• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. atau kesanggupan atau daya yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. atau kesanggupan atau daya yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan."

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoritis

2.1.1 Hakikat Potensi Kepemimpinan A. Pengertian Potensi Kepemimpinan

Potensi secara harafiah dapat diartikan sebagai kemampuan atau kekuatan atau kesanggupan atau daya yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan. Potensi ini dapat dimiliki oleh siapapun, baik secara individu maupun kelompok. Pada tingkatan individu, istilah yang sering digunakan dalam potensi diri, sedangkan pada tingkatan kelompok dapat diartikan sebagai potensi kelompok atau massa. Menurut Kamus Bahasa Indonesia potensi diartikan sebagai suatu kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan, kesanggupan untuk berbuat atau melakukan sesuatu, daya, dan sesuatu yang dipandang dapat menghasilkan.

Dengan demikian potensi diri dapat diartikan sebagai kemampuan yang dimiliki oleh seseorang yang belum digunakan atau dimanfaatkan secara optimal. Pemanfaatan yang belum optimal ini masih memungkinkan adanya pengembangan diri. Sehingga tidak ada batasan secara pasti, keberhasilan hidup pada umumnya dimulai dengan mengenal potensi diri yang dimilikinya.

Secara etomologi [asal kata] menurut kamus besar Bahasa Indonesia, berasal dari kata “pimpin” dengan mendapat awalan “me” yang berarti menuntun, menunjukkan jalan dan membimbing. Perkataan lain yang disamakan artinya yaitu

(2)

mengetuai, mengepalai, memandu dan melatih dan dalam bentuk kegiatan, maka si pelaku disebut “pemimpin”. Maka dengan kata lain, pemimpin adalah orang yang memimpin, mengetuai atau mengepalai. Kemudian berkembang pula istilah “kepemimpinan” (dengan tambahan awalan ke) yang menunjukkan pada aspek kepemimpinan (Aunur Rahim, dk.,2001:4-5).

Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang-orang sedemikian rupa untuk memperoleh kepatuhan, kepercayaan, respek, dan kerjasama secara royal untuk menyelesaikan tugas – Field Manual 22-100.

Beberapa ahli berpendapat tentang pemimpin, beberapa di antaranya Henry Pratt Faiechild dalam Kartini Kartono (1994 : 33) Pemimpin dalam pengertian ialah seorang yang dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, mengarahkan, mengorganisir atau mengontrol usaha/upaya orang lain atau melalui prestise, kekuasaan dan posisi.

Dalam pengertian yang terbatas, pemimpin ialah seorang yang membimbing, memimpin dengan bantuan kualitas-kualitas persuasifnya dan akseptansi/ penerimaan secara sukarela oleh para pengikutnya. Kartini Kartono (1994 . 33) mengartikan pemimpin sebagai seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan

(3)

khususnya kecakapan dan kelebihan disatu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan.

Seorang pemimpin boleh berprestasi tinggi untuk dirinya sendiri, tetapi itu tidak memadai apabila ia tidak berhasil menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para bawahannya. Dari begitu banyak definisi mengenai pemimpin, dapat disimpulkan bahwa : Pemimpin adalah orang yang mendapat amanah serta memiliki sifat, sikap, dan gaya yang baik untuk mengurus atau mengatur orang lain.

Menurut teori sosial kepemimpinan setiap orang bisa menjadi pemimpin melalui proses pendidikan dan pengalaman yang cukup, yang berarti setiap orang berhak dan bisa menjadi seorang pemimpin yang memiliki jiwa kepemimpinan yang baik.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa potensi kepemimpinan adalah suatu kemampuan yang dapat dikembangkan dalam kepemilikan pikiran, angan-angan, dan perasaan dalam memimpin bawahan-bawahannya agar dapat bergerak, dan menumbuhkan kemampuan para anggotanya melalui bimbingan serta arahan di dalam suatu kegiatan untuk mencapai tujuan bersama.

(4)

B. Sifat-sifat Seorang Pemimpin

Agar pemimpin dapat melaksanakan fungsinya secara efektif, maka setiap pemimpin harus memiliki sifat-sifat tertentu. Menurut Winardi (2000: 197), sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin yang efektif adalah:

a. Kemampuan dalam kedudukannya sebagai pengawas atau pelaksana fungsi-fungsi dasar manajemen terutama pengarahan dan pengawasan pekerjaan orang lain.

b. Kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan, mencakup pencarian tanggung jawab dan keinginan sukses.

c. Kecerdasan, mencakup kebijakan, pemilikan kreatif dan daya pikir.

d. Ketegasan (decisiveness) atau kemampuan untuk membuat keputusan dan memecahkan masalah dengan cepat dan tepat.

e. Kepercayaan diri yaitu memandang dirinya memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah.

f. Inisiatif yaitu kemampuan untuk bertindak, mengembangkan serangkaian kegiatan dan menemukan cara-cara baru/ inovasi.

Dari penjelasan sebelumnya, dapat ditarik simpulan bahwa potensi kepemimpinan dapat dilihat dari ciri-ciri individu antara lain: (1) Memiliki kemampuan dalam berkomunikasi, yaitu dalam mengawasi dan mengarahkan bawahannya; (2) Memiliki kemampuan dalam berinteraksi sosial, dalam mengembangkan serangkaian kegiatan-kegiatan kelompok; (3) Memiliki keterampilan dalam mengambil keputusan mencakup ketegasan dalam menyelesaikan masalah dengan cepat dan tepat; (4) Percaya diri, yakni memandang dirinya mampu memimpin kelompoknya dengan baik (inisiatif); dan (5) Memiliki motivasi berprestasi, meliputi pencarian tanggung jawab dan keinginan sukses.

(5)

C. Perlunya Pengembangan Potensi Kepemimpinan pada Siswa SMK

Jika seorang bisa bertumbuh, mengembangkan kapasitas-kapasitasnya, melompat lebih tinggi, berlari lebih kencang dan menciptakan musik yang lebih indah, maka berarti kepemimpinan yang sejati itu adalah kepemimpinan yang melayani, sebab seorang pemimpin akan menghasilkan pengikut yang dapat melebihinya (Mc Ginnis, 1991: 183). Apalagi untuk siswa SMK yang dalam tahap pencarian jati diri, pengembangan potensi diri khususnya kepemimpinan dapat dikembangkan dengan berbagai upaya salah satunya dengan pelaksanaan layanan bimbingan kelompok.

Dari pelbagai media diketahui bahwa kepemimpinan di semua level pemerintah mulai dari tingkat pusat hingga tingkat paling bawah (desa) telah banyak mengalami berbagai permasalahan. Bahkan, kepemimpinan dalam lembaga kejaksaan, peradilan, kepolisian, hingga pendidikan juga telah menunjukkan hal demikian. Akibat semua itu, berbagai permasalahan bangsa menjadi semakin sulit diselesaikan.

Kegagalan dalam menjalankan kepemimpinan seperti saat ini semakin memperjelas, bahwa betapa sulitnya menemukan sosok pemimpin. Masyarakat pun banyak menaruh rasa pesimistis dan rasanya sudah kehilangan kepercayaan terhadap para pemimpinnya. Krisis kepercayaan terhadap pemimpin ini disebabkan kegagalan pemimpin dalam menafsirkan tugas dan tanggung jawabnya. Pemimpin kerap ditafsirkan sebagai pemegang kekuasaan yang memiliki kewenangan untuk

(6)

melakukan apa pun sesuai kehendaknya. Sehingga, para pemimpin di semua level tidak jarang berhadapan dengan hukum.

Bobroknya kepemimpinan dalam sebuah birokrasi tersebut sebenarnya disebabkan oleh rendahnya kualitas seorang pemimpin. Selama ini, pemimpin lebih banyak ditentukan berdasarkan dominasi kelompok dan permainan uang, bukan berdasarkan pada kualitas kepribadian seseorang. Sehingga, perjalanan kepemimpinan sarat dengan kepentingan pribadi dan kelompoknya.

Pemimpin yang dikendalikan oleh kepentingan kelompok pada akhirnya akan meminggirkan kepentingan khalayak (rakyat). Ia lebih mengedepankan kelompoknya dibanding publik. Dalam proses pemilihannya pun, ia tidak berangkat dari nurani masyarakat, tetapi sudah disetir dengan berbagai strategi: kekerasan, ancaman, dan bahkan iming-iming imbalan uang yang memuaskan. Sehingga, figur pemimpin kurang mencerminkan kepentingan bersama dan perjalanan kepemimpinan selalu dibumbui dengan kepentingan individu dan kelompoknya.

Kenyataan miris ini telah menyebabkan banyak kalangan pesimistis terhadap perjalanan kepemimpinan di negeri ini. Kepemimpinan cenderung bernuansa negatif, sarat kepentingan, dan sangat korup. Hal ini terbukti dengan banyaknya kasus yang menimpa para pemimpin, baik di tingkat pusat maupun daerah. Bahkan, KPK yang merupakan lembaga independen untuk memberantas korupsi pun ikut-ikutan „menikmati‟ perilaku tak baik ini.

(7)

Di samping itu, prosesi pemilihan umum, yang merupakan manifestasi dari proses demokrasi, juga masih belum sanggup memilih sosok pemimpin yang mampu menciptakan angin segar di negeri ini. Gubernur, bupati, DPRD, dan DPR RI yang dipilih secara langsung pun masih banyak menuai kecacatan (kegagalan) dan tidak jarang menyeret mereka pada tindakan penyelewengan dan korupsi.

Masyarakat mungkin boleh bangga dengan berkembangnya sistem demokrasi di negeri ini. Namun, tidak bisa menutup mata bahwa demokrasi masih menyimpan banyak celah. Demokrasi hanya dipahami sebagai kebebasan untuk merebut kekuasaan, pemilihan langsung yang kerap tidak sehat, dan kelompok dominan yang menjadi penentu kebijakan.

Dengan demikian, krisis kepemimpinan ini mengingatkan bahwa betapa pentingnya mencetak generasi pemimpin. Selama ini, kurangnya perhatian terhadap generasi muda juga menjadi pemicu rendahnya kualitas para pemimpin di semua level. Generasi muda hanya dibekali perangkat teknis bagaimana menjadi buruh pabrik yang profesional, meski harus bersaing dengan jumlah yang jauh melebihi kuota penerimaan.

Di samping itu, institusi pendidikan sendiri sampai saat ini rasanya belum banyak memikirkan bagaimana caranya mencetak generasi pemimpin yang baik. Bahkan, krisis kepemimpinan yang telah menjadi kegelisahan rakyat tidak mendapat respons yang berarti di lingkungan pendidikan. Pendidikan hanya diorientasikan pada kemampuan menguasai materi dan siap menjadi pekerja buruh perusahaan.

(8)

Sedangkan, potensi kepemimpinan yang dimiliki anak didik tidak dikembangkan secara baik.

Padahal, mencetak generasi pemimpin sangat mungkin dilakukan oleh lembaga pendidikan dengan mengembangkan potensi kepemimpinan yang dimiliki oleh anak didik, dan potensi ini harus dikembangkan secara baik serta berkelanjutan. Karena, sangatlah mustahil menjadi pemimpin yang baik berangkat dari ruang kosong. Ia harus dipupuk setidaknya mulai ketika berproses di sekolah atau bahkan mulai sejak dini.

Siswa bisa dilatih untuk mengambil keputusan yang benar, mengedepankan moral dalam bertindak, membiasakan untuk memiliki rasa kepedulian yang tinggi terhadap teman dan lingkungan sekitarnya (kemampuan berinteraksi sosial), memiliki motivasi berprestasi, memiliki kemampuan berkomunikasi, mengembangkan rasa percaya diri dan berbagai strategi lainnya yang dapat mencetak anak didik kelak menjadi pemimpin yang bijaksana.

Singkatnya, mencetak generasi pemimpin kiranya perlu dinyatakan dan ini harus menjadi kesadaran bersama, terutama bagi institusi pendidikan, untuk senantiasa memikirkan calon pemimpin masa depan. Itu karena pemimpin yang akan datang sangat ditentukan oleh bagaimana upaya yang dilaksanakan sebagai bentuk perhatian terhadap para generasi saat ini.

Siswa SMK lebih menekankan pembelajaran pada keterampilan yang sesuai dengan jurusan, padahal potensi-potensi yang dimiliki siswa bukan hanya berorientasi

(9)

pada pembelajaran atau satu keahlian saja. Potensi kepemimpinan sangat perlu untuk dikembangkan pada siswa SMK, melihat banyak permasalahan yang timbul dari kepemimpinan.

Potensi kepemimpinan dapat dipupuk dan dikembangkan melalui pelaksanaan upaya-upaya yang dipikir dapat mendukung potensi tersebut, salah satunya dalam pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah yakni layanan bimbingan kelompok yang dapat melatih kemampuan/ potensi kepemimpinan siswa dalam suasana kelompok.

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi pengembangan Potensi Kepemimpinan Setiap manusia memiliki potensi yang sangat besar untuk berkembang. Potensi itu bukan hanya monopoli orang-orang pintar, orang-orang kaya atau anak orang kaya. Potensi untuk berkembang dimiliki juga oleh orang miskin, atau orang-orang yang dianggap bodoh. Setiap manusia memiliki potensi yang sangat besar untuk berkembang. Harus diakui bahwa kesempatan untuk mengembangkan potensi, bisa berbeda-beda pada tiap orang. Ada orang yang mempunyai kesempatan besar untuk mengembangkan potensi, tetapi ada juga orang yang memiliki kesempatan sedikit untuk mengembangkan potensinya. Bahkan ada orang yang tidak sadar bahwa dia memiliki potensi, sehingga tidak pernah mengembangkan potensinya. Sekali pun demikian potensi besar yang dimiliki setiap orang, tidak terhapus oleh ada/tidaknya kesempatan. Tidak terhapus oleh sadar/tidaknya orang itu. Potensi itu tetap ada di dalam setiap pribadi.

(10)

Para ahli teori kepemimpinan telah mengemukakan beberapa teori tentang timbulnya Seorang Pemimpin. Dalam hal ini terdapat 3 [tiga] teori yang menonjol [Sunindhia dan Widiyanti, 1988:18], yaitu:

a. Teori Genetik : Penganut teori ini berpendapat bahwa, “pemimpin itu dilahirkan dan bukan dibentuk” [Leaders are born and not made]. Pandangan teori ini bahwa, seseorang akan menjadi pemimpin karena “keturunan” atau ia telah dilahirkan dengan “membawa bakat” kepemimpinan.

Teori keturunan ini, dapat saja terjadi, karena seseorang dilahirkan telah “memiliki potensi” termasuk “memiliki potensi atau bakat” untuk memimpin dan inilah yang disebut dengan faktor “dasar”. Dalam realitas, teori keturunan ini biasanya dapat terjadi di kalangan bangsawan atau keturunan raja-raja, karena orang tuanya menjadi raja maka seorang anak yang lahir dalam keturunan tersebut akan diangkan menjadi raja.

b. Teori Sosial : Penganut teori ini berpendapat bahwa, seseorang yang menjadi pemimpin dibentuk dan bukan dilahirkan [Leaders are made and not born]. Penganut teori berkeyakinan bahwa semua orang itu sama dan mempunyai potensi untuk menjadi pemimpin. Tiap orang mempunyai potensi atau bakat untuk menjadi pemimpin, hanya saja faktor lingkungan atau faktor pendukung yang mengakibatkan potensi tersebut teraktualkan atau tersalurkan dengan baik dan inilah yang disebut dengan faktor “ajar” atau “latihan”. Pandangan penganut teori ini bahwa, setiap orang dapat dididik, diajar, dan dilatih untuk

(11)

menjadi pemimpin. Intinya, bahwa setiap orang memiliki potensi untuk menjadi pemimpin, meskipun dia bukan merupakan atau berasal dari keturunan seorang pemimpin atau seorang raja, asalkan dapat dididik, diajar dan dilatih untuk menjadi pemimpin.

c. Teori Ekologik : Penganut teori ini berpendapat bahwa, seseorang akan menjadi pemimpin yang baik “manakala dilahirkan” telah memiliki bakat kepemimpinan. Kemudian bakat tersebut dikembangkan melalui pendidikan, latihan, dan pengalaman-pengalaman yang memungkinkan untuk mengembangkan lebih lanjut bakat-bakat yang telah dimiliki. Jadi, inti dari teori ini yaitu seseorang yang akan menjadi pemimpin merupakan perpaduan antara faktor keturunan, bakat dan lungkungan yaitu faktor pendidikan, latihan dan pengalaman-pengalaman yang memungkinkan bakat tersebut dapat teraktualisasikan dengan baik.

Selain ketiga teori tersebut, muncul pula teori keempat yaitu Teori Kontigensi atau Teori Tiga Dimensi. Penganut teori ini berpendapat bahwa, ada tiga faktor yang turut berperan dalam proses perkembangan seseorang menjadi pemimpin atau tidak, yaitu: [1] Bakat kepemimpinan yang dimilikinya. [2] Pengalaman pendidikan, latihan kepemimpinan yang pernah diperolehnya, dan [3] Kegiatan sendiri untuk mengembangkan bakat kepemimpinan tersebut.

(12)

Teori ini disebut dengan teori serba kemungkinan dan bukan sesuatu yang pasti, artinya seseorang dapat menjadi pemimpin jika memiliki bakat, lingkungan yang membentuknya, kesempatan dan kepribadian, motivasi dan minat yang memungkinkan untuk menjadi pemimpin.

Menurut Ordway Tead, bahwa timbulnya seorang pemimpin, karena : [1] Membentuk diri sendiri [self constituded leader, self mademan, born leader] [2] Dipilih oleh golongan, artinya ia menjadi pemimpin karena jasa-jasanya, karena kecakapannya, keberaniannya dan sebagainya terhadap organisasi. [3] Ditunjuk dari atas, artinya ia menjadi pemimpin karena dipercaya dan disetujui oleh pihak atasannya [dalam Mujiono, 2002: 18].

Dalam proses perkembangan manusia, lingkungan merupakan faktor yang sangat penting setelah pembawaan. Tanpa adanya dukungan dari faktor lingkungan maka proses perkembangan dalam mewujudkan potensi pembawaan menjadi kemampuan nyata, tidak akan terjadi. Oleh karena itu fungsi atau peranan lingkungan ini dalam proses perkembangan dapat dikatakan sebagai faktor ajar, yaitu faktor yang akan mempengaruhi perwujudan suatu potensi secara baik atau tidak baik, sebab pengaruh lingkungan dalam hal ini dapat bersifat positif yang berarti pengaruhnya baik dan sangat menunjang perkembangan suatu potensi atau bersifat negatif yaitu pengaruh lingkungan itu tidak baik dan akan menghambat/merusak perkembangan.

(13)

Ki Hajar Dewantara, membedakan lingkungan pendidikan menjadi tiga, dan kita kenal dengan Tri Pusat Pendidikan, yaitu: keluarga,sekolah, dan masyarakat.Dimana pada masing-masing lingkungan itu dapat berwujud berupa lingkungan phisik, lingkungan budaya, lingkungan sosial, lingkungan alam maupun lingkungan spritual.

Keluarga sebagai lembaga pendidikan pertama dan utama, jika ditinjau dari ilmu sosiologi, keluarga adalah bentuk masyarakat kecil yang terdiri dari beberapa individu yang terikat oleh suatu keturunan, yakni kesatuan dari bentuk-bentuk kesatuan masyarakat. Pendidikan Keluarga adalah juga pendidikan masyarakat, karena disamping keluarga itu sendiri sebagai kesatuan kecil dari bentuk kesatuan-kesatuan masyarakat, juga karena pendidikan yang diberikan oleh orang tua kepada anak-anaknya sesuai dan dipersiapkan untuk kehidupan anak-anak itu di masyarakat kelak.

Pendidikan keluarga mau tidak mau harus mengikuti derap langkah kemajuan masyarakat. Dengan demikian nampaklah adanya satu hubungan erat antar kelurga dengan masyarakat. Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat terbentuk berdasarkan sukarela dan cinta yang asasi antara dua subyek manusia (suami-isteri). Berdasarkan asas cinta yang asasi ini lahirlah anak sebagai generasi penerus. Keluarga dengan cinta kasih dan pengabdian yang luhur membina kehidupan sang anak. Oleh Ki Hajar Dewantara dikatakan supaya orang tua (sebagai pendidik) mengabdi kepada sang anak. Motivasi pengabdian keluarga (orang tua) ini

(14)

semata-mata demi cinta kasih yang kodrati. Di dalam suasana cinta dan kemesraan inilah proses pendidikan berlangsung seumur anak itu dalam tanggung jawab keluarga.

Lembaga pendidikan kedua adalah sekolah, sekolah memegang peranan penting dalam pendidikan karena pengaruhnya besar sekali pada jiwa anak. Maka disamping kelurga sebagai pusat pendidikan, sekolah pun mempunyai fungsi sebagai pusat pendidikan untuk pembentukan pribadi anak. Dengan sekolah, pemerintah mendidik bangsanya untuk menjadi seorang ahli yang sesuai dengan bidang dan bakatnya si anak didik, yang berguna bagi dirinya, dan berguna bagi nusa dan bangsanya. Karena sekolah itu sengaja disediakan atau dibangun khusus untuk tempat pendidikan, maka dapatlah ia kita golongkan sebagai tempat atau lembaga pendidikan kedua sesudah keluarga, lebih-lebih mempunyai fungsi melanjutkan pendidikan kelurga dengan guru sebagai ganti orang yang harus ditaati.

Masyarakat sebagai lembaga pendidikan ketiga, masyarakat sebagai lembaga pendidikan ketiga sesudah keluarga dan sekolah, mempunyai sifat dan fungsi yang berbeda dengan ruang lingkup dengan batasan yang tidak jelas dan keanekaragaman bentuk kehidupan sosial serta berjenis-jenis budayanya. Masalah pendidikan di keluarga dan sekolah tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai sosial budaya yang dijunjung tinggi oleh semua lapisan masyarakat. Setiap masyarakat di manapun berada, tentu mempunyai karakteristik tersendiri sebagai norma khas di bidang sosial budaya yang berbeda dengan karakteristik masyarakat lain, namun juga mempunyai norma-norma yang universal dengan masyarakat pada umumnya.

(15)

Ki Hajar Dewantara, mengemukakan adanya dua faktor yang mempengaruhi perkembangan individu yaitu faktor dasar/pembawaan (faktor internal) dan faktor ajar / lingkungan (faktor eksternal). Menurut Elizabeth B. Hurluck, baik faktor kondisi internal maupun faktor kondisi eksternal akan dapat mempengaruhi tempo/kecepatan dan sifat atau kualitas perkembangan seseorang. Tetapi sejauh mana pengaruh kedua faktor tersebut sukar untuk ditentukan, lebih-lebih lagi untuk dibedakan mana yang penting dan kurang penting.

Dalam pengembangan potensi kepemimpinan, faktor internal dan eksternal mempunyai peranan yang sama pentingnya. Faktor internal mencakup intelligensi, bakat/ bawaan sejak lahir, kemampuan, kemauan/ motivasi, untuk ingin menjadi seorang pemimpin. Seperti yang dikatakan oleh penulis buku terkenal, Kenneth Blanchard, bahwa kepemimpinan dimulai dari dalam hati dan keluar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Perubahan karakter adalah segala-galanya bagi seorang pemimpin sejati. Tanpa perubahan dari dalam, tanpa kedamaian diri, tanpa kerendahan hati, tanpa adanya integritas yang kokoh, daya tahan menghadapi kesulitan dan tantangan, dan visi serta misi yang jelas, seseorang tidak akan pernah menjadi pemimpin sejati.

Motivasi termasuk faktor internal yang dapat mempengaruhi pengembangan potensi kepemimpinan. Motivasi merupakan dorongan dari dalam tiap orang untuk melaksanakan sesuatu dengan sebaik-baiknya. Dapat diumpamakan nafsu makan.

(16)

Tidak pernah kita bisa memberikan nafsu makan kepada seseorang, nafsu makan harus datang dari dalam dirinya sendiri.

Motivasi dari dalam diri individu ini kemudian dapat mendukung terciptanya faktor-faktor eksternal yang dapat mempengaruhi pengembangan potensi kepemimpinan, antara lain teori sosial yakni dari pengalaman/ pengetahuan, media massa, pergaulan, dan sebagainya. Juga teori ekologik yang berpendapat bahwa, seseorang akan menjadi pemimpin yang baik “manakala dilahirkan” telah memiliki bakat kepemimpinan. Kemudian bakat tersebut dikembangkan melalui pendidikan, latihan, dan pengalaman-pengalaman yang memungkinkan untuk mengembangkan lebih lanjut bakat-bakat yang telah dimiliki.

Dengan proses pertumbuhan fisik dan perkembangan mental psikologis yang diperoleh siswa secara optimal dapat diharapkan siswa akan tumbuh berkembang menjadi manusia dewasa yang baik dan berkualitas sebagaimana yang diharapkan dirinya sendiri, juga oleh orang tua dan masyarakat.

Guna mewujudkan hasil perkembangan yang sangat diharapkan itu tidak ada cara lain kecuali dengan mengefektifkan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab para pendidik (orang tua, guru dan guru BK) dalam membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak baik dirumah, diluar rumah maupun di sekolah, karena pada hakikatnya memperoleh bimbingan atau pendidikan yang baik itu adalah hak siswa dari pendidiknya.

(17)

Maka faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan potensi kepemimpinan tersebut dapat teraktualisasikan dengan baik, jika dukungan dari pendidik dan lingkungan dapat berjalan dengan optimal. Kerja sama antara para pendidik (orang tua, guru, dan guru BK), sangat diperlukan.

2.1.2 Hakikat Bimbingan Kelompok A. Pengertian Bimbingan Kelompok

Pengertian bimbingan kelompok menurut Dewa Ketut Sukardi (2002 :48), bimbingan kelompok yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan dari nara sumber tertentu (terutama dari pembimbing/ konselor) yang berguna untuk menunjang kehidupannya sehari-hari baik individu maupun sebagai pelajar, anggota keluarga dan masyarakat serta untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

Prayitno ( 1995 : 62 ) menyatakan Bimbingan kelompok berarti memanfaatkan dinamika untuk mencapai tujuan-tujuan bimbingan dan konseling. Bimbingan kelompok lebih merupakan suatu upaya bimbingan kepada individu-individu melalui kelompok. Selanjutnya menurut Juntika (2003 : 31), bimbingan kelompok merupakan bantuan terhadap individu yang dilaksanakan dalam situasi kelompok. Bimbingan kelompok dapat berupa penyampaian informasi ataupun aktivitas kelompok membahas masalah-masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi dan sosial.

(18)

Wibowo (2005 : 17) mendefinisikan bimbingan kelompok sebagai suatu kegiatan kelompok di mana pimpinan kelompok menyediakan informasi-informasi dan mengarahkan diskusi agar anggota kelompok menjadi lebih sosial atau untuk membantu anggota-anggota kelompok untuk mencapai tujuan-tujuan bersama. Winkel dan Hastuti. (2004:111), menjelaskan bahwa bimbingan kelompok dilakukan bilamana siswa yang dilayani lebih dari satu orang.

Layanan Bimbingan Kelompok yaitu layanan yang memungkinan sejumlah peserta didik secara bersama-sama melalui dinamika kelompok memperoleh bahan dan membahas pokok bahasan (topik) tertentu untuk menunjang pemahaman dan pengembangan kemampuan sosial, serta untuk pengambilan keputusan atau tindakan tertentu melalui dinamika kelompok, dengan tujuan agar peserta didik dapat memperoleh bahan dan membahas pokok bahasan (topik) tertentu untuk menunjang pemahaman dan pengembangan kemampuan sosial, serta untuk pengambilan keputusan atau tindakan tertentu melalui dinamika kelompok. Layanan Bimbingan Kelompok berfungsi untuk pemahaman dan pengembangan.

Layanan bimbingan kelompok merupakan suatu cara memberikan bantuan (bimbingan) kepada individu melalui kegiatan kelompok. Dalam layanan bimbingan kelompok, aktivitas, dan dinamika kelompok harus diwujudkan untuk membahas berbagai hal yang berguna bagi pengembangan atau pemecahan masalah individu yang menjadi peserta layanan. Dalam layanan bimbingan kelompok dibahas topik-topik umum yang menjadi kepedulian bersama anggota kelompok. Masalah yang

(19)

menjadi topik pembicaraan dalam layanan bimbingan kelompok, di bahas melalui suasana dinamika kelompok secara intens dan konstruktif, diikuti oleh semua anggota kelompok dibawah bimbingan pimpinan kelompok (pembimbing atau konselor).

Dalam hal layanan bimbingan kelompok harus dipimpin oleh pemimpin kelompok. Pemimpin kelompok adalah konselor yang telah terlatih dan berwenang menyelenggarakan praktek pelayanan bimbingan dan konseling.

Sebagai seorang pemimpin dalam kelompok maka, konselor memiliki tugas-tugas yang tidak boleh diabaikan. tugas-tugas utama pimpinan kelompok menurut Tohirin (2007:171) sebagai berikut :

a. Membentuk kelompok sehingga terpenuhi syarat-syarat kelompok yang secara aktif mengembangkan dinamika kelompok, yaitu ;

(1) Terjadinya hubungan anggota kelompok menuju keakraban di antara mereka

(2) Tumbuhnya tujuan bersama di antara anggota kelompok dalam suasana kebersamaan

(3) Berkembangnya iktikad dan tujuan bersama untuk mencapai tujuan kelompok,

(4) Terbinanya kemandirian pada diri setiap anggota kelompok, sehingga mereka masing-masing mampu berbicara,

(5) Terbinanya kemandirian kelompok, sehingga kelompok berusaha dan mampu tampil beda dari kelompok yang lain,

b. Melakukan penstrukturan yaitu, membahas bersama dengan anggota kelompok tentang apa, mengapa dan bagaimana layanan bimbingan kelompok dilaksanakan.

(20)

c. Melakukan pentahapan layanan bimbingan kelompok.

d. Melakukan penilaian hasil layanan bimbingan kelompok.

e. Melakukan tindak lanjut.

Untuk menunjang kemampuannya melakukan tugas seperti tersebut di atas, konselor atau guru pembimbing dituntut mampu membentuk kelompok dan mengarahkannya sehingga terwujud dinamika kelompok dalam suasana interaksi antara anggota kelompok yang bebas, terbuka, demokrasi, konstruksi, saling mendukung dan meringankan beban, menjelaskan, memberikan, pencerahan, memberikan rasa nyaman, menggembirakan dan membahagiakan, serta mencapai tujuan bersama kelompok. (a) memiliki wawasan yang luas dan tajam sehingga mampu mengisi, menjembatani, meningkatkan, memperluas, dan mensinergikan konten bahasa yang tumbuh dalam aktivitas kelompok. Konten bahasa merupakan isi atau materi yang dibahas dalam sisi layanan bimbingan kelompok yang mencakup fakta atau data, konsep, proses, hukum dan aturan, nilai, persepsi, afeksi, serta sikap dan tindakan baik langsung maupun tidak langsung. (b) memiliki kemampuan berinteraksi antara personal, sabar dan memberikan kesepakatan, demokratis dan kompromistis dalam mengambil kesimpulan dan keputusan, jujur dan tidak berpura-pura, disiplin.

Jadi dapat disimpulkan bahwa kegiatan bimbingan kelompok merupakan salah satu layanan bimbingan dan konseling yang diberikan kepada sejumlah individu dalam bentuk kelompok dengan memanfaatkan dinamika kelompok untuk membahas

(21)

topik tertentu yang dipimpin oleh pemimpin kelompok bertujuan menunjang pemahaman, pengembangan dan pertimbangan pengambilan keputusan/ tindakan individu.

B. Tujuan Layanan Bimbingan Kelompok

Menurut Prayitno (1995 : 70) tujuan yang ingin dicapai dalam bimbingan kelompok yaitu penguasaan informasi untuk tujuan yang lebih luas, pengembangan pribadi, dan pembahasan masalah atau topik-topik umum secara luas dan mendalam yang bermanfaat bagi para anggota kelompok.

Menurut Amti (1992:108), tujuan dari kegiatan bimbingan kelompok adalah :

a. Tujuan Umum Layanan Bimbingan Kelompok: Secara umum, bimbingan kelompok bertujuan untuk membantu murid-murid yang mengalami masalah melalui prosedurkelompok. Suasana kelompok yang berkembang dapat merupakantempat bagi siswa untuk memanfaatkan semua informasi, tanggapandan berbagai reaksi teman-temannya untuk kepentingan pemecahanmasalah.

b. Tujuan Khusus Layanan Bimbingan Kelompok Secara khusus bimbingan kelompok bertujuan : (1) Melatih murid-murid untuk berani mengemukakan pendapat dihadapan teman-temannya, yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk ruang lingkup yang lebih besar sepertiberbicara di hadapan orang banyak, di forum-forum resmi dansebagainya. (2) Melatih murid-murid untuk dapat bersikap terbuka di dalamkelompok. (3) Melatih murid-murid untuk dapat

(22)

membina keakraban bersama teman-teman dalam kelompok khususnya, dan dengan teman-teman lain di luar kelompok pada umumnya. (4) Melatih murid-murid untuk dapat mengendalikan diri dalam

kegiatan kelompok. (5) Melatih murid-murid untuk dapat bersikap tenggang rasa dengan orang lain. (6) Melatih murid-murid untuk memperoleh keterampilan sosial. Dan (7) Membantu murid-murid mengenali dan memahami dirinya dalam berhubungan dengan orang lain.

Menurut Wibowo, (2005:17). Tujuan bimbingan kelompok adalah untuk memberi informasi dan data untuk mempermudah pembuatan keputusan dan tingkah laku.

Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa tujuan pelaksanaan bimbingan kelompok yaitu untuk menyajikan informasi-informasi bermanfaat yang dibutuhkan siswa untuk dibahas dalam kegiatan kelompok dan dapat melatih kemampuan serta potensi yang dimiliki anggota kelompok.

C. Komponen Layanan Bimbingan Kelompok

Prayitno (1995: 27) menggemukakan bahwa ada tiga komponen penting dalam kelompok yaitu suasana kelompok, anggota kelompok, dan pemimpin kelompok.

(23)

a. Suasana kelompok

Dinamika kelompok berarti suatu kelompok yang teratur dari dua individu atau lebih yang mempunyai hubungan psikologis secara jelas antara anggota yang satu dengan yang lain (Santoso, 2004: 5). Dengan kata lain, antar anggota kelompok mempunyai hubungan psikologis yang berlangsung dalam situasi yang dialami secara bersama-sama.

Sedangkan menurut Wibowo (2005: 61) mengemukakan: Dinamika kelompok adalah suatu studi yang menggambarkan berbagai kekuatan yang menentukan perilaku anggota dan perilaku kelompok yang menyebabkan terjadinya gerak perubahan dalam kelompok untuk mencaapi tujuan bersama.

b. Anggota kelompok

Peranan yang hendaknya dimainkan anggota kelompok sesuai yang diharapkan menurut Prayitno (1995:32) adalah sebagai berikut: (1) Membantu terbinanya suasana keakraban dalam hubungan antar anggota kelompok; (2) Mencurahkan segenap perasaan dalam melibatkan diri dalam kegiatan kelompok; (3) Berusaha agar yang dilakukannya itu membantu tercapainya tujuan bersama; (4) Membantu tersusunnya aturan kelompok dan berusaha mematuhinya dengan baik; (5) Benar-benar berusaha untuk secara efektif ikut serta dalam seluruh kegiatan kelompok; (6) Mampu mengkomunikasikan secara terbuka; (7) Berusaha membantu orang lain; (8) Memberikan kesempatan kepada anggota lain untuk juga menjalani peranannya; (9) Menyadari pentingnya kegiatan kelompok tersebut.

(24)

c. Pemimpin kelompok

Pemimpin kelompok adalah orang yang mampu menciptakan suasana sehingga para anggota kelompok dapat belajar bagaimana mengatasi masalah-masalah mereka sendiri.Menurut Prayitno (1995: 35-36) peranan pemimpin kelompok dalam layanan bimbingan kelompok adalah sebagai berikut:

1) Pemimpin kelompok dapat memberikan bantuan, pengarahan atau campur tangan langsung terhadap kegiatan kelompok. Campur tangan ini meliputi hal-hal bersifat dari yang dibicarakan maupun mengenai proses kegiatan itu sendiri.

2) Pemimpin kelompok memusatkan perhatian pada suasana perasaan yang berkembang dalam kelompok itu, baik perasaan anggota-anggota tertentu maupun keseluruhan kelompok. Pemimpin kelompok dapat menanyakan suasana perasaan yang dialami oleh anggota kelompok.

3) Jika kelompok tersebut tampak kurang menjurus ke arah yang dimaksudkan, maka pemimpin kelompok perlu memberikan arah yang dimaksudkan.

4) Pemimpin kelompok juga perlu memberikan tanggapan (umpan balik) tentang berbagai hal yang terjadi dalam kelompok, baik yang bersifat isi maupun proses kegiatan kelompok.

5) Pemimpin kelompok diharapkan mampu mengatur lalu lintas kegiatan kelompok, pemegang atauran permainan (menjadi wasit), pendamai dan pendorong kerjasama serta suasana kebersamaan. Selain itu juga diharapkan

(25)

bertindak sebagai penjaga agar apapun yang terjadi di dalam kelompok itu tidak merusak ataupun menyakiti seseorang atau lebih anggota kelompok. 6) Sifat kerahasiaan dari kelompok itu dengan segenap isi dan kejadian-kejadian

yang timbul di dalamnya juga menjadi tanggung jawab pemimpin kelompok. 3. Topik/ masalah

Permasalahan yang diangkat dalam layanan bimbingan kelompok adalah yang bersifat umum, sedang hangat dibicarakan dan berisi kejadian faktual yang biasa terjadi di masyarakat umum.

4. Azas Layanan Bimbingan Kelompok

Dalam kegiatan bimbingan kelompok terdapat sejumlah aturan ataupun asas-asas yang harus diperhatikan oleh para anggota, azas-azas tersebut yaitu:

a. Azas Kesukarelaan: Kehadiran, pendapat, usulan, ataupun tanggapan dari anggota kelompok harus bersifat sukarela, tanpa paksaan.

b. Azas keterbukaan: Jika keterbukaan ini tidak muncul maka akan terdapat keragu-raguan atau kekhawatiran dari anggota.

c. Azas kegiatan: Hasil layanan konseling kelompok tidak akan berarti bila klien yang dibimbing tidak melakukan kegiatan dalam mencapai tujuan-tujuan bimbingan.

d. Azas kekinian: Masalah yag dibahas dalam kegiatan konseling kelompok harus bersifat sekarang.

(26)

e. Azas kenormatifan: Dalam kegiatan konseling kelompok, setiap anggota harus dapat menghargai pendapat orang lain, jika ada yang ingin mengeluarkan pendapat maka anggota yang lain harus mempersilahkannya terlebih dahulu atau dengan kata lain tidak ada yang berebut.

f. Azas kerahasiaan: pembicaraan ataupun tindakan yang ada dalam kegiatan bimbingan kelompok dan tidak layak diketahui oleh orang lain selain orang-orang yang mengikuti kegiatan patut dijaga kerahasiaannya.

5. Prosedur Pelaksanaan Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok Tahap pelaksanaan bimbingan kelompok menurut Prayitno (1995: 40) ada empat tahapan, yaitu: Tahap I Pembentukan: Tahap ini merupakan tahap pengenalan, tahap pelibatan diri atau tahap memasukkan diri ke dalam kehidupan suatu kelompok. Pada tahap ini pada umumnya para anggota saling memperkenalkan diri dan juga mengungkapkan tujuan ataupun harapan-harapan yang ingin dicapai baik oleh masing-masing, sebagian, maupun seluruh anggota. Memberikan penjelasan tentang bimbingan kelompok sehingga masing-masing anggota akan tahu apa arti dari bimbingan kelompok dan mengapa bimbingan kelompok harus dilaksanakan serta menjelaskan aturan main yang akan diterapkan dalam bimbingan kelompok ini. Jika ada masalah dalam proses pelaksanaannya, mereka akan mengerti bagaimana cara menyelesaikannya. Asas kerahasiaan juga disampaikan kepada seluruh anggota agar orang lain tidak mengetahui permasalahan yang terjadi pada mereka. Tahap II Peralihan: Tahap kedua merupakan “jembatan” antara tahap

(27)

pertama dan ketiga. Ada kalanya jembatan ditempuh dengan amat mudah dan lancar, artinya para anggota kelompok dapat segera memasuki kegiatan tahap ketiga dengan penuh kemauan dan kesukarelaan. Ada kalanya juga jembatan itu ditempuh dengan susah payah, artinya para anggota kelompok enggan memasuki tahap kegiatan keompok yang sebenarnya, yaitu tahap ketiga. Dalam keadaan seperti ini pemimpin kelompok, dengan gaya kepemimpinannya yang khas, membawa para anggota meniti jembatan itu dengan selamat.

Adapun yang dilaksanakan dalam tahap ini yaitu: 1) Menjelaskan kegiatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya; 2) menawarkan atau mengamati apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya; 3) membahas suasana yang terjadi; 4) meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota; 5) Bila perlu kembali kepada beberapa aspek tahap pertama. Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan oleh seorang pemimpin, yaitu: Menerima suasana yang ada secara sabar dan terbuka, tidak mempergunakan cara-cara yang bersifat langsung atau mengambil alih kekuasaannya, mendorong dibahasnya suasana perasaan, membuka diri, sebagai contoh dan penuh empati. Tahap III Kegiatan: Tahap ini merupakan inti dari kegiatan kelompok, maka aspek-aspek yang menjadi isi dan pengiringnya cukup banyak, dan masing-masing aspek tersebut perlu mendapat perhatian yang seksama dari pemimpin kelompok. ada beberapa yang harus dilakukan oleh pemimpin dalam tahap ini, yaitu sebagai pengatur proses kegiatan yang sabar dan terbuka, aktif akan tetapi tidak banyak bicara, dan memberikan dorongan dan

(28)

penguatan serta penuh empati. Pada tahap ini ada berbagai kegiatan yang dilaksanakan, yaitu: Masing-masing anggota secara bebas mengemukakan masalah atau topik bahasan, menetapkan masalah atau topik yang akan dibahas terlebih dahulu, anggota membahas masing-masing topik secara mendalam dan tuntas, kegiatan selingan.

Kegiatan tersebut dilakukan dengan tujuan agar dapat terungkapnya masalah atau topik yang dirasakan, dipikirkan dan dialami oleh anggota kelompok.

Selain itu dapat terbahasnya masalah yang dikemukakan secara mendalam dan tuntas serta ikut sertanya seluruh anggota secara aktif dan dinamis dalam pembahasan baik yang menyangkut unsur tingkah laku, pemikiran ataupun perasaan. Tahap IV Pengakhiran: Pada tahap pengakhiran bimbingan kelompok, pokok perhatian utama bukanlah pada berapa kali kelompok itu harus bertemu, tetapi pada hasil yang telah dicapai oleh kelompok itu. Kegiatan kelompok sebelumnya dan hasil-hasil yang dicapai seyogyanya mendorong kelompok itu harus melakukan kegiatan sehingga tujuan bersama tercapai secara penuh. Dalam hal ini ada kelompok yang menetapkan sendiri kapan kelompok itu akan berhenti melakukan kegiatan, dan kemudian bertemu kembali untuk melakukan kegiatan. Ada beberapa hal yang dilakukan pada tahap ini, yaitu: Pemimpin kelompok mengemukakan bahwa kegiatan akan segera diakhiri, pemimpin dan anggota kelompok mengemukakan kesan dan hasil-hasil kegiatan, membahas kegiatan lanjutan, mengemukakan pesan dan harapan.

(29)

Setelah kegiatan kelompok memasuki pada tahap pengakhiran, kegiatan kelompok hendaknya dipusatkan pada pembahasan dan penjelajahan tentang apakah para anggota kelompok mampu menerapkan hal-hal yang mereka pelajari (dalam suasana kelompok), pada kehidupan nyata mereka sehari-hari.

Dari penjelasan sebelumnya, dapat ditarik simpulan bahwa prosedur pelaksanaan bimbingan kelompok ada 4 (empat) tahap: Tahap I (pembentukan) yaitu tahap pengenalan; Tahap II (peralihan) merupakan jembatan antara tahap I dan III; Tahap III (kegiatan) yakni tahap inti; dan Tahap IV (pengakhiran) yaitu lebih merujuk pada hasil pencapaian kegiatan bimbingan kelompok.

6. Dinamika Kelompok

Menurut Wibowo (2005 : 61) dinamika kelompok adalah studi yang menggambarkan berbagai kekuatan yang menentukan perilaku anggota dan perilaku kelompok yang menyebabkan terjadinya gerak perubahan dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang telah di tetapkan. Otto Klineberg (Santosa, 2006: 5) berpendapat bahwa dinamika kelompok lebih ditekankan kepada peninjauan psikologi sosial karena yang terpenting sampai sejauh mana pengaruh interaksi sosial individu di dalam kelompok terhadap masing-masing individu sebagai anggota suatu kelompok.

Menurut Glading dalam Wibowo (2005 : 62) dinamika kelompok dapat digambarkan dengan kekuatan-kekuatan yang muncul dalam suatu kelompok. Kekuatan-kekuatan itu bisa tampak jelas atau mungkin tersembunyi seperti

(30)

bagaimana para anggota kelompok merasakan diri mereka sendiri, saling merasakan satu sama lain, dan merasakan pemimpin kelompok mereka, bagaimana mereka berbicara satu sama lain, dan bagaimana pemimpin kelompok mereaksi para anggota.

Dari penjelasan sebelumnya, dapat diambil simpulan bahwa dinamika kelompok adalah studi yang menekankan pada peninjauan psikologi sosial yakni adanya suatu gerakan perubahan bersama dalam mencapai suatu tujuan kelompok. Dinamika kelompok bisa dapat terlihat dengan jelas atau tersembunyi, namun keberadaan dinamika kelompok akan terbaca di dalam pelaksanaan bimbingan kelompok.

1) Fungsi Dinamika Kelompok

Menurut Wibowo (2005 : 69) dinamika kelompok benar-benar terwujud dalam kelompok dapat dilihat dari : a) anggota kelompok dapat membantu terbinanya suasana keakraban dalam hubungan antar anggota kelompok, b) anggota kelompok mampu mencurahkan segenap perasaan dalam melibatkan diri dalam kegiatan kelompok, c) anggota kelompok dapat membantu tercapainya tujuan bersama, d) anggota kelompok dapat mematuhi aturan kelompok dengan baik, e) anggota kelompok benar-benar aktif dalam seluruh kegiatan kelompok, f) anggota kelompok dapat berkomunikasi secara terbuka, g) anggota kelompok dapat membantu orang lain, h) amggota kelompok dapat member kesempatan kepada anggota lain untuk menjalankan perannya, i) anggota kelompok dapat menyadari pentingnya kegiatan kelompok.

(31)

2) Peranan Dinamika Kelompok dalam Bimbingan dan Konseling.

Prayitno (1995: 23) melalui dinamika kelompok setiap anggota kelompok diharapkan mampu tegak sebagai perorangan yang sedang mengembangkan dirinya dalam hubungannya dengan orang lain ini tidak berarti bahwa diri seseorang lebih dimunculkan dari pada kehidupan secara umum. Maksudnya adalah individu diharapkan mampu mengendalikan dan mengembangkan dirinya sendiri dalam suasana kelompok sehingga individu tersebut dapat berperan aktif dalam kelompok.

Dari penjelasan tersebut dapat ditarik simpulan peranan dinamika kelompok dalam kegiatan kelompok yaitu membantu keseluruhan anggota kelompok untuk dapat aktif mengembangkan diri dalam suasana kelompok.

7. Isi Layanan Bimbingan Kelompok

Layanan bimbingan kelompok membahas materi atau topik-topik umum baik topik tugas maupun topik bebas, yang dimaksud topik tugas adalah topik atau pokok bahasan yang diberikan oleh pembimbing kepada kelompok untuk dibahas, sedangkan topik bebas adalah suatu topik atau pokok bahasan yang di kemukakan secara bebas oleh anggota kelompok. Secara bergiliran anggota kelompok mengemukakan topik secara bebas, selanjutnya dipilih mana yang akan dibahas terlebih dahulu dan seterusnya. Topik yang dibahas dalam bimbingan kelompok baik topik bebas maupun topik tugas dapat mencakup bidang-bidang pengembangan kepribadian, hubungan sosial, pendidikan, karier, kehidupan berkeluarga kehidupan beragama, danlain sebagainya. Topik pembahasan bidang-bidang di atas dapat

(32)

diperluas ke dalam sub-sub bidang yang relevan. Misalnya pengembangan bidang pendidikan dapat mencakup masalah perilaku sosial, cara belajar, gagal ujian dan sebagainya.

8. Teknik Layanan Bimbingan Kelompok

Dalam lingkup bimbingan dan konseling perkembangan (Developmental counseling), penggunaan bimbingan dan konseling kelompok merupakan suatu hal yang esensial, karena sifatnya yang preventif dan edukational. Salah satu teknik/ pendekatan untuk mengembangkan ketrampilan kelompok adalah melalui penggunaan latihan kelompok (group exercise). Yalom (1985), Corey, Corey, Callanan & Russel (1988), Trotzer (1989), dan Dyer dan Vriend (1980) menyatakan bahwa penggunaan latihan sangat dibutuhkan dan memandang penggunaan latihan sebagai suatu bantuan yang sangat bernilai bagi klien, anggota kelompok dan proses kelompok.

Penggunaan latihan dalam kelompok dapat dilakukan pada waktu-waktu tertentu yang sesuai dengan kebutuhan, yakni pada saat memulai kelompok atau sesi awal, pada sesi akhir dan selama sesi pertengahan.

Sedikitnya ada 14 macam latihan. Keuntungan dari memiliki tipe latihan yang beragam bergantung pada jenis kelompok yang dipimpin, ragam usia dan kebutuhan para anggota dan topik atau isu yang akan dibahas. Jenis latihan tertentu akan menjadi lebih relevan dan berguna dibanding lainnya. Pemahaman tentang nilai dan kegunaan tiap latihan akan membantu dalam membuat pilihan yang tepat.

(33)

Berikut adalah 14 jenis latihan kelompok yang dapat digunakan sebagai teknik-teknik bimbingan dan konseling kelompok (Sem-Lok BK 2008 Drs. Nandang Rusmana, M. Pd - Universitas Pendidikan Indonesia, halaman 5) :

a. Menulis (written) : Latihan menulis terdiri atas aktivitas tulis menulis di mana anggota dapat menulis daftar, pertanyaan, mengisi esai, menuliskan reaksi mereka, atau menandai dengan tanda cek hal-hal seputar isu atau topik yang dibahas. Keuntungan paling utama dari latihan ini adalah anggota menjadi lebih fokus saat menyelesaikan tugas tertulis dan mereka dapat menghasilkan ide-ide atau respon-respon di kepada mereka saat menyelesaikan tugas tersebut.

b. Gerak (movement) : Latihan gerak mensyaratkan peserta untuk melakukan suatu hal yang bersifat fisikal, karenanya peserta harus bergerak. Latihan ini bisa saja berupa hal kegiatan sederhana seperti berdiri dan menggerakkan anggota tubuh untuk peregangan ataupun kegiatan yang kompleks seperti Trust lift (dimana lima orang pesserta secara bersamaan mengangkat seorang peserta lain diatas kepala mereka) dan Breaking In (dimana kelompok berdiri bersama dan berpegangan tangan, berusaha untuk menjaga anggota kelompok yang diluar lingkaran agar tidak masuk). Alasan penggunaan latihan gerak dalam bimbingan kelompok antara lain :

- Latihan ini memberi kesempatan pada anggota untuk melakukan peregangan dan gerak tubuh.

(34)

- Memberikan perubahan format dan selanjutnya dapat menjaga ketertarikan kelompok dan energi yang mereka miliki.

- Memberi anggota kelompok kesempatan untuk lebih mengalami sesuatu daripada hanya mendiskusikannya

- Latihan gerak biasanya melibatkan seluruh anggota kelompok.

c. Lingkaran (rounds) : Latihan rounds mungkin merupakan latihan yang paling berguna dimana trainer memiliki akses terhadap kelompok. Latihan ini dapat dilakukan dengan cepat dan membantu dalammengumpulkan informasi yang berguna.

d. Dyad dan triad : Dyad merupakan aktivitas dimana anggotanya dipasangkan dengan satu sama lain untuk mendiskusikan persoalan-persoalan atau untuk menyelesaikan suatu tugas. Begitu halnya dengan triad, yakni aktivitas dimana anggota kelompok dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri atas tiga orang. Triad dibentuk saat anggota kelompok berjumlah ganjil. Pada umumnya dyad dan triad sangat berguna karena memberikan kesempatan bagi anggota untuk memiliki kontak yang lebih personal dengan satu sama lain, mengemukakan ide, dan memvariasikan formatkelompok. Kegunaan latihan dyad dan triad antara lain :

a) Berinteraksi dengan 2 atau 3 individu lainnya b) Mempraktikkan beberapa keterampilan

c) Melakukan aktivitas antara 2 orang agar dapat berinteraksi dalam kondisi tertentu

d) Bermanfaat dalam mengembangkan aktivitas yang dilakukan kelompok e) Mempererat interaksi yang terjadi antar anggota kelompok.

(35)

e. Creative props (perangkat kreatif) : Latihan ini menggunakan berbagai macam peralatan secara kreatif. Peralatan konseling yang berbeda dapat digunakan dalam latihan kelompok yang menarik dan memikat (Jacobs, 1992). Menurut Jacob, ada banyak perangkat atau benda yang dapat digunakan dalam permainan creative props ini, antara lain : pita karet, gelas styrofoam, kursi kecil, botol bir, kaset tape yang sudah tak terpakai, kartu remi, Perisai, saringan tungku.

f. Arts and crafts(seni dan kerajinan tangan) : Latihan ini mengharuskan peserta untuk menggambar, memotong, menempel, mengecat, dan mewarnai dengan tujuan untuk menciptakan sesuatu dari berbagai bahan. Seperti latihan lainnya, latihan arts and crafts ini juga dapat mendatangkan kesenangan, memunculkan minat, mengangkat fokus kelompok, menciptakan energi, dan mengembangkan diskusi. Latihan ini membiarkan peserta mengekspresikan diri dalam berbagai cara yang berbeda.

g. Fantasi (fantasy) : Latihan fantasi adalah yang paling sering digunakan untuk kelompok pengembangan dan terapi, memberdayakan imajinasi dan penggambaran visual anggota kelompok. Fantasi membantu anggota agar menjadi lebih sadar akan perasaan,harapan, keraguan dan ketakutan mereka. h. Bacaan umum (common reading) : Latihan bacaan umum (common reading)

mensyaratkan peserta untuk membaca cerita pendek, puisi atau dongeng. Bacaan-bacaan semacam itu seringkali menyajikan tujuan dari pengembangan

(36)

ide dan pemikiran serta memperdalam fokus terhadap beberapa topik atau isu. Faktor penting yang harus dipikirkan dalam melakukan latihan bacaan umum ini adalah tujuan kelompok. Pastikan bahwa bahan bacaan akan dapat mengembangkan pemikiran-pemikiran yang berkenaan dengan tujuan tersebut. Pertimbangan lainnya adalah kapabilitas intelektual anggota saat kita meminta mereka untuk membaca dan menanggapi puisiataupun saat kita meminta mereka menulis sajak.

i. Umpan balik (feedback) : Latihan umpan balik memungkinkan peserta dan trainer berbagi perasaan dan pemikiran mereka tentang satu sama lain. Trainer tidak seharusnya menggunakan latihan umpan balik kecuali ia merasa bahwa anggota kelompok memiliki keinginan yang cukup untuk saling membantu bukannya keinginan untuk saling menyakiti satu sama lain.

j. Kepercayaan (trust) : Jika trainer merasa bahwa peserta tidak saling mempercayai terhadap satu sama lain atau nampaknya kepercayaan lebih dibutuhkan dalam kelompok, ia dapat menggunakan latihan kepercayaan (trust exercise). Setiap latihan bertujuan untuk memfokuskan perhatian kelompok terhadap isu-isu mengenai rasa percaya khususnya untuk mempercayai orang lain.

k. Experiential (latihan eksperiensial) : Beberapa latihan kelompok dapat diklasifikasikan sebagai eksperiensial karena anggota kelompok terlibat dalam semacam pengalaman kelompokataupun individual yang aktif dan menantang.

(37)

Latihan eksperensial yang paling dikenal adalah “Ropes course” (permainan tali temali), yang merupakan rangkaian aktivitas yang didesain untuk membawa individu dan kelompok melampaui pengharapan mereka ataupun meyakini keinginan mereka untuk mencoba.” (Project Adventure, 1992). Aktivitas ini dilakukan diluar ruangan dengan menggunakan rangkaian yang didesain secara hati-hati terbuat dari tali. Beberapa dari aktivitas ini sangat menantang dan nampak berbahaya, yang memaksa seseorang untuk menghadapi dirinya sendiri (Project Adventure, 1992). Aktivitas dalam permainan tali temali bergantung pada kerjasama antar anggota kelompok, dengan demikian aktivitas ini bagus untuk pembentukan tim (team building). Beberapa trainer menggunakan permainan tali temali sebagai salah satu bagian dari kelompok mereka, sedangkan trainer lainnya hanya memandu kelompok melalui permainan tali temali atau jenis aktivitas eksperensial lainnya.

Saat akan melakukan latihan eksperensial, trainer harus memastikan bahwa latihan tersebut dapat memenuhi tujuan kelompok. Ada banyak aktivitas outdoor yang menyenangkan dan menarik, namun mungkin saja tidak tepat digunakan untuk kelompok yang sedang ia bimbing.

l. Dilema moral (moral dillema) : Beberapa latihan kelompok dapat digolongkan sebagai “dilema moral”, yakni latihan dimana sebuah cerita dibacakan untuk peserta dan tiap orang harus memutuskan bagaimana ia akan

(38)

menangani situasi dalam cerita itu. Simon, Howe dan Kirschenbaum (1978) mendeskripsikan cerita tentang tempat tinggal yang runtuh dan siapa yang akan diselamatkan, tersesat di goa dan siapa yang akan memimpin perjalanan bertahan hidup. Latihan dilema moral dianggap sangat berguna dalam memfasilitasi diskusi antara para orang dewasa. Jenis latihan ini berguna dalam membantu anggota kelompok menyadari bahwa setiap orang memiliki nilai-nilai yang berbeda. Latihan ini biasanya memunculkan diskusi tentang nilai-nilai, hukum dan keadilan. Dapat digunakan pada awal sesi dan menjadi fokus dari seluruh sesi.

m. Keputusan kelompok (group decisions) : Jenis latihan lainnya yang dapat digunakan dalam kelompok adalah aktivitas pembuatan keputusan kelompok. Latihan ini mensyaratkan para anggota kelompok untuk bekerja sama dalam menangani suatu masalah. Bergantung pada ukuran kelompok, seluruh anggota kelompok bisa saja bekerja sebagai satu unit, atau bisa juga dibagi menjadi dua atau tiga kelompok kecil beranggotakan masing-masing empat orang.

Johnson dan Johnson (1991) menjelaskan tentang beberapa jenis latihan keputusan kelompok. Dua diantaranya adalah, (1) mengajak peserta untuk berusaha menentukan persediaan apa yang harus diambil (winter survival/bertahan di musim dingin) dan (2) mengajak peserta untuk melengkapi puzzle yang rumit dengan cara bekerjasama (hollow squares

(39)

exercise). Aktivitas semacam ini biasanya dilakukan secara nonverbal. Peserta akan diberi alat yang berbeda-beda dan tugas untuk diselesaikan; mereka juga diperbolehkan untuk melakukan apa saja kecuali berbicara dalam upaya penyelesaian tugas tersebut. Aktivitas semacam ini sangat menarik dan bergantung pada bagaimana aktivitas tersebut dilakukan, dapatmemunculkan diskusi tentang kompetisi, kerjasama dan berbagi.

n. Sentuhan (touching) : Banyak juga latihan kelompok yang melibatkan berbagai bentuk sentuhan. Latihan sentuhan dibahas secara terpisah karena ada beberapa petunjuk yang harus dipertimbangkan saat akan melakukannya, yakni :

- Sadarilah bahwa beberapa peserta mungkin akan merasa tidak nyaman dengan kontak fisik. Jika suatu latihan melibatkan beberapa bentuk sentuhan, pastikan bahwa peserta memahami apa yang akan terjadi dan mengizinkan siapa saja yang bersedia untuk melakukan latihan ini.

- Dalam hampir setiap situasi, yng terbaik adalah dengan mencegah penggunaan sentuhan yang memiliki konotasi seksual. Beberapa latihan pijat, bisa saja diinterpretasikan secara seksual jika tidak dilakukan dengan sepantasnya.

Selain teknik-teknik yang dipaparkan sebelumnya, metode dengan menggunakan sinema terapi juga sudah mulai digunakan dalam layanan bimbingan konseling. Pengertian sinema dan terapi dalam kamus Bahasa Indonesia yaitu sinema yakni yang berkaitan dengan film, sedangkan film yaitu lakon atau cerita-cerita yang ditampilkan pada layar atau media elektronik. Definisi terapi yaitu “usaha untuk

(40)

memulihkan kesehatan orang yang sedang sakit”. Tidak disebut „usaha medis‟ dan juga tidak disebut menyembuhkan penyakit. Maka kita bisa paham bahwa terapi adalah lebih luas daripada sekadar pengobatan atau perawatan. Apa yang dapat memberi kesenangan, baik fisik maupun mental, pada seseorang yang sedang sakit dapat dianggap terapi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa konseling sinema terapi yaitu suatu alternatif bantuan yang digunakan dalam layanan bimbingan dan konseling melalui penyajian film-film tertentu. Menonton film bisa menjadi terapi yang baik karena berfungsi sebagai cermin dari siapa kita. Dengan melihat orang lain pada layar menunjukkan kegagalan dan kelemahan, seseorang mengakui bahwa dia juga adalah manusia dan realisasi dari kenyataan ini sebenarnya adalah langkah pertama untuk terapi nyata.

Dalam beberapa contoh latihan-latihan ini dapat dipertukarkan dalam hal tujuan dan kegunaannya, ada kalanya suatu latihan lebih berguna dibandingkan lainnya.

(41)

2.1.3 Hubungan antara Layanan Bimbingan Kelompok dengan Potensi Kepemimpinan Siswa

Potensi kepemimpinan adalah suatu kemampuan yang dapat dikembangkan dalam kepemilikan pikiran, angan-angan, dan perasaan dalam memimpin bawahan-bawahannya agar dapat bergerak, dan menumbuhkan kemampuan para anggotanya melalui bimbingan serta arahan di dalam suatu kegiatan untuk mencapai tujuan bersama.

Bimbingan kelompok yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan dari nara sumber tertentu (terutama dari pembimbing/ konselor) yang berguna untuk menunjang kehidupannya sehari-hari baik individu maupun sebagai pelajar, anggota keluarga dan masyarakat serta untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Bimbingan kelompok dapat menggali potensi diri dari para anggota melalui penggunaan teknik-teknik latihan yang mampu melatih segala macam potensi tersebut, secara khusus adalah dalam pengembangan potensi kepemimpinan siswa.

Dari penjelasan sebelumnya, maka sangatlah tepat ketika layanan bimbingan kelompok melalui penggunaan teknik-teknik latihan dihubungkan dengan potensi kepemimpinan siswa.

(42)

Layanan bimbingan kelompok dipilih untuk menunjang pemahaman dan pengembangan potensi kepemimpinan siswa di sekolah. Dalam kegiatan ini siswa diberikan kesempatan seluas-luasnya, dalam mengemukakan ide atau gagasan yang sekaligus dapat melatih dan mengembangkan potensi kepemimpinan siswa.

Adapun kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat digambarkan pada bagan di bawah ini.

2.2 Hipotesis

Berdasarkan Kerangka berfikir, maka hipotesis penelitian korelasional ini adalah “Terdapat hubungan antara layanan bimbingan kelompok dengan potensi kepemimpinan siswa kelas II di SMK Negeri 3 Kota Gorontalo”.

 Potensi Kepemimpinan Siswa  Sifat-sifat Seorang Pemimpin

 Perlunya Pengembangan Potensi Kepemimpinan  Faktor-faktor yang Mempengaruhi Potensi

Kepemimpinan Potensi Dasar Manusia: 1. IQ (Intelligence Quotient) 2. EQ (Emotional Quotient) 3. SQ (Spiritual Quotient)

1

1. Layanan Bimbingan Kelompok

2. Sifat-sifat Dasar Kepemimpinan Winardi (2000: 197).

Referensi

Dokumen terkait

Metrologi Industri (Industrial Metrology): pengukuran yang bertujuan untuk pengendalian mutu suatu produk di industri dengan memastikan bahwa sistem pengukuran

Pihak kedua bersedia mematuhi seluruh kesepakatan yang menyangkut teknis dan peraturan pertandingan, serta kesepakatan mengenai keamanan demi kelancaran penyelenggaraan PORIKAN

Gesekan (friction) merupakan faktor utama dalam pengereman. Oleh karena itu komponen yang dibuat untuk sistem rem harus mempunyai sifat bahan yang tidak hanya menghasilkan jumlah

a) A.11.1 terkait kebijakan pengendalian akses, PT. CTP Line telah memiliki kebijakan mengenai pengendalian akses terkait pengendalian akses ke jaringan. b) A.11.6 terkait

Permasalahan utama mebel ukir kayu di desa Banjar Agung mulai dari proses produksi lama, biaya tinggi per unit, kualitas produksi rendah, hasil di bawah target, rendahnya

Res: Saat ini dermaga yang kami miliki hanya dua buah yang sesuai untuk kegiatan sandar kapal yang memiliki DWT besar dan kebetulan dalam hal ini ada dua kapal yang

Sensus pokok kelapa sawit adalah kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai keadaan sawit yang sebenarnya dalam areal atau dalam perkebunan sering di sebut