op. cit., hlm. 140

(36)

mengatur masyarakat dan memelihara kepentingan-kepentingannya serta dapat menghadapi persoalan yang sifatnya mendadak.47

Perbedaan antara jarimah ta’zir yang ditentukan oleh syara’ dan yang ditetapkan oleh penguasa ialah kalau jarimah ta’zir macam yang pertama tetap dilarang selama-lamanya dan tidak mungkin menjadi perbuatan yang tidak dilarang pada waktu apapun juga akan tetapi jarimah ta’zir macam yang kedua bisa menjadi perbuatan yang tidak dilarang manakala kepentingan masyarakat menghendaki demikian.

4. Macam-macam Jarimah Ta’zir

Berikut ini penulis paparkan beberapa macam Jarimah Ta’zir, yaitu :

1. Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan pembunuhan

Seperti diketahui bahwa pembunuhan itu diancam dengan hukuman mati dan apabila qishash diyatnya dimaafkan, maka ulil amri berhak menjatuhkan ta’zir bila hal itu dipandang maslahat. Adanya sanksi ta’zir kepada pembunuh sengaja yang dimaafkan dari qishash dan diyat adalah aturan yang baik dan membawa kemaslahatan. Karena pembunuhan itu tidak hanya melanggar hak perorangan melainkan juga melanggar hak masyarakat. Dengan demikian ta’zir dapat dijatuhkan terhadap pembunuh dimana sanksi

qishash tidak dapat dilaksanakan karena tidak memenuhi syarat.48 2. Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan perlukaan

Imam malik berpendapat bahwa ta’zir dapat dikenakan pada jarimah perlukaan yang qishashnya dapat dihapuskan atau dilaksanakan karena sebab

47 Ahmad Hanafi, op. cit., hlm. 9 48 Ahmad Jazuli, op. cit., hlm. 177

(37)

hukum. Adalah sangat logis apabila sanksi ta’zir dapat pula dikenakan pada pelaku jarimah perlukaan selain qishash itu merupakan sanksi yang diancamkan kepada perbuatan yang berkaitan dengan hak perorangan maupun masyarakat. Maka kejahatan yang berkaitan dengan jama’ah dijatuhi sanksi

ta’zir. Sudah tentu percobaan perlukaan merupakan jarimah ta’zir yang

diancam dengan sanksi ta’zir.

3. jarimah ta’zir yang berkaitan dengan kejahatan terhadap kehormatan dan kerusakan akhlak

Berkenaan dengan jarimah ini yang terpenting adalah zina, menuduh zina dan menghina orang. Diantara kasus perzinahan yang diancam dengan dengan hukuman ta’zir yaitu perzinahan yang tidak memenuhi syarat untuk dijatuhi hukuman had atau terdapat syubhat. Para ulama berbeda pendapat tentang menuduh zina dengan binatang, homoseks dan lesbian. Menurut ulama hanafiyah sanksinya ta’zir, sedang ulama yang menggunakan qiyas berpendapat bahwa sanksinya adalah had qodzaf termasuk dalam hal ini percobaan menuduh zina.49

4. Jarimah ta’zir yang berkenaan dengan harta

Jarimah yang berkaitan dengan harta diancam dengan hukuman had

adalah pencurian dan perampokan. Oleh karena itu pencurian dan perampokan yang tidak memenuhi persyaratan untuk dijatuhi hukuman had maka termasuk jarimah ta’zir yang diancam dengan sanksi ta’zir. Perbuatan

49 Ibid., hlm. 183

(38)

ma’shiat dalam kategori ini diantaranya percopet, percobaan pencurian, ghasab, penculikan dan perjudian.

5. Jarimah ta’zir yang berkenaan dengan kemaslahatan individu

Suap diharamkan didalam al-Qur’an dan al-Hadits. Allah berfirman dalam Q.S. al-Maidah : 42









Artinya : “Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita

bohong dan banyak memakan harta haram (suap). (Q.S. al-Maidah : 42)

Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa yang dimaksud dengan “akkaluna

lissuhti” adalah memakan hasil suap. Nabi SAW bersabda :

لﺎﻗ ﮫﻨﻋ ﷲ ﻲﺿرﺮﻤﻋ ﻦﺑا ﷲﺪﺒﻋ ﻰﺑا ﻦﻋ

:

ﻢﻠﺳو ﮫﯿﻠﻋ ﷲ ﻰﻠﺻ ﷲ لﻮﺳر ﻦﻌﻟ

ﺷاﺮﻟا

ﺸﺗﺮﻤﻟاو

)

دواد ﻮﺑا هاور

(

Artinya : “Dari Abdullah Ibnu Umar, beliau berkata bahwa Rasulullah SAW

telah melaknat orang yang menyuap dan menerima suap (H.R. Abu Dawud)50

6. Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan keamanan dan kestabilan pemerintah

Para Ulama memberi contoh seorang hakim yang dholim menjatuhkan hukuman kepada orang yang tidak terbukti bersalah. Hakim seperti itu menurut mereka dapat diberhentikan dengan tidak hormat bahkan diberi sanksi ta’zir. Begitu juga pegawai yang meninggalkan pekerjaan tanpa ada alasan yang dibenarkan oleh hukum juga dapat dikenai sanksi ta’zir sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

(39)

Selain itu jarimah ta’zir yang berkaitan dengan kepentingan umum juga yang berkenaan langsung dengan masalah ekonomi seperti penimbunan barang untuk kepentingan pribadi atau mempermainkan harga bahan pokok karena hal itu bertentangan dengan maqasid al-syari’ah.51

Abdul Qodir Awdah membagi jarimah ta’zir menjadi tiga, yaitu :

a. Jarimah hudud dan qishash diyat yang mengandung unsur syubhat atau tidak memenuhi syarat, namun hal itu sudah dianggap sebagai perbuatan ma’shiat, seperti pencurian harta syirkah, pembunuhan ayah terhadap anaknya, dan percurian yang bukan harta benda.

b. Jarimah ta’zir yang jenis jarimah-nya ditentukan oleh nash, tetapi sanksinya oleh syari’ah diserahkan kepada penguasa, seperti sumpah palsu, saksi palsu, mengurangi timbangan, menipu, mengingkari janji, menghianati amanah, dan menghina agama.

c. Jarimah ta’zir dimana jenis jarimah dan sanksinya secara penuh menjadi wewenang penguasa demi terealisasinya kemaslahatan umat. Dalam hal ini unsur akhlak menjadi perimbangan yang paling utama. Misalnya pelanggaran terhadap peraturan lingkungan hidup, lalu lintas, dan pelanggaran terhadap pemerintah lainnya52.

5. Hukuman Jarimah Ta’zir

51 Ahmad Jazuli, op. cit., hlm. 190

52Muhammad, Pengertian dan Unsur Jarimah Ta’zir, zanikhan.multiply.com, diakses tanggal 11 Pebruari 2009

(40)

Dalam menetapkan jarimah ta’zir, prinsip utama yang menjadi acuan penguasa adalah menjaga kepentingan umum dan melindungi setiap anggota masyarakat dari kemudharatan (bahaya). Di samping itu, penegakkan jarimah

ta’zir harus sesuai dengan prinsip syar’i.

Hukuman-hukuman ta’zir banyak jumlahnya, yang dimulai dari hukuman paling ringan sampai hukuman yang terberat. Hakim diberi wewenang untuk memilih diantara hukuman-hukuman tersebut, yaitu hukuman yang sesuai dengan keadaan jarimah serta diri pembuatnya. Hukuman-hukuman ta’zir antara lain :

1. Hukuman mati

Pada dasarnya menurut Syari’at Islam, hukuman ta’zir adalah memberikan pengajaran (ta’dib) dan tidak sampai membinasakan. Oleh karena itu, dalam hukuman ta’zir tidak boleh ada pemotongan anggota badan atau penghilangan nyawa. Akan tetapi beberapa fuqoha’ memberikan pengecualian dari aturan umum tersebut, yaitu kebolehan dijatuhkan hukuman mati jika kepentingan umum menghendaki demikian, atau kalau pemberantasan tidak bisa terlaksana kecuali dengan jalan membunuhnya, seperti mata-mata, pembuat fitnah, residivis yang membahayakan. Namun menurut sebagian fuqoha’ yang lain dalam jarimah ta’zir tidak ada hukuman mati. Di luar ta’zir hukuman mati hanya dikenakan terhadap perbuatan-perbuatan tertentu seperti zina, gangguan keamanan, riddah (murtad, keluar dari Islam), pemberontakan dan pembunuhan sengaja.53

53 Ahmad Hanafi, op. cit., hlm. 310

(41)

2. Hukuman cambuk

Dikalangan fuqoha’ terjadi perbedaan tentang batas tertinggi hukuman cambuk dalam ta’zir. Menurut pendapat yang terkenal di kalangan ulama’ Maliki, batas tertinggi diserahkan kepada penguasa karena hukuman ta’zir didasarkan atas kemaslahatan masyarakat dan atas dasar berat ringannya

jarimah. Imam Abu Hanifah dan Muhammad berpendapat bahwa batas

tertinggi hukuman cambuk dalam ta’zir adalah 39 kali, dan menurut Abu Yusuf adalah 75 kali.54

Sedangkan di kalangan madzhab Syafi’i ada tiga pendapat. Pendapat pertama sama dengan pendapat Imam Abu Hanifah dan Muhammad. Pendapat kedua sama dengan pendapat Abu Yusuf. Sedangkan pendapat yang ketiga, hukuman cambuk pada ta’zir boleh lebih dari 75 kali, tetapi tidak sampai seratus kali, dengan syarat lain bahwa jarimah ta’zir yang dilakukan hampir sejenis dengan jarimah hudud.55

Dalam mazhab Hambali ada lima pendapat. Tiga diantaranya sama dengan pendapat mazhab Imam Syafi’i. pendapat ke empat mengatakan bahwa hukum cambuk yang diancam atas sesuatu perbuatan jarimah tidak boleh menyamai hukuman yang dijatuhkan terhadap jarimah lain yang sejenis, tetapi tidak boleh melebihi hukuman jarimah lain yang tidak

54 Syaikh Wahbah Zuhaily, Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, cet.IV, jilid. VII, Beyrut :Dar al-Fikr, t.t hlm. 595

(42)

sejenisnya. Pendapat ke lima mengatakan bahwa hukuman ta’zir tidak boleh melebihi 10 kali.56

Pada dasarnya hukuman cambuk adalah hukuman yang pokok dalam Islam. Dimana untuk jarimah hudud sudah tentu jumlahnya, misalnya 100 untuk perbuatan zina dan 80 untuk qodzaf, sedang untuk jarimah ta’zir tidak tentu jumlahnya. Adapun hukuman cambuk dalam al-Qur’an seperti dijelaskan dalam Q.S. An-Nisa’ ayat 34 :

















































































Artinya : ”Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena

Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.” (Q.S an-Nisa : 34)

3. Hukuman Kawalan (Penjara Kurungan)

56 Ibid, hlm, 598

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai sebuah lembaga yang menaugi kegiatan pameran dan penelitian sebaiknya tidak terlalu jauh dari pusat kota dengan kata lain masih dapat dijangkau dengan jarak yang

Pemeriksaan air sumur untuk parameter biologi rutin dilakukan 6 (bulan) sekali. Sampel air diambil dari kran-kran air di beberapa ruangan oleh petugas dari

Sedangkan variabel faktor lingkungan yang menunjukkan nilai korelasi Pearson yang relatif tinggi dengan indeks diversitas makrofauna dalam tanah adalah suhu udara, suhu

Mengetahui besar unit cost pelayanan tindakan pencabutan gigi sulung di Klinik Sehat Gajah Mada Kota Padang pada era Jaminan Kesehatan Nasional.. Mengetahui besar unit cost

“Mitos Ideologi Patriarki dalam Pembungkaman Perempuan pada Film Jamila dan Sang Presiden Analisis Semiotika Roland Barthes” oleh Evelyne Maria Cassandra Putri Prayitno telah

Selain itu, pada sumur galian yang tidak tertutup juga rentan akan kemasukan berbagai macam kotoran.Dalam penelitian ini, ada tiga titik yang dijadikan lokasi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek yang dominan dari gliserol, sorbitol, dan interaksi antara keduanya dalam menentukan sifat fisik krim dan stabilitas

Dalam uji kelistrikan DSSC buah naga dihasilkan nilai kelistrikan terbesar terdapat pada sample dengan pemanasan pada temperatur kalsinasi 550 0 C dan waktu tahan