• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN CUKA AIR KELAPA UNTUK MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI PADA DAGING SAPI REZA HANIFAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMANFAATAN CUKA AIR KELAPA UNTUK MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI PADA DAGING SAPI REZA HANIFAH"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN CUKA AIR KELAPA UNTUK

MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI

PADA DAGING SAPI

REZA HANIFAH

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Cuka Air Kelapa Untuk Menghambat Pertumbuhan Bakteri Pada Daging Sapi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013 Reza Hanifah NIM D14090073

(4)

ABSTRAK

REZA HANIFAH. Pemanfaatan Cuka Air Kelapa Untuk Menghambat Pertumbuhan Bakteri Pada Daging Sapi. Dibimbing oleh IRMA ISNAFIA ARIEF dan MASNIARI POELOENGAN.

Daging sebagai salah satu sumber protein memiliki kriteria yang aman untuk dikonsumsi, namun daging segar mudah terkontaminasi oleh mikroorganisme. Penambahan asam organik dapat menghambat pertumbuhan bakteri, contohnya adalah cuka air kelapa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari aktivitas antimikroba dari cuka air kelapa dan aplikasinya sebagai pengawet pada daging sapi segar. Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini adalah mencelupkan daging dalam cuka air kelapa dan asam asetat, konsentrasi larutan untuk cuka air kelapa adalah 4% sementara asam asetat adalah 1%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cuka air kelapa dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen Salmonella sp. dan Staphylococcus aureus dalam analisis in vitro. Hasil lain menunjukkan bahwa 4% cuka air kelapa dapat diaplikasikan sebagai biopreservatif untuk daging sapi segar yang dapat menghambat pertumbuhan total mikroba.

Kata kunci: cuka air kelapa, daerah zona hambat, konsentrasi hambat minimal, Salmonella sp., Staphylococcus aureus.

ABSTRACT

REZA HANIFAH. Utilization of Coconut Water Vinegar To Inhibit The Growth of Bacteria On Fresh Beef. Supervised by IRMA ISNAFIA ARIEF and MASNIARI POELOENGAN.

Meat as one of protein source has to meet food safety criteria to be consumed, however fresh meat is susceptible to microorganism contamination by microorganisms. The addition of organic acid can inhibit the growth of bacteria, for example coconut water vinegar. The aims of this research was to study antimicrobial activities from coconut water vinegar and application as preservative on fresh beef. Treatments in this study are dipping meat in vinegar coconut water and acetic acid, were a concentration of the solution for vinegar coconut water is 4% while acetic acid is 1%. The results showed that vinegar coconut water could inhibit the growth of pathogenic bacteria Salmonella sp. and Staphylococcus aureus by in vitro analysis. Another result was 4% vinegar coconut water could be applicated as biopreservative for fresh beef because it could inhibit growth of total microbes.

Keywords: local inhibitory zone, minimum inhibitory concentration, Salmonella sp., Staphylococcus aureus, vinegar coconut water.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

PEMANFAATAN CUKA AIR KELAPA UNTUK

MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI

PADA DAGING SAPI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2013

(6)
(7)

Judul Skripsi : Pemanfaatan Cuka Air Kelapa Untuk Menghambat Pertumbuhan Bakteri Pada Daging Sapi

Nama : Reza Hanifah NIM : D14090073

Disetujui oleh

Dr Irma Isnafia Arief, SPt MSi Pembimbing I

Dra Masniari Poeloengan, MS Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah mikrobiologi daging, dengan judul Pemanfaatan Cuka Air Kelapa untuk Menghambat Pertumbuhan Bakteri pada Daging Sapi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Irma Isnafia Arief SPt MSi dan Ibu Dra Masniari Poeloengan MS. selaku pembimbing, serta Bapak M.Sriduresta SPt MSc. yang telah banyak memberi saran. Penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh staf Balai Besar Penelitian Veteriner, Bogor yang telah membantu dan memberikan banyak pelajaran selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, opung gendut, opung cantik, opung cowok, kak nabila, nandya, ubay, nico, opak, adit, rany, alit, olin, mbak dev, mbak ebi, kak willy, fajar KP, wiwit, kiki, fitria, listy, momon, keluarga besar Golden Ranch IPTP 46 dan lab THT atas segala doa dan kasih sayangnya.

Bogor, Juni 2013 Reza Hanifah

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Ruang Lingkup Penelitian 1

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian 2 2 Bahan 2 Alat 2 Prosedur 4 Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Eksperimen 1: Aktivitas Antimikroba terhadap Salmonella sp. dan Staphylococcus aureus

5

Konsentrasi Hambat Minimal 8

Eksperimen 2: Aplikasi Pemberian Cuka Air Kelapa Sebagai Pengawet Pada Daging Sapi

SIMPULAN DAN SARAN

8

10

DAFTAR PUSTAKA 10

LAMPIRAN 11

(10)

DAFTAR TABEL

1 Rataan diameter zona hambat pertumbuhan bakteri Salmonella sp. dan

Staphylococcus aureus pada cuka air kelapa (mm) dan larutan asam

asetat

6

2 Jumlah total bakteri Salmonella sp. dan Staphylococcus aureus pada daging sapi yang telah diberi cuka air kelapa dan larutan asam asetat

8

3 Jumlah total bakteri Salmonella sp. dan Staphylococcus aureus pada daging sapi yang telah diberi cuka air kelapa dan larutan asam asetat

9

DAFTAR GAMBAR

1 Daerah zona hambat bakteri Salmonella sp. pada cuka air kelapa dan larutan asam asetat

6

2 Daerah zona hambat bakteri Staphylococcus aureus pada cuka air kelapa dan larutan asam asetat

7

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil sidik ragam interaksi antara bakteri (Salmonella sp. dan

Staphylococcus aureus) dengan konsentrasi cuka air kelapa yang

berbeda-beda

11

2 Hasil sidik ragam interaksi antara bakteri (Salmonella sp. dan

Staphylococcus aureus) dengan konsentrasi larutan asam asetat yang

berbeda-beda

11

3 Hasil analisis ragam (Anova) pertumbuhan bakteri Staphylococcus

aureus H0

4 Hasil analisis ragam (Anova) pertumbuhan bakteri Staphylococcus

aureus H1

11 11 5 Hasil analisis ragam (Anova) pertumbuhan bakteri Salmonella sp H0

6 Hasil analisis ragam (Anova) pertumbuhan bakteri Salmonella sp H0

12 12

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Daging merupakan hasil ternak yang digunakan sebagai bahan pangan sumber protein. Daging menurut BSN (2008) adalah bagian otot skeletal dari karkas sapi yang aman, layak dan lazim dikonsumsi oleh manusia, yang dapat berupa daging segar, daging dingin atau daging beku. Lawrie (2003) menyatakan bahwa dalam 100 gram daging dapat memenuhi kebutuhan zat gizi satu orang dewasa dengan menghasilkan sekitar 10% kalori, 50% protein dan 35% zat besi (Fe).

Daging sebagai salah satu sumber protein bagi manusia harus memenuhi kriteria Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH). Salah satu kriteria ASUH adalah aman, namun daging segar rentan terkontaminasi oleh mikroorganisme. Kontaminasi mikroorganisme dapat menyebabkan foodborne disease. Menurut Winarno (1997) lebih dari 90% kejadian penyakit pada manusia disebabkan oleh makanan (foodborne disease). Daging dapat menyebabkan salmonellosis apabila dalam daging yang dikonsumsi mengandung Salmonella sp. (Pelczar dan Chan 2012).

Perkembangan mikroorganisme pada daging menyebabkan umur simpan daging menjadi relatif singkat. Umur simpan daging dapat diperpanjang dengan menggunakan larutan klorin. Penambahan klorin pada daging tidak efektif, disebabkan klorin hanya bekerja dalam waktu sesaat dan dapat meninggalkan residu pada daging serta bersifat toksik jika dikonsumsi oleh manusia (Siragusa 1995). Salah satu cara memperpanjang umur simpan dan aman dikonsumsi oleh manusia adalah dengan penambahan asam organik. Asam organik dapat mengurangi jumlah cemaran bakteri patogen serta tidak meninggalkan residu sehingga aman bagi konsumen (Grau 1986). Salah satu sumber asam organik alami dapat dibuat dari air kelapa.

Pada umumnya air kelapa dalam industri pengolahan kelapa merupakan hasil samping. Lebih dari 900 juta liter per tahun limbah air kelapa dihasilkan di Indonesia, hal tersebut merupakan potensi yang belum dimanfaatkan secara optimal (Nurika dan Hidayat 2001). Pengolahan air kelapa menjadi cuka air kelapa merupakan salah satu solusi pemanfaatan yang dapat dilakukan. Asam asetat yang terkandung dalam cuka air kelapa memiliki kemampuan menurunkan pH dan menyebabkan instabilitas membran sel pada bakteri (Shakhashiri 2011).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengevaluasi kemampuan antimikroba pada cuka air kelapa terhadap bakteri patogen dan aplikasinya sebagai pengawet pada daging sapi yang dibandingkan dengan asam asetat komersial.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini terdiri atas kemampuan antimikroba cuka air kelapa serta pengaruh penggunaan cuka air kelapa terhadap total bakteri

(12)

yang dapat tumbuh pada daging sapi yang dibandingkan dengan asam asetat komersial.

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Balai Besar Penelitian Veteriner, Bogor. Penelitian dilakukan selama bulan Januari sampai bulan Februari 2013.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah air kelapa tua, amonium sulfat, Saccharomyces cerevicieae, Acetobacter aceti yang merupakan koleksi dari Balai Besar Penelitian Veteriner (Balitvet) Bogor, asam asetat komersial, isolat bakteri uji (Salmonella sp. dan Staphylococcus aureus ) kultur umur 24 jam yang merupakan koleksi dari Balai Besar Penelitian Veteriner (Balitvet) Bogor, daging sapi yang diperoleh dari tempat pemotongan sapi di daerah Ciherang, Bogor. Plate Count Agar (Oxoid CM 325), aquadest, gula pasir, amonium posphat dan Mueller Hinton Agar (Oxoid CM 337), kapas, aluminium foil, kantung plastik, kertas cakram, dan kertas label.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah cawan petri (diameter 10 cm), tabung reaksi (ukuran 20 ml dan 10ml), gelas ukur, Erlenmeyer, pipet, inkubator, penggaris, botol, ose, hockey stick dan pisau. Alat ukur yang digunakan adalah thermometer, pH meter, dan timbangan analitik.

Prosedur

Eksperimen 1: Aktivitas Antimikroba Cuka Air Kelapa terhadap Salmonella

sp. dan Staphylococcus aureus

Persiapan Cuka (Vinegar) Air Kelapa

Air kelapa ditambahkan dengan gula pasir 150 gram, ammonium sulfat 0.33 gram dan ammonium posphat 0.05 gram yang dilarutkan dengan aquadest hingga mencapai volume 1 liter. Air kelapa yang telah diberi penambahan bahan-bahan tersebut disimpan hingga mencapai pH 3. Hal tersebut dikarenakan Saccharomyces cereviciae optimum pertumbuhan pada lingkungan dengan pH asam (Fardiaz 1983). Setelah pH tercapai, larutan direbus pada suhu 75 oC selama 15 menit dan didinginkan hingga suhu 30 oC. Larutan dimasukkan kedalam botol yang telah disterilkan selanjutnya larutan ditambahkan dengan Saccharomyces cereviciae (± 7%) dan botol ditutup rapat, larutan disimpan (4 - 5 hari). Penambahan Saccharomyces cereviciae dengan lingkungan anaerob bertujuan untuk mengubah glukosa yang terkandung dalam air kelapa menjadi alkohol (Nurika dan Hidayat 2001). Setelah 4 – 5 hari, larutan dipindahkan kedalam gelas

(13)

3 beker dan ditambahkan Acetobacter aceti (± 3%) yang ditutup dengan kertas saring disimpan sekitar 25 hari. Penambahan Acetobacter aceti bertujuan untuk mengubah alkohol menjadi asam asetat dengan kandungan lebih besar dari 4gram/100ml (Nurika dan Hidayat 2001).

Persiapan Bakteri

Bakteri uji atau indikator yang digunakan adalah Salmonella sp. dan

Staphylococcus aureus yang merupakan koleksi dari dari Balai Besar Penelitian Veteriner (Balitvet) Bogor. Isolat tersebut diinokulasikan dalam aquadest steril dan konsentrasi sel 106 cfu/ml, dengan cara membandingkan dengan larutan Mc. Farland

Pengujian Daya Hambat

Daya hambat asam asetat yang berasal dari air kelapa ditentukan dengan

menggunakan metode difusi agar. Bakteri uji (Salmonella sp. dan Staphylococcus aureus) diinokulasikan pada masing-masing media agar yang telah disiapkan didalam cawan petri. Isolat bakteri diambil dengan menggunakan jarum ose yang telah dipanaskan. Bakteri yang diperoleh kemudian diencerkan pada 10 ml larutan NaCl fisiologis dalam tabung reaksi dan dihomogenkan. Bakteri dengan kepadatan 106 cfu/ml diinokulasikan dalam media agar dan diratakan, kemudian cawan petri ditutup. Kertas cakram direndam dalam masing-masing cuka air kelapa dan larutan asam asetat dengan konsentrasi 4%, 2%, 1%, dan 0.5% selama 3 menit dengan 3 kali ulangan. Selanjutnya kertas cakram tersebut diletakkan di atas cawan petri yang telah diinokulasikan bakteri, kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. Respon adanya potensi antibakterial diketahui dengan mengukur diameter zona bebas bakteri disekeliling kertas cakram yang terlihat bening dan diukur luas daerah hambatnya (Lay 1994). Data jadi merupakan rataan pengukuran sebanyak 3 kali.

Pengujian Konsentrasi Hambat Minimal

Konsentrasi hambat minimum adalah konsentrasi terendah yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba sebanyak 90% dari inokulum asal selama 24 jam (Consentino 1999). Konsentrasi hambat minimal ditentukan dengan cara sebagai berikut, larutan cuka air kelapa dan larutan asam asetat dengan konsentrasi 6%, 4%, 2%, dan 1%. Kemudian masing-masing larutan dengan konsentrasi yang berbeda dimasukkan ke dalam cawan petri untuk dicampur dengan Mueller Hinton Agar. Bakteri diinokulasikan ke dalam masing-masing media untuk diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. Konsentrasi hambat minimum diperoleh pada media yang tidak ditumbuhi bakteri setelah dilakukan inkubasi selama 24 jam.

(14)

Eksperimen 2: Aplikasi Pemberian Cuka Air Kelapa Sebagai Pengawet Pada Daging Sapi

Sampel daging sapi dengan berat masing-masing sampel 75 gram diinokulasikan dengan bakteri indikator (Salmonella sp. dan Staphylococcus aureus) dengan konsentrasi 106 cfu/ml. Kemudian direndam dengan cuka air kelapa dan larutan asam asetat. Daging segar, daging yang diinokulasikan dengan Salmonella sp. dan Staphylococcus aureus digunakan sebagai pembanding. Suhu larutan perendam dipertahankan pada suhu 25 oC. Setelah perendaman, daging ditiriskan, dikemas dengan menggunakan kantong plastik steril dan disimpan pada suhu ruang. Pengamatan dilakukan pada jam ke-0 dan ke-24 dengan pengulangan dilakukan sebanyak 3 kali. Pengamatan bakteri patogen yang terdapat pada daging sapi dilakukan menggunakan teknik standard plate count (Dubal et al. 2003).

Metode Hitung Cawan

Metode hitung cawan dibedakan atas dua metode yaitu metode tuang (pour plate) dan metode permukaan (surface/ spread plate) (Fardiaz 1983). Metode hitung cawan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode permukaan (surface/ spread plate). Metode ini digunakan untuk menghitung jumlah total mikroba pada daging. Media yang digunakan untuk menghitung jumlah mikroba tersebut adalah plate count agar.

Media agar yang masih cair sebanyak 20 ml dituang terlebih dahulu pada cawan petri steril dan dibiarkan membeku pada suhu kamar. Setelah membeku, sebanyak 0.1 ml suspensi yang berasal dari daging yang akan diuji dituangkan pada permukaan agar, diratakan dengan hockey stick. Setelah merata, cawan petri tersebut dimasukkan kedalam inkubator dengan suhu 37 oC selama 48 jam. Setelah akhir masa inkubasi dihitung banyaknya koloni bakteri.

Analisis Data

Rancangan penelitian yang digunakan dalam eksperimen 1: aktivitas antimikroba cuka air kelapa terhadap Salmonella sp. dan Staphylococcus aureus adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial 2x4 dengan tiga kali ulangan. Faktor pertama adalah larutan asam asetat serta cuka air kelapa, sedangkan untuk faktor kedua adalah konsentrasi yang yaitu 4% , 2%, 1% dan 0.5%. Peubah yang diamati berupa diameter zona hambat yang terbentuk pada bakteri uji Staphylococcus aureus dan Salmonella sp. Rancangan tersebut dirumuskan sebagai berikut (Walpole 1995)

Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + ɛijk Keterangan

Yij = respon yang diamati pada perlakuan pertama ke-i, perlakuan kedua ke-j, dan

ulangan ke-k

μ = nilai tengah umum

αi = pengaruh perlakuan pertama ke-i (pemberian masing-masing cuka air kelapa dan

= larutan asam asetat)

βj = pengaruh perlakuan kedua-j

(15)

5

ɛijk = gallat percobaan dari pengaruh perlakuan pertama ke-i, perlakuan kedua ke-j dan

ulangan ke-k

i = perlakuan (cuka air kelapa, larutan asam asetat)

j = 0.5, 1, 2 dan 4%

k = ulangan 1, 2 dan 3

Rancangan penelitian yang digunakan pada eksperimen 2: aplikasi pemberian cuka air kelapa sebagai pengawet pada daging sapi adalah Rancangan Acak Lengkap. Rancangan tersebut dirumuskan sebagai berikut (Walpole 1995)

Yij = μ + αi + βij Keterangan

Yij = respon yang diamati pada perlakuan taraf ke-i ulangan ke-j

μ = nilai tengah umum

αi = pengaruh taraf perlakuan ke-i (pemberian masing-masing larutan air kelapa dan

asam asetat)

βij = galat percobaan

i = perlakuan (P0,P1,P2,P3,P4,P5)

j = ulangan (K1,K2,K3)

Perlakuan pada daging sapi yang diberikan dalam penelitian ini adalah perendaman dalam larutan asam asetat 1% dan cuka air kelapa 4%. Perendaman pada masing-masing larutan dilakukan selama 2 menit. Sedangkan daging tanpa perendaman sebagai pembanding. Setelah perendaman dilakukan daging disimpan dalam suhu ruang (25 – 27 oC). Selain dilakukan perendaman, perlakuan lain yang diberikan adalah waktu pengamatan sampel. Pemeriksaan sample dilakukan sebanyak dua kali yaitu: H0 adalah 0 jam setelah diberi perlakuan dan H1 adalah 24 jam setelah diberi perlakuan. Total kombinasi perlakuan yang diberikan adalah sebanyak 2 kombinasi perlakuan dengan masing-masing kombinasi perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali.

Setelah data diperoleh kemudian dianalisis menggunakan ANOVA (Analysis Of Variance). Apabila terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan dilanjutkan dengan Uji Duncan (Walpole 1995).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Eksperimen 1: Aktivitas Antimikroba Cuka Air Kelapa terhadap Salmonella

sp. dan Staphylococcus aureus

Air kelapa dapat menjadi salah satu potensi yang digunakan sebagai bahan alami pembuatan asam asetat (cuka). Pembuatan cuka dengan bahan baku air kelapa dapat digunakan dengan proses fermentasi. Pada air kelapa dilakukan dua tahap fermentasi yaitu glukosa yang diubah menjadi alkohol dan alkohol yang diubah menjadi asam asetat. Cuka dalam bahan makanan dapat menyebabkan pH menjadi rendah, sehingga mempermudah pengolahan bahan makanan tersebut. Selain itu, cuka dapat meningkatkan flavor asam pada produk fermentasi seperti sosis, keju dan acar. Sifat dari cuka yang sinergis terhadap antioksidan dapat mencegah terjadinya ketengikan dan browning (Winarno 1997). Secara alami, asam asetat (cuka) dapat dibuat dari substrat yang mengandung etanol.

(16)

Buah-buahan, kulit nanas, pulp kopi dan air kelapa merupakan bahan yang dapat dibuat menjadi asam asetat (Nurika dan Hidayat 2001).

Diameter zona hambat yang berupa daerah bening disekeliling cakram menunjukkan tingkat penghambatan pertumbuhan yang dialami bakteri. Rataan diameter zona hambat yang terbentuk pada bakteri uji disajikan pada Tabel 1 Tabel 1 Rataan diameter zona hambat pertumbuhan bakteri Salmonella sp. dan

Staphylococcus aureus pada cuka air kelapa (mm) dan larutan asam asetat

Bakteri Cuka Air Kelapa Asam Asetat

0.50% 1% 2% 4% 0.50% 1% 2% 4% Staphyloco- ccus aureus 8.00± 1.00c 9.00± 0.00bc 9.66± 0.57bc 10.00± 0.00bc 7.33± 0.57c 8.33± 0.57bc 12.66± 0.57b 21.0± 1.00a Salmonella sp 6.33± 0.57c 7.66± 0.57bc 9.00± 0.00bc 9.66± 0.57bc 6.66± 0.57c 7.66± 0.57bc 9.33± 0.57b 12.0± 1.00a

Keterangan: Huruf yang berbeda pada baris dan kolom menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05).

Interaksi antara cuka air kelapa dan asam asetat komersial dengan konsentrasi yang berbeda pada cuka air kelapa dan larutan asam asetat terhadap diameter zona hambat bakteri Gram negatif yaitu Salmonella sp dapat dilihat pada Tabel 1. Larutan uji (cuka air kelapa dan asam asetat komersial) mampu menghambat pertumbuhan bakteri pada berbagai konsentrasi larutan yang diujikan yaitu 0.5%, 1%, 2% dan 4%. Hal tersebut juga berlaku pada interaksi antara cuka air kelapa dan asam asetat komersial dengan konsentrasi yang berbeda pada cuka air kelapa dan larutan asam asetat terhadap diameter zona hambat bakteri Gram positif yaitu Staphylococcus aureus.

(17)

7

Gambar 2 Daerah zona hambat bakteri Staphylococcus aureus pada cuka air kelapa dan larutan asam asetat

Kemampuan asam asetat komersial dalam menghambat pertumbuhan bakteri lebih baik dibandingkan dengan cuka air kelapa. Hal tersebut terlihat pada tabel 1, dimana daerah zona bening yang dihasilkan oleh asam asetat komersial lebih besar dibandingkan dengan cuka air kelapa. Hasil tersebut dimungkinkan terjadi disebabkan oleh kadar asam asetat pada cuka air kelapa lebih rendah dibandingkan dengan asam asetat komersial.

Tabel 1 menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan asam asetat dan cuka air kelapa, maka semakin tinggi aktivitas antimikrobanya dan semakin besar daerah zona hambat yang dihasilkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa antimikroba yang dikandung pada cuka air kelapa dan larutan asam asetat semakin tinggi sehingga kemampuan menghambatnya menjadi semakin besar. Menurut Fardiaz et al. (1987) semakin besar konsentrasi antimikroba maka semakin besar juga senyawa antimikroba yang terdifusi dalam agar sehingga diameter zona hambat yang dihasilkan semakin besar.

Bakteri golongan Gram negatif yaitu Salmonella sp. mengalami tingkat penghambatan yang lebih rendah (P<0.05) dibandingkan dengan golongan bakteri Gram positif yaitu Staphylococcus aureus. Hal tersebut disebabkan komponen dinding sel pada golongan bakteri Gram positif lebih sederhana, sebagian besar dinding sel tersusun atas peptidoglikan (90%) serta lapisan tipis asam tekoat dan asan teikuronat sehingga dinding sel mudah terurai. Pada dinding sel bakteri Gram negatif terdiri dari komponen yang lebih kompleks, peptidoglikan pada dinding sel bakteri golongan bakteri Gram negatif hanya terkandung sebanyak 10% selebihnya terdiri atas protein, lipoprotein dan lipopolisakarida. Perbedaan lainnya ialah hanya bakteri golongan bakteri Gram negatif yang memiliki membran luar. Membran luar tersebut tersusun atas fosfolipid dan lipopolisakarida. Membran luar pada bakteri Gram negatif dapat berperan sebagai barrier untuk senyawa-senyawa yang tidak dibutuhkan sel (Sunatmo 2009).

(18)

Konsentrasi Hambat Minimal

Senyawa antibakteri memiliki aktivitas yang tinggi bila memiliki konsentrasi hambat minimum yang rendah tetapi memiliki daya hambat yang besar. Setiap bahan yang diujikan memiliki konsentrasi hambat minimum yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi hambat minimum pada asam asetat dengan bakteri Salmonella sp dan Staphylococcus aureus adalah sebesar 1%, sedangkan pada cuka air kelapa adalah sebesar 4%.

Perbedaan konsentrasi hambat minimum pada cuka air kelapa dan asam asetat menunjukkan perbedaan kemampuan terhadap penghambatan pertumbuhan bakteri. Hasil dari pengujian konsentrasi hambat minimal ini selanjutnya digunakan untuk diaplikasikan pada daging. Hal tersebut disebabkan nilai konsentrasi hambat minimal dapat menunjukkan kesensitifan bakteri pada senyawa yang diujikan (Naufalin 2005).

Eksperimen 2 : Aplikasi Pemberian Cuka Air Kelapa Sebagai Pengawet Pertumbuhan Total Mikroba Pada Daging Sapi

Keamanan pangan ditentukan oleh jumlah mikroorganisme patogenik yang terdapat di dalamnya. Bakteri patogen merupakan mikroorganisme indikator keamanan pangan. Kontaminasi mikroorganisme pada daging dapat menyebabkan daya simpan daging menjadi lebih singkat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perendaman karkas dengan menggunakan cuka air kelapa dan larutan asam asetat nyata mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Salmonella sp. (P < 0.05).

Tabel 2 Jumlah total mikroba pada daging sapi yang telah diberi cuka air kelapa dan larutan asam asetat (Jam ke- 0)

Waktu (Jam)

Perlakuan (log10 cfu/g)

KTP KSA AKSA AASA KS AKSAL AASAL

0 1.10 ± 0.01a 3.34± 0.00b 1.35 ± 0.03c 1.57 ± 0.03d 3.32± 0.01e 1.16 ± 0.02f 1.82 ± 0.00g Keterangan:

KTP = Kontrol Tanpa Pencelupan

KSA = Kontrol Pencelupan Staphylococcus aureus

AKSA = Cuka Air Kelapa Staphylococcus aureus

AASA = Asam Asetat Staphylococcus aureus

KS = Kontrol Pencelupan Salmonella sp.

AKSAL = Cuka Air Kelapa Salmonella sp.

AASAL = Asam asetat Salmonella sp.

Huruf yang berbeda pada baris menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0.05).

Tabel 2 menunjukkan bahwa daging kontrol tanpa pencelupan, daging yang diberi perlakuan air kelapa dan larutan asam asetat pada jam ke- 0 memiliki total mikroba (total plate count) dibawah 1x106 cfu/g. Jumlah tersebut sesuai dengan batas maksimum yang ditentukan oleh BSN. Kontrol Salmonella sp dan Staphylococcus aureus memiliki jumlah total mikroorganisme yang besar, hal tersebut dikarenakan Salmonella sp dan Staphylococcus yang diinokulasikan pada

(19)

9 daging telah berkembang.

Tabel 3 Jumlah total mikroba pada daging sapi yang telah diberi cuka air kelapa dan larutan asam asetat (Jam ke- 24)

Waktu (Jam)

Perlakuan (log10 cfu/g)

KTP KSA AKSA AASA KS AKSAL AASAL

24 8.86 ± 0.04a 7.60 ± 0,00b 2.33 ± 0.07c 2.22 ± 0.01d 7.60± 0,00e 5.64 ± 0.08f 5.26 ± 0.02g Keterangan:

KTP = Kontrol Tanpa Pencelupan

KSA = Kontrol Pencelupan Staphylococcus aureus

AKSA = Cuka Air Kelapa Staphylococcus aureus

AASA = Asam Asetat Staphylococcus aureus

KS = Kontrol Pencelupan Salmonella sp.

AKSAL = Cuka Air Kelapa Salmonella sp.

AASAL = Asam asetat Salmonella sp.

Huruf yang berbeda pada baris menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0.05).

Jumlah bakteri setelah penyimpanan selama 24 jam pada kelompok kontrol nyata lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan dengan jumlah bakteri yang diberi perlakuan cuka air kelapa dan larutan asam asetat. Setelah penyimpanan, jumlah total mikroorganisme pada daging kontrol mengalami peningkatan secara eksponensial. Pada tabel 3 menunjukkan bahwa kontrol tanpa pencelupan memiliki peningkatan jumlah total mikroorganisme yang paling besar dibandingkan dengan kontrol Salmonella sp dan kontrol Staphylococcus aureus. Hal tersebut dimungkinkan karena daging terkontaminasi oleh banyak mikroorganisme dibandingkan dengan kontrol Salmonella sp dan Staphylococcus aureus.

Jumlah total bakteri pada daging yang direndam larutan asam asetat 1% memiliki jumlah lebih kecil dibandingkan dengan daging yang direndam dengan menggunakan cuka air kelapa 4%. Hal tersebut dapat dikarenakan cuka air kelapa memiliki kadar asam asetat yang lebih rendah dibandingkan dengan kadar asam asetat yang berada pada asam asetat komersil yang digunakan sebagai pembanding. Kemampuan cuka air kelapa dalam menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella sp. dan Staphylococcus aureus disebabkan oleh asam asetat yang berada pada cuka air kelapa. Menurut Shakhashiri (2011), salah satu jenis asam organik yang terdapat dalam cuka adalah asam asetat (4% - 8%). Asam asetat tersebut termasuk ke dalam kelompok asam organik lipofilik lemah yang memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan makanan (Rahman 1999). Asam asetat tersebut mudah menerobos membran dinding sel mikroorganisme. Oleh sebab itu, cuka air kelapa memiliki kemampuan antimikrobial. Penambahan asam organik (cuka air kelapa) dapat mengatasi kontaminasi mikroorganisme pada daging. Menurut Kwartiningsih dan Mulyati (2005), kandungan asam asetat pada cuka mempunyai potensi yang dapat digunakan sebagai pengawet, sebagai alternatif untuk menurunkan level kontaminan bakteri pada daging segar.

(20)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Limbah air kelapa dapat dimanfaatkan dengan cara mengolah air kelapa menjadi cuka air kelapa, sehingga memiliki nilai ekonomis dan bermanfaat. Cuka air kelapa memiliki kemampuan antimikroba. Cuka air kelapa dengan konsentrasi 4% dapat digunakan sebagai bahan pengawet pada daging sapi.

Saran

Penggunaan cuka air kelapa sebagai bahan pengawet pada daging dapat disarankan untuk dicoba di lapang sebagai pengganti bahan pengawet sintetis. Pemberian cuka air kelapa sebesar 4% pada daging sapi perlu dilakukan uji organoleptik untuk mengetahui pengaruh setelah pemberian cuka air kelapa terhadap rasa, aroma dan warna daging sapi.

DAFTAR PUSTAKA

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2008. Mutu Karkas dan Daging Sapi SNI 3932:2008. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.

Consentino S. 1999. In vitro antimicrobial activity and chemical composition of Sardinian Thymus essential oil. Lett. Appl. Microbiol. 29: 130-135.

Dubal BZ, Paturkar MA, Waskar SV, Zende JR, Latha C, Rawool BD, Kadam C. 2003. Effect of food grade acids on inoculated S. aureus, L. monocytogenes, E.coli, and S. thypimurium in Sheep/Goat Meat Stored at Refrigerated temperature. J. Meat Science: 51:142-147.

Fardiaz S. 1983. Keamanan Pangan. Jilid I. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Grau FH. 1986. Microbial ecology of meat and poultry. Di dalam Pearson AM dan Dutson TR, (editor). Advances in Meat Research. Meat and Poultry Microbiology. London (UK): Macmillan Publisher.

Kwartiningsih E, Mulyati LNS. 2005. Fermentasi sari buah nanas menjadi vinegar. J. Teknologi Pertanian. Vol.4.(1): 8-12.

Lay BW. 1994. Analisis Mikrobiologi di Laboratorium. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada

Lawrie RA. 2003. Ilmu Daging, A. Parakkasi. Jakarta (ID): Universitas Indonesia.

Naufalin F. 2005. Kajian sifat antimikroba ekstrak bungan kecombrang (Nicolia spesciosa horan) terhadap berbagai mikroba patogen dan perusak pangan [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Pelczar MJ, Chan ECS. 2012. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Volume ke-2. Hadioetomo RS, Imas T, Tjirosomo SS, Angka SL, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari: Elements of Microbiology.

(21)

11 Nurika I, Nur H. 2001. Pembuatan asam asetat dari air kelapa secara fermentasi

kontinyu. J. Teknologi Pertanian. Vol.2.(1): 51-57.

Rahman MS. 1999. Handbook of Food Preservation. New York (US): Marcel Dekker Inc.

Siragusa GR. 1995. The Effectiveness of carcass decontamination system for controlling the presence of pathogens on the surface of meat animal carcasses. J. Food Safety 15: 229-238.

Shakhashiri. 2011. Acetic acid & acetic anhydride. [Internet]. [diunduh 2012 April 15]. Tersedia pada: http// www.Scifun.org.

Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Pr.

Sunatmo TI. 2009. Mikrobiologi Esensial 1. Jakarta (ID): Ardy Agency.

Walpole RE. 1995. Pengantar Statistika. Jakarta (ID):Gramedia Pustaka Utama. Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka

Utama.

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil sidik ragam interaksi antara bakteri (Salmonella sp. dan Staphylococcus aureus) dengan konsentrasi cuka air kelapa yang berbeda-beda

Sumber keragaman Db JK KT F Hitung Pr >F

Bakteri 1 6.00 6.00 20.57 <0.0003

Konsentrasi 3 25.00 8.33 28.57 <0.0001

Bakteri*konsentrasi 3 1.66 0.55 1.90 0.16

Galat 16 4.66 0.29

Total 23 37.33

Lampiran 2 Hasil sidik ragam interaksi antara bakteri (Salmonella sp. dan Staphylococcus aureus) dengan konsentrasi larutan asam asetat yang berbeda-beda

Sumber keragaman Db JK KT F Hitung Pr >F

Bakteri 1 70.04 70.04 20.57 <0.0001

Konsentrasi 3 328.12 109.37 218.75 <0.0001 Bakteri*konsentrasi 3 69.45 23.15 46.31 <0.0001

Galat 16 8.00 0.50

Total 23 475.62

Lampiran 3 Hasil analisis ragam (Anova) pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus H0 Sumber keragaman Db JK KT F Hitung Pr >F Perlakuan 3 0.27 3.09 5072.98 <0.0001 Galat 8 0.04 0.06 Total 11 9.27

(22)

Lampiran 4 Hasil analisis ragam (Anova) pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus H1 Sumber keragaman Db JK KT F Hitung Pr >F Perlakuan 3 108.82 36.27 17383.20 <0.0001 Galat 8 0.01 0.02 Total 11 108.83

Lampiran 5 Hasil analisis ragam (Anova) pertumbuhan bakteri Salmonella sp. H0 Sumber keragaman Db JK KT F Hitung Pr >F Perlakuan 3 9.55 3.18 26059.70 <0.0001 Galat 8 0.01 0.01 Total 11 9.55

Lampiran 6 Hasil analisis ragam (Anova) pertumbuhan bakteri Salmonella sp. H1 Sumber keragaman Db JK KT F Hitung Pr >F Perlakuan 3 25.77 8.59 3419.82 <0.0001 Galat 8 0.02 0.01 Total 11 25.79

(23)

13

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 6 Desember 1990 di Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Abu Hanifah dan Ibu Enah Hanifah.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 2003 di SDN Rancamalang IV, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2006 di SLTPN 2 Cimahi dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2009 di SMA YWKA Bandung. Penulis diterima sebagai mahasiswa Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Masuk IPB (USMI) pada tahun 2009.

Selama mengikuti pendidikan, penulis pernah menjadi pengurus Himpunan mahasiswa Ilmu Produksi ternak (HIMAPROTER) dan pengurus Komunitas Peduli Alam dan Sesama (KOMPAS). Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknologi Hasil Ikutan Ternak. Kegiatan magang juga pernah penulis ikuti dibagian produksi PT. Putra Perdana Chicken dan di Balai Inseminasi Buatan (BIB), Lembang. Penulis juga terlibat dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) 2013 - 2014 dalam bidang penelitian.

Gambar

Gambar 1 Daerah zona hambat bakteri Salmonella sp. pada cuka air kelapa dan larutan asam asetat
Gambar  2  Daerah  zona  hambat  bakteri  Staphylococcus  aureus  pada  cuka  air  kelapa  dan    larutan  asam asetat
Tabel 2  Jumlah total mikroba pada daging sapi yang telah diberi cuka air kelapa  dan larutan asam asetat (Jam ke- 0)
Tabel 3  Jumlah total mikroba pada daging sapi yang telah diberi cuka air kelapa  dan larutan asam asetat (Jam ke- 24)

Referensi

Dokumen terkait

H5 : Kesadaran merek, persepsi kualitas, harga, dan citra merek berpengaruh signifikan positif terhadap kepuasan konsumen pada produk sepatu Buccheri

Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan pada prototype alat sistem control intensitas cahaya pada kandang puyuh diperoleh kesimpulan bahwa alat ini mampu bekerja

12 Masyarakat Dalam Penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Desa APBDes Tahun Anggran 2012/2013 di Desa Sumerta Kaja Kecamatan Denpasar Timur,” yang memberikan kesimpulan

Tata cara penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa persepsi etika dan keinginan etis tidak berbeda antara mahasiswa akuntansi yang mempunyai persepsi tinggi dan rendah

Hasil penelitian menunjukan terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi pola pikir diantaranya faktor lingkungan keluarga, tergolong tidak paham, pendidikan masyarakat

Faktor apa sajakah yang melatar belakangi pernikahan dini di

Nilai tambah (value added) yang dihasilkan dari pengolahan kolang kaling adalah sebesar Rp 1.487.076,72 per bulan di daerah penelitian dan tingkat rasio nilai tambah