• Tidak ada hasil yang ditemukan

Reni Peritonitis Et Causa Perforasi Gaster

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Reni Peritonitis Et Causa Perforasi Gaster"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PERITONITIS et causa PERFORASI GASTER (ulkus

PERITONITIS et causa PERFORASI GASTER (ulkus

peptikum)

peptikum)

Dibuat oleh: cintyanna taritasari,Modifikasi terakhir pada Wed 21 of Jul, 2010 [03:07 UTC]

Dibuat oleh: cintyanna taritasari,Modifikasi terakhir pada Wed 21 of Jul, 2010 [03:07 UTC]

disusun oleh:

disusun oleh: CINTYANNA TARITASARI (20030310034)CINTYANNA TARITASARI (20030310034) IDENTITAS PASIEN

IDENTITAS PASIEN Nama

Nama : : Tn. Tn. AMAM Umur

Umur : : 70 70 tahuntahun Jenis ke

Jenis kelamin lamin : La: Laki-lakiki-laki Alamat

Alamat : Kal: Kaliwader iwader RT 01/0RT 01/01 B1 Bener Purener Purworejoworejo Agama

Agama : : IslamIslam Pekerjaan

Pekerjaan : : PetaniPetani Tanggal ma

Tanggal masuk suk : 13 Agust: 13 Agustus 2008us 2008 Tanggal per

Tanggal periksa iksa : 16 Agus: 16 Agustus 2008tus 2008 Diagnosis masuk

Diagnosis masuk : Observasi abdom: Observasi abdominal pain susp peritonitinal pain susp peritonitisis ANAMNESIS (autoanamnesis, 16-8-2008, di ICU)

ANAMNESIS (autoanamnesis, 16-8-2008, di ICU) Keluhan Utam

Keluhan Utama a : Sesak na: Sesak napas.pas.

Keluhan Tambahan : Sakit perut, nyeri

Keluhan Tambahan : Sakit perut, nyeri dada, batuk, pusing, BAK sulit, anyang-anyangan, BAB cair campur ampas,dada, batuk, pusing, BAK sulit, anyang-anyangan, BAB cair campur ampas, perut kembung, tidak nafsu makan dan minum.

perut kembung, tidak nafsu makan dan minum. Riwayat Penyakit Sekarang

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RSUD Saras Husada Purworejo via IGD

Pasien datang ke RSUD Saras Husada Purworejo via IGD dengan keluhan sesak napas sejak 2 hari dengan keluhan sesak napas sejak 2 hari SMRS. Pasien jugaSMRS. Pasien juga mengeluh sakit pada seluruh bagian perut sejak 2

mengeluh sakit pada seluruh bagian perut sejak 2 hari SMRS, sakit dimulai dari ulu hati, kemudian pasien merasahari SMRS, sakit dimulai dari ulu hati, kemudian pasien merasa nyeri dada, ada batuk, dan pusing. Pasien mengaku BAK

nyeri dada, ada batuk, dan pusing. Pasien mengaku BAK sulit sejak 5 hari sulit sejak 5 hari SMRS, harus mengejan, dan sakit sepertiSMRS, harus mengejan, dan sakit seperti anyang-anyang

anyang-anyangan, selain itu pasien BAB cair an, selain itu pasien BAB cair campur ampas sejak 2 hari SMRS, sebelumnya BAB normal, pasiencampur ampas sejak 2 hari SMRS, sebelumnya BAB normal, pasien merasa masih bisa kentut namun berkurang, perut kembung, perut terasa kaku pada saat sakit, tidak nafsu

merasa masih bisa kentut namun berkurang, perut kembung, perut terasa kaku pada saat sakit, tidak nafsu makanmakan dan minum, tidak mual dan tidak muntah.

dan minum, tidak mual dan tidak muntah. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat sesak dan nyeri dada pada saat beraktivitas ringan dibenarkanRiwayat sesak dan nyeri dada pada saat beraktivitas ringan dibenarkan

Riwayat asma disangkalRiwayat asma disangkal

Riwayat gangguan pencernaan dibenarkan, pasien mengaku punya sakit Riwayat gangguan pencernaan dibenarkan, pasien mengaku punya sakit MaagMaag

Riwayat operasi sebelumnya dibenarkan, sekitar 3 tahun Riwayat operasi sebelumnya dibenarkan, sekitar 3 tahun yang lalu pasien menjalani operasi herniayang lalu pasien menjalani operasi hernia

Riwayat mengonsumsi obat-obataRiwayat mengonsumsi obat-obatan bebas n bebas dan jamu dibenarkan, pasien mengaku dan jamu dibenarkan, pasien mengaku sering membeli obat warung bilasering membeli obat warung bila

sesak napasnya kambuh, dan minum jamu kuat untuk

sesak napasnya kambuh, dan minum jamu kuat untuk menjaga staminamenjaga stamina Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga tidak ada yang menderita penyakit serupa.Keluarga tidak ada yang menderita penyakit serupa.

ANAMNESIS SISTEM

ANAMNESIS SISTEM (13-8-200(13-8-2008):8): Sistem Cereb

Sistem Cerebrospinal rospinal : pasien : pasien sadar, dsadar, demam (-), emam (-), pusing (+)pusing (+) Sistem

Sistem CardiovaCardiovaskular skular : nyer: nyeri i dada dada (+), b(+), berdebar-debaerdebar-debar (-)r (-) Sistem

Sistem RespiratorRespiratorius ius : : sesak sesak napas napas (+), (+), batuk batuk (+)(+) Sistem Gastro

Sistem Gastrointestinal intestinal : mual (-), munta: mual (-), muntah (-), BAB (+) cah (-), BAB (+) cair campur ampir campur ampas, flatus (+)as, flatus (+) Sistem

Sistem UrogenitaUrogenital l : : BAK BAK (+) (+) sulit, sulit, anyang-anyangaanyang-anyangan n (+), (+), warna warna kuning kuning jernihjernih Sistem

Sistem Integumentum Integumentum : : turgor turgor kulit kulit baik, baik, tidak tidak ada ada kelainankelainan Sistem Muskulosk

Sistem Muskuloskeletal eletal : tonus baik, bengk: tonus baik, bengkak (-), pergerakaak (-), pergerakan normal, tidan normal, tidak ada deformk ada deformitas.itas. PEMERIKSAAN FISIK (berdasarkan catatan RM)

PEMERIKSAAN FISIK (berdasarkan catatan RM) Status Generalis

Status Generalis (13-8-200(13-8-2008)8) Keadaan Umum : Tampak sesak Keadaan Umum : Tampak sesak Kesadaran

Kesadaran : Compo: Compos mentiss mentis Vital sign Vital sign : TD : 100: TD : 100/70 mmHg/70 mmHg N : 96 x/menit N : 96 x/menit R : 40 x/menit R : 40 x/menit C C t : 37t : 37 KEPALA KEPALA •

Bentuk Bentuk : Mesoc: Mesocephal, sephal, simetrisimetris

Mata Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor diam: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor diameter 3 mm, reflek cahaya (+/+)eter 3 mm, reflek cahaya (+/+)

Hidung Hidung : Discharg: Discharge (-/-), deviase (-/-), deviasi septum (-/-)i septum (-/-)

Mulut Mulut : Bibir tidak : Bibir tidak kering, tidakering, tidak pucatk pucat

Telinga Telinga : Tidak ada kelainan bentuk, t: Tidak ada kelainan bentuk, tidak ada dischargidak ada dischargee

(2)

THORAX

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat Perkusi : Batas kiri atas SIC II LMC sinistra

Batas kanan atas SIC II LPS dextra Batas kiri bawah SIC V LMC sinistra Batas kanan bawah SIC IV LPS dextra

Auskultasi : Bunyi jantung I > Bunyi jantung II, reguler, gallop tidak ada.

Pulmo

Inspeksi : Simetris kanan dan kiri, retraksi (+), ketinggalan gerak (-) Palpasi : Taktil fremitus kanan sama dengan kiri

Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru

Auskultasi : Suara dasar vesikuler kanan dan kiri, suara tambahan (-) ABDOMEN : Lihat Status lokalis

EKSTREMITAS

Superior : Edema (-/-), akral hangatInferior : Edema (-/-), akral hangat

Status Lokalis REGIO ABDOMEN

Inspeksi : Perut datar, gerakan pernafasan abdomen (-), darm countour (-), darm steifung (-), sikatriks bekas

operasi (+) di regio kanan bawah

Auskultasi : Bising usus (+) menurun, metalic sound (-), borborigmi (-)

Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen, pekak hati menghilang, pekak beralih (-)

Palpasi : Defans muskular (+), nyeri tekan di seluruh lapang abdomen (+), nyeri tekan lepas (+)

REGIO UROLOGI

CVA : bulging (-), nyeri ketok (-/-), nyeri tekan (-/-)Suprapubik : bulging (+), nyeri tekan (+)

OUE : terpasang DC no 16, urin warna kuning jernih

Pemeriksaan rectal toucher

Tonus m. spincter ani normalMukosa licin

Ampula recti tidak kolaps

Pole atas prostat teraba, taksiran berat prostat 20 gramNyeri tekan di seluruh jam

STLD (-), feses (+)

DIAGNOSIS BANDING Observasi Abdominal Pain DIAGNOSA KERJA

Peritonitis e.c susp perforasi viskus PLAN

Usul USG prostatIVFD RL : D5 20 tpmDiet bebas

Injeksi Cefotaxim 2 x 1 gEKG

Rontgen thorax AP (usul: rontgen abdomen 3 posisi)Pemeriksaan laboratorium darah rutin dan kimia darahKonsul UPD untuk sesak napas

HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG Foto Rontgen Thorax AP:

Pulmo normal

•Besar Cor tidak valid untuk dinilai

EKG : normal

Laboratorium Darah Rutin (14-8-2008, pagi hari) WBC : 10.3 (3.5–10.0.10³/mm³ ) RBC : 3.85 (3.80–5.80.106/mm³ ) HGB : 9.7 (11.0–16.5 g/dl ) HCT : 30.0 (35.0– 50.0 % ) PLT : 438 (150–390.10³/mm³ ) MCV : 78 (80-97 H µm³ )

(3)

MCH : 25,2 (26.5-33.5 %) MCHC : 32,3 (31.5-35.0 gr/dl) GOL. DARAH : B

BT : 2’50” 

CT : 4’05” 

Laboratorium Kimia Darah (14-8-2008, pagi hari) GDS : 146 mg% (<140) Ureum : 130 (10-50) Kreatinin : 3,1 (L: 0,9-1,2) SGOT : 29 (L: 5-42) SGPT : 31 (L: 5-32) HBsAg : negatif 

Laboratorium Darah Rutin (14-8-2008, cek ulang) WBC : 11.22 (3.5–10.0.10³/mm³ ) RBC : 3.68 (3.80–5.80.106/mm³ ) HGB : 8.6 (11.0–16.5 g/dl ) HCT : 27.9 (35.0– 50.0 % ) PLT : 298 (150–390.10³/mm³ ) MCV : 75,8 (80-97 H µm³ ) MCH : 23,4 (26.5-33.5 %) MCHC : 30,8 (31.5-35.0 gr/dl) GOL. DARAH : B BT : 2’50”  CT : 4’10” 

Laboratorium Kimia Darah (14-8-2008, cek ulang) GDS : 181 mg% (<140)

Ureum : 140 (10-50) Kreatinin : 2,1 (L: 0,9-1,2) HBsAg : negatif 

DIAGNOSIS BANDING Observasi Abdominal Pain DIAGNOSA KERJA

Peritonitis e.c susp perforasi viskus PLAN

Cek Hb ulang pre-operasi (hasil 9,7 g/dL)

CITO dengan GA•Tindakan operatif : PRO Laparatomi eksplorasiNon medika mentosa:

20 tpmo IVFD D5 : RL = 1 : 3

Medika mentosa:

o Inj Taxegram 2x1 g o Inj trichodazol 2x500 mg o Inj Torasic 2x30 mg o Inj Ranitidin 2x1 amp

Persiapkan darah WB 250 cc

LAPORAN OPERASI

Diagnosa pra bedah : peritonitis e.c perforasi viskus.Diagnosa pasca bedah : peritonitis e.c perforasi gaster.Tindakan : laparotomi eksplorasi dengan wide exciseGolongan operasi : CITO, mayor

•Anestesi : general anestesi

Laporan jalannya operasi:

o Pasien posisi supine, dalam stadium anestesi dilakukan prosedur aseptik-antiseptik. o Dilakukan insisi meridian dan diperdalan hingga tampak peritoneum.

o Peritoneum dibuka, keluar cairan keruh (nanah).

o Dilakukan eksplorasi, tampak perforasi pada corpus gaster, diameter lebih kurang 2 cm. o Dilakukan wide excise, hecting dan dilakukan omental reseksi.

o Kontrol perdarahan, pasang drain. o Luka operasi dijahit lapis demi lapis. o Operasi selesai.

(4)

INSTRUKSI POST OPERASI (rawat di ICU)

Awasi KU/ VS/ balance cairan

Puasa 3 hari, selanjutnya diet bertahapIVFD RL 40 tpm

Pasang DC

Inj Taxegram 2x1 g •Inj trichodazol 2x500 mg

Inj Torasic 2x30 mgInj Ranitidin 2x1 ampCek Hb post operasi

FOLLOW UP PASIEN (16-8-2008) ANAMNESIS:

Keluhan Utama : nyeri

Keluhan Tambahan : perut sebah, mual

ANAMNESIS SISTEM (16-8-2008):

Sistem Cerebrospinal : pasien sadar, demam (-), pusing (+) Sistem Cardiovaskular : nyeri dada (-), berdebar-debar (-) Sistem Respiratorius : sesak napas (-), batuk (-)

Sistem Gastrointestinal : mual (+), muntah (-), BAB (-), flatus (+) Sistem Urogenital : BAK (+) lewat kateter, warna kuning jernih Sistem Integumentum : turgor kulit baik, tidak ada kelainan

Sistem Muskuloskeletal : tonus baik, bengkak (-), gerakan normal, tidak ada deformitas. PEMERIKSAAN FISIK (ICU, 16-8-2008)

Status Generalis

Keadaan Umum : Lemah Kesadaran : Compos mentis Vital sign : TD : 127/83 mmHg N : 78 x/menit R : 22 x/menit C t : 37,1 •Status Lokalis REGIO ABDOMEN

o Inspeksi : Perut datar, gerakan pernafasan abdomen (-), darm countour (-), darm steifung (-), sikatriks bekas operasi (+) di regio kanan bawah, tampak luka post operasi tertutup kassa, kering (+), perdarahan (-), terpasang drain, produk minimal.

o Auskultasi : Bising usus (+) normal, metalic sound (-), borborigmi (-)

o Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen, pekak hati menghilang, pekak beralih (-)

o Palpasi : Defans muskular (-), nyeri tekan di sekitar luka bekas operasi (+), nyeri tekan lepas (-) REGIO UROLOGI

o CVA : bulging (-), nyeri ketok (-/-), nyeri tekan (-/-) o Suprapubik : bulging (-), nyeri tekan (-)

o OUE : terpasang DC no 16, urin warna kuning jernih 7,6 g/dL.NOTE: Hb post op

DIAGNOSIS KERJA

Post Laparotomi eksplorasi e.c perforasi gaster hari ke I.

PLAN

Awasi KU dan VSBalance cairan + 100

IVFD Tutofusin OPS : RL = 2 : 1Injeksi teruskan, ditambah:

o Inj cernevit 1x1

o Inj neuropain 3x15 mg PROGNOSIS : Dubia ad bonam

DISKUSI

Terminologi abdomen akut telah banyak diketahui namun sulit untuk didefinisikan secara tepat. Tetapi sebagai acuan adalah kelainan nontraumatik mendadak dengan gejala utama di daerah abdomen dengan nyeri sebagai keluhan utama dan memerlukan tindakan bedah segera, misalnya pada perforasi, perdarahan intraabdomen, infeksi, obstruksi

(5)

dan strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh i si saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis.

Banyak kondisi yang dapat menimbulkan abdomen akut. Secara garis besar, keadaan tersebut dapat dikelompokkan dalam lima hal, yaitu:

1. Proses peradangan bakterial-kimiawi;

2. Obstruksi mekanis: seperti pada volvulus, hernia atau perlengketan; 3. Neoplasma atau tumor: karsinoma, polypus, atau kehamilan ektopik; 4. Kelainan vaskuler: emboli, tromboemboli, perforasi, dan fibrosis; 5. Kelainan kongenital

Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen. Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri. Namun adanya kontaminasi bakteri yang terus menerus, bakteri yang virulen, resistensi tubuh yang menurun, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, kesemua hal ini merupakan faktor-faktor yang dapat memudahkan terjadinya peritonitis (radang peritoneum).

Peritonitis selain disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen yang berupa inflamasi dan penyulitnya, juga oleh ileus obstruktif, iskemia dan perdarahan. Sebagian kelainan disebabkan oleh cidera langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan.

Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

DEFINISI

Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum yang merupakan pembungkus visera dalam rongga perut.Peritonitis dapat terjadi akibat suatu respon inflamasi atau supuratif dari peritoneum yang disebabkan oleh iritasi kimiawi atau invasi bakteri.

ANATOMI

Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial. Pada permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom. Di antara kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron didaerah abdomen menjadi usus. Sedangkan kedua rongga mesoderm, bagian dorsal dan ventral usus saling mendekat, sehingga mesoderm tersebut kemudian akan menjadi peritoneum.

Lapisan peritonium dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa). 2. Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis. 3. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.

Area permukaan total peritoneum sekitar dua meter persegi, dan aktivitasnya konsisten dengan suatu membran semi permeabel. Cairan dan elektrolit kecil dapat bergerak menuju dua arah. Molekul-molekul yang lebih besar kemudian akan dibersihkan ke dalam mesotelium diafragma dan sistem limfatik melalui stomata-stomata kecil.

Organ-organ yang terdapat di cavum peritoneum yaitu:

Gaster, hepar, vesica fellea, lien, ileum, jejenum, kolon transversum, kolon sigmoid, sekum, dan appendix

(intraperitoneum);

Pankreas, duodenum, kolon ascenden & descenden, ginjal dan ureter (retroperitoneum).

ETIOLOGI

Secara umum, infeksi pada abdomen dikelompokkan menjadi peritonitis infektif (umum) dan abses abdomen (lokal). Bila ditinjau dari penyebabnya, infeksi peritonitis terbagi atas:

Penyebab primer : peritonitis spontan (pada pasien dengan penyakit hati kronik, dimana 10-30% pasien dengan

sirosis hepatis yang mengalami asites akan mengalami peritonitis bakterial spontan)

Penyebab sekunder : berkaitan dengan proses patologis dari organ visera (berupa inflamasi, nekrosis dan

penyulitnya misalnya perforasi appendisitis, perforasi ulkus peptikum atau duodenum, perforasi tifus abdominalis, perforasi kolon akibat divertikulitis, volvulus, atau kanker dan strangulasi kolon asenden).

Penyebab tersier : infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal yang adekuat, timbul pada pasien dengan

(6)

Bila dilihat dari organ yang menyebabkan peritonitis, maka penyebabnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Esofagus: keganasan, trauma, iatrogenik dan sindrom Boerhaave;

Lambung: perforasi ulkus peptikum, adenokarsinoma, limfoma, tumor stroma GIT, trauma dan iatrogenik;Duodenum: perforasi ulkus peptikum, trauma (tumpul dan penetrasi), dan iatrogenik;

Traktus bilier: kolesistitis, perforasi kolelithiasis, keganasan,ta duktus koledokus, trauma dan iatrogenik;Pankreas: pankreatitis (alkohol, obat-obatan batu empedu), trauma dan iatrogenik;

•Kolon asendens: iskemia kolon, hernia inkarserata, obstruksi loop, penyakit crohn, keganasan, divertikulum meckel, dan trauma;

Kolon desendens dan appendiks: iskemia kolon, divertikulitis, keganasan, kolitis ulseratif, penyakit crohn,

appendisitis, volvulus kolon, trauma dan iatrogenik;

Salping, uterus dan ovarium: radang panggul, keganasan dan trauma.

Sedangkan menurut agen-nya, peritonitis dapat dibedakan menjadi dua kelompok sebagai berikut:

Peritonitis steril atau kimiawi: disebabkan karena iritasi bahan-bahan kimia, misalnya getah lambung,dan pankreas,

empedu, darah, urin, benda asing (talk, tepung, barium) dan substansi kimia lain atau proses inflamasi transmural dari organ-organ dalam (misalnya penyakit crohn) tanpa adanya inokulasi bakteri di rongga abdomen

Peritonitis bakterial:

o Peritonitis bakterial spontan, 90% disebabkan monomikroba, tersering adalah bakteri gram negatif, yakni 40% Eschericia coli, 7% Klebsiella-pneumoniae, spesies Pseudomonas, Proteus dan lain-lain. Sementara bakteri gram positif, yakni Streptococcus pneumoniae 15%, Streptococcus yang lain 15%, golongan Staphylococcus 3%, dan kurang dari 5% kasus mengandung bakteri anaerob.

o Peritonitis sekunder lebih banyak disebabkan bakteri gram positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas, dapat pula gram negatif, atau polimikroba, dimana mengandung gabungan bakteri aerob dan anaerob yang didominasi bakteri gram negatif.

PATOFISOLOGI

Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intra abdomen (meningkatkan) aktivitas inhibitor aktivator plasminogen dan sekuestrasi fibrin dengan adanya pembentukan jejaring pengikat, produksi eksudat fibrin merupakan mekanisme terpenting dari sistem pertahanan tubuh, dengan cara ini akan terikat bakteri dalam jumlah yang banyak di antara matriks fibrin.

Pembentukan abses pada peritonitis pada prinsipnya merupakan mekanisme tubuh yang melibatkan substansi pembentuk kuman itu sendiri untuk menciptakan kondisi abdomen yang steril. Pada keadaan jumlah kuman yang sangat banyak, tubuh sudah tidak mampu lagi mengeliminasi kuman dan berusaha mengendalikan penyebaran kuman dengan membentuk kompartemen-kompartemen yang kita kenal sebagai abses. Masuknya bakteri dalam jumlah besar ini dapat berasal dari berbagai sumber. Yang paling sering adalah kontaminasi bakteri transien akibat penyakit viseral atau intervensi bedah yang merusak keadaan abdomen.

Selain itu, peritonitis juga terjadi akibat virulensi kuman yang tinggi hingga mengganggu proses fagositosis dan pembunuhan bakteri dengan netrofil. Keadaan makin buruk jika infeksinya dibarengi dengan pertumbuhan bakteri lain atau jamur. Saat ini peritonitis juga diteliti lebih lanjut karena melibatkan respon imun tubuh hingga mengaktifkan systemic inflammatory response syndrome (SIRS) dan multiple organ failure (MOF).

MANIFESTASI KLINIS

Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda –tanda rangsangan peritonium. Biasanya

diagnosis peritonitis ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen (akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneum viseral) kemudian lama kelamaan menjadi jelas lokasinya (peritoneum parietal).

Tanda-tanda peritonitis relatif sama dengan infeksi berat lainnya, yakni:

Demam tinggi, atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermiaTakikardia, dehidrasi hingga menjadi hipotensi

Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum di tempat tertentu sebagai sumber infeksiBising usus menurun sampai menghilang. Dinding perut akan terasa tegang (defans muskular), biasanya karena

mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasi yang menyakitkan, atau bisa pula tegang karena iritasi peritoneum.

Rangsangan ini menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritonium dengan

peritonium. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya.

Pada penderita wanita diperlukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat radang panggul,

namun pemeriksaan ini jarang dilakukan pada keadaan peritonitis yang akut. PEMERIKSAAN FISIK

Pada pemeriksaan tanda vital perlu diperhatikan status gizi, kemungkinan adanya gangguan kesadaran, dehidrasi, syok, anemia, dan gangguan napas. Penderita dengan perdarahan, perforasi atau obstruksi lambung atau duodenum sering datang dalam keadaan gawat.

INSPEKSI: kemungkinan adanya peritonitis akibat perforasi perlu dicurigai bila tampak pernapasan torakal pada

penderita yang abdomennya terlihat tegang. Distensi perut bagian atas disertai peristaltik lambung menunjukkan adanya obstruksi pilorus. Tonjolan di epigastrium yang tampak jelas sering disebabkan oleh tumor ganas lambung yang sudah lanjut yang tidak layak dioperasi.

(7)

AUSKULTASI: pada peritonitis akibat perforasi, peristaltik sering lemah atau hilang sama sekali karena terjadi ileus

paralitik. Pada obstruksi pilorus didengar adanya kecipak air akibat geseran gas dalam lambung yang distensi. Suara ini biasanya terdengar juga tanpa stetoskop.

PERKUSI: pekak hati yang hilang pada perkusi menunjukkan adanya udara bebas di bawah diafragma dan ini

menandakan terjadinya perforasi saluran cerna. Perkusi meteoristik yang terbatas di bagian atas perut biasanya disebabkan oleh obstruksi tinggi.

PALPASI: untuk menentukan kelainan lambung dan duodenum hendaknya dipandu oleh anamnesis tentang nyeri.

Defans muskular menunjukkan adanya iritasi peritoneum, misalnya karena perforasi. Bila perut tidak tegang, dengan palpasi yang cermat mungkin teraba adanya massa tumor.

DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding dari peritonitis adalah apendisitis, pankreatitis, gastroenteritis, kolesistitis, salpingitis, kehamilan ektopik terganggu, dan lain-lain.

Pemeriksaan penunjang kadang perlu untuk mempermudah pengambilan keputusan. Beberapa uji laboratorium dilakukan, nilai hemoglobin dan hematokrit untuk melihat kemungkinan adanya perdarahan atau dehidrasi. Hitung leukosit dapat menunjukkan adanya proses peradangan. Hitung trombosit dan faktor koagulasi diperlukan untuk persiapan bedah.

Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada kecurigaan adanya peritonitis perlu dilakukan foto polos abdomen 3 posisi, yaitu sebagai berikut: 1. Tiduran telentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior (AP).

2. Duduk atau setengah duduk ( semi erect) atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar horizontal proyeksi AP. 3. Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal, proyeksi AP.

Gambaran radiologis peritonitis karena perforasi dapat dilihat pada pemeriksaan foto polos abdomen 3 posisi. Pada dugaan perforasi apakah karena ulkus peptikum, pecahnya usus buntu atau karena sebab lain, tanda utama radiologi adalah:

1. Pada posisi supine, didapatkan pre-peritonial fat menghilang, psoas line menghilang, dan adanya kekaburan pada cavum abdomen.

2. Pada posisi semi erect, didapatkan free air pada subdiafragma berbentuk bulan sabit (semilunair shadow). 3. Pada posisi LLD, didapatkan free air intra peritonial pada daerah perut yang paling tinggi. Letaknya antara hati dengan dinding abdomen atau antara pelvis dengan dinding abdomen.

Foto kontras barium tetap merupakan pemeriksaan yang penting dalam membantu menegakkan diagnosis kelainan lambung. Ketepatan diagnosis akan meningkat bila digunakan kontras ganda, yaitu kontras positif (barium) dan negatif (udara).

Pemeriksaan Gastroduodenoskopi dilakukan bila ada keluhan dan tanda yang mencurigakan ke arah penyakit lambung dan atau duodenum serta untuk tindak lanjutnya. Dengan endoskopi, kelainan yang langsung dilihat dapat difoto untuk dokumentasi. Selain itu, jaringan atau cairan patologis dapat diambil untuk pemeriksaan kimia, sitologi atau patologi.

TERAPI

Sejak zaman dahulu, peritonitis yang tidak diobati dapat menjadi sangat fatal. Penatalaksanaan peritonitis secara kausal ialah eradikasi kuman yang menyebabkan radang di peritoneum. Secara non-invasif dapat dilakukan dengan drainase abses dan endoskopi perkutan, namun yang lebih umum dilakukan ialah laparotomi eksplorasi rongga peritoneum. Pada tahun 1926, prinsip-prinsip dasar penatalaksanaan operasi telah mulai dikerjakan. Hingga kini tindakan operatif merupakan pilihan terbaik untuk menyelesaikan masalah peritonitis. Selain itu, harus dilakukan pula tata laksana terhadap penyakit yang mendasarinya, pemberian antibiotik dan terapi suportif untuk mencegah

komplikasi sekunder akibat gagal sistem organ.

Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik (apendiks, dan sebagainya) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah keluar dan

(8)

Resusitasi hebat dengan larutan saline isotonik adalah penting. Pengembalian volume intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen, nutrisi, dan mekanisme pertahanan. Keluaran urine tekanan vena sentral, dan tekanan darah harus dipantau untuk menilai keadekuatan resusitasi.

Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat. Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian dirubah jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada

organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan drainase bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan, karena bakteremia akan berkembang selama operasi. Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi laparotomi. Operasi ini untuk

mengontrol sumber primer kontaminasi bakteri. Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang

menghasilkan jalan masuk ke seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan diatas tempat inflamasi. Teknik operasi yang digunakan untuk mengendalikan kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran gastrointestinal. Pada umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan menutup, mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi.

Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan menggunakan larutan kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran infeksi ketempat yang tidak terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotika (misal

sefalosporin) atau antiseptik (misal povidon iodine) pada cairan irigasi. Bila peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan lavase peritoneum, karena tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria menyebar ketempat lain.

Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa drain itu dengan segera akan terisolasi atau terpisah dari cavum peritoneum, dan dapat menjadi tempat masuk bagi kontaminan eksogen. Drainase berguna pada keadaan dimana terjadi kontaminasi yang terus-menerus (misal fistula) dan diindikasikan untuk peritonitis terlokalisasi yang tidak dapat direseksi.

KOMPLIKASI

Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu :

Komplikasi dini

o Septikemia dan syok septik; o Syok hipovolemik;

o Sepsis i ntra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan multi sistem; o Abses residual intraperitoneal;

o Portal Pyemia (misal abses hepar).

Komplikasi lanjut

o Adhesi;

o Obstruksi intestinal rekuren.

Sedangkan komplikasi pembedahan dengan laparotomi eksplorasi memang tidak sedikit. Secara bedah dapat terjadi trauma di peritoneum, fistula enterokutan, kematian di meja operasi, atau peritonitis berulang jika pembersihan kuman tidak adekuat.

Namun secara medis, penderita yang mengalami pembedahan laparotomi eksplorasi membutuhkan narkose dan perawatan intensif yang lebih lama. Perawatan inilah yang sering menimbulkan komplikasi, dengan manifestasi sebagai berikut:

Pneumonia akibat pemasangan ventilator;Sepsis;

Kegagalan reanimasi dari status narkose penderita pasca operasi.

PROGNOSIS

Prognosis untuk peritonitis lokal dan ringan adalah baik, sedangkan pada peritonitis umum prognosisnya mematikan akibat organisme virulen. Prognosis ini bergantung kepada:

Lamanya peritonitis;

o < 24 jam = 90% penderita selamat; o 24-48 jam = 60% penderita selamat; o > 48 jam = 20% penderita selamat.

Adanya penyakit penyerta;Daya tahan tubuh;

Usia;

o Makin tua usia penderita, makin buruk prognosisnya.

Komplikasi.

PERFORASI VISKUS

Perforasi alat saluran cerna dapat dibagi dalam:

Perforasi non-trauma, misalnya pada ulkus ventrikuli, tifoid dan appendicitis;Perforasi oleh trauma, akibat benda tajam atau tumpul.

(9)

akibat ketidakseimbangan antara faktor pertahanan mukosa dan factor perusak asam lambung dan pepsin. Keadaan akan menjadi makin buruk mengkonsumsi nikotin, kopi, alcohol, salisilat, OAINS, dan kortikosteroid.

DAFTAR PUSTAKA

Tim penulis EGC. Kamus kedokteran Dorland. 2002. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Tim editor EGC. Buku–Ajar Ilmu Bedah De Jong. 2004. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=PERITONITIS+et+causa+PERFORASI+GASTER+(ulk

us+peptikum)

Referensi

Dokumen terkait

••  %  %eknologi mem eknologi membrane meru brane merupaka pakan teknologi &amp; n teknologi &amp;ang ang mengalami perkembangan se'ara 'epat, karena mengalami perkembangan

Momen inersia / kelembaman untuk beberapa penampang : a.. Untuk hal ini momen inersia yang digunakan dalam perhitungan adalah momen inersia/kelembaman polar.. Hitunglah

Ketika mekanisme korosi dipahami sepenuhnya, bahan kimia tertentu dapat disuntikkan ke dalam aliran produk yang mengalir untuk mengurangi atau menghambat reaksi. Karena

Eritoderma berasal dari bahasa Cunani, yaitu erythro- (red   D merah: dan derma, dermatos (skin D kulit:. Eritroderma, diperkenalkan pertama kali oleh Hebra pada

Dengan keadaaan kontur kampus Universitas Sebelas Maret Surakarta yang berbukit-bukit dan perbedaan elevasi cukup tinggi, maka diameter pipa dan peletakan peletakan watertap

Berdasarkan Tabel 5 diatas bisa dapat diketahui bahwa momen inersia benda dapat diukur melalui percobaan sistem yang telah dirancang relatif sesuai berdasarkan teori

Pusat Pengembangan Profesi Pendidik Tenaga Kependidikan dan Non Kependidikan (P4TKN) Gedung LPPMP Lantai 3 Sayap Timur Telp./Fax... NURJIWONGGO KUSUMIHARSI SMK ISLAM

Wujud akulturasi dalam pertunjukan wayang tersebut terlihat dari pengambilan lakon ceritera dari kisah Ramayana maupun Mahabarata yang berasal dari budaya India, tetapi tidak