• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PENGARUH TANGGUL LAUT TERHADAP BANJIR DI SISTEM DRAINASE SUNGAI SRINGIN. Luhur IV/1, Bendan Dhuwur, Semarang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN PENGARUH TANGGUL LAUT TERHADAP BANJIR DI SISTEM DRAINASE SUNGAI SRINGIN. Luhur IV/1, Bendan Dhuwur, Semarang"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PENGARUH TANGGUL LAUT TERHADAP BANJIR DI SISTEM DRAINASE

SUNGAI SRINGIN

Thomas Kuncoro Jati

1

, Candra Dwi Prastyo

1

, Budi Santosa

2 1

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Soegijapranata, Jl. Pawiyatan

Luhur IV/1, Bendan Dhuwur, Semarang 50234

2

Dosen Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Soegijapranata, Jl.

Pawiyatan Luhur IV/1, Bendan Dhuwur, Semarang 50234

Thomaskj0309@gmail.com

Candra1329@gmail.com

ABSTRAK

Salah satu penanggulangan banjir dan rob di Daerah Aliran Sungai (DAS) Sringin yaitu membangun tanggul laut. Data curah hujan merupakan salah satu parameter yang harus diolah terlebih dahulu dengan metode mononobe yang mengubah data hujan harian dari stasiun hujan Karangroto menjadi data hujan jam-jaman. Selain itu harus mencari parameter lainnya seperti koefissien manning conduit dan subcatchment yang didapatkan dari peta tata guna lahan, kemiringan subcatchment, dll. Setelah parameter didapatkan diolah menggunakan software EPA-SWMM dan melakukan analisis hidrograf aliran. Melalui hidrograf aliran subcatchment dapat dilihat yang mempengaruhi besar kecil limpasan air permukaan (run off) adalah luas area subcatchment dan kemiringan subcatchment namun yang paling besar mempengaruhi adalah kemiringan subcatchment (%slope). Sebelum ada tanggul laut melalui analisis saluran yang mengalami banjir adalah conduit 1, conduit 3, conduit 4, conduit 5, conduit 6, dan conduit 7 namun setelah ada tanggu laut tidak mengalami tidak mengalami penurunan jumlah saluran yang mengalami banjir masih sama yaitu conduit 1, conduit 3, conduit 4, conduit 5, conduit 6, dan conduit 7, selain itu perubahan debit hanya terjadi pada daerah hilir namun pada daerah hulu tidak mengalami perubahan. Seperti pada conduit 11 yang berada pada daerah hilir debit sebelum ada tangul laut 38,10 m3/s berubah menjadi 38,19 m3/s setelah ada tanggul laut perubahan yang terjadi hanya sekitar 0,02% saja jadi sangat tidak efektif dalam menanggulangi banjir dan rob selain itu dalam kajian ini dilakukan juga solusi dengan normalisasi sungai menggunakan hujan rancangan jam-jaman dengan periode ulang 25 tahunan.

Kata kunci: Tanggul Laut, EPA-SWMM, Debit Banjir, Normalisasi

ABSTRACT

One of the flood and rob countermeasures in the Sringin River Basin (DAS) is building a giant sea wall. Rainfall data is one of the parameters that must be processed first with mononobe method that change the daily rainfall from Karangroto rain station into rain hour. In addition it should look for other parameters such as coefficient manning conduit and subcatchment obtained from land use map, subcatchment slope, etc. After the parameters were processed using EPA-SWMM software and perform flow hydrograph analysis. Through subcatchment flow hydrographs can be seen that affect the small run off of water is the subcatchment area and the slope of the subcatchment but the greatest influence is the slope of the subcatchment (% slope). Before there is a giant sea wall through channel analysis that experienced flood is conduit 1, conduit 3, conduit 4, conduit 5, conduit 6, and conduit 7 but after there giant sea wall does not experience the decreasing number of channels that have the same flood is conduit 1, conduit 3,

(2)

conduit 4, conduit 5, conduit 6, and conduit 7, other than that the change of discharge only occurs in the downstream area but in the upstream area did not change. As in the conduit 11 which is in the downstream area of the debit before there giant sea wall 38.10 m3 / s turns into 38.19 m3 / s after there is a giant sea wall change that occurs only about 0.02% alone so is not very effective in tackling the flood and rob in addition to this study also carried out the solution with the normalization of the river using the rain of the design of the hour with the 25th anniversary period.

Key Words : Giant Sea Wall, EPA-SWMM, Flooding Discharge, Normalization

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kota Semarang merupakan ibukota Provinsi Jawa Tengah terbesar ke 5 di Indonesia setelah Jakarta, Surabaya, Bandung dan Medan. Kota Semarang dapat di golongkan sebagai kota metropolitan. Kota Semarang dijadikan sebagai parameter kemajuan kota maupun kabupaten di Jawa Tengah (PU, 2007). Kota Semarang memiliki luas wilayah 373,7 Km2, dibagi menjadi 16 kecamatan dan 177 kelurahan (BPS Kota Semarang, 2016) salah satunya adalah daerah Semarang Timur.

Semarang timur merupakan daerah yang rawan banjir dan rob. Salah satu yang menjadi persoalan serius yaitu di daerah Kaligawe. Seperti yang dikutip di surat kabar (MetroSemarang.com,2017), Hujan yang mengguyur sejak dini hari mengakibatkan banjir yang menerjang kawasan kaligawe. Kedalaman banjir mencapai 25cm atau setara lutut orang dewasa. Hal ini tentu menyulitkan pengendara motor yang melintas untuk beraktifitas. Karena banjir tersebut mengakibatkan kemacetan yang panjang.

Persoalan banjir tersebut banyak disebabkan karena tidak optimalnya sistem drainase dan fungsi sungai secara baik. Pendangkalan sungai karena sampah serta sistem drainase yang buruk khususnya di kaligawe yaitu sungai sringin dan sungai tenggang. (Radar Pekalongan, 23 November 2016), penanganan yang digunakan untuk menangani banjir dan rob adalah tanggul laut.

Tanggul laut merupakan salah satu bentuk konstruksi sebagai upaya dalam melindungi

wilayah coastal, konservasi habitat maupun aktifitas manusia dari gelombang air laut (Zulkifli, 2013). Dan diharapkan dengan pembangunan tanggul laut ini dapat mengurangi masuknya air laut ke daratan.

Daerah kajian kami adalah di sungai Sringin yang merupakan salah satu dari 4 sungai yang akan di normalisasi. Perbaikan drainase dengan sistem polder akan berhubungan langsung dengan tanggul laut yang akan dibangun, sehingga jumlah air yang masuk atau keluar dapat di atur. Jadi, di harapkan mampu mengurangi debit banjir didaerah Sungai Sringin.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang menjadikan penetapan tujuan penelitian sebagai berikut ini: a. Bagaimana kondisi eksisting saluran

drainase Sungai Sringin?

b. Bagaimana kapasitas kondisi eksisting saluran drainase?

c. Bagaimana pengaruh setelah ada tanggul laut terhadap banjir di sistem drainase Sungai Sringin?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Mengetahui kondisi eksisting saluran drainase Sungai Sringin

b. Mengetahui kapasitas saluran eksisting c. Mengetahui pengaruh tanggul laut terhadap

banjir di sistem drainase Sungai Sringin.

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Drainase

Drainase dapat diartikan mengalirkan, menguras, membuang atau mengalihkan air.

(3)

Namun umumnya, drainase dapat dikatakan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengatasi permasalahan tentang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga dapat berfungsi secara optimal (Suripin, 2004). Sistem drainase perkotaan merupakan sebuah prasarana yang berasal dari kumpulan sistem saluran ada di perkotaan dan difungsikan untuk menghilangkan genangan yang ada di kawasan perkotaan yang merupakan akibat dari hujan. Menggunakan cara membuang kelebihan air melalui sistem saluaran menuju badan air (Kementerian PU RI, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, 2011).

2.2 Sungai

Sungai merupakan alur atau tempat air yang terbentuk secara alami atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, yang dimulai dari hulu sampai dengan muara, serta dibatasi dengan garis sempadan disamping kiri dan kanan (Peraturan Pemerintah Indonesia Nomor 38, 2011).

2.3 Banjir

Dalam siklus hidrologi terdapat proses menghasilkan hujan, hujan sebagai sumber penghasil air yang membuat adanya limpasan permukaan. Namun dengan adanya limpasan permukaan yang sangat besar yang tidak dapat ditampung oleh sungai atau saluran drainase akan mengakibatkan banjir yang merupakan salah satu permasalah yang sering terjadi (Wesli, 2008). Sedangkan menurut Kodoatie (2013) peristiwa banjir dibagi menjadi dua yaitu: 1. Peristiwa banjir atau genangan yang terjadi

pada daerah yang biasanya tidak banjir. 2. Peristiwa banjir yang terjadi karena adanya

limpasan air banjir dari sungai yang debit banjirnya tidak mampu dialirkan oleh alur sungai atau debit banjir lebih besar dari kapasitas sungai yang ada.

Aliran-aliran yang terhambat pada cekungan serta aliran bawah permukaan (Subsurface flow) adalah gabungan antara aliran permukaan yang

membentuk limpasan air. Berikut ini faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan yaitu (Suripin, 2004):

1. Luas dan bentuk DAS, topografi dan tata guna lahan merupakan suatu karakteristik DAS.

2. Intensitas hujan, durasi hujan, dan distribusi hujan merupakan bagian dari faktor meteorologi.

2.4 Pemilihan Jenis Sebaran

a. Distribusi Gumbel (Soemarto, 1999)

T n

n T

Y

Y

S

S

X

X

b. Distribusi Normal (Soemarto, 1999)

S

K

X

X

T

T

c. Distribusi Log Person III Soewarno (1995)



3 3

2

1

n

S

n

LogX

LogXi

n

C

S





S

K

LogX

LogX

i

T

d. Distribusi Log Normal (Soemarto, 1999)

S

K

X

X

T

T

2.5 Kala Ulang

Sesuai dengan Permen PU no 12 tahun 2014 tentang cara perencanaan sistem drainase perkotaan. Dalam perencanaan kala ulang suatu system drainase dapat disesuaikan dengan Tipologi Kota seperti pada tabel dibawah ini.

Tabel 2. 1 Pemilihan Kala Ulang Menurut Peraturan Mentri

(4)

Sumber: Peraturan Mentri Nomor 12, 2014 Juga dilakukan analisis frekuensi dalam metode gumbel yaitu 2, 5, 10, 20 tahunan.

2.6 EPA-SWMM

Menurut (Rossman, 2004) SWMM adalah permodelan simulasi hubungan antara curah hujan dan limpasan, funsinya yaitu simulasi yang digunakan untuk mensimulasi kejadian tunggal atau berlanjut dalam waktu yang lama, baik volume limpasan maupun kualitas air di daerah perkotaan. Analisis limpasan bisa dilakukan dengan berbagai media penyaluran seperti sistem jaringan saluran terbuka, perpipaan, pompa atau pengatur, dan tampungan atau instalasi pengolahan.

3. METODE PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian

Dalam diagram alir berikut ditunjukan diagram alir secara umum dan menyeluruh mengenai kajian pengaruh tanggul laut terhadap banjir di sistem drainase Sungai Sringin

Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian 3.2 Analisis Data

Data-data yang dibutuhkan telah didapat akan diolah dan dianalisis sesuai dengan kebutuhan. Berikut data-data yang akan diolah:

1. Data Pasang Surut Air Laut

Data pasang surut air laut yang di gunakan adalah data bulan Agustus, September dan Oktober pada tahun 2011, selama satu bulan penuh yaitu 30 hari dan selama 24 Jam

2. Peta RTRW atau Tata Guna Lahan a.

Koefisien kekasaran manning

b. Mendapatkan tata guna ruang pada subcatchment.

3. Peta Jaringan Drainase

a. Mengetahui jaringan drainase yang sudah ada saat ini

b. Mengetahui beberapa dimensi saluran yang ada.

4. Peta Topografi

a.

Kemiringan subcatchment

b.

Pola pergerakan aliran air

c.

Lebar subcatchment

d.

Batas subcatchment.

(5)

5. Data curah hujan

a.

Menghitung hujan rancangan dengan

periode ulang 2, 5, 10, dan 25

b.

Menghitung distribusi hujan tiap

satuan waktu

3.3 Validasi Penelitian

Dalam kajian ini akan terdapat 2 permodelan. Permodelan yang pertama adalah permodelan polos. Jadi permodelan ini adalah permodelan tanpa menggunakan pengaruh tanggul laut. Yang kedua adalah permodelan dengan melibatkan tanggul laut. Jadi akan dilihat seberapa besar pengaruh tanggul laut terhadap banjir di sistem drainase Sungai Sringin. Perbedaan 2 permodelan dalam kajian ini terletak dalam penggunaan data pasang surut air laut. Validasi dalam kajian ini adalah akan membandingkan hasil kajian yang kami proses dengan hasil fakta di lapangan dan sudah terdokumentasi

4. PEMBAHASAN

Tujuan dari penelitian ini yang menggunakan pemodelan EPA-SWMM akan dibahas dalam sub bab pembahasan ini. Tujuan dari pemodelan ini adalah mengetahui kondisi eksisting saluran drainase Sungai Sringin, mengetahui kapasitas saluran eksisting, pengaruh tanggul laut terhadap banjir di sistem drainase Sungai Sringin. Namun dalam pembahasan tujuan terakhir dibedakan menjadi 2 yaitu pengaruh tanggul laut tanpa adanya normalisasi dan dengan adanya normalisasi.

4.1

Kondisi Eksisting Sistem Drainase

Sungai Sringin

Sungai Sringin Merupakan salah Satu Sungai di Kota Semarang dengan luas daerah aliran sungai ± 14 Km2. Aliran Sungai Sringin melewati Rawa, Perumahan penduduk akses jalan raya, serta kawasan industri. Sungai Sringin berada pada daerah yang langsung terkena dampak pasan surut yang besar, sehingga sangat sering terjadi banjir dan rob di daerah aliranya. Tinggi banjir dan rob di beberapa titik mencapai 60 cm seperti di daerah

Jalan Gebang Anom Raya. Jika dilihat kondisi eksistingnya, sungai sringin sebagian besar dinding sungai sudah terbuat dari plesteran namun juga ada yang masih alami terbuat dari tanah yang aliranya melewati rawa-rawa.

4.2

Kapasitas Saluran Sungai Sringin

dalam Kondisi Eksisting

Setelah kodisi eksisting dan karakteristik sungai Sringin pemodelan mulai dilakukan dengan menggunakan software EPA-SWMM. Pemodelan akan menghasilkan hidrograf aliran permukaan, hidrograf aliran tiap saluran serta profil tiap saluran. Melalui hidrograf aliran permukaan dan saluran maka dapat diketahui puncak tertinggi dan puncak terendah, berdasarkan hasil penelitian ebagian besar puncak tertinggi terjadi pada jam ke 4. Debit aliran tiap saluran juga dapat di lihat dari hidrograf aliranya. Selain itu run off tiap subcatchment juga dapat dilihat melalui hidrograf tersebut. Dalam profil aliran juga dapat dilihat aliran yang melimpas sehingga mengakibatkan banjir pada periode ulang tertentu mulai dari 2, 5, 10, dan 25 tahunan. pada tabel 4.1 merupakan sampel conduit yang mengalami flooding atau banjir dengan periode ulang 2 tahunan, 5 tahunan, 10 tahunan, dan 25 tahunan

Tabel 4.1 Max Flow Kondisi Eksisting

Conduit Max Flow Kondisi Eksisting (CMS) R2 R5 R10 R25 C1 2,10 2,05 2,09 2,06 C3 1,73 1,73 1,73 1,73 C4 0.89 0.87 0,89 0,89 C5 8,13 8,13 8.13 8,13 C7 3,34 3,33 3.51 3,34 C8 7,37 7,39 7,39 7,41 Sumber: Hasil Analisis, 2017

Tabel 4.1 diatas menunjukan debit aliran saluran pada setiap periode ulangnya ada yang mengalami kenaikan pada periode ulang 2 tahunan ke 5 tahunan namun turun pada periode

(6)

ulang 25 tahunan yang terjadi pada conduit 1, conduit 8. Tetepi ada mengalami peningkatan debit maksimum pada setiap periode ulangnya seperti conduit 11. Serta ada juga yang tidak mengalami kenaikan sama sekali setiap periode ulangnya seperti conduit 3, conduit 5. Pada Tabel 4.2 merupakan sampel junction yang mengalami flooding atau banjir dengan periode ulang 2 tahunan, 5 tahunan, 10 tahunan, dan 25 tahunan

Tabel 4.2 Max Total Inflow Kondisi Eksisting

Node

Max Total Inflow Kondisi Eksisting(CMS) R2 R5 R10 R25 J1 15,11 19.12 21.80 25,20 J3 30,41 38,89 44,80 52,31 J4 16,76 20,40 22,83 25,91 J5 18,29 21,15 23.08 25,55 J7 18,65 22.28 25.15 28,95 J8 6.78 8,61 9.93 11,76 Sumber: Hasil Analisis, 2017

Tabel 4.2 diatas menunjukan debit aliran masuk pada junction, semua junction mengalami kenaikaan pada setiap periode ulangnya seperti mulai dari junction 1 sampai outfall 1.

4.3

Pengaruh Tanggul Laut Terhadap

Banjir di Sistem Drainase Sungai

Sringin

Setelah kodisi eksisting dan karakteristik sungai Sringin pemodelan mulai dilakukan dengan menggunakan software EPA-SWMM. Pemodelan akan menghasilkan hidrograf aliran permukaan, hidrograf aliran tiap saluran serta profil tiap saluran. Melalui hidrograf aliran permukaan dan saluran maka dapat diketahui puncak tertinggi dan puncak terendah, berdasarkan hasil penelitian bagian besar puncak tertinggi terjadi pada jam ke 4. Debit aliran tiap saluran juga dapat di lihat dari hidrograf aliranya. Selain itu run off tiap subcatchment juga dapat dilihat melalui hidrograf tersebut.

Dalam profil aliran juga dapat dilihat aliran yang melimpas sehingga mengakibatkan banjir pada periode ulang tertentu mulai dari 2, 5, 10, dan 25 tahunan.

Tabel 4.3 dan tabel 4.4 berikut adalah tabel perbandingan Max Flow pada beberapa conduit dan Maksimum Total Flow pada beberapa node/junction pada kondisi eksisting dengan kondisi setelah ada tanggul laut.

Tabel 4.3 Perbandingan Max Flow

Sumber: Hasil Analisis, 2017

Tabel 4.4 Perbandingan Max Total Inflow

Sumber: Hasil Analisis, 2017

Karena hasil dari pemodelan antara kondsi eksisting dengan kondisi eksisting yang dipengaruhi tanggul laut masih tetap terjadi banjir (flooding) maka dilakukan normalisasi sungai. Berikut adalah gambar 4.1 letak flooding pada pemodelan.

(7)

Gambar 4. 1 Perbandingan Junction yang Mengalami Banjir a) Kondisi Eksisting Sebelum ada

Tanggul Laut, b) Kondisi Eksisting Setelah ada Tanggul Laut

= Junction yang tidak mengalami banjir = Junction yang mengalami banjir

Melalui Gambar 4.1 dapat dilihat letak junction yang mengalami banjir dan tidak banjir pada kondisi eksisting sebelum ada tanggul laut dan setelah ada tanggul laut tidak mengalami perubahan sama sekali.

Dari Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa tidak ada perubahan yang signifikan sehingga pada node tersebut masih terjadi banjir, maka salah satu upaya terakhir yaitu normalisasi sungai dengan di tambah juga tanggul laut. Sebelum direncanakan dimensi sungai Sringin yang sesuai maka dilakukan verifikasi dan kalibrasi untuk mengetahui nilai parameter yang digunakan sudah sesuai atau belum. Pada proses verifikasi dan kalibrasi, diperoleh nilai error 1.6% pada proses verifikasi dan 0 % pada proses kalibrasi saat membandingkan elevasi sungai hasil simulasi dengan elevasi muka banjir di lapangan. Hal ini menunjukan bahwa kondisi eksisting dapat digunakan dalam pemodelan kondisi rencana awal hingga rencana akhir.

Dimensi sungai yang direncanakan menggunakan periode ulang 25 tahunan karena didaerah tersebut sering terjadi banjir dan rob yang cukup tinggi. Dimensi sungai harus dapat menerima debit, debit aliran maksimum kondisi

eksisting dapat dikatakan sangat jauh dari harapan untuk dapat menampung debit yang ada. Maka dari itu dilakukan pemodelan dengan membuat tanggul laut. Dalam pemodelan yang berbeda adalah batas hilir yang di ubah dari pasang surut menjadi free outfall. Namun kondisi nya tidak jauh berbeda dan tetap terjadi banjir. Sehingga langkah terakhir untuk mengatasinya adalah normalisasi hingga tidak akan terjadi banjir dalam pemodelan.

Tabel 4.5 Perbandingan Max Flow Antara Kondisi Eksisting, Kondisi Pengaruh Tanggul Laut,

dan Normalisasi

Sumber: Hasil Analisis, 2017

Tabel 4.6 Perbandingan Max Total Inflow Antara Kondisi Eksisting, Kondisi Pengaruh Tanggul

Laut, dan Normalisasi Sumber: Hasil Analisis, 2017

(8)

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil analisis dan pembahasan yang sudah dilakukan, maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut ini:

1.

Sungai Sringin Merupakan salah Satu Sungai di Kota Semarang dengan luas daerah aliran sungai ± 14 Km2. Aliran Sungai Sringin melewati Rawa, Perumahan penduduk akses jalan raya, serta kawasan industri. Sungai Sringin berada pada daerah yang langsung terkena dampak pasang surut yang besar, sehingga sangat sering terjadi banjir dan rob di daerah aliranya. Tinggi banjir dan rob di beberapa titik mencapai 60 cm seperti di daerah Jalan Gebang Anom Raya. Jika dilihat kondisi eksistingnya, Sungai Sringin sebagian besar dinding sungai sudah terbuat dari plesteran namun juga ada yang masih alami terbuat dari tanah yang alirannya melewati rawa-rawa.

2. Pada pemodelan kondisi eksisting elevasi junction Sungai Sringin memiliki perbedaan elevasi yang sangat besar sehingga saluran menjadi curam dan akan menambah kecepatan aliran air. Selain itu bentuk conduit didominasi dengan bentuk trapezium (Trapezoidal), Persegi (Rec_Open), ada juga yang bentuknya tidak beraturan (Irregular). Elevasi outfall yang rendah membuat saluran yang berada di outfall meluap dengan adanya pasang surut air laut walaupun memiliki lebar dasar sungai (Bottom Width) cukup lebar 62.93 meter. Selain itu titik banjir pada kondisi eksisting sebelum ada tanggul laut terjadi pada junction 1, junction 3, junction 4, junction 5, junction 7, junction 8

3.

Pada pemodelan kondisi eksisting sebelum adanya tanggul laut puncak

debit pada kondisi batas hilir atau outfall terjadi pada hujan rancangan dengan periode ulang 25 tahunan yaitu 52,12 CMS (Cubic Meter Second) atau 52,12 m3/s serta pada junction 1 memiliki 25,20 m3/s, junction 3 memiliki 52,31 m3/s, junction 4 memiliki 25,91 m3/s, junction 5 memiliki 25,55 m3/s, junction 7 memiliki 28,95 m3/s, dan pada junction 8 memiliki 11,76 m3/s. Pada saat hujan rancangan dengan periode ulang 25 tahun saluran yang meluap adalah conduit 1 dengan debit sebesar 2,06 m3/s, conduit 3 sebesar 1,73 m3/s , conduit 4 sebesar 0,89 m3/s , conduit 5 sebesar 8,13 m3/s , dan conduit 7 sebesar 3,34 m3/s

4. Pemodelan kondisi eksisting Sungai Sringin setelah ada tanggul laut perbedaan dari pemodelan sebelumnya adalah kondisi batas hilir yang tidak dipengaruhi oleh pasang surut namun pengaruh perubahan besar dengan adanya tanggul laut hanya pada daerah hilir tetapi tidak berpengaruh pada daerah hulu dengan debit setelah ada tanggul laut pada outfall yaitu 52,22 m3/s hanya berubah 0,10 m3/s atau 0,192 % serta pada conduit 11 yang berada pada daerah hilir memiliki debit 38,19 m3/s hanya berubah 0,09 m3/s atau 0,236%. Sedangkan pada daerah hulu tidak ada perubahan debit sama sekali dan masih terjadi banjir salah satunya pada junction 1 memiliki debit 25,20 m3/s sama seperti sebelum ada tanggul laut, serta pada conduit 1 dengan debit 2,06 m3/s sama seperti sebelum ada tanggul laut dengan hujan rancangan periode ulang 25 tahunan maka dari itu dibutuhkan normalisasi karena titik banjir masih sama seperti sebelum ada tanggul laut

(9)

5. Normalisasi yang dilakukan adalah dengan mengubah semua dimensi sungai, semua dimensi saluran diubah menjadi rec_open dan roughness 0,012 karena saluranya dengan plesteran dan pasir. C1 dengan max depth 2,6 m dan bottom width 6 m. C2 dengan max depth 2,5 m dan bottom width 7 m. C3 dengan max depth 2,9 m dan bottom width 5 m. C4 dengan max depth 3,0 m dan bottom width 10 m. C5 dengan max depth 3,0 m dan bottom width 10 m. C6 dengan max depth 2,4 m dan bottom width 4 m. C7 dengan max depth 2,5 m, dan bottom width 8 m. C8 dengan max depth 3,0 m dan bottom width 15 m. C9 dengan max depth 2,5 m dan bottom width 10 m. C10 dengan max depth 2,5 m dan bottom width 20 m. C11 dengan max depth 2 m dan bottom width 62.93 m.

5.2 Saran

Sesuai hasil penelitian yang telah dilakukan, maka ada beberapa saran yang dapat diberikan yaitu:

1. Dalam upaya mengatasi banjir di Sungai Sringin, tidak hanya dengan pembangunan tanggul laut dengan pompa namun juga di tambah dengan upaya normalisasi saluran drainase. Normalisasi meliputi junction dan conduit

2. Pemeliharaan saluran secara berkala dan tepat juga perlu dilakukan untuk memperkecil penyumbatan sampah pada saluran yang ada. Perlu dilakukan himbauan dan ajakan kepada masyarakat secara serentak untuk tidak membuang sampah sembarangan. Karena kebanyakan dari survei yang kami laukan, banjir terjadi karena saluran yang tersumbat sampah

3. Pemerintah diharapkan lebih serius memperhatikan kondisi sungai di pesisir Semarang Timur guna mengurangi

dampak banjir dan rob yang terus-menerus terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik, (2016), Kota Semarang Dalam Angka, BPS Kota Semarang, Semarang.

https://semarangkota.bps.go.id/website/pdf_ publikasi/Kota%20Semarang%20dlm%20A ngka%202016-wm.pdf

Kementerian PU RI, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, (2011), Prinsip-prisip Dasar Sistem Drainase Perkotaan . Jakarta. http://pplp-dinciptakaru.jatengprov.go.id/drainase/file/7 49053951_prinsip_dasar_drainase_perkotaa n.pdf

Kementerian Pekerjaan Umum, (2007), Profil Kabupaten / Kota, Semarang, http://ciptakarya.pu.go.id/profil/profil/barat/j ateng/semarang.pdf

Kodoatie, R, (2013), Rekayasa dan Manajemen Banjir Kota, Andi, Yogyakarta

Metro Semarang, (2017), “Banjir Rob Kaligawe Sulitkan Pengendara”,

http://metrosemarang.com/banjir-rob-kaligawe-sulitkan-pengendara-45946, Diakses 1 Juli 2017 Pukul 20.05.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umun Nomor 12/PRT/M2014, (2014), Tata Cara Perencanaan Sistem Drainase, Kementerian Pekerjaan Umum, Jakarta. http://birohukum.pu.go.id/uploads/DPU/201 4/PermenPU12-2014.pdf

Peraturan Pemerintah no 38, (2011), Sungai, Sekretariat Negara, Jakarta http://regulasi.kemenperin.go.id/site/downlo ad_peraturan/983

(10)

Radar Pekalongan, (2016), “Genuk Makin Rawan Banjir dan Rob”, http://radarpekalongan.com/58640/genuk-makin-rawan-banjir-dan-rob/, Diakses 1 Juli 2017 Pukul 20.05.

Rossman, L., (2004), Storm Water Management Model User’s Manual Version 5.0. Cincinati US,

http://www.owp.csus.edu/LIDTool/Content/ PDF/SWMM5Manual.pdf.

Soemarto, C., (1999), Hidrologi Teknik, Usaha Nasional, Surabaya.

Suripin, (2004), Drainase Perkotaan Yang Berkelanjutan, Andi, Yogyakarta.

Wesli, (2008), Drainase Perkotaan, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Zulkifli, A., (2013), Tanggul Laut Raksasa, https://webcache.googleusercontent.com/sea rch?q=cache:Tj7sNFOdXV8J:https://bangaz

ul.com/tag/tanggul-laut-raksasa/+&cd=6&hl=id&ct=clnk&gl=us, Diakses 1 Juli 2017 Pukul 22.10

Gambar

Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian
Tabel 4.1  Max Flow Kondisi Eksisting   Conduit  Max Flow Kondisi Eksisting (CMS)
Tabel 4.2  Max Total Inflow Kondisi Eksisting
Gambar 4. 1 Perbandingan Junction yang  Mengalami Banjir a) Kondisi Eksisting Sebelum ada

Referensi

Dokumen terkait

Kepopuleran cerpen ini secara tidak langsung memberikan inspirasi terhadap karya-karya yang muncul kemudian, seperti dalam komik tentang dongeng Jepang yang berjudul Kumo

Mengutip pendapat Fogarty, dalam Syaifuddin Sabda mengemukakan kurikulum terpadu integrated curriculum sebagai suatu model kurikulum yang dapat mengintegrasikan skills,

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Siklus Hidup dan Demografi Kumbang Lembing Henosepilachna vigintioctopunctata Fabricius (Coleoptera: Coccinellidae) Pada

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa etanol dengan kadar 80% lebih efektif digunakan sebagai bahan bakar karena lebih ekonomis dan memiliki lama

Tri Ika Jaya Kusumawati, S.Kom Wiwin Windihastuty, S.Kom Agnes Aryasanti, S.Kom Nofiyani, S.Kom Nurwati, M.Kom Anita Diana, M.Kom Samsinar, M.Kom Sejati Waluyo, M.Kom Erwin

Para Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, dengan segala kerendahan hati dan

Pseudoalbaillella longicornis Ishiga & Imoto bersama-sama Hegleria mammilla (Sheng & Wang), jujukan rijang yang dikaji sesuai dimasukkan ke dalam Zon

Pengujian mengenai aktivitas hipoglikemik ekstrak air daun angsana ( Pterocarpus indicus Willd) telah dilakukan pada tikus diabetes yang diinduksi dengan