• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka

Kajian pustaka merupakan suatu pustaka yang dijadikan pedoman dalam melakukan suatu penelitian yang sering disebut data sekunder. Kajian pustaka digunakan sebagai petunjuk, pembanding, serta penunjang suatu penelitian, karena berisi uraian tentang permasalahan yang tidak jauh terhadap penelitian yang akan diangkat. Kajian pustaka juga dapat digunakan untuk memperoleh sebuah konsep dan teori yang dapat dijadikan landasan dan bahan dalam menjawab semua permasalahan yang akan diteliti. Adapun beberapa sumber pustaka yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Dewa Kompiang Gede, (2008) dalam artikelnya yang berjudul “Kedok Muka Merupakan Aspek Religi yang Berkesinambungan di Bali”, dalam artikel ini dijelaskan bahwa perkembangan motif-motif hias kedok muka dan manusia sederhana dalam sesajen upacara agama Hindu di Bali seperti sasap yang dibentuk berupa torehan mata, alis, mulut dan bagian rambut. Bentuk kedok muka yang agak rumit biasanya terdapat pada hiasan lamak dan sesajen gebogan.Simbol kedok muka dipergunakan pada upacara kematian (ngaben) dipakai penutup mayat yang disebut dengan kajang. Artikel ini digunakan sebagai acuan untuk menjawab permasalahan mengenai makna dari tinggalan tradisi megalitik di Desa Keramas.

Ayu Kusumawati, (2006) dalam tulisannya yang berjudul “Seni Pada Masa Prasejarah Sampai Masa Hindu-Budha di Bali (Pertumbuhan dan Perkembangannya) “mengatakan bahwa pola-pola hias pada masa prasejarah mempunyai fungsi-fungsi yang berhubungan dengan

(2)

maksud-maksud untuk kehidupan sehari-hari (fungsi praktis). Pada masa perkembangan tradisi megalitik dan perunggu di Bali muncul pola-pola hias yang merupakan karya cipta baru dan unik. Ide pembuatan pola didorong oleh kekuatan yang diharapkan mampu melindungi manusia dari segala mara bahaya, dengan demikian fungsi dan guna pola hias tidak lagi sebagai hiasan. Perkembangan bentuk dan fungsi pola hias yang berlangsung pada kebutuhan sakral merupakan hasil kreativitas dan dinamika pola pikir masyarakat. Artikel ini dijadikan sebagai acuan dan membantu dalam menjelaskan bentuk dan fungsi tinggalan megalitik di Desa Keramas.

Anak Agung Alit Somedasta, (1986) dalam skripsinya yang berjudul “Bentuk-Bentuk Megalitik di Banjarangkan”, dalam skripsi ini disebutkan bahwa nilai-nilai yang terdapat dalam tradisi megalitik merupakan sebuah landasan agama Hindu di Bali, ini terlihat dari bangunan-bangunan suci di Bali yang mengadopsi konsep bangunan-bangunan pada tradisi megalitik, selain itu pemujaan melalui bentuk-bentuk megalitik dijiwai oleh konsepsi kepercayaan yang berkembang pada masa prasejarah, yang memfokuskan perhatian kepada aspek-aspek yang member kesuburan, keselamatan dan kesejahteraan. Buku ini dijadikan acuan dan membantu dalam menjelaskan mengenai fungsi dan makna dari unsur-unsur megalitik di Desa Keramas.

R.P. Soejono, (2008) dalam disertasinya yang berjudul “Sistem-Sistem Penguburan Pada Akhir Masa Prasejarah di Bali”, berisi tentang penelitian mengenai sarkofagus di Bali yang merupakan salah satu aspek penting yang digunakan sebagai acuan dalam menggambarkan tentang kondisi sosial dan kultural manusia pada masa lampau berdasarkan temuan sarkofagus. Buku ini menyebutkan tentang penggolongan sarkofagus, bentuk sarkofagus dan persebarannya, arti religius bentuk sarkofagus di Bali. Buku ini membantu peneliti dalam menjelaskan tentang bentuk, fungsi, makna dan tipe sarkofagus yang merupakan salah satu unsur megalitik di Desa Keramas.

(3)

I Made Suastika, (1997) dalam artikelnya yang berjudul “Arca Megalitik Di Desa Tejakula Buleleng” menyebutkan istilah lokal pada arca-arca yang ditemukan di Desa Tejakula Buleleng yang disebut sebagai Batu kukuk oleh masyarakat sekitar sebagai media pemujaan terhadap Betara Ratu Gede Penabanan. Selain itu dalam artikel ini juga disebutkan penyebutan arca sederhana yang tidak menunjukkan pengaruh Hindu-Budha berdasarkan bentuknya yaitu arca berbentuk binatang, arca megalitik berbentuk manusia, arca menhir yang diberi pahatan antropomorfik dan arca kepala, baik kepala manusia maupun binatang. Buku ini dijadikan sebagai acuan untuk membantu dalam menjelaskan mengenai bentuk dan fungsi serta tipe arca nenek moyang yang ditemukan di Desa Keramas.

I Made Sutaba, Anak Agung Gede Oka Astawa dan Anak Agung Bagus Wirawan, (2007) dalam bukunya yang berjudul “Sejarah Gianyar Dari Jaman Prasejarah Sampai Masa Baru-Modern” menyebutkan tentang bukti-bukti peninggalan masa megalitik di Kabupaten Gianyar seperti ditemukannya 80 buah arca nenek moyang yang ditemukan di Kabupaten Gianyar yang meperlihatkan kelamin secara mencolok, baik laki-laki maupun perempuan, wajah yang menakutkan, mata melotot, mulut terbuka dengan lidah menjulur keluar. Buku ini membantu peneliti dalam menjelaskan mengenai bentuk dan fungsi arca-arca nenek moyang di Desa Keramas yang merupakan unsur dari kebudayaan megalitik.

2.2 Konsep

Konsep merupakan suatu gagasan atau ide yang relatif sempurna dan bermakna, pengertian tentang suatu objek, produk subjektif yang berasal dari cara seseorang membuat pengertian terhadap objek-objek atau benda-benda melalui pengalamannya. Pada tingkat konkrit, konsep merupakan suatu gambaran mental dari beberapa objek atau kejadian yang

(4)

sesungguhnya. Pada tingkat abstrak dan komplek, konsep merupakan sintesis sejumlah simpulan yang telah ditarik dari pengalaman dengan objek atau kejadian tertentu.

Konsep dalam penelitian ini merupakan batasan mengenai peristilahan kata atau frase yang nantinya akan dibatasi. Sebuah konsep bersumber pada judul penelitian atau rumusan masalah atau isi dari penelitian, sehingga dalam penelitian ini dapat dikemukakan beberapa konsep, yaitu : (1) Tinggalan (2) Tradisi megalitik, (3) Bentuk, (4) Fungsi, dan (5) Makna.

2.2.1. Tinggalan

Kata tinggalan dalam kamus besar Bahasa Indonesia memiliki arti barang yang ditinggalkan/sisa (Tim Penyusun, 1988 : 949). Kata tinggalan dalam penelitian ini berarti benda-benda hasil ciptaan manusia pada masa lampau, benda-benda-benda-benda tersebut antara lain arca nenek moyang, arca binatang, lumpang batu, menhir, dan sarkofagus.

2.2.2. Tradisi Megalitik

Kata tradisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti adat kebiasaan turun-temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan oleh masyarakat (Tim Penyusun, 1988 : 959) sedangkan megalitik terdiri dari kata mega berarti besar dan lithos berarti batu. Tradisi megalitik dalam penelitian ini adalah adat-istiadat atau kebiasaan dimana manusia memanfaatkan batu-batu besar maupun kecil dalam kehidupan sehari-hari mereka seperti alat tumbuk, meja, tahta, dan arca yang sudah tumbuh sejak jaman nenek moyang.

Tradisi pendirian bangunan-bangunan megalitik selalu berdasarkan kepercayaan akan adanya pengaruh kekuatan dari arwah nenek moyang terhadap kesejahteraan masyarakat dan kesuburan tanaman. Jasa seorang kerabat yang telag mati dihormati dan dipusatkan pada

(5)

bangunan-bangunan megalitik (Soejono, et al, dalam Suastika, 2008 : 96). Pengertian bangunan megalitik disini bukanlah selalu merupakan bangunan batu besar, namun obyek-obyek batu lebih kecil dan bahan-bahan lain seperti kayu pun dimasukkan kedalam klasifikasi megalitik bila benda-benda itu jelas dipergunakan untuk tujuan sakral tertentu, yakni pemujaan arwah nenek moyang. Hasil penelitian selama ini menunjukkan adanya hubungan yang erat, bahkan tidak terputuskan antara upacara pemujaan nenek moyang dengan monumen-monumen dari batu kecil maupun dari batu besar, bahkan upacara ini dapat dilakukan tanpa monumen sama sekali (Soejono, et al dalam Suastika, 2006 : 47- 48).

2.2.3. Jenis

Jenis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti benda yang mempunyai sifat-sifat atau keadaan yang sama, jenis juga berarti macam dan kualitas (Tim Penyusun, 1988 : 359). Jenis dalam penelitian ini adalah penggolongan atau pengelompokan benda-benda tradisi megalitik di Desa Keramas yang mempunyai sifat-sifat atau keadaan yang sama, seperti arca nenek moyang, arca binatang, lumpang batu, sarkofagus dan menhir.

2.2.4 Fungsi

Fungsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti kegunaan suatu hal.Fungsi merupakan suatu kegunaan atau pemakaian, fungsi secara harfiah dapat diartikan menjalankan dan fungsi selalu menunjukan pengaruh terhadap sesuatu yang lain. Istilah fungsional tidak berdiri sendiri, justru terbungkus dalam suatu hubungan tertentu yang memberikan arti dan makna. Jadi hubungan fungsional menyangkut hubungan pertautan dan relasi (Frazer, 2003 : 24).

Fungsi mencakup hubunagan antara bentuk dan fungsi, guna merekonstruksikan prilaku. Melalui analisis bentuk serta hubungan antar peninggalan masa lampau, diupayakan untuk mengetahui untuk apa berbagai peninggalan itu dipergunakan. Penentuan berbagai fungsi dari

(6)

peninggalan-peninggalan itu akhirnya dapat membimbing kita ke arah rekonstruksi kebiasaan, prilaku, dan kepercayaan masyarakat yang meninggalkan peninggalan tersebut (Magetsari, 2002 : 25).

Fungsi yang dimaksud dalam penelitian adalah kegunaan dari benda tinggalan megalitik oleh masyarakat pendukungnya. Kajian ini lebih banyak mengacu pada bentuk dari tinggalan megalitik yang menyangkut fungsi atau hubungan guna antara arca sederhana dan sarkofagus yang merupakan benda hasil karya manusia dengan tujuan tertentu dari masyarakat pendukungnya yang berkaitan dengan keberadaannya.

2.2.5 Makna

Kata makna berarti mengandung arti atau maksud yang mempunyai dua pengertian yaitu : (1) makna yang terkandung dalam kata (perkataan, pribahasa, lambang dan sebagainya), (2) kiasan, guna, falsafah, dan kepentingan (Poerwadarmita, 1984 : 58).

Blier dalam Triguna tahun 2000 menyebutkan bahwa manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna. Makna tersebut berasal dari intruksi sosial seseorang dengan orang lain. Dalam makna-makna tersebut disempurnakan pada proses interaksi sosial, karena simbol memiliki makna yang mendalam dan apabila bersifat religius ruang lingkupnya relative terbatas. Keinginan menggunakan simbol tradisional sebagai unsur melegalisasikan kedudukan baru yang dicapai menyebabkan proses terjadinya restrukturisasi, yaitu proses pencapaian kembali simbolisme sesuai dengan kondisi dan tuntutan masyarakat pendukungnya pada saat itu. Berdasarkan uraian tersebut, maka kajian ini lebih banyak mengacu pada makna tinggalan megalitik di Desa Keramas antara lain arca nenek moyang dan sarkofagus.

(7)

2.3 Landasan Teori

Adapun teori-teori yang digunakan dalam mengkaji permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

2.3.1 Teori Fungsionalisme Struktural

Malinowski mengembangkan teori fungsionalismenya yang baru terbit setelah ia meninggal. Buku yang terbit anumerta itu berjudul A Scientific Theory of Culture and Other Essays (1944). Dalam buku itu Malinowski mengembangkan teori tentang fungsi unsur-unsur kebudayaan yang sangat kompleks. Tetapi inti dari teori itu adalah pendirian bahwa segala aktifitas kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri makhluk manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya (Kontjaraningrat, 1980 : 171).

Fungsionalisme struktural yang dipelopori oleh Radcliffe-Brown, menolak adanya istilah fungsi yang tidak dikaitkan dengan struktur sosial. Dalam kaitan ini ada sumbangan institusi sebagai upaya pengekalan struktur sosial. Maka, kunci pokok analisis fungsionalisme struktural budaya adalah adanya asumsi dasar bahwa budaya bukan pemuas kebutuhan individu, melainkan kebutuhan sosial kelompok. Tokoh utama paham ini adalah Radcliffe-Brown. Ia berpendapat bahwa analisis budaya hendaknya sampai dasar semua masyarakat yang disebut “coaptation”. “Coaptation” adalah penyesuaian mutualistik kepentingan para anggota masyarakat. Dalam konteks ini, Radcliffe-Brown (Kaplan dalam Endraswara, 2006 : 109) berpendapat bahwa sistem budaya dapat dipandang memiliki “kebutuhan sosial”. Kebudayaan itu muncul karena ada tuntutan tertentu baik oleh lingkungan maupun pendukungnya. Tuntutan itu yang menyebabkan budaya semakin tumbuh dan berfungsi menurut strukturalnya (Endraswara, 2006 : 109).

(8)

Pendek kata Radcliffe-Brown (Turner dalam Endraswara, 2006 : 109) berpandangan bahwa dalam kehidupan manusia terdapat hubungan sosial yang khusus dan membentuk suatu keseluruhan yang padu seperti halnya struktur organik. Karena itu dalam analisis fungsi, menurut Radcliffe-Brown harus menghubungkan antara institusi sosial dan kebutuhan masyarakat. Istilah fungsi dalam struktur sosial adalah fenomena sosial yang dilihat dalam masyarakat manusia bukanlah semata-mata keadaan individu, tetapi dilihat dari hasil struktur sosial yang menyatukan mereka (Endraswara, 2006 : 109).

Dari pandangan demikian, jelas sekali bahwa fungsi sosial sebuah fenomena budaya sejalan pula dengan pemikiran Malinowski. Maksudnya, kedua ahli tersebut berpendapat bahwa ada efek dan pengaruh timbal balik sistem budaya dengan sistem sosial. Budaya ibarat sebuah sistem organisme yang hidup. Sistem ini membentuk sebuah jaringan yang saling ada ketergantungan. Namun demikian, hal ini tidak bisa dipahami secara harfiah. Budaya tetap hidup dan tak pernah mati semasa penggunanya ada (Endraswara, 2006 : 110). Dengan demikian, fungsional struktural adalah model penelitian yang banyak memperhatikan keterkaitan antar unsur budaya dalam memenuhi fungsinya. Unsur budaya tersebut memiliki makna dan fungsi khas tergantung hubungan struktural di antara unsur tersebut (Endraswara, 2006 : 111).

Teori fungsionalisme struktural dalam penelitian ini digunakan untuk mengkaji mengenai fungsi dari tinggalan tradisi megalitik di Desa Keramas terkait dengan keterlibatan manusia pendukung yang menciptakan dan memanfaatkan tinggalan tradisi megalitik sebagai sarana dalam melakukan kegiatan ritual keagamaan.

2.3.2 Teori Semiotika

Semiotika adalah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain yang dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan, dan

(9)

lain-lain. Tanda bukan hanya bahasa saja, melainkan berbagai hal yang melingkupi kehidupan ini. Tanda-tanda tersebut dapat berupa patung, bentuk dan potongan rumah, seni tari, musik, lukisan dan lain-lain (Nurgiyantoro, 2012 : 40). Semiotika (semiotics) didefinisikan oleh Ferdinand de Saussure di dalam Course in General Linguistics, sebagai ilmu yang mengkaji tentang tanda sebagai bagian dari kehidupan sosial. Implicit dalam definisi Saussure adalah prinsip bahwa semiotika sangat menyandarkan dirinya pada aturan main (rule) atau kode sosial (social code) yang berlaku di dalam masyarakat sehingga tanda dapat dipahami maknanya secara kolektif (Amir, 2003 : 256).

Peirce mengatakan bahwa sesuatu itu dapat disebut sebagai tanda jika ia mewakili sesuatu yang lain. Sebuah tanda yang disebut sebagai representamen haruslah mengacu atau mewakili sesuatu yang disebutnya sebagai objek acuan, ia juga menyebutnya sebagai designatum, denotatum dan dewasa ini orang menyebutnya dengan istilah referent. Jika sebuah tanda memiliki acuannya hal itu adalah fungsi utama tanda itu. Peirce membedakan hubungan antara tanda dengan acuannya kedalam tiga jenis hubungan, yaitu (1) Ikon, jika ia berupa hubungan kemiripan, (2) indeks, jika ia berupa hubungan kedekatan eksistensi, dan (3) simbol, jika ia berupa hubungan yang sudah terbentuk secara konvensi (Nurgiyantoro, 2012 : 41-42).

Teori semiotika dalam penelitian ini digunakan sebagai acuan dalam menjelaskan fenomena yang berkaitan dengan makna dari tinggalan tradisi megalitik di Desa Keramas, Gianyar.

(10)

2.4 Model Penelitian

Model penelitian merupakan alur penelitian yang dijelaskan dalam bentuk bagan atau diagram, guna mendapatkan jawaban dari permasalahan mengenai jenis, fungsi dan makna tinggalan tradisi megalitik di Desa Keramas. Bagan atau diagram ini diperlukan untuk mempermudah menjelaskan model penelitian. Adapun model penelitian dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut.

Keterangan :

: Kaitan satu arah

: Kaitan secara timbal balik

Gambar 2.1 Model Penelitian Tinggalan Megalitik

di Desa Keramas

Arca nenek

moyang Sarkofagus

Jenis Tinggalan tradisi Megalitik apa saja yang ditemukan Di Desa Keramas

Apa Fungsi dan Makna tinggalan tradisi Megalitik di

Desa Keramas - Teori Fungsionalisme Struktural - Semiotika - Analisis Morfologi - Analisis Stilistik - Analisis Kontekstual

Jenis, Fungsi, dan Makna Tinggalan Tradisi Megalitik

Di Desa Keramas Arca

(11)

Penjelasan Bagan

Diagram di atas digunakan untuk mengarahkan dalam proses penelitian, agar tidak melenceng dari apa yang diharapkan hasilnya nanti dari penelitian ini. Proses penelitian ini berawal dari tinggalan tradisi megalitik di Desa Keramas. Selanjutnya tinggalan tradisi megalitik tersebut berupa arca nenek moyang, arca binatang, lumpang batu, sarkofagus dan menhir, kemudian unsur tradisi megalitik tersebut dikaji berdasarkan jenis, fungsi dan makna, ditelaah dengan beberapa teori yang sesuai dengan kajiannya dan dalam hal ini teori yang digunakan adalah teori fungsionalisme struktural dan teori semiotika. Untuk mengkaji fungsi tinggalan tradisi megalitik digunakan teori fungsionalisme struktural sedangkan untuk makna menggunakan teori semiotika. Data penelitian kemudian dianalisis dengan beberapa teknik analisis data antara lain : analisis morfologi, analisis stilistik, dan analisis kontekstual.

Melalui analisis dan teori yang diterapkan dalam penelitian ini, pada akhirnya diharapkan dapat menjawab semua permasalahan yang ada dalam penelitian ini, yaitu mengenai aspek jenis, fungsi dan makna yang didasarkan pada tinggalan tradisi megalitik di Desa Keramas.

Gambar

Gambar 2.1 Model Penelitian Tinggalan Megalitik

Referensi

Dokumen terkait

Setelah hasil dan data diperoleh maupun yang dikumpulkan dari penelitian ini, maka dalam menganalisa data tersebut penulis menggunakan metode kualitatif-kuantitatif,

Selaras dengan semangat untuk meningkatkan nilai dan kualiti kerja warga universiti secara berterusan, skop pelaporan Anugerah Kualiti Naib Canselor (AKNC) telah ditambah baik.

Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT dan juga berkah, rahmat serta hidayah-Nya yang senantiasa diberikan kepada penulis, sehinga penulis dapat

Untuk mengetahui waktu pemijahan ikan target di lokasi penelitian (aspek temporal), khusus untuk wilayah terumbu karang yang telah ditetapkan sebagai

Pujangga ternama kita Ranggawarsita, dan beberapa futurolog yang kita kenal seperti Alvin Toffler, Daniel Bell, Duane Elgin, dsb pernah mengisyaratkan bahwa dunia

Menganalisis akurasi metode non-parametrik CTA dengan teknik data mining untuk klasifikasi penggunaan lahan menggunakan citra Landsat-8 OLI serta menerapkan hasil dari KDD

Bidang adalah Bidang-Bidang pada Dinas Daerah Kabupaten Buleleng yang dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas melalui

LSF dapat meningkatkan rasa dan menurunkan bau amis telur dan mampu memodifikasi kadar protein, lemak, kolesterol dan kadar karoten kuning telur dan komposisi asam amino lisin dan