• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Depresi merupakan salah satu bentuk gangguan kejiwaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Depresi merupakan salah satu bentuk gangguan kejiwaan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Depresi merupakan salah satu bentuk gangguan kejiwaan yang termasuk ke dalam kelompok mood disorder. Pada sebagian besar survey, major depressive disorder memiliki prevalensi tertinggi yaitu hampir 17% diantara gangguan psikiatri lainnya. Insidensi tiap tahunnya adalah 1,59% (1,89% pada wanita dan 1,10% pada pria) (Sadock & Sadock, 2003). World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa depresi berada pada urutan keempat penyakit di dunia. Sekitar 20% wanita dan 12% pria pada suatu waktu kehidupannya pernah mengalami depresi (Amir, 2005). Dalam studi lainnya, WHO menyatakan bahwa depresi merupakan penyebab keempat tertinggi untuk disabilitas di dunia dan diproyeksikan pada tahun 2020 akan menjadi peringkat kedua tertinggi sebagai penyebab disabilitas di seluruh dunia (Murray & Lopez, 1996 dalam Bromet et al., 2011).

Faktor resiko dari gangguan depresi mayor antara lain adalah jenis kelamin dengan prevalensi lebih tinggi pada wanita dibanding pria (Sadock & Sadock, 2003). Prevalensi selama kehidupan pada wanita 10-25% dan pada laki-laki 5-12% (Amir, 2005). Usia rata-rata onset terjadinya gangguan depresi mayor adalah pada usia sekitar 40 tahun, dengan 50% dari seluruh pasien memiliki onset antara usia 20-50 tahun. Data

(2)

epidemiologi terbaru menyebutkan bahwa insidensi gangguan depresi mayor meningkat pada populasi yang berusia kurang dari 20 tahun, hal ini kemungkinan juga berhubungan dengan penggunaan alkohol serta kecanduan obat (drug abuse) yang terjadi pada kelompok usia ini (Sadock & Sadock, 2007).

Ciri-ciri episode depresi adalah pasien akan merasa murung, sedih, hilang harapan, merasa diabaikan, dan tidak berharga. Sekitar 2/3 pasien depresi memiliki niat untuk bunuh diri dan sekitar 10-15% melakukan bunuh diri. (Sadock & Sadock, 2007). Walaupun depresi lebih sering terjadi pada wanita, namun bunuh diri lebih sering terjadi pada laki-laki, terutama lelaki usia muda dan usia tua (Amir, 2005). Gangguan depresi ini dapat menurunkan kualitas pekerjaan dan hidup penderitanya. Ia dapat pula mencetuskan, memperlambat penyembuhan atau memperberat penyakit fisik. Selain itu, depresi juga dapat meningkatkan beban ekonomi.

Kejadian depresi juga berhubungan dengan keadaan ketidakseimbangan biogenik amin. Dimana neuron yang mengandung norepinefrin terlibat dalam beberapa fungsi tubuh, seperti kewaspadaan, mood, nafsu makan, penghargaan, dan dorongan kehendak. Neurotransmitter lain yang juga memediasi fungsi ini yaitu dopamin. Neurotransmitter ini penting untuk rasa senang, seks, dan aktivitas psikomotor. Serotonin berperan dalam pengontrolan afek, agresivitas tidur, dan nafsu makan (Amir, 2005).

(3)

Depresi perlu diidentifikasi secara dini. Semakin dini memberikan penatalaksanaan maka akan semakin baik prognosisnya. Ada beberapa jenis penatalaksanaan depresi, yaitu medikasi, psikoterapi, atau kombinasi keduanya. Karena adanya beberapa faktor yang dapat menimbulkan depresi, maka penatalaksanaan yang komprehensif diperlukan (Amir, 2005).

Kafein merupakan central-nervous-system-stimulant yang paling sering digunakan yang termasuk dalam golongan methylxanthine. Mekanisme aksinya adalah antagonis pada level reseptor adenosin. Kafein meningkatkan energi metabolisme melalui otak tetapi menurunkan aliran darah cerebral pada saat yang bersamaan, menginduksi hipoperfusi otak relatif. Kafein mengaktifkan neuron noradrenalin dan berpengaruh pada pelepasan lokal dari dopamin. Banyak efek kewaspadaan dari kafein yang berhubungan dengan aksi methylxanthine pada neuron serotonin (Nehlig, 1992).

Jumlah konsumsi kopi dapat bervariasi pada tiap ras, jenis kelamin, maupun kelompok umur. Namun, beberapa studi menyatakan bahwa pada umur remaja hingga dewasa muda mengonsumsi kopi lebih sering dibandingkan dengan kelompok umur lainnya (Sadock & Sadock, 2007). Pada kelompok umur remaja hingga dewasa muda ini didominasi oleh pelajar dan mahasiswa.

Mahasiswa kedokteran yang memiliki tuntutan tinggi dalam aspek kognitif, afektif, dan skill yang harus dikuasai

(4)

sekaligus. Dimana seluruh aspek tersebut akan diuji berdasarkan poin penilaian tertentu yang disesuaikan dengan kompetensi yang harus dicapai oleh tiap individu. Maka tidak mengherankan jika mahasiswa kedokteran akan sering menghadapi ujian. Keadaan ini membuat mahasiswa kedokteran mendapatkan banyak tekanan yang dapat berujung pada kejadian depresi (Putri & Soedibyo, 2011). Data prevalensi stres pada mahasiswa fakultas kedokteran adalah 63,8%, sedangkan prevalensi depresinya adalah 6 – 66,5% (Abdulghani et al., 2011; Hope dan Henderson, 2014). Pada akhirnya, banyak diantara mahasiswa tersebut yang mencari tempat refreshing. Sehingga cafe atau kedai kopi yang tengah menjamur di kota (AEKI, 2013) menjadi salah satu tempat aternatif untuk belajar dan mencari suasana baru bagi mahasiswa kedokteran.

Konsumsi kopi atau kafein telah menjadi hal yang sangat umum di masyarakat, namun belum adanya evaluasi lebih lanjut mengenai efek farmakologis pada pikiran (Lara DR., 2010). Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk menentukan apakah kebiasaan mengkonsumsi kopi berkafein bisa mencegah terjadinya depresi (Lucas et al., 2011).

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk meneliti topik ini.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka penulis merumuskan pertanyaan penelitian yaitu : Apakah terdapat hubungan antara konsumsi kopi dengan

(5)

kejadian depresi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara jumlah konsumsi kafein atau kopi dengan kejadian depresi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran UGM.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi proporsi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada yang mengonsumsi kopi.

2. Mengidentifikasi kejadian depresi pada

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian dan pengembangan di bidang ilmu kesehatan maupun kedokteran khususnya mengenai hubungan antara depresi dan kopi.

1.4.2 Manfaat Praktis a) Bagi Masyarakat

- Memberi informasi kepada masyarakat mengenai hubungan antara depresi dan kopi.

(6)

- Untuk digunakan sebagai rekomendasi dalam mengonsumsi kopi dengan mempertimbangkan hasil penelitian ini.

b) Bagi Peneliti

- Untuk menambah wawasan serta pengetahuan mengenai efek kopi atau kafein terhadap depresi.

- Agar kedepannya dapat mempertimbangkan hasil penelitian ini dengan bijak untuk penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

c) Bagi Subjek Penelitian

- Dapat mengetahui efek kopi terhadap depresi berdasarkan hasil penelitian ini.

1.5 Keaslian Penelitian

Penelitian ini ditujukan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan dan pengaruh antara konsumsi kopi terhadap skor depresi serta melihat hubungan variabel-varibel yang lain berupa jumlah cangkir kopi yang dikonsumsi dan jumlah konsumsi kafein kopi terhadap skor depresi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran UGM. Skor depresi sebagai indikator depresi didapatkan dengan instrumen BDI (Beck Depression Inventory). Sejauh ini belum diketahui ada penelitian mengenai hal tersebut dengan menggunakan instrumen tersebut dan berlokasi di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

(7)

Pada jurnal yang diterbitkan tahun 2011 terdapat penelitian mengenai “Coffee, Caffeine, and Risk of Depression Among Women” oleh Dr Michel Lucas, Dr Fariba Mirzaei, dan Dr Alberto Ascherio di United States. Pada penelitian longitudinal ini ditemukan bahwa terjadi penurunan resiko depresi dengan peningkatan konsumsi kopi berkafein. Penelitian ini dipublikasikan pada jurnal Pubmed dengan menggunakan kuesioner yang telah terstandarisasi untuk mengetahui gaya hidup, riwayat medis, dan mengetahui penyakit baru yang diderita oleh subyek. Selain itu juga menggunakan semi-quantitative food-frequency questionnaire untuk mengetahui konsumsi kafein serta diet lainnya dan menggunakan SF-36 Health Status Survey untuk mengetahui kesehatan mental awal subjek penelitian pada tahun 1996 saat penelitian dimulai.

Pham et. al (2014) dalam jurnalnya yang berjudul “Green tea and coffee consumption is inversely associated with depressive symptoms in a Japanese working population” menyebutkan bahwa semakin tinggi konsumsi green tea berhubungan dengan penurunan prevalensi gejala depresi. Dibandingkan dengan partisipan yang mengkonsumsi ≤1 gelas/hari, partisipan yang mengkonsumsi ≥4 gelas green tea/hari memiliki 51% prevalensi odds lebih rendah untuk memiliki gejala depresi. Konsumsi kopi juga secara berkebalikan berhubungan dengan gejala depresi (≥2 gelas/hari v. <1 gelas/hari: OR = 0·61; 95% CI 0·38, 0·98). Hasil

(8)

penelitian ini menyimpulkan bahwa green tea, kopi, dan kafein dapat mencegah depresi.

Ruusunen et. al (2010) dalam jurnalnya “Coffee, tea and caffeine intake and the risk of severe depression in middle-aged Finnish men: the Kuopio Ischaemic Heart Disease Risk Factor Study” melaporkan bahwa konsumsi kopi berhubungan dengan resiko rendah dari depresi berat, dimana konsumsi teh atau kafein tidak berhubungan dengan resiko depresi pada studi mereka. Mereka menyimpulkan kopi memiliki aksi sebagai faktor protektif yang independen terhadap depresi dan efeknya bergantung pada senyawa aktif biologis dari kafein.

Tanskanen et. al (2000) melaporkan bahwa hubungan antara konsumsi kopi setiap harinya dengan resiko bunuh diri adalah J-shaped, karena reiko bunuh diri sekitar 58% lebih tinggi pada individu yang mengkonsumsi ≥8 gelas kopi per hari dibandingkan dengan yang mengkonsumsi pada jumlah yang lebih moderate. Konsumsi kopi/kafein berlebihan bisa menginduksi nervousness, ketakutan, tekanan, palpitasi, restlessness, dan memicu pada ansietas atau serangan panik pada invidu yang sensitif.

Penelitian yang akan dilakukan berbeda dengan penelitian yang telah ada dalam jurnal Pubmed tersebut, yaitu dari segi desain penelitian ini menggunakan metode cross sectional, dari segi populasi target dan sampel yang dikhususkan kepada mahasiswa kedokteran, dari segi lokasi penelitian yang berbeda

(9)

yaitu di negara berkembang (Indonesia), serta dari segi instrumen yang digunakan untuk mengukur skor depresi adalah BDI (Beck Depression Inventory).

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini berjudul Pola Komunikasi Masyarakat Kampung Bali, yang penelitiannya meliputi wawancara pada Masyarakat Suku Bali di Desa Cipta Dharma atau

Pemodelan penyelesaian permasalahan penjadwalan ujian Program Studi S1 Sistem Mayor-Minor IPB menggunakan ASP efektif dan efisien untuk data per fakultas dengan mata

Pendekatan dapat diartikan sebagai metode ilmiah yang memberikan tekanan utama pada penjelasan konsep dasar yang kemudian dipergunakan sebagai sarana

Audit, Bonus Audit, Pengalaman Audit, Kualitas Audit. Persaingan dalam bisnis jasa akuntan publik yang semakin ketat, keinginan menghimpun klien sebanyak mungkin dan harapan agar

Perbandingan distribusi severitas antara yang menggunakan KDE dengan yang menggunakan suatu model distribusi tertentu dilakukan untuk melihat secara visual, manakah dari

Sejarah telah menunjukkan kepada kita betapa hebatnya sumbangan para sarjana hadith dalam mengumpul, menulis, mensyarahkan serta menyebarkan ilmu hadith kepada umat

61 Dari pernyataan-pernyataan di atas, dapat dilihat bahwa dilema yang Jepang alami pada saat pengambilan keputusan untuk berkomitmen pada Protokol Kyoto adalah karena

2011 sangat memberi peluang optimalisasi diplomasi Indonesia dalam berperan memecahkan berbagai masalah yang ada baik di dalam negeri maupun di dalam kawasan