• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Susu merupakan bahan makanan yang diperoleh dari hasil seleksi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Susu merupakan bahan makanan yang diperoleh dari hasil seleksi"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang

Susu merupakan bahan makanan yang diperoleh dari hasil seleksi keseluruhan oleh sel sekresi kelenjar susu yang didapat melalui pemerahan yang lengkap dari satu atau lebih sapi betina yang sedang laktasi. Air susu perahan menurut “Peraturan Perusahaan Susu” adalah susu yang diperoleh dengan jalan pemerahan, secara teratur, terus menerus, tanpa dikurangi ataupun ditambah apapun juga serta memiliki berat jenis minimal 1,027 pada temperatur 27,5ᴼC dan kadar minimal lemak adalah 2%. Air susu atau susu sapi terdiri dari tujuh perdelapan bagian air dan satu perdelapan bagian bahan kering. Air susu yang diperah dibentuk oleh kelenjar susu yang menggerombol dalam bentuk ambing susu yang yeng dibawah perut diantara kedua kaki belakang.

Untuk mengatasi kerusakan susu sebelum dikonsumsi atau sebelum diolah oleh industri susu perlu diketahui kualitas susu sehingga dapat menentukan apakah susu layak dikonsumsi atau tidak. Pemerahan yang baik akan menghasilkan kualitas yang baik pula untuk dikonsumsi oleh konsumen. Selain itu pemerahan yang baik juga akan menghindarkan penyakit pada ambing atau mastitis. Saat ini banyak susu yang masih berkualitas jelek hal ini disebabkan karena kesalahan dalam pemerahan yang menyebabkan ambing mengalami peradangan atau lebih sering disebut dengan mastitis. Kualitas susu yang jelek juga akan berdampak pada kesehatan konsumen karena pada kualitas susu yang

(2)

jelek kandungan gizi didalamnya juga akan berkurang. Proses pemerahan yang benar akan mengurangi resiko terkena mastitis yang juga berpengaruh pada produksi dan kualitas susu yang dihasilkan. Di peternakan sapi perah kasus yang sering terjadi adalah mastitis yang berpengaruh pada produksi susu serta kualitas susu yang dihasilkan juga kurang baik. Kerugian yang dapat terjadi karena mastitis adalah berupa penurunan produksi susu serta penurunan kesehatan ternak. UPTD BPBPTDK adalah peternakan sapi yang dikelola oleh Pemerintah Dinas Pertanian Yogyakarta yang diharapkan dapat menjadi percontohan proses pemerahan sapi perah yang baik.

(3)

Tujuan

Tujuan penulisan tugas akhir ini untuk mengevaluasi proses pemerahan di UPTD Balai Pengembangan Bibit Pakan Ternak dan Diagnostik Kehewanan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Manfaat

Manfaat yang dapat diambil dari penulisan tugas akhir ini adalah penulis dapat mengetahui proses sebelum pemerahan, pemerahan, dan pasca pemerahan yang dilakukan di UPTD BPBPTDK.

(4)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pemerahan

Pemerahan adalah tindakan mengeluarkan susu dari ambing. Pemerahan bertujuan untuk mendapatkan produksi susu yang maksimal. Terdapat tiga tahap pemerahan yaitu pra pemerahan, pelaksanaan pemerahan dan pasca pemerahan (Syarief dan Sumoprastowo, 1990).

Tujuan dari pemerahan adalah untuk mendapatkan jumlah susu yang maksimal dari ambingnya, apabila pemerahan tidak sempurna sapi induk cenderung untuk menjadi kering terlalu cepat dan produksi total menjadi menurun (Putra, 2009).

Syarat-Syarat Pemerahan

a) Pemeriksaan sapi yang akan diperah

Semua sapi yang akan diperah harus diperiksa kemungkinan adanya penyakit menular yang berbahaya bagi para konsumen. Penyakit-penyakit tersebut antara lain : TBC, Brucellosis, mastitis. TBC dan Brucellosis penyakit berbahaya bagi konsumen karena termasuk penyakit zoonosis sedangkan mastitis membahayakan konsumen karena toxinnya yang terkandung di dalam susu yang terinfeksi. Oleh karena itu air susu yang terinfeksi mastitis tidak boleh dikonsumsi.

(5)

b) Kesehatan petugas

Setiap petugas pemerah ataupun yang akan berhubungan dengan proses pengolahan susu harus dalam kondisi sehat dan bersih. Oleh karena itu setiap petugas yang akan terjun kelapangan perlu : 1). Mencuci tangan dengan deterjen atau air sabun yang hangat hingga bersih, kemudian tangan dikeringkan dengan kain lap. 2). Kuku-kuku tangan yang panjang harus dipotong sehingga tangan menjadi bersih dan tidak melukai puting.

Selain itu pemerah disarankan untuk menggunakan tutup kepala dan sarung tangan untk mencegah kotoran rambut dan tangan jatuh kedalam susu dan mencegah terjadinya pencemaran (Anonim, 2003). c) Kebersihan tempat dan peralatan yang akan dipakai

Kebersihan tempat dan peralatan yang dipakai sangat mempengaruhi kebersihan dan kesehatan air susu. Tempat dan peralatan yang kotor dan berbau busuk akan mencemari air susu sehingga mempercepat proses pembusukan, air susu menjadi asam dan rusak.

d) Kebersihan sapi

Sapi yang akan diperah juga harus dalam keadaan bersih. Semua sapi yang akan diperah harus dimandikan terlebih dahulu seperti pada bagian tubuh tertentu seperti pada lipatan paha, ambing dan puting.

e) Kebersihan kamar susu

Kamar tempat penampungan susu harus bersih, sebab didalam kamar ini susu akan diproses lebih lanjut dan akan disimpan beberapa waktu. Kamar susu yang baik harus terletak disuatu tempat yang terpisah

(6)

dengan kandang. Oleh karena itu kamar susu harus dalam keadaan bersih, terhindar dari lalat, jauh dari timbunan sampah, ventilasi sempurna dan drainase disekitar yang baik.

f) Pemerahan dilakukan dalam waktu tertentu

Walaupun sapi bisa diperah lebih dari dua kali sehari pada setiap saat namun pemerahan yang baik adalah sesuai dengan jadwal pemerahan secara teratur sehingga tidak menimbulkan strees pada sapi. Apabila sapi diperah dua kali, pada pukul lima pagi dan pada pukul 3 sore maka jadwal tersebut harus dipertahankan, dengan demikian sapi memiliki kebiasaan kapan harus dimandikan, kapan harus makan dan kapan harus siap diperah (AAK, 1995).

Jarak pemerahan dapat menentukan jumlah susu yang dihasilkan. Jika jaraknya sama, yakni 12 jam maka jumlah susu yang dihasilkan pada waktu pagi dan sore hari akan sama. Namun jika jarak pemerahan tidak sama, jumlah susu yang dihasilkan pada sore hari lebih sedikit daripada susu yang dihasilkan pada pagi hari (Sudono dkk, 2011). Pemerahan dilakukan dua kali sehari dengan interval 12 jam untuk memberi kesempatan kelenjar mammae memproduksi susu selanjutnya (Soeharsono, 2008).

(7)

Persiapan pemerahan a) Menenangkan sapi

Usaha untuk menenangkan sapi dapat ditempuh dengan cara : 1). Memberikan makanan penguat terlebih dahulu pada sapi yang akan diperah. 2). Petugas mengadakan pendekatan dengan cara memegang-megang bagian tubuh sapi. 3). Menghindarkan lingkungan kandang terjadi kegaduhan.

b) Membersihkan kandang dan bagian tubuh sapi, terdiri dari : 1). Mencuci lantai kandang dengan menyemprotkan air bertekanan tinggi. 2). Mencuci ambing dengan air hangat dan desinfektan, ambing digosok dengan spon kemudian dikeringkan dengan kain lap yang lunak.

c) Mengikat sapi, sapi yang akan diperah diikat dengan tali. Tujuan pengikatan adalah agar sapi tidak berontak sewaktu pemerahan berlangsung.

d) Mencuci tangan, semua petugas yang akan melaksanakan pemerahan harus mencuci tangan terlebih dahulu dengan bersih agar susu yang diperah sehat dan bersih, tidak tercemar oleh kotoran tangan pemerah. Pencucian tangan hendaknya menggunakan air hangat yang bersih menggunakan sabun dan desinfektan kemudian dikeringkan dengan kain lap dan tangan diolesi dengan minyak kelapa agar pemerahan dapat lebih lembut,sehingga sapi tidak merasa sakit.

(8)

e) Melicinkan puting, puting sapi yang akan diperah perlu diolesi minyak kelapa atau vaselin agar menjadi licin sehingga memudahkan proses pemerahan dan sapi tidak merasakan sakit.

f) Merangsang keluarnya air susu melalui pedet dan pemerahan bertahap dapat ditempuh dengan cara : 1). Menyusukan pedet pada induk yang akan diperah sebagai langkah awal pemerahan sehingga proses pemerahan selanjutnya lancar. 2). Melakukan pemerahan bertahap.

g) Perlengkapan dan peralatan, Sebelum pemerahan dimulai petugas harus mempersiapkan perlengkapan dan peralatan yang diperlukan terlebih dahulu. Perlengkapan tersebut antara lain : ember tempat pemerahan, tali pengikat ekor, milk-can untuk menampung susu dan kain bersih untuk menyaring susu terhadap kotoran dan bulu sapi pada saat susu dituangkan ke dalam milk-can. Semua alat yang digunakan sebelum dan sesudah dipakai harus selalu dalam keadaan bersih (AAK, 1995) .

Teknik Pemerahan

Teknik pemerahan dibedakan menjadi 3 macam yaitu : A. Whole hand (tangan penuh)

Cara ini adalah yang terbaik, karena puting tidak akan menjadi panjang. Cara ini dilakukan pada puting yang agak panjang sehingga dapat dipegang dangan penuh tangan. Caranya tangan memegang puting dengan ibu jari dan telunjuk pada pangkalnya. Tekanan dimulai dari atas puting diremas dengan ibu jari dan telunjuk, diikuti dengan jari tengah, jari manis,

(9)

dan kelingking, sehingga air dalam puting susu terdesak ke bawah dan memancar ke luar. Setelah air susu itu keluar, seluruh jari dikendorkan agar rongga puting terisi lagi dengan air susu. Remasan diulangi lagi berkali-kali.

Jika ibu jari dan telunjuk kurang menutupi rongga puting, air susu tidak akan memancar keluar, tetapi masuk lagi ke dalam ambing dan sapi akan kesakitan. Sedapat mungkin semua pemerahan dilakukan dengan sepenuh tangan. Teknik ini dilakukan dengan cara menggunakan kelima jari. Puting dipegang antara ibu dari dan keempat jari lainnya, lalu ditekan dengan keempat jari tadi (Syarief dan Harianto, 2011).

B. Stripping (perah jepit)

Puting diletakkan diantara ibu jari dan telunjuk yang digeserkan dari pangkal puting ke bawah sambil memijat. Dengan demikian air susu tertekan ke luar melalui lubang puting. Pijatan dikendorkan lagi sambil menyodok ambing sedikit ke atas, agar air susu di dalam cistern (rongga susu) keluar. Pijatan dan geseran ke bawah diulangi lagi. Cara ini dilakukan hanya untuk pemerahan penghabisan dan untuk puting yang kecil atau pendek yang sukar dikerjakan dengan cara lain (Syarief dan Harianto, 2011).

C. Knevelen (perah pijit)

Cara ini sama dengan cara penuh tangan, tetapi dengan membengkokan ibu jari, cara ini sering dilakukan jika pemerah merasa

(10)

lelah. Teknik ini hanya dilakukan pada sapi yang memiliki puting pendek (Syarief dan Harianto, 2011).

Tahapan Pemerahan

Pemerahan susu dapat dibagi menjadi 3 tahap yaitu : A. Tahap Persiapan

Terdiri dari : 1). Pengeluaran kotoran dari kandang, sebelum pemerahan dimulai hendaknya semua kotoran sapi disingkirkan dari kandang agar bau kotoran tidak masuk dalam susu. Untuk menjaga kebersihan susu dari debu maka sebaiknya rumput diberikan setelah pemerahan selesai. 2). Mempersiapkan sapi yang akan diperah, sesudah pemerah mencuci tangan dengan sabun dan membawa alat pemerahan yang bersih (bangku pemerahan, ember pemerahan, ember air hangat, tempolong kecil berisi vaselin, kain lap yang bersih), maka petugas mendekati sapi yang akan diperah dan menenangkan sapi. Kedua ember yang dibawa diletakkan kira-kira dipertengahan sapi berdiri supaya jauh dari kotoran yang mungkin dikeluarkan sapi. 3). Pengikatan ekor sapi, pengikatan ekor sapi hendaknya diikatkan pada kaki belakang diatas tumitnya, untuk menghindarkan kotoran dikipas-kipaskan ekor masuk mengotori susu di ember. 4). Pembersihan ambing dan putingnya, ambing dan puting yang kotor sebaiknya dicuci dengan air hangat kemudian dikeringkan dengan lap. Rangsangan yang paling baik sewaktu sapi akan diperah, ialah mengusap puting dengan kain halus dan hangat sehingga

(11)

rangsangan dari ambing atau puting tersebut akan dilanjutkan ke otak, hyphotalamus terangsang dan keluar oksitosin. Bila rangsangan tersebut tidak halus atau bahkan menyebabkan kesakitan pada sapi maka yang keluar adalah hormon adrenalin yang justru akan menyebabkan pembuluh darah menyempit. Akibatnya darah ke ambing tidak banyak, sehingga dengan sendirinya produksi susu juga akan sedikit. Sistem syaraf ke ambing sejalan dengan sistem pembuluh darah dan limfe, berjalan bersama-sama. Pada saat diperah terdapat koordinasi yang baik antara kegiatan syaraf, pembuluh darah dan limfe. Begitu puting dirangsang, rangsangan dibawa melalui sumsum tulang belakang menuju susunan syaraf pusat dan sampai di hypothalamus bagian posterior. Rangsangan ini menyebabkan keluarnya hormon oksitosin, masuk ke dalam darah arteri dibawa ke seluruh tubuh dan diantaranya masuk ke dalam ambing. Oksitosin menyebabkan adanya pemompaan air susu dari alveoli (Soeharsono, 2008). 5). Pemeriksaan susu dari masing-masing puting, hal ini perlu sekali dilakukan untuk segera mengetahui adanya hal-hal abnormal atau penyakit radang ambing. Tiap-tiap penyakit yang disertai sakit atau demam selalu mempengaruhi kwantitas susu, rasa, bau, dan konsistensinya berubah dan lebih mudah pecah. 6). Massage dari ambing, jika ambing nampak tidak begitu penuh berisi maka ambing perlu diraba dengan kedua tangan masing-masing kuartir ambing depan dan belakang, sebelah kanan kemudian sebelah kiri, diraba dengan ibu jari dua-duanya disebelah luar sedang empat jari masing-masing lainnya memegang

(12)

perempatan ambing dari dalam. Gerakan massage itu dilakukan dari atas rongga ambing kebawah sampai pada pangkal puting. Sesudah rabaan dan massage ambing akan terlihat makin lama akan makin mengencang, begitu pula puting akan makin terlihat mengencang. Hal ini tidak hanya mempermudah pembentukan susu namun juga mempermudah pelepasan susu (Sindoredjo, 1995). Pada persiapan pemerahan alat-alat pemerahan susu dibersihkan, konsentrat diberikan sebelum pemerahan agar sapi tenang, sapi dibersihkan dan tangan petugas dicuci menggunakan sabun (Sudono dkk, 2011).

B. Tahap Pemerahan

Pemerahan dilakukan dengan memerah dua puting, depan dan belakang bersama-sama dan pemerahan puting itu dilakukan berganti-ganti sehingga keluarnya susu dapat terus menerus. Pada permulaan pemerahan dilakukan dengan tekanan yang ringan kemudian setelah susu keluar dengan lancar maka pemerahan dengan berangsur-angsur dapat dipercepat temponya. Pemerahan tidak boleh dihentikan sebelum susu benar-benar habis. Bila kedua kwartir ambing yang pertama sudah habis susunya maka pindah ke kwartir ambing lainnya (Sindoredjo, 1995). Pemerahan dapat dilakukan dengan 3 macam cara yaitu : 1). Pemerahan dengan seluruh tangan (Whole hand), merupakan cara pemerahan yang terbaik, puting dipegang antara ibu jari dan keempat jari lainnya. Penekanan dengan keempat jari diawali dari jari yang paling atas kemudian diikuti oleh jari yang ada dibawahnya, begitu seterusnya

(13)

berulang-ulang. Pemerahan dengan teknik Whole hand merupakan pemerahan yang terbaik karena tidak menimbulkan rasa sakit pada sapi dan menimbulkan rasa sama seperti pada waktu anak sapi menyusu induknya. Selain itu metode ini juga mempunyai keuntungan karena produksi susu yang dihasilkan akan lebih banyak (Sindoredjo, 1995). 2). Pemerahan dengan memijat puting antara ibu jari (knevelen), cara pemerahan ini kurang baik karena dapat menimbulkan rasa sakit pada ambing dan dapat merusak bentuk puting maupun ambingnnya sendiri. Umumnya cara ini dipergunakan pada puting yang kecil dan pada sapi baru beranak pertama kali (Sindoredjo, 1995). 3) Pemerahan dengan menarik puting antara ibu jari dan jari telunjuk (Strippen), cara pemerahan ini dilakukan hanya pada puting yang kecil dan pendek. Pemerahan dengan cara ini dapat merusak ambing, juga tidak akan banyak hasilnya karena bertentangan dengan arah penyusuan anaknya. Caranya kedua jari ditekankan serta sedikit ditarik kebawah sampai air susu keluar. Teknik ini tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan puting turun (Sindoredjo, 1995).

C. Tahap penyelesaian (pemerahan pembersihan)

Sesudah pemerahan selesai, ambing susu diulangi lagi pemerahannya sehingga tidak ada susu yang tertinggal. Hal ini dilakukan karena : 1). Susu yang tertinggal didalam ambing dapat menjadi asam dan dapat menimbulkan kuman-kuman masuk kedalam ambing. 2). Susu yang terakhir paling banyak mengandung lemak oleh karena itu jika tidak

(14)

dikeluarkan akan berakibat merendahkan kadar lemak susu selanjutnya (Sindoredjo, 1995).

Setelah pemerahan selesai, ambing dicuci bersih dan dilap menggunakan kain yang dibasahi desinfektan, lalu ambing dilap hingga kering. Peralatan yang digunakan juga dicuci dengan deterjen atau tipol (sabun pelarut lemak) kemudian dibilas hingga bersih dan dikeringkan (Syarif dan Harianto, 2011).

Setelah sapi selesai diperah, rumput hijauan diberikan untuk meminimalkan kontak langsung ambing pada lantai karena bakteri akan mudah masuk kedalam puting yang masih terbuka (AAK, 1995).

Sebaiknya bagian puting dicelupkan ke dalam desinfektan sekitar empat detik untuk menghindari terjadinya mastitis (Syarief dan Sumoprastowo, 1990).

Penyakit Pada Ambing

Penyakit yang sering terjadi pada peternakan sapi perah adalah mastitis. Mastitis adalah peradangan jaringan kelenjar susu yang ditandai dengan adanya peradangan pada ambing disertai perubahan fisik, kimia, mikrobioloik serta adanya peningkatan jumlah sel radang dalam susu dan perubahan patologi jaringan. Berdasarkan gejalanya terdapat mastitis klinis dan sub klinis. Penyebab mastitis dapat disebabkan karena infeksi namun dapat pula disebabkan karena trauma atau salah manajemen dalam pemerahan. Faktor infeksi terjadi karena infeksi kuman antara lain kuman Streptococcus agalactiae, Streptococcus

(15)

dysgalactiae, Streptococcus uberis, dan Staphylococcus aureus. Faktor predisposisi terjadi bila ambing atau puting kena trauma atau pukulan, tusukan benda keras sehingga terjadi perdarahan, adanya luka atau lapisan keratin mengelupas akibat tarikan pemerahan (Soeharsono, 2008).

Secara klinis proses radang ambing dapat berlangsung akut, subakut, dan kronik. Radang dikatakan berlangsung secara subklinis apabila gejala-gejala klinis radang tidak dapat ditemukan pada waktu pemeriksaan ambing. Pada proses yang berlangsung secara akut tanda-tanda adanya radang, yang berupa kebengkakan, panas dalam rabaan air susu menjadi pecah bercampur endapan atau jonjot fibrin, konsistensi susu menjadi encer dan warnanya juga agak kebiruan. Gejala umum adanya radang akut akan terlihat jelas, sapi akan ambruk dan dapat mati dalam beberapa hari.

Pencegahan mastitis terutama ditujukan pada kebersihan kandang, kebersihan sapi, pengelolaan peternakan, serta desinfeksi dengan cara dipping pada puting sehabis pemerahan dengan menggunakan alkohol 70%. Pendidikan yang tidak kalah penting adalah pendidikan terhadap peternak akan prinsip-prinsip pencegahan penyakit (Subronto, 2003).

Pencegahan mastitis yang sangat bermanfaat ialah manajemen yang baik khususnya pada sebelum, selama dan setelah pemerahan. Mastitis dapat juga karena perlakuan yang kurang baik, misalnya sewaktu pemerahan dengan cara kasar yang dapat melukai puting. Sebelum memerah cuci dahulu puting dan ambing dengan air hangat, hal ini dapat merangsang pembentukan dan pengeluaran susu (Soeharsono, 2008).

(16)

Penyakit lain yang juga sering menyerang ambing adalah :

a) Radang ambing khusus : infeksi kuman Streptokokus, infeksi kuman Stafilokokus, infeksi kuman Koliform, infeksi kuman Korinebakterium, infeksi oleh Mikoplasma.

b) Gangguan kongenital dan Faali dari ambing : Kelainan pada ambing yang bersifat kongenital dapat berupa puting berbentuk pendek atau panjang. Gangguan kongenital tersebut seperti : air susu tidak turun, busung ambing.

c) Penyakit ambing bagian luar : Akne puting (kukul pada kulit ambing), radang ambing ulseratif.

d) Perubahan patologik lain-lain dari ambing : Radang traumatik, eversi ujung puting, lubang puting buntu (Subronto, 2003).

(17)

BAB III

MATERI DAN METODE

Materi

Materi didapatkan dari Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Bibit Pakan Ternak dan Diagnostik Kehewanan (UPTD BPBPTDK) berupa manajemen pemerahan dan pencegahan penyakit mastitis.

Metode

Cara pengambilan data dilakukan dalam Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Bibit Pakan Ternak dan Diagnostik Kehewanan (UPTD BPBPTDK) adalah :

1. Pengamatan atau observasi

Pengamatan dilakukan secara langsung terhadap kegiatan yang berhubungan dengan pelaksanaan operasional perusahaan guna memperoleh informasi dan pengalaman langsung.

2. Metode Wawancara

Wawancara dilakukan langsung dengan responden yang ada di Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Bibit Pakan Ternak dan Diagnostik Kehewanan (UPTD BPBPTDK). Responden yang di maksud dalam hal ini adalah pengelola, manajer kandang, karyawan dan pihak-pihak yang terkait dalam kegiatan perusahaan

(18)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

Kandang Pemerahan

Kandang pemerahan di UPTD BPBPTDK untuk sapi laktasi berjumlah 2 kandang dengan sistem tail to tail. Kandang dibersihkan dua kali sehari yaitu pukul 04.00 pagi dan pada pukul 12.00 siang. Kotoran sapi dikeluarkan dari kandang, lantai kandang disapu dan disiram dengan air bersih. Satu kandang sapi berisi 16-18 sapi laktasi. Bangunan kandang sapi laktasi memanjang dari arah selatan-utara dengan model kandang terbuka. Di kandang laktasi A sinar matahari agak sulit masuk karena di sekitar kandang terdapat bangunan yang lebih tinggi walaupun demikian keadaan kandang tetap terang dan tidak lembab. Sedangkan kandang laktasi B sinar matahari dapat masuk dengan baik dari pagi sampai sore.

Pemeliharaan Ternak

Perlakuan sapi yang ada di UPTD BPBPTDK meliputi pembersihan sapi yang dilakukan dua kali sehari. Sapi dimandikan, dibersihkan daerah lipatan paha, ambing dicuci bersih kemudian dilap menggunakan kain kering. Sebelum pemerahan dimulai ekor sapi diikat pada tumit agar tidak mengganggu proses pemerahan. Konsentrat diberikan masing masing setiap pemberian sebanyak 3.75 kg/hari pagi dan siang hari sebelum di perah. Hijauan diberikan pada sapi laktasi

(19)

masing masing setiap pemberian sebanyak 30kg/hari pagi dan sore setelah pemerahan.

Petugas pemerahan

Petugas pemerahan datang pada pukul 04.00 dan 13.00 petugas datang untuk mempersiapkan alat-alat pemerahan seperti ember berisi air bersih, tempat penampungan susu, penyaring susu. Awalnya petugas membersihkan tangan dengan air bersih dan sabun kemudian di lap dengan kain kering, setelah itu diberi pelicin untuk memudahkan dalam pemerahan.

Pelaksanaan Pemerahan

Pemerahan yang dilakukan di UPTD BPBPTDK untuk mendapatkan produksi susu dilakukan beberapa cara antara lain : 1). Fase pemerahan, dalam pemerahan sapi perah jarak pemerahan atau frekuensi pemerahan yaitu selama 9 jam maka dari itu produksi susu yang dihasilkan berbeda dengan frekuensi yang sudah di tentukan. Metode pemerahan yang di lakukan dalam proses pemerahan yaitu dengan Whole hand dan stripping hand. 2). Fase penyelesaian, setelah proses pemerahan dilakukan ada beberapa tahap yang dilakukan untuk menjaga kesehatan ambing antara lain pemerahan harus sampai tuntas sisa air susu yang berada diambing dikeluarkan dengan metode stripping hand, kemudian puting dicuci hingga bersih. Gambar proses pemerahan di UPTD BPBPTDK disajikan dalam lampiran.

(20)

Pembahasan

Persiapan sebelum pemerahan Kandang/tempat pemerahan

Pelaksanaan pembersihan kandang di UPTD BPBPTDK dilakukan sebelum pemerahan. Pembersihan kandang meliputi kotoran sapi, air kencing dan sisa-sisa pakan yang ada di dalam kandang maupun di sekitar lingkungan kandang kemudian lantai kandang disiram dengan air bersih yang mengalir sampai bersih. Lantai disapu menggunakan sapu lidi untuk mengeluarkan semua kotoran yang ada di dalam kandang. Pembersihan kandang bertujuan agar sewaktu pemerahan berlangsung tidak ada kotoran ataupun debu yang berterbangan yang dapat mencemari susu hasil pemerahan. Kandang laktasi di UPTD BPBPTDK dibersihkan dua kali dalam sehari yaitu pukul 4 pagi sebelum ternak dimandikan dan pukul 12 siang sebelum pemerahan siang dilakukan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sindoredjo (1995) yang mengatakan bahwa sebelum proses pemerahan seluruh kotoran yang ada didalam kandang dikeluarkan terlebih dahulu agar bau kotoran tidak mencemari susu dan menjaga agar saat pemerahan tidak ada debu berterbangan.

Ternak

Sapi-sapi yang akan diperah dimandikan terlebih dahulu sebelum diperah. Daerah lipatan paha, ambing dan puting dibersihkan agar kotoran dari sapi tidak mencemari susu yang diperah. Sapi-sapi yang berada di UPTD BPBPTDK dimandikan setelah kandang dibersihkan sekitar pukul 04.00 pagi. Seluruh bagian tubuh sapi dibersihkan dengan menggunakan sikat dan spon halus sampai bersih.

(21)

Kemudian sapi-sapi diberikan pakan konsentrat agar tenang saat proses pemerahan. Pengikatan ekor pada salah satu kaki dibelakang bertujuan agar sapi tidak menggibas-gibaskan ekor sehingga akan mengotori susu dalam ember.

Pembersihan sapi dengan cara memandikan bertujuan agar susu yang dihasilkan sehat dan bersih. Pengikatan ekor dilakukan pada sapi yang sering menendang. Pemberian pakan konsentrat bertujuan untuk menjaga ketenangan sapi saat diperah karena sapi yang tenang pada waktu diperah akan memudahkan keluarnya susu sehingga memudahkan dalam proses pemerahan (AAK, 1995). Semua sapi yang akan diperah diperiksa kesehatannya untuk mengetahui adanya kemungkinan penyakit menular yang berbahaya bagi konsumen.

Petugas Pemerahan

Petugas pemerahan harus dalam kondisi yang sehat. Sebelum pemerahan dimulai petugas pemerah di UPTD BPBPTDK mencuci tangan terlebih dahulu dengan sabun kemudian tangan dikeringkan dengan lap kering. Kuku tangan yang panjang dipotong agar tidak melukai puting. Kemudian tangan diolesi dengan minyak kelapa agar memudahkan dalam pemerahan sehingga pemerahan dapat maksimal. Kuku pemerah yang panjang dan kurangnya pemberian minyak dapat melukai puting. Susu merupakan bahan makanan yang mudah menyerap bau oleh karena itu petugas pemerahan tidak diperbolehkan merokok saat proses pemerahan karena asap rokok dan debu dapat mencemari susu (Anonim, 2003).

(22)

Pelaksanaan Pemerahan

Frekuensi Pemerahan

Pemerahan dilakukan dua kali sehari dengan selang waktu 12 jam. Jadwal pemerahan yang teratur dan seimbang akan menghasilkan produksi air susu yang lebih baik daripada jadwal pemerahan yang tidak teratur dan tidak seimbang, misalnya jarak pemerahan terlalu panjang atau pun terlalu pendek. Sebagai contoh jarak pemerahan antara 16 jam dan 8 jam hasilnya lebih rendah daripada sapi yang diperah dengan jarak pemerahan antara 12 jam dan 12 jam (AAK, 1995).

Pemerahan di UPTD BPBPTDK dilakukan dua kali sehari yaitu pada pukul 04.00 pagi dan pukul 13.00 siang dengan interval pemerahan kurang dari 12 jam. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Soeharsono (2008) yang mengatakan bahwa pemerahan dilakukan dua kali sehari dengan interval 12 jam untuk memberi kesempatan kelenjar mammae memproduksi susu selanjutnya.

Fase Persiapan

Sebelum pemerahan, dilakukan pembersihan pada kandang. Lantai kandang disiram dengan air mengalir sampai bersih kemudian kotoran sapi juga dibersihkan. Sapi yang akan diperah dimandikan supaya tidak ada kotoran yang menempel. Seluruh bagian tubuh sapi disiram dengan air bersih dan disikat dengan menggunakan sikat sampai semua kotoran yang menempel hilang. Ekor sapi diikat pada kaki belakang diatas tumit untuk menghindarkan kotoran yang dikipas-kipaskan ekor masuk mengotori susu di dalam ember. Pengikatan ekor juga bertujuan agar tidak menggangu selama proses pemerahan berlangsung. Pakan konsentrat diberikan sebelum pemerahan, hal ini bertujuan untuk

(23)

menenangkan sapi agar sapi menjadi tenang dan produksi susu juga maksimal. Petugas yang akan memerah terlebih dahulu mencuci tangan dengan sabun, kuku-kuku dipotong supaya tidak melukai puting. Setelah itu tangan pemerah diolesi dengan minyak untuk melicinkan puting agar memudahkan dalam pemerahan dan mencegah kelukaan pada puting saat pemerahan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sindoredjo (1995) yang mengatakan bahwa sebelum proses pemerahan, kandang dibersihkan terlebih dahulu, ternak dimandikan, petugas pemerah mencuci tangan menggunakan sabun. Sesudah pemerah mencuci tangan dengan sabun, alat-alat pemerahan disiapkan (bangku pemerah, ember pemerahan, ember air bersih, minyak untuk melicinkan puting). Ambing dan puting sapi dibersihkan menggunakan air, hal ini tidak sesuai dengan pendapat Sindoredjo (1995) yang mengatakan bahwa ambing dan puting sebaiknya dicuci dengan air hangat kemudian dikeringkan dengan lap. Menurut Soeharsono (2008) rangsangan yang paling baik sewaktu sapi akan diperah ialah mengusap puting dengan kain halus dan hangat sehingga rangangan dari ambing/puting tersebut akan dilanjutkan ke otak, hipotalamus terangsang dan keluar oksitosin. Bila rangsangan tersebut tidak halus atau bahkan menyebabkan kesakitan pada sapi maka yang keluar adalah hormon adrenalin yang justru akan menyebabkan pembuluh darah menyempit. Akibatnya darah ke ambing tidak banyak, sehingga dengan sendirinya produksi susu juga akan sedikit. Di UPTD BPBPTDK ambing dan puting hanya dibersihkan menggunakan air bukan menggunakan air hangat dan tidak dikeringkan dengan lap. Menurut Anonim (2003) petugas pemerahan disarankan menggunakan tutup kepala dan sarung tangan untuk mencegah kotoran rambut

(24)

dan tangan jatuh kedalam susu dan mencegah terjadi pencemaran. Namun saat melakukan pemerahan petugas tidak menggunakan tutup kepala dan sarung tangan. Di UPTD BPBPTDK setelah petugas mencuci tangan dengan sabun, dilakukan massage pada ambing yang bertujuan agar ambing terlihat penuh dan siap untuk diperah. Massage dilakukan dengan cara kedua tangan memegang masing-masing kwartir ambing depan dan belakang, sebelah kanan kemudian sebelah kiri, diraba dengan ibu jari disebelah luar sedangkan keempat jari lainnya memegang perempatan ambing dari dalam. Gerakan massage dilakukan dari atas rongga ambing kebawah sampai pada pangkal puting. Sesudah rabaan massage ini ambing susu akan nampak kencang, puting-puting juga nampak mengencang sehingga tidak tampak mengendur. Dengan demikan ambing siap untuk diperah dan produksi susu dapat maksimal. Merangsang keluarnya air susu dapat dilakukan dengan cara menyusukan pedet pada induk yang akan diperah sehingga proses pemerahan selanjutnya dapat dilaksanakan secara lancar. Pemerahan secara bertahap juga dapat merangsang keluarnya susu. Hal ini sesuai dengan pendapat Sindoredjo (1995) yang mengatakan bahwa massage pada ambing dapat mempercepat pembentukan susu dan mempermudah pelepasan susu.

Fase Pemerahan

Pemerahan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu : a). Pemerahan dengan tangan penuh (Whole hand) b). Pemerahan dengan memijat puting antara ibu jari dan keempat jari lainnya (Knevelen) c). Pemerahan dengan menarik puting antara ibu jari dan jari telunjuk (Stripping). Setelah persiapan selesai, pemerah duduk dibangku, ember dijepit diantara kedua lutut, puting dilicinkan, kemudian

(25)

massage pada ambing. Pemerahan dilakukan dengan memerah dua puting, depan dan belakang bersama-sama. Pemerahan dilakukan berganti-ganti sehingga susu dapat keluar terus-menerus. Pada pemulaan pemerahan dilakukan dengan tekanan yang ringan kemudian setelah susu sudah mulai lancar keluar maka pemerahan dengan berangsur-angsur dapat dipercepat temponya. Bila kedua kwartir ambing yang pertama sudah habis susunya maka pindah ke kwartir ambing yang lainnya. Pemerahan yang dilakukan di UPTD BPBPTDK menggunakan metode Whole hand (tangan penuh) dan metode Stripping untuk menghabiskan sisa susu yang masih ada pada ambing. Metode dengan tangan penuh dilakukan dengan cara puting dipegang, jari kelingking menekan ujung bawah puting. Pada permulaan ibu jari dan jari telunjuk menutup pangkal puting kemudian diikuti gerakan menekan dari jari-jari lainnya berturut-turut dari atas kebawah. Sesudah susu tertekan keluar maka pemegangan pangkal puting dikendorkan sebentar dan dan segera ditutup lagi serta diikuti oleh gerakan tekanan dari tiga jarinya seperti semula. Gerakan ini dilakukan dengan dua tangan pada dua puting yang berganti-ganti diperah. Hal ini sesuai dengan pendapat Sindoredjo (1995) yang mengatakan bahwa pemerahan dengan teknik Whole hand merupakan pemerahan yang terbaik karena tidak menimbulkan rasa sakit pada sapi dan menimbulkan rasa sama seperti pada waktu anak sapi menyusu induknya. Selain itu metode ini juga mempunyai keuntungan karena produksi susu yang dihasilkan akan lebih banyak. Jumlah sapi laktasi di UPTD BPBPTDK berjumlah 32 ekor sapi. Dalam proses pemerahan di UPTD BPBPTK terlihat kesalahan dalam proses pemerahannya, yaitu petugas pemerah merokok sewaktu pemerahan berlangsung.

(26)

Fase Penyelesaian

Sesudah pemerahan selesai, maka ambing diulangi pemerahannya dengan metode stripping yaitu mrnggunakan ibu jari dan jari telunjuk. Pemerahan ini dilakukan dengan memegang puting diantara ibu jari dan jari telunjuk, kedua jari ditekankan serta sedikit ditarik ke bawah sehingga air susu mengalir keluar. Pada tahap penyelesaian pemerahan di UPTD BPBPTDK sesuai dengan pendapat Sindoredjo (1995) yang mengatakan bahwa metode stripping digunakan untuk mengeluarkan susu yang masih tertinggal di dalam ambing agar terhindar dari mastitis karena air susu yang tertinggal di dalam ambing akan menjadi tempat berkembangbiaknya berbagai macam penyakit ambing. Setelah susu di dalam ambing benar-benar sudah keluar semua, ambing dicuci dengan air, hal ini tidak sesuai dengan pendapat Subronto (2003) yang mengatakan bahwa setelah pemerahan selesai puting dicuci bersih kemudian dilakukan desinfeksi terhadap puting, dipping menggunakan alkohol 70%. Menurut Syarif dan Harianto (2011) pada fase penyelesaian setelah pemerahan selesai, ambing dicuci bersih dan dilap menggunakan kain yang dibasahi desinfektan, lalu ambing dilap hingga kering. Puting juga harus dibilas dengan air bersih dan dicelupkan ke dalam desinfektan sekitar empat detik untuk masing-masing puting namun di UPTD BPBPTDK tidak dilakukan desinfeksi, puting hanya dibersihkan dengan air saja. Selain itu setelah pemerahan ternak diberi hijauan, hal ini bertujuan agar ternak tetap dalam keadaan berdiri. Puting yang selesai diperah masih terbuka sehingga apabila ambing langsung terkontaminasi dengan lantai kandang akan banyak

(27)

mikroorganisme, kuman yang masuk ke dalam ambing melalui puting yang masih terbuka.

Pencegahan Penyakit pada Ambing

Mastitis merupakan penyakit yang sering dijumpai pada peternakan sapi perah, namun di UPTD BPBPTDK jarang terdapat kasus mastitis. Pencegahan yang dilakukan supaya ambing sapi tetap sehat adalah dengan menjaga kebersihan kandang. Kandang di UPTD BPBPTDK selalu dijaga kebersihannya, dibersihkan dua kali sehari sebelum proses pemerahan. Hal ini sesuai dengan pendapat Subronto (2003) yang mengatakan bahwa pencegahan mastitis yang terutama ditujukan pada kebersihan kandang sapi, kebersihan sapi, serta pengelolaan peternakan. Selain itu pencegahan mastitis dapat dengan cara melakukan manajemen pemerahan yang baik, khususnya pada sebelum, selama dan setelah pemerahan (Soeharsono, 2008). Selain mastitis, di UPTD BPBPTDK juga ditemukan penyakit lain pada ambing yaitu kutil pada ambing beberapa sapi, hal ini dapat terjadi karena proses pemerahan yang kurang baik atau kasar, kurangnya pelicin (minyak) saat memerah sehingga ambing menjadi terluka.

(28)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Manajemen pemerahan yang dilakukan di UPTD BPBPTDK yang meliputi persiapan sebelum pemerahan dilakukan dengan baik, pada proses pemerahan tangan petugas kurang diberi minyak sehingga menyebabkan luka pada puting sedangkan pada proses pasca pemerahan tidak dilakukan dipping.

Saran

Untuk mencegah tarjadinya penyakit pada ambing perlu dilakukan pengarahan kepada petugas pemerah agar proses pemerahan dilakukan dengan baik dan benar. Sebelum pemerahan dilakukan tangan pemerah diolesi dengan minyak secukupnya agar tidak melukai puting dan pemerahan dapat berjalan dengan baik. Saat proses pemerahan berlangsung sebaiknya petugas meggunakan pakaian pelindung meliputi tutup kepala dan sarung tangan untuk mencegah pencemaran pada air susu. Ambing dan puting sebaiknya dicuci dengan air hangat dan dilap sebelum dan proses pemerahan. Setelah proses pemerahan selesai sebaiknya dilakukan pencelupan ambing pada cairan desinfektan untuk meminimalkan kuman penyebab mastitis masuk kedalam puting sapi.

Referensi

Dokumen terkait

Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ- organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi

Hasil penelitian menunjukkan penurunan performa redaman regenerative shock absorber (RSA) sistem mekanis elektromagnetik jika dibandingkan dengan conventional shock absorber

Dengan demikian dinyatakan Penelitian Tindakan Kelas ini telah mencapai target keberhasilan pada siklus ke II yang berakhir pada pertemuan ke 2, karena hal itulah

sulit untuk menentukan tanda optik pada mineral biaxial karena pemisahan isogir pada Gambar Interferensi Bxo sangat besar, dan pada Gambar Interferensi Kilat memiliki

Pasal 32 huruf q berisi tentang hak “menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar

Berdasarkan uraian di atas upaya yang perlu dilakukan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan bagi pasien rawat inap di RSUD Harapan Insan Sendawar Kutai Barat

Pihak sekolah menganggap bahwa layanan kesehatan mental bagi anak berkebutuhan khusus sangat penting diselenggarakan di sekolah dan perlu adanya suatu perencanaan

Struktur pasar monopolistik terjadi manakala jumlah produsen atau penjual banyak dengan produk yang serupa/sejenis, namun di mana konsumen produk tersebut