• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu diuraikan secara ringkas yang dijadikan sebagai acuan penelitian dan sebagai bentuk bukti bahwa telah dilakukan penelitian tentang sistem pengendalian internal pada lembaga amil zakat. Beberapa penelitian tentang sistem pengendalian internal pada lembaga amil zakat akan diuraikan sebagai berikut :

Wardayanti & Imaroh (2015) menganalisis pengendalian intern COSO pada pengelolaan dana Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS) pada Yayasan Dana Sosial Al-Falah (YDSF) Cabang Jember dengan metode penelitian deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menjelaskan bahwa pengendalian internal yang diterapkan terhadap aktivitas pengelolaan dana Zakat, Infaq, dan Shadaqah pada Yayasan Dana Sosial Al-Falah (YDSF) cabang Jember secara keseluruhan telah diterapkan sangat baik dan sudah berjalan dengan efektif dan efisien, meskipun masih memiliki beberapa kelemahan diantaranya keterbatas skill SDM yang membutuhkan arahan dan pelatihan agar mereka menjadi kompeten dan dapat mendukung pencapaian tujuan OPZ khususnya YDSF cabang Jember.

Nurhayati (2015) mengevaluasi sistem pengendalian intern dalam pengelolaan zakat Pada Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Rokan Hulu dengan metode penelitian deskriptif dan gap analisis. Hasil penelitian menyatakan, bahwa Lingkungan Pengendalian dikategorikan baik, penilaian risiko dikategorikan baik, kegiatan pengendalian dikategorikan baik, Informasi

(2)

dan Komunikasi dikategorikan kurang, pemantauan Pengendalian Intern dikategorikan cukup.

Andriana dkk (2015) menganalisis sistem pengendalian internal penerimaan dan pengeluaran Kas Lembaga Zakat pada Lembaga Manajemen Infaq (LMI) Cabang Magetan Jawa Timur dengan metode penelitian deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menyatakan, bahwa berdasarkan prinsip umum unsur pengendalian internal lembaga zakat, pengendalian internal Lembaga Manajemen Infaq (LMI) Cabang Magetan membutuhkan perbaikan pada struktur organisasi khususnya pada bagian keuangan, dan prosedur pencatatan yang berkaitan dengan kelengkapan dokumen bukti penerimaan dan pengeluaran.

Nikmatuniayah (2014) mengomparasi sistem pengendalian internal pengelolaan Lembaga Amil Zakat (LAZ) di Kota Semarang dengan metode penelitian multiple case study dengan analisis kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menyatakan, bahwa masih terdapat kelemahan dalam kepatuhan sistem pengendalian intenal di LAZ kota Semarang, hal ini ditunjukkan pada beberapa LAZ pemisahan tugas dan wewenang belum dilakukan secara tegas, rotasi kerja dan cuti berkala hanya 62,5% LAZ yang memiliki kebijakan tersebut, ketersediaan dokumen yang bernomor urut tercetak pada kuitansi hanya 25% LAZ yang belum menerapkan dengan alasan keterbatasan SDM dan pengetahuan mengenai fungsi adanya dokumen bernomor urut tercetak, hanya 62% LAZ yang memiliki auditor internal dan 25% laporan keuangan LAZ yang

(3)

telah diaudit oleh auditor independen. Tetapi kelemahan tersebut dapat dikuatkan dengan adanya akuntabilitas dan transparasi dari manajemen LAZ.

Ismail dkk (2105) mengevaluasi sistem pengendalian intern atas penerimaan Zakat, Infak dan Sedekah pada Yayasan Dana Sosial Al Falah (YDSF) Malang dengan metode penelitian deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menyatakan, bahwa sistem pengendalian internal penerimaan ZIS yang terdapat pada YDSF Malang, pada struktur organisasi secara umum sudah menggambarkan adanya pembagian tugas dan wewenang cukup jelas, tetapi masih terdapat beberapa kekurangan pada pemisahan fungsi dalam sistem pengendalian intern, seperti fungsi kasir yang dikerjakan oleh bagian Fundraising Officer dan Administrasi Penghimpun. Secara akuntabilitas dapat disimpulkan YDSF Malang cukup baik dalam hal pelaporan keuangan mereka, baik dari penerimaan ZIS itu sendiri maupun laporan keuangan secara menyeluruh kepada para donatur. Laporan keuangan dilaporkan setiap bulan melalui majalah yang terbitkan menunjukan adanya tanggung jawab terhadap kepercayaan yang diberikan donatur kepada yayasan.

Wijayanti & Setiawan (2016) mengevaluasi efektivitas pengendalian internal terhadap sistem penerimaan kas pada pada Panti Asuhan Nurul Haq Yogyakarta dengan metode penelitian deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menyatakan, bahwa lingkungan belum berjalan efektif karena wewenang dan tanggung jawab setiap jabatan tidak terdapat pemisahan yang jelas. Penaksiran risiko belum berjalan efektif karena sering mengalami masalah mengenai ketidaktepatan dalam pembuatan anggaran sehingga seringkali terjadi defisit.

(4)

Selain itu, terdapat kelemahan terhadap keamanan data pada komputer, semua orang dapat mengaksesnya sehingga memiliki risiko kerusakan maupun kehilangan. Aktivitas pengendalian belum berjalan efektif karena transaksi-transaksi yang telah terjadi tidak langsung direkap pada bukti kas masuk dan dipindahkan ke catatan. Penomoran pada kuitansi masih dibuat manual. Infomasi komunikasi telah berjalan efektif meskipun pelaksanaan pencatatannya sering terlambat. Pemantauan pada Panti Asuhan Nurul Haq Yogyakarta belum berjalan efektif karena pemantauan dilakukan oleh Kepala Panti Asuhan Nurul Haq Yogyakarta itu sendiri bukan dari pihak independen dan dilakukannya tidak secara periodik.

Dari penelitian diatas, peneliti memiliki kesamaan dengan penelitian terdahulu yaitu kesamaan dalam meneliti sistem pengendalian internal yang dilakukan pada lembaga amil zakat, yang membedakan penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini yaitu objek yang diteliti.

B. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Sistem Pengendalian Internal

Mulyadi (2016) menyatakan, bahwa sistem pengendalian internal meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga aset organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen. Sistem pengendalian internal terdiri dari kebijakan dan prosedur yang dirancang untuk memberikan manajemen kepastian yang layak

(5)

bahwa perusahaan telah mencapai tujuan dan sasarannya (Arens & Beasley, 2008).

Romney & Steinbart (2004) Pengendalian internal adalah rencana organisasi dan metode bisnis yang dipergunakan untuk menjaga aset, memberikan informasi yang akurat dan andal, mendorong dan memperbaiki efisiensi jalannya organisasi, serta mendorong kesesuaian dengan kebijakan yang telah ditetapkan.

Dari pengertian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa pengendalian internal dirancang untuk menjaga aset organisasi dari kesalahan pencatatan karena tidak akurat atau tidak telitinya data akuntansi yang disajikan dan untuk mendorong organisasi agar berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan kebijakan untuk dapat mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

2. Tujuan Pengendalian Internal

Tujuan sistem pengendalian internal adalah untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi, dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.

Menurut tujuannya, sistem pengendalian internal tersebut dapat dibagi menjadi dua macam: pengendalian internal akuntansi (internal accounting control) dan pengendalian internal administratif (internal administrative control). Pengendalian internal akuntansi, yang merupakan bagian dari sistem pengendalian internal, meliputi struktur organisasi, metode dan

(6)

ukuran-ukuran yang dikoordinasikan terutama untuk menjaga kekayaan organisasi dan mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi. Pengendalian internal administratif meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan terutama untuk mendorong efisiensi dan dipatuhinya kebijakan manajemen (Mulyadi, 2016).

Arens & Beasley (2008) menyatakan, bahwa terdapat tiga tujuan umum yang dimiliki manajemen untuk merancang sistem pengendalian internal yang efektif, yaitu :

a. Reabilitas laporan keuangan

Manajemen bertanggung jawab untuk menyiapkan laporan bagi para investor, kreditor, dan pemakai lainnya. Manajemen bertanggung jawab secara hukum maupun profesional untuk memastikan bahwa informasi telah disajikan secara wajar sesuai dengan persyaratan pelaporan yang berlaku secara umum.

b. Efisiensi dan efektivitas operasi

Pengendalian dalam perusahaan akan mendorong pemakaian sumber daya secara efisien dan efektif untuk mengoptimalkan sasaran-sasaran perusahaan. Tujuan dari pengedalian ini untuk memperoleh informasi keuangan dan nonkeuangan yang akurat tentang operasi perusahaan untuk keperluan pengambilan keputusan.

1) Ketaatan pada hukum dan peraturan

Perusahaan publik diharuskan mengeluarkan laporan tentang kefektifam pelaksanaan pengendalian internal atas pelaporan keuangan.

(7)

Selain mematuhi ketentuan hukum, organisasi-organisasi publik, nonpublik, dan nirlaba diwajibkan mentaati berbagai hukum dan peraturan.

3. Unsur Sistem Pengendalian Internal

Unsur-unsur sistem pengendalian intern menurut Mulyadi (2016) adalah sebagai berikut:

a. Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas. Struktur organisasi merupakan rerangka (framework) pembagian tanggung jawab fungsional kepada unit-unit organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan pokok perusahaan. Pembagian tanggung jawab fungsional dalam organisasi ini didasarkan fungsi operasi yang memilih wewenang untuk melaksanakan suatu kegiatan harus terpisah dari fungsi akuntansi yang memiliki wewenang untuk mencatat peristiwa keuangan perusahaan.

b. Sistem wewenang dan prosedur pencatat yang memberikan perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan dan biaya. Dalam organisasi, setiap transaksi hanya terjadi atas dasar otorisasi dari pejabat yang memiliki wewenang untuk menyetujui terjadinya transaksi tersebut. Oleh karena itu, dalam organisasi harus dibuat sistem yang mengatur pembagian wewenang untuk otorisasi atas terlaksananya setiap transaksi. c. Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit organisasi. Adapun cara-cara yang umumnya ditempuh oleh fungsi setiap

(8)

perusahaan dalam menciptakan praktek yang sehat adalah:

1) Penggunaan formulir bernomor urut tercetak yang pemakaiannya harus dipertanggung jawabkan oleh yang berwenang.

2) Pemeriksaan mendadak (suprised audit). Hal ini akan mendorong karyawan melaksanakan tugasnya sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.

3) Setiap transaksi tidak boleh dilaksanakan dari awal sampai akhir oleh satu orang atau satu unit organisani, tanpa ada campur tangan dari orang atau satu unit organisasi lain.

4) Perputaran jabatan (job rotation). Perputaran jabatan yang diadakan secara rutin akan dapat menjaga independensi pejabat dalam melaksanakan tugasnya, sehingga persekongkolan diantara mereka dapat dihindari.

5) Keharusan pengambilan cuti bagi karyawan yang berhak. Selama cuti, jabatan karyawan yang bersangkutan digantikan untuk sementara oleh pejabat ini, sehingga seandainya terjadi kecurangan dalam departemen yang bersangkutan, diharapkan dapat diungkapkan oleh pejabat yang menggantikan untuk sementara tersebut.

6) Secara periodik diadakan pencocokan fisik kekayaan dengan catatannya. Untuk menjaga kekayaan organisasi dan mengecek ketelitian dan keandalan catatan akuntansinya, secara periodik harus diadakan pencocokan atau rekonsiliasi antara kekayaan secara fisik dengan catatan

(9)

akuntansi yang bersangkutan dengan kekayaan tersebut.

7) Pembentukan unit organisasi yang bertugas untuk mengecek efektifitas unsur-unsur sistem pengendalian yang lain. Unit organisasi ini disebut satuan pengawas intern atau staf pemeriksaan intern. Adanya satuan pengawas intern dalam perusahaan akan menjamin efektifitas unsur-unsur sistem pengendalian intern, sehingga kekayaan perusahaan akan terjamin keamanannya dan data akuntansi akan terjamin ketelitian dan keandalannya.

d. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya. Bagaimanapun baiknya struktur organisasi, sistem otoritas dan prosedur pencatatan serta berbagai cara yang diciptakan untuk mendorong praktik yang sehat, semuanya sangat tergantung kepada manusia yang melaksanakannya

Arens & Beasley (2008) menyatakan, bahwa Internal Control – Integrated Framework yang dikeluarkan COSO menguraikan lima komponen pengendalian internal yang dirancang dan diimplementasikan oleh manajemen untuk memberikan kepastian yang layak bahwa tujuan pengendaliannya akan tercapai. Komponen pengendalian COSO meliputi : a. Lingkungan pengendalian

Lingkungan pengendalian terdiri atas tindakan, kebijakan, dan prosedur yang mencerminkan sikap manajemen puncak, direktur, dan pemilik entitas secara keseluruhan mengenai pengendalian internal serta arti pentingnya bagi entitas itu. Subkomponen lingkungan pengendalian

(10)

terdiri dari : Integritas dan nilai-nilai etis, komitmen pada kompetensi, partisipasi dewan komisaris atau komite audit, filosofi dan gaya operasi manajemen, struktur organisasi, dan kebijakan dan praktik sumber daya manusia.

b. Penilaian risiko

Penilaian risiko adalah tindakan yang dilakukan manajemen untuk mengidentifikasi dan menganalisis risiko-risiko yang relevan dengan penyusunan laporan keuangan yang sesuai dengan GAAP. Proses penilaian risiko yaitu : mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi risiko, menilai signifikansi risiko dan kemungkinan terjadinya, menentukan tindakan yang digunakan yang digunakan untuk mengelola risiko. Kategori asersi manajemen yang harus dipatuhi yaitu : asersi tentang kelas transaksi dan peristiwa lain, asersi tentang saldo akun, asersi tentang penyajian dan pengungkapan.

c. Aktivitas pengendalian

Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang membantu memastikan bahwa tindakan yang diperlukan telah diambil untuk menangani risiko guna mencapai tujuan entitas. Aktivitas pengendalian umunya dibagi menjadi lima jenis, yaitu : Pemisahan tugas yang memadai, otoritas yang sesuai atas transaksi dan aktivitas, dokumen dan catatan yang memadai, pengendalian fisik atas aktiva dan catatan, dan pemeriksaan kinerja secara independent

(11)

d. Informasi dan komunikasi

Tujuan sistem informasi dan komunikasi akuntansi dari entitas adalah untuk memulai, mencatat, memroses, dan melaporkan transaksi yang dilakukan entitas itu serta mempertahankan akuntabilitas aktiva terkait. Informasi dan komunikasi yang berhubungan dengan transaksi yang harus dicapai yaitu : keterjadian, kelengkapan, keakuratan, posting dan pengikhtisaran, klasifikasi, dan penetapan waktu.

e. Pemantauan

Pemantauan berhubungan dengan penilaian mutu pengendalian internal secara berkelanjutan untuk periodik oleh manajemen untuk menentukan bahwa pengendalian itu telah beroperasi seperti yang diharapkan, dan telah dimodifikasi sesuai dengan perubahan kondisi.

4. Sistem Penerimaan Kas

Prosedur penerimaan kas menurut Soemarso (2004) perlu dirancang sedemikian rupa sehingga kemungkinan tidak tercatat dan tidak diterimanya uang yang seharusnya diterima dapat dikurangi menjadi sekecil mungkin. Prosedur penerimaan kas perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Terdapat pemisahan tugas antara yang menyimpan, yang menerima, dan

yang mencatat penerimaan uang. Apabila untuk sebuah perusahaan kecil pemisahan demikian tidak dapat dilakukan, maka penggabungan antara ketiga tugas tersebut dapat dilakukan oleh pemilik perusahaan.

(12)

Menurut Mulyadi (2016) berdasarkan sistem pengendalian internal yang baik, sistem penerimaan kas dari penjualan tunai mengharuskan: a. Penerimaan kas dalam bentuk tunai harus segera disetor ke bank

seluruhnya dengan cara melibatkan pihak lain selain kasir untuk melakukan internal check.

b. Penerimaan kas dari penjualan tunai dilakukan melalui transaksi kartu kredit, yang melibatkan bank penerbit kartu kredit dalam pencatatan transaksi penerimaan kas.

5. Sistem Pengeluaran Kas

Menurut Soemarso (2004) prosedur pengeluaran kas perlu dirancang sedemikian rupa sehingga hanya pengeluaran-pengeluaran yang telah disetuji dan betul-betul untuk kegiatan perusahaan saja yang dicatat dalam pembukuan perusahaan. Pada dasarnya untuk dapat menghasilkan sistem pengendalian yang baik, prosedur pengeluaran kas memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a. Semua pengeluaran dilakukan dengan cek. Pengeluaran-pengeluaran dalam jumlah kecil dilakukan melalui dana kas kecil.

b. Semua pengeluaran kas harus memperoleh persetujuan dari yang berwenang terlebih dahulu.

c. Terdapat pemisahan tugas antara yang berhak menyetujui pengeluaran kas, yang menyimpan uang kas dan melakukan pengeluaran serta yang mencatat pengeluaran kas.

(13)

Pengeluaran kas dalam perusahaan dilakukan melalui dua cara yaitu, pengeluaran kas dengan cek dan pengeluaran kas dengan uang tunai yang melalui dana kas kecil. Biasanya pengeluaran kas yang dilakukan dengan uang tunai karena jumlahnya yang relatif kecil. Adapun pengeluaran kas melalui cek memiliki kebaikan ditinjau dari pengendalian internnya, sebagai berikut (Mulyadi, 2016) :

a Dengan menggunakan cek atas nama, pengeluaran cek akan diterima oleh pihak yang namanya sesuai dengan yang ditulis dalam formulir cek. b Dengan digunakannya cek dalam pengeluaran kas perusahaan, transaksi

pengeluaran kas juga akan direkam oleh pihak bank.

c Jika sistem perbankan mengembalikan cancelled check kepada check issuer, pengeluaran kas dengan cek memberi manfaat tambahan bagi perusahaan dengan dapat digunakannya cancelled check sebagai tanda terima kas dari pihak yang menerima pembayaran.

6. Lembaga Amil Zakat (LAZ)

Lembaga Amil Zakat (LAZ) adalah institusi pengelola zakat yang sepenuhnya dibentuk atas prakarsa masyarakat dan oleh masyarakat yang bergerak di bidang dakwah, pendidikan, sosial, dan kemaslahatan umat islam.

Lembaga Amil Zakat dikukuhkan, dibina dan dilindungi oleh pemerintah. LAZISMU atau Lembaga Amil Zakat Infaq Shadaqah Muhammadiyah adalah lembaga zakat tingkat nasional yang berkhidmat

(14)

dalam pemberdayaan masyarakat melalui pemberdayaan secara produktif dana zakat, infaq, sadaqah, wakaf dan dana kedermawanan baik dari perseorangan, lembaga, perusahaan dan instansi lainnya. LAZISMU didirikan oleh PP. Muhammadiyah pada tahun 2002. Berdirinya LAZISMU dilatar belakangi oleh faktor kemiskinan yang masih meluas, kebodohan dan indeks pembangunan manusia yang sangat rendah serta keyakinan bahwa zakat mampu bersumbangsih dalam mendorong keadilan sosial, pembangunan manusia dan mampu mengatasi kemiskinan (Lazismu.org)

7. Definisi Zakat, Infaq, dan Shadaqah a. Definisi Zakat

Dari segi bahasa, zakat memiliki kata dasar “zaka” yang berarti berkah, tumbuh, suci, bersih dan baik. Sedangkan zakat secara terminologi berarti aktivitas memberikan harta tertentu yang diwajibkan Allah SWT dalam jumlah dan perhitungan tertentu untuk diserahkan kepada orang-oang yang berhak.

Zakat merupakan suatu kewajiban muslim yang harus ditunaikan dan bukan merupakan hak, sehingga tidak dapat memilih untuk membayar atau tidak (Wasilah, 2013).

b. Definisi Infaq

Infaq adalah membelanjakan, sedangkan menurut terminologi artinya mengluarkan harta karena taat dan patuh kepada Allah SWT dan menurut kebiasaan yaitu untuk memenuhi kebutuhan (Wasilah, 2013).

(15)

c. Definisi Shadaqah

Sedekah berasal dari kata “shadaqa” yang berarti benar. Orang yang suka bersedekah adalah orang yang benar pengakuan Imannya. Menurut terminologi Syariat, Pengertian Sedekah sama dengan pengertian Infaq yang berbeda adalah makna cakupannya. Jika infaq berkaitan dengan materi, maka sedekah lebih luas lagi, menyangkut materi dan non materil (Hafidhuddin, 1998)

Referensi

Dokumen terkait

Posisi pangsa pasar ekspor buah-buahan Indonesia di dunia yang meliputi mangga, manggis, jambu, nanas, stroberi, pisang, melon, dan semangka berada di posisi pasar yang

Model Stimulasi Kecerdasan Visual Spasial Dan Kecerdasan Kinestetik Anak Usia Dini Melalui Metode Kindergarten Watching Siaga Bencana Gempa Bumi Di Paud

Jika hubungan agama dengan tradisi ditempatkan sebagai wujud interpretasi dalam sejarah dan kebudayaan, maka hampir semua domain agama adalah konstruksi–kreativitas manusia

Hingga dapat disimpulkan, jika peran Kyai Ageng Beluk terhadap kampung ini sangat besar. Selain ia giat berdakwah, hingga santri menjadi banyak, Kyai Ageng Henis yang inovatif dan

Membentuk Identitas” dalam Jurnal Channel, Vol.. Hasil penelitian mengenai fenomena remaja menggunakan media sosial dalam membentuk identitas diri mereka, adalah 1) Remaja

Islam masuk dalam tataran budaya massa. Akhirnya, 'pasar' mendorong dan menancapkan strategi terhadap penyesuaian bentuk karya sastra islami agar diterima dan diapresiasi pembaca

Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya Hidayat (2001) yang meneliti tentang pengaruh tingkat pengembalian pasar, laju inflasi, Suku

14 Saya keberatan jika harus mengeluarkan dompet untuk memberikan uang kepada orang yang tidak saya kenal, sekalipun orang tersebut mengaku butuh.. 15 Saya tidak akan