• Tidak ada hasil yang ditemukan

2013, No.646 4

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2013, No.646 4"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN

PERATURAN MENTERI SOSIAL

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 33 TAHUN 2012

TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN SISTEM

PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN

KEMENTERIAN SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

(2)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, menyatakan bahwa untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel, menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/walikota wajib melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan. Dalam kaitan penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah tersebut dan memberikan arah yang tepat dalam penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, perlu disusun suatu petunjuk pelaksanaan untuk penyusunan desain penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.

B. MAKSUD DAN TUJUAN

Petunjuk pelaksanaan ini dimaksudkan untuk mempermudah pemahaman atas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) sekaligus menerapkan penyelenggaraan di Unit Kerja Eselon I, Eselon II, Eselon III, dan Eselon IV di lingkungan Kementerian Sosial RI sesuai dengan kondisi dan kompleksitas organisasi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.

Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di Lingkungan Kementerian Sosial RI bertujuan :

1. Untuk pedoman bagi unsur pimpinan dan seluruh pegawai di lingkungan Kementerian Sosial RI tentang penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, yang terdiri dari 5 unsur SPIP yaitu Pelaksanaan Penguatan Lingkungan Pengendalian, Penilaian Risiko Kegiatan Satker, Kegiatan Pengendalian, Pengelolaan Informasi dan Komunikasi, dan Pemantauan penyelenggaraan SPIP.

2. Untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, laporan keuangan yang dapat dihandalkan, pengamanan aset, dan ketaatan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.

C. SASARAN

Sasaran petunjuk pelaksanaan penyelenggaraan SPIP adalah unsur pimpinan dan pegawai pada seluruh Unit Kerja Mandiri.

(3)

D. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup petunjuk pelaksanaan adalah penyelenggaraan SPIP yang meliputi kegiatan lingkungan pengendalian, penilaian resiko, pengelolaan informasi dan komunikasi serta pemantauan penyelenggaraan SPIP.

E. SISTEMATIKA

Sistematika petunjuk pelaksanaan dibagi dalam empat bab.

Bab I Pendahuluan menguraikan Latar Belakang, Maksud dan Tujuan, Sasaran, Ruang Lingkup dan Sistematika.

Bab II Desain Penyelenggaraan SPIP menguraikan Strategi Penyelenggaraan SPIP yang terdiri dari Unit Penyelenggaraan SPIP, Membangun Kepedulian Tentang Peran Organisasi, Operasionalisasi SPIP sesuai dengan Unit Kerja, Tujuan Penyusunan Desain Penyelenggaraan SPIP, Lingkup Desain Penyelenggaraan SPIP dan Penentuan Prioritas Obyek Penyelenggaraan SPIP. Kemudian diikuti Rencana Kerja menguraikan tentang Penguatan Lingkungan Pengendalian, Penilaian Risiko Instansi Pemerintah, Penyelenggaraan Kegiatan Pengendalian, Pengelolaan Informasi dan Komunikasi, dan Pemantauan Tahapan Penyelenggaraan SPIP.

Bab III Pelaksanaan Penyelenggaraan SPIP menguraikan pelaksanaan dari Rencana Kerja di atas yaitu Penguatan Lingkungan Pengendalian, Penilaian Risiko Instansi Pemerintah, Penyelenggaraan Kegiatan Pengendalian, Pengelolaan Informasi dan Komunikasi, dan Pemantauan Tahapan Penyelenggaraan SPIP.

(4)

BAB II

DESAIN PENYELENGGARAAN SPIP

Dalam rangka penyelenggaraan SPIP, unit kerja perlu menyusun terlebih dahulu Desain Penyelenggaran SPIP dengan memperhatikan karakteristik masing-masing unit kerja yang meliputi organisasi, Sumber Daya Manusia, dan perspektif pengembangannya. Untuk dapat menyusun desain penyelenggaraan dimaksud, pimpinan dan seluruh pegawai yang terlibat harus memahami fungsi organisasi, kemudian mendefinisikan SPIP sesuai fungsi organisasi. Selanjutnya, unit kerja perlu menetapkan tujuan dan manfaat dalam desain penyelenggaraan SPIP termasuk lingkup kerja dan menetapkan prioritas serta strategi pengembangan SPIP.

A. STRATEGI PENYELENGGARAAN 1. UNIT PENYELENGGARA SPIP

Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 Pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/walikota wajib melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintah, sedangkan dalam Pasal 87 Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara menyatakan bahwa semua unsur di lingkungan kementerian wajib menerapkan sistem pengendalian intern di lingkungan masing-masing. Penetapan subyek penyelenggara SPIP dalam ketentuan di atas perlu dijabarkan lebih lanjut sehingga menghasilkan kesamaan persepsi di antara calon penyelenggara SPIP. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu penetapan unit-unit kerja di lingkungan Kementerian Sosial yang memenuhi kriteria wajib menyelenggarakan SPIP.

1) Prinsip dan Tujuan

Obyek penyelenggara SPIP adalah unit kerja yang mempunyai kewenangan dalam mengendalikan tugas dan fungsi sesuai dengan siklus kegiatan secara utuh atau unit kerja yang mengelola penggunaan anggaran dalam siklus yang utuh.

Sedangkan tujuannya untuk menetapkan unit kerja yang menjadi obyek penyelenggara SPIP di lingkungan Kementerian Sosial.

2) Output Kegiatan

Output yang dihasilkan dari langkah ini adalah menentukan unit kerja sebagai penyelenggara SPIP.

3) Langkah Kerja Utama

Langkah kerja utama untuk mendapatkan output tersebut adalah: a. melakukan penetapan dengan kriteria unit mandiri yang akan

(5)

b. menuangkan hasil langkah kerja utama dalam Kertas Kerja sebagaimana tercantum dalam Format A dan hasilnya disimpulkan dalam Desain Penyelenggaraan SPIP.

Dalam hal unit kerja memenuhi salah satu dari kedua kriteria di atas maka unit kerja menjadi unit yang wajib menyelenggarakan SPIP dalam menjalankan kegiatannya baik di tingkat organisasional maupun operasional.

2. MEMBANGUN KEPEDULIAN TENTANG PERAN ORGANISASI

Kesadaran setiap pimpinan dan pegawai tentang perannya dalam kehidupan organisasi adalah modal awal yang perlu dikembangkan dalam menyusun strategi penerapan SPIP. Kepedulian tentang peran ini perlu dibangun agar arah pengembangan tujuan organisasi sesuai dengan visi dan misinya. Peran masing-masing pimpinan dan pegawai dapat dinilai melalui tugas dan fungsi organisasi yang secara sadar dijalani oleh pimpinan dan pegawai apakah telah searah dengan tujuan serta visi dan misinya.

Dalam menerapkan SPIP diperlukan juga kepedulian pimpinan dan pegawai dalam melakukan evaluasi terhadap tugas dan fungsi organisasi agar selalu berada dalam arah yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Strategis (Renstra).

1) Prinsip dan Tujuan

Untuk mendesain SPIP diperlukan pemahaman terhadap ketatalaksanaan dan ketatausahaan atau proses bisnis unit atau kegiatan dan struktur organisasinya. Sedangkan tujuannya agar para pimpinan dan pegawai memahami tugas dan fungsi organisasi serta pengendaliannya dalam pelaksanaan tugasnya.

2) Output Kegiatan

Output yang dihasilkan dari kegiatan ini adalah ringkasan tugas dan fungsi, ringkasan tentang kegiatan-kegiatan, struktur organisasi serta wujud kepedulian manajemen dari seluruh pimpinan dan pegawai dalam organisasi untuk membangun dan menyelenggarakan SPIP. 3) Langkah Kerja Utama

Langkah kerja utama untuk mendapatkan output tersebut adalah sebagai berikut:

a. memahami Peraturan Menteri Sosial Nomor 86/HUK/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Sosial;

b. membuat ringkasan tugas dan fungsi pada unit kerja penyelenggara SPIP;

c. memahami Peraturan Menteri Sosial Nomor 91 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di lingkungan Kementerian Sosial Republik Indonesia dan Keputusan

(6)

Tugas Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di lingkungan Kementerian Sosial Republik Indonesia;

d. memperoleh informasi tentang kondisi pemahaman terhadap SPIP dengan menggunakan Format B-1 dan lingkungan pengendalian dengan Format B-2;

e. menyusun informasi tentang pemahaman pimpinan dan pegawai terhadap SPIP berdasarkan Format C butir A;

f. menuangkan hasil langkah kerja utama sesuai dengan Format C butir A dan menyimpulkan hasilnya dalam Desain Penyelenggaraan SPIP.

3. OPERASIONALISASI SPIP SESUAI DENGAN UNIT KERJA

Agar lebih efektif dan terkendali, pengembangan SPIP perlu dilakukan secara bertahap, menurut prioritas dan ketersediaan sumber daya dalam unit kerja. Oleh karena itu setiap unit kerja penyelenggara SPIP perlu melakukan upaya menerjemahkan definisi SPIP sampai kepada taraf operasional sesuai dengan kegiatan masing-masing unit kerja.

1) Prinsip dan Tujuan

Operasionalisasi SPIP harus mempertimbangkan tingkatan kegiatan yaitu pada tingkat strategis, organisasional, dan operasional sesuai dengan konsep yang mendasarinya. Sedangkan tujuannya memberikan gambaran secara nyata tentang konsep SPIP dan mengadaptasikannya ke unit kerja sehingga akan memudahkan operasionalisasi dan komunikasi konsep ke semua pimpinan dan pegawai dalam menerapkan SPIP.

2) Output Kegiatan

Output yang dihasilkan dari kegiatan ini adalah uraian tentang operasionalisasi SPIP dalam unit kerja yang dilengkapi dengan penggambaran SPIP dalam bentuk kubus SPIP dan gambar skema Penyelenggaraan SPIP lainnya.

3) Langkah Kerja Utama

Langkah kerja utama untuk mendapatkan output tersebut adalah sebagai berikut:

a. mengidentifikasi unit kerja dan kegiatan serta adaptasinya ke kubus SPIP;

b. mengidentifikasi unsur-unsur SPIP sesuai dengan PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang SPIP;

c. mengidentifikasi tujuan SPIP yang ingin dicapai dalam unit penyelenggara SPIP;

d. menyepakati rumusan atau definisi SPIP sesuai dengan unit kerja yang akan menyelenggarakan SPIP;

e. menuangkan hasil langkah kerja utama dalam Kertas Kerja sebagaimana tercantum dalam Format C butir B ;

f. mengidentifikasi gambar-gambar lainnya yang terkait dengan penyelenggaraan SPIP sesuai dengan Format F; dan

(7)

4. TUJUAN PENYUSUNAN DESAIN PENYELENGGARAAN SPIP

Tujuan penyusunan Desain Penyelenggaraan SPIP harus dinyatakan dengan jelas karena akan dijadikan acuan bagi para pimpinan dan pegawai dalam menyelenggarakan SPIP pada unit kerjanya.

1) Tujuan

Tujuan penyusunan Desain Penyelenggaraan SPIP adalah untuk merencanakan dan mengarahkan aktivitas pengembangannya dan untuk mengukur keberhasilan penyelenggaraannya.

2) Output

Output kegiatan ini adalah uraian yang memuat tujuan penyusunan Desain Penyelenggaraan SPIP, antara lain:

a. memberikan dasar pengembangan SPIP secara menyeluruh hingga tercipta keterpaduan antara sub-sub unsurnya (hard control) dan penciptaan kultur pengendalian (soft control) dalam aktivitas sehari-hari;

b. menjadi dasar perencanaan dan penganggaran Penyelenggaraan SPIP;

c. menjadi dasar pendokumentasian, pemantauan dan pengukuran kemajuan penyelenggaraan SPIP; dan

d. menjadi dasar evaluasi dan pengukuran keberhasilan penyelenggaraan SPIP.

3) Langkah Kerja Utama

Langkah kerja utama untuk mendapatkan output dimaksud adalah sebagai berikut:

a. mengidentifikasi tujuan suatu kegiatan dikaitkan dengan visi dan misi dalam suatu unit kerja;

b. membuat rumusan tujuan atau fokus pengendalian yang paling sesuai dalam unit kerja dengan mengacu pada keempat butir tujuan di atas (efektif dan efisien, keandalan laporan keuangan, pengamanan aset, dan ketaatan terhadap peraturan); dan

c. menuangkan hasil langkah kerja utama dalam Kertas Kerja sebagaimana tercantum dalam Format C butir C.

5. LINGKUP DESAIN PENYELENGGARAAN SPIP

Sesuai karakteristik SPIP, ruang lingkup pengembangan SPIP sangat luas dan terintegrasi dengan kegiatan organisasi sehingga perlu perumusan ruang lingkup secara jelas.

1) Prinsip dan Tujuan

Prinsip pokok perumusan lingkup desain penyelenggaraan SPIP berdasarkan analisis lingkungan, rencana kinerja serta kegiatan yang akan dilakukan. Sedangkan tujuannya untuk menentukan area

(8)

2) Output

Output yang dihasilkan dari perumusan lingkup penyelenggaraan SPIP adalah :

a. rencana kinerja dan program yang logis untuk mencapai kinerja; b. unit dan kegiatan yang menjadi obyek penyelenggaraan SPIP; dan c. periode waktu penyelenggaraan SPIP.

3) Langkah Kerja Utama

Langkah kerja utama untuk mendapatkan output tersebut adalah sebagai berikut:

a. mengidentifikasi kegiatan baik pada tingkat organisasional maupun operasional pada unit kerja yang menjadi obyek prioritas penyelenggaraan SPIP;

b. menentukan periode waktu/tahun penyelenggaraannya; dan

c. menuangkan hasil langkah kerja utama dalam Kertas Kerja sebagaimana tercantum dalam Format C butir D.

6. PENENTUAN PRIORITAS OBYEK PENYELENGGARAAN SPIP

Untuk menjamin pencapaian tujuan, unit kerja harus mampu menentukan obyek yang menjadi prioritas dalam penyelenggaraan SPIP sehingga unit kerja dapat mengendalikan risiko-risiko yang menghambat pencapaian tujuan. Sehubungan dengan hal tersebut, unit kerja perlu mengidentifikasi obyek penyelenggaraan SPIP (organisasional dan operasional), menilai risiko makronya secara keseluruhan, dan kemudian menentukan prioritas berdasarkan urutan besarnya risiko makro.

1) Prinsip dan Tujuan

Adapun prinsip perumusan dan penentuan prioritas obyek penyelenggaraan SPIP adalah berdasarkan risiko makro yang dominan berdasarkan 12 (dua belas) kriteria yang telah ditetapkan. Sedangkan tujuannya adalah untuk menentukan prioritas penyelenggaraan SPIP sesuai dengan kondisi dan kebutuhan di lingkungan masing-masing unit kerjanya.

2) Output

Output yang dihasilkan dari kegiatan ini adalah obyek prioritas penyelenggaraan SPIP.

3) Langkah Kerja Utama

Langkah kerja utama untuk mendapatkan output tersebut adalah sebagai berikut:

a. melakukan identifikasi atas unit kerja atau kegiatan yang ada dalam pelaksanaan kegiatan berdasarkan uraian tugas dan fungsinya; b. memberikan penilaian (skor 1-5) pada masing-masing unit atau

kegiatan untuk setiap kriteria sebagai berikut:

1) etika, yaitu nilai-nilai yang dituntut dalam melaksanakan suatu pekerjaan meliputi hal-hal yang boleh dan tidak boleh serta hal yang dibenarkan atau tidak dibenarkan;

(9)

2) kompetensi, yaitu kemampuan berupa pengetahuan, keahlian, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam melaksanakan tugas; 3) aset, yaitu aset, sumber daya, atau sub-sub kegiatan yang

digunakan/dilibatkan dalam melaksanakan kegiatan;

4) finansial, yaitu pengaruh kondisi finansial secara umum dalam kelancaran pelaksanaan kegiatan;

5) kompetisi, yaitu tingkat kompetisi dalam pelaksanaan tugas dikaitkan dengan perbandingannya dengan kegiatan sejenis yang dilakukan oleh unit lainnya;

6) kerumitan, yaitu tingkat kompleksitas yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan;

7) dampak, yaitu akibat yang ditimbulkan atas suatu kegiatan dikaitkan dengan kinerja instansi pemerintahan secara keseluruhan;

8) komputerisasi, yaitu tingkat komputerisasi yang dituntut dalam melaksanakan kegiatan;

9) penyebaran yaitu tingkat penyebaran secara geografis atas kegiatan yang dilaksanakan;

10) organisasi, yaitu tingkat perubahan organisasi yang dialami dalam hubungannya dengan efektivitas pelaksanaan kegiatan; 11) manajemen, yaitu tingkat pertimbangan manajemen atau

dukungan manajemen pelaksanaan kegiatan. Termasuk yang dapat menjadi pertimbangan manajemen adalah kegiatan yang bersifat quick win sehingga mendesak untuk ditingkatkan pengendaliannya;

12) audit yaitu tingkat kelemahan-kelemahan yang ditemukan dalam audit baik oleh auditor eksternal maupun Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP);

c. menjumlahkan nilai masing-masing kriteria sehingga diperoleh nilai total atas risiko makro dari masing-masing kegiatan;

d. membuat peringkat nilai dengan urutan dari unit atau kegiatan dengan nilai terbesar sampai dengan nilai terkecil;

e. menentukan prioritas penyelenggaraan SPIP atas unit atau kegiatan berdasarkan peringkatnya dikaitkan dengan sumber daya yang ada; dan

f. menuangkan hasil penilaian dalam kertas kerja sesuai Format E dan menyimpulkan hasilnya dalam Desain Penyelenggaraan SPIP.

B. RENCANA KERJA PENYELENGGARAAN SPIP

Untuk menilai efektivitas lingkungan pengendalian kita harus mengetahui kelemahan dan suatu pengendalian sehingga dapat kita tentukan area perbaikan (Area of Improvement/AOI). Hal ini tidak hanya menunjuk ke arah infrastruktur atau unsur SPIP yang akan diperbaiki tetapi juga menunjuk ke unit organisasi mana yang akan diperbaiki termasuk mengidentifikasi di dalamnya sub unsur Lingkungan Pengendalian.

(10)

1. RENCANA KERJA PENGUATAN LINGKUNGAN PENGENDALIAN

Unit kerja perlu menyusun suatu rencana kerja untuk menindaklanjuti adanya kelemahan dalam unsur lingkungan pengendalian. Rencana Kerja penguatan lingkungan pengendalian ditentukan sub-sub unsurnya sesuai dengan informasi kelemahan yang diperoleh dari hasil Diagnostic Assessment (DA) lingkungan pengendalian.

1) Rencana Kerja Penegakan Integritas dan Nilai Etika

Rencana kerja ini disusun dalam rangka menindaklanjuti adanya kelemahan atau kekurangan atas keberadaan dan keterpenuhan syarat minimal aturan perilaku, serta penerapannya dalam pelaksanaan kegiatan suatu unit kerja.

a. Prinsip dan Tujuan

Prinsip dari Rencana Kerja Penegakan Integritas dan Nilai Etika didasarkan pada aturan perilaku dan etika bagi pegawai yang diterapkan dan ditegakkan di unit kerja. Sedangkan tujuannya adalah untuk meningkatkan integritas pimpinan dan pegawai dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.

b. Output

Output kegiatan ini adalah adanya Rencana Kerja penyusunan/penyempurnaan aturan perilaku atau mekanisme penegakan aturan perilaku di unit kerja.

c. Kriteria

1) Adanya Aturan Perilaku berupa Peraturan Menteri Sosial yang berlaku menyeluruh dan berlaku di lingkungan Kementerian dan sudah diterapkan.

2) Pegawai memperlihatkan bahwa ia mengetahui: a) perilaku dapat diterima;

b) perilaku tidak dapat diterima;

c) hukuman yang akan dikenakan terhadap perilaku yang tidak diterima; dan

d) tindakan yang harus dilakukan jika tahu ada sikap perilaku yang tidak diterima.

3) Pegawai menandatangani pernyataaan untuk menerapkan aturan perilaku/pakta integritas secara berkala.

4) Pimpinan melakukan pembinaan dan mendorong terciptanya budaya yang menekankan pentingnya penegakan integritas dan nilai etika.

5) Pegawai melihat adanya dorongan sejawat untuk menerapkan sikap perilaku dan etika yang baik.

6) Pimpinan melakukan tindakan cepat dan tepat segera setelah timbulnya masalah (perilaku tidak etis).

(11)

7) Adanya petunjuk pelaksanaan/mekanisme yang mengatur diperkenankannya melakukan intervensi dan pengabaian atas pengendalian intern.

8) Intervensi atau pengabaian terhadap pengendalian intern didokumentasikan secara lengkap termasuk alasan dan tindakan khusus yang diambil.

d. Langkah Kerja

Langkah kerja utama untuk menghasilkan output ini adalah:

1) menganalisis hasil Diagnostic Assessment (DA) atas sub unsur penegakan integritas dan nilai etika sesuai dengan kriteria di atas dan menentukan ruang lingkup yang sesuai;

2) mengidentifikasi hasil penilaian risiko yang terkait;

3) menganalisis permasalahan etika yang ditemukan di unit kerja baik didapat dari hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), maupun penilaian efektivitas lingkungan pengendalian;

4) menentukan kelemahan lingkungan pengendalian yang terkait dengan penegakan integritas dan nilai etika; dan

5) membuat rencana aksi penyusunan/perbaikan aturan perilaku atau mekanisme penegakan aturan perilaku.

2) Rencana Kerja Peningkatan Komitmen pada Kompetensi

Instansi pemerintah memerlukan suatu komitmen dari pimpinan untuk menempatkan atau menugaskan pegawainya sesuai dengan persyaratan kompetensi yang dimiliki masing-masing pegawai, yakni disesuaikan dengan pengetahuan dan keahliannya.

a. Prinsip dan Tujuan

Prinsip dari Rencana Kerja Peningkatan Komitmen pada Kompetensi didasarkan pada standar kompetensi untuk setiap tugas dan fungsi masing-masing posisi di unit kerja. Sedangkan tujuannya adalah untuk menentukan dan menempatkan orang yang tepat pada posisi yang tepat.

Komitmen terhadap kompetensi ditunjukkan dengan kemauan pimpinan dan pegawai untuk bersama-sama bertanggungjawab dalam mewujudkan visi, misi dan tujuan instansinya dengan melakukan tugas/jabatan sesuai dengan peran dan fungsinya dengan pengetahuan dan keahliannya.

b. Output

Output kegiatan ini adalah adanya Rencana Kerja penyusunan standar kompetensi pada masing-masing unit kerja.

(12)

c. Kriteria

1) Pimpinan sudah menetapkan uraian jabatan, syarat jabatan, dan syarat kompetensi yang dibutuhkan untuk seluruh jabatan/fungsi di lingkungan Kementerian.

2) Adanya mekanisme/proses yang memastikan bahwa pegawai yang terpilih untuk menduduki suatu jabatan telah memiliki kompetensi yang diperlukan.

3) Kompensasi dan kenaikan jabatan/promosi didasarkan pada prestasi dan kinerja.

d. Langkah Kerja

Langkah kerja utama untuk menghasilkan output ini adalah:

1) menganalisis hasil Diagnostic Assessment (DA) atas sub unsur komitmen pada kompetensi sesuai dengan kriteria di atas dan menentukan ruang lingkup yang sesuai;

2) mengidentifikasi hasil penilaian risiko yang terkait; 3) menginventarisasi tugas dan fungsi pada unit kerja;

4) mengidentifikasi kegiatan yang dibutuhkan untuk menjalankan tugas dan fungsi yang telah diinventarisir;

5) analisis pendidikan, pelatihan, pengetahuan, keahlian, dan kemampuan yang dibutuhkan dari seorang pegawai untuk melaksanakan kegiatan yang diembannya;

6) menetapkan kebijakan terkait standar kompetensi pada masing-masing tugas dan fungsi;

7) menentukan kelemahan lingkungan pengendalian yang terkait dengan peningkatan komitmen pada kompetensi; dan

8) membuat rencana aksi penguatan/perbaikan kompetensi pimpinan dan seluruh pegawai.

3) Rencana Kerja Peningkatan Pemahaman Kepemimpinan yang Kondusif Kepemimpinan yang kondusif adalah kepemimpinan yang efektif dalam mengarahkan seluruh sumber daya dan potensi organisasi, termasuk melakukan perubahan dalam rangka mencapai kinerja yang lebih baik. a. Prinsip dan Tujuan

Prinsip dari Rencana Kerja Peningkatan Pemahaman Kepemimpinan yang Kondusif didasarkan pada pertimbangan risiko dalam pengambilan keputusan, penerapan manajemen berbasis kinerja, dan pengendalian dalam pelaksanaan tugas dan fungsi. Sedangkan tujuan dari rencana kerja ini adalah untuk menciptakan iklim yang positif dan manajemen yang sehat dalam pelaksanaan kegiatan. b. Output

Output kegiatan ini adalah adanya Rencana Kerja pemahaman pimpinan atas pencapaian kinerja yang berbasis risiko.

(13)

c. Kriteria

1) Pimpinan sudah melakukan penilaian risiko atas kebijakan yang dibuat untuk pelaksanaan tupoksinya.

2) Seluruh kebijakan yang diambil oleh pimpinan sudah didasarkan pada hasil penilaian risikonya.

3) Pimpinan mendorong Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) untuk melakukan pengawasan intern secara intensif.

4) Pimpinan selalu memberikan respon cepat dan positif terhadap temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

5) Masih terdapat resiko yang belum teridentifikasi. d. Langkah Kerja

Langkah kerja utama untuk menghasilkan output ini adalah:

1) menganalisis hasil Diagnostic Assessment (DA) atas sub unsur kepemimpinan yang kondusif;

2) mengidentifikasi hasil penilaian risiko yang terkait; 3) menginventarisasi tugas dan fungsi pada unit kerja;

4) mengidentifikasi target kinerja pada masing-masing unit organisasi;

5) menentukan kelemahan lingkungan pengendalian yang terkait dengan kepemimpinan yang kondusif; dan

6) menyusun rencana aksi pemberian pemahaman tentang manajemen berbasis kinerja dan risiko dalam unit kerja kepada pimpinan dan pegawai.

4) Rencana Kerja Pembentukan Organisasi sesuai Kebutuhan

Struktur organisasi sangat penting karena merupakan infrastruktur dasar bagi instansi pemerintah untuk menjalankan tugas dan fungsinya. Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan diharapkan dapat memberikan kepastian ruang gerak bagi seluruh Sumber Daya Manusia yang dimiliki instansi dalam mencapai kinerja yang diharapkan, serta sebagai sarana pendistribusian sumber daya lainnya seperti: peralatan, keuangan, dan informasi.

a. Prinsip dan Tujuan

Prinsip dari Rencana Kerja Pembentukan Organisasi sesuai Kebutuhan didasarkan pada:

1) adanya struktur organisasi yang tepat sesuai dengan ukuran dan sifat kegiatan instansi pemerintah dalam rangka pencapaian tujuan;

2) adanya kejelasan wewenang dan tanggung jawab;

3) adanya kejelasan hubungan dan jenjang pelaporan intern;

4) adanya evaluasi dan penyesuaian secara periodik terhadap struktur organisasi sehubungan dengan perubahan lingkungan strategis; dan

(14)

5) penetapan jumlah pegawai yang sesuai, terutama untuk posisi pimpinan.

Adapun tujuannya adalah untuk mendukung tugas dan fungsi dalam rangka mengemban amanah visi dan misi sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Strategis (Renstra).

b. Output

Output kegiatan ini adalah adanya Rencana Kerja pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan.

c. Kriteria

1) Struktur organisasi telah mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2) Struktur organisasi yang sesuai kebutuhan dan tugas pokok dan fungsi pembentukan organisasi.

3) Adanya perubahan lingkungan strategis (peraturan, kondisi, reorganisasi).

4) Terlaksananya evaluasi struktur organisasi terhadap perubahan lingkungan strategis.

5) Terdapat kekosongan pimpinan dalam waktu lama (lebih dari 3 bulan) pada struktur organisasi yang ada.

6) Telah dirancang struktur organisasi yang baru terkait perubahan numenklatur.

7) Calon pejabat eselon I, II, III, IV sudah definitif. d. Langkah Kerja

Langkah kerja utama untuk menghasilkan output ini adalah:

1) menganalisis hasil Diagnostic Assessment (DA) atas sub unsur pembentukan organisasi sesuai kebutuhan dan menentukan ruang lingkup yang sesuai;

2) mengidentifikasi hasil penilaian risiko yang terkait;

3) mengidentifikasi unit atau kegiatan yang belum mempunyai struktur yang sesuai atau memadai;

4) menentukan kelemahan lingkungan pengendalian yang terkait dengan pembentukan organisasi yang sesuai kebutuhan; dan 5) menyusun rencana aksi pembentukan organisasi sesuai dengan

kebutuhan.

5) Rencana Kerja Pendelegasian Wewenang dan Tanggung Jawab

Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat oleh setiap unsur manajemen dan pegawai dalam organisasi, akan membuat pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi menjadi lebih lancar dan cepat. Kejelasan delegasi wewenang dan tanggung jawab akan mendorong tercapainya keputusan yang lebih baik dan menghindarkan terjadinya konflik dalam organisasi. Pada akhirnya, hal ini diharapkan akan menimbulkan suasana yang kondusif bagi berjalannya SPIP sehingga tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif. Oleh karena

(15)

itu, pendelegasian wewenang dan tanggung jawab hendaknya ditata secara berjenjang dengan mempertimbangkan tingkatan risiko dari masing-masing pendelegasian dan kapasitas staf yang menerima pendelegasian tersebut. Kewenangan dapat didelegasikan kepada staf di tingkat yang lebih rendah, namun akuntabilitasnya harus terdefinisikan dengan jelas karena tanggung jawab akhir tetap ada pada tangan pimpinan organisasi.

a. Prinsip dan Tujuan

Prinsip dari Rencana Kerja Pendelegasian Wewenang dan Tanggung Jawab didasarkan pada:

1) wewenang diberikan kepada pejabat/pegawai yang tepat sesuai dengan tingkat tanggung jawabnya dalam rangka pencapaian tujuan;

2) pejabat/pegawai yang mendapat wewenang dan tanggung jawab harus memahami bahwa wewenang dan tanggungjawab yang diberikan terkait dengan pihak lain; dan

3) pejabat/pegawai yang mendapat wewenang dan tanggung jawab harus memahami pelaksanaan tanggung jawab dan wewenangnya terkait dengan penerapan sistem pengendalian intern.

Adapun tujuannya adalah untuk penyebaran dan pelimpahan tanggung jawab penugasan dalam rangka kemudahan pengendalian mengingat beban dan cakupan kegiatan yang cukup banyak atau luas.

b. Output

Output kegiatan ini adalah adanya Rencana Kerja pendelegasian kewenangan yang sesuai dengan kebutuhan.

c. Kriteria

1) adanya penetapan kepada pegawai untuk melakukan suatu kewenangan atau tanggung jawab (struktur, fungsi, dan administrasi);

2) pegawai yang diberi wewenang dapat menjalankan pekerjaan sesuai dengan batasan tanggung jawab; dan

3) kebijakan telah terlaksana sesuai dengan substansinya. d. Langkah Kerja

Langkah kerja utama untuk menghasilkan output ini adalah:

1) menganalisis hasil Diagnostic Assessment (DA) atas sub unsur pendelegasian wewenang dan ruang lingkup yang sesuai;

2) mengidentifikasi hasil penilaian risiko yang terkait;

3) menyusun/merevisi peraturan untuk pendelegasian wewenang dan tanggung jawab;

4) melakukan penilaian apakah peraturan/kebijakan tersebut telah dijabarkan lebih lanjut ke dalam Standar Operasional Prosedur

(16)

atau petunjuk pelaksanaan untuk dapat melaksanakan peraturan tersebut;

5) melakukan observasi terhadap pelaksanaan delegasi wewenang dan tanggung jawab;

6) menentukan kelemahan lingkungan pengendalian yang terkait dengan pendelegasian wewenang dan tanggung jawab; dan

7) membuat rencana aksi perbaikan/penguatan pendelegasian wewenang.

6) Rencana Kerja Penyusunan dan Penerapan Kebijakan yang Sehat Tentang Pembinaan Sumber Daya Manusia.

Penerapan Kebijakan yang Sehat tentang Pembinaan Sumber Daya Manusia ditujukan bagi terwujudnya penerapan kebijakan manajemen dan praktik pembinaan Sumber Daya Manusia yang sehat, sejak tahap rekrutmen sampai dengan pemberhentian pegawai, serta terwujudnya penerapan sistem supervisi kepegawaian yang memadai, yang memungkinkan memperoleh pegawai dengan pengetahuan dan kompetensi, serta memiliki integritas dan etika yang dipersyaratkan untuk dapat melaksanakan tanggung jawabnya dalam rangka mencapai tujuan organisasi, pada saat kini maupun pada masa yang akan datang.

a. Prinsip dan Tujuan

Prinsip dari Rencana Kerja Penyusunan dan Penerapan Kebijakan yang Sehat tentang pembinaan Sumber Daya Manusia adalah: 1) kebijakan dan prosedur sejak rekrutmen sampai dengan

pemberhentian dan pemensiunan pegawai;

2) penelusuran latar belakang calon pegawai dalam proses rekrutmen; dan

3) supervisi periodik yang memadai terhadap pegawai.

Adapun tujuannya adalah terwujudnya penerapan kebijakan manajemen dan praktik pembinaan Sumber Daya Manusia yang sehat, sejak tahap rekrutmen sampai dengan pemberhentian pegawai, serta terwujudnya penerapan sistem supervisi kepegawaian yang memadai, yang memungkinkan memperoleh pegawai dengan pengetahuan dan kompetensi yang sesuai.

b. Output

Output kegiatan ini adalah adanya Rencana Kerja penyusunan/penyempurnaan Kebijakan Pembinaan Sumber Daya Manusia yang sehat.

c. Kriteria

1) Adanya kebijakan dan prosedur pembinaan Sumber Daya Manusia dan rekrutmen pegawai.

2) Adanya penelusuran latar belakang pendidikan dan riwayat pegawai dalam setiap proses rekrutmen.

(17)

3) Seluruh pegawai yang diterima memiliki integritas dan komitmen tinggi.

4) Adanya kebijakan mengenai sistem penilaian kinerja individual, berikut pendidikan/pelatihan untuk meningkatkan kinerja pegawai.

d. Langkah Kerja

Langkah kerja utama untuk menghasilkan output ini adalah:

1) menganalisis hasil Diagnostic Assessment (DA) atas sub unsur Kebijakan yang Sehat Tentang Pembinaan Sumber Daya Manusia dan menentukan ruang lingkup yang sesuai;

2) mengidentifikasi hasil penilaian risiko yang terkait; 3) menilai adanya Peraturan atau kebijakan rekrutmen;

4) menyusun mekanisme pengelolaan Sumber Daya Manusia dalam suatu Standar Operasional Prosedur yang tertulis;

5) mendapatkan informasi adanya pengomunikasian tentang kebijakan dan kompetensi baru dalam pengelolaan Sumber Daya Manusia;

6) mengidentifikasi tahapan proses pembinaan yang belum dilaksanakan yang terdiri dari tahapan pengomunikasian adanya kompetensi baru, standar dan kriteria rekrutmen, uraian dan persyaratan jabatan, program orientasi bagi pegawai baru, penghargaan atas dasar prestasi kerja serta integritas dan etika, umpan balik, sanksi disiplin, dan pemberhentian yang sesuai dengan ketentuan;

7) melakukan penelusuran terhadap latar belakang calon pegawai dalam proses rekrutmen;

8) adanya supervisi periodik yang memadai kepada para pegawai dalam unit kerja;

9) menentukan kelemahan lingkungan pengendalian yang terkait dengan Penyusunan dan Penerapan Kebijakan yang Sehat Tentang Pembinaan Sumber Daya Manusia; dan

10) menyusun rencana aksi untuk memperbaiki Kebijakan Pembinaan Sumber Daya Manusia.

7) Rencana Kerja Perwujudan Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang Efektif

Berfungsinya peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dalam mengevaluasi penerapan SPIP secara terpisah di Kementerian Sosial akan sangat mendukung penerapan SPIP yang efektif. Selain melakukan evaluasi, Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) juga harus berfungsi sebagai mitra unit kerja dalam membenahi penerapan SPIP. Dalam menjalankan tugasnya tersebut Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) memerlukan dukungan yang memadai atas akses informasi/data/sumber daya, persamaan persepsi dalam penentuan fokus/bidang/sektor ruang lingkup pengawasan, rekomendasi tindak lanjut, dan penilaian kinerja atas pelaksanaannya.

(18)

a. Prinsip dan Tujuan

Prinsip dari Rencana Kerja Perwujudan Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang efektif didasarkan pada fungsi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) sebagai penguatan efektivitas penerapan SPIP. Sedangkan tujuannya adalah untuk mengefektifkan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dalam memberikan sistem peringatan dini (early warning system) atas adanya kemungkinan penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan. b. Output

Output kegiatan ini adalah adanya rencana kerja evaluasi tentang efektivitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) di lingkungan Kementerian.

c. Kriteria

1) Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) telah melakukan pengawasan atas seluruh kegiatan di lingkungan Kementerian (aspek keuangan dan kinerja pelayanan).

2) Atas kegiatan yang dilakukan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) telah dibuat laporan hasil pengawasan secara tepat waktu, yaitu setelah melaksanakan tugas pengawasan. 3) Adanya mekanisme audit/ pengawasan bersifat operasional

(current audit), sehingga hasil auditnya dapat ditindaklanjuti sesegera mungkin.

4) Permasalahan yang ditemukan saat audit sudah dikomunikasikan dengan pejabat terkait.

d. Langkah Kerja

Langkah kerja utama untuk menghasilkan output ini adalah:

1) menganalisis hasil Diagnostic Assessment (DA) atas sub unsur peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang efektif dan menentukan ruang lingkup yang sesuai;

2) mengidentifikasi hasil penilaian risiko yang terkait;

3) menganalisis permasalahan efektivitas peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang ditemukan di Kementerian baik yang diperoleh dari hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP); 4) menentukan ruang lingkup perbaikan yang harus dilakukan; 5) menentukan kelemahan lingkungan pengendalian yang terkait

dengan Perwujudan Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang Efektif; dan

6) menyusun rencana aksi penguatan efektivitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).

8) Rencana Kerja Penguatan Hubungan Kerja yang Baik dengan Instansi Pemerintah Terkait

Hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait merupakan hubungan antar instansi pemerintah dalam rangka

(19)

sinkronisasi dan harmonisasi pelaksanaan program dan kegiatan instansi pemerintah. Hubungan kerja yang baik tersebut diciptakan melalui koordinasi dan kerja sama yang konstruktif dan berkesinambungan di antara Instansi Pemerintah.

a. Prinsip dan Tujuan

Prinsip dari Rencana Kerja Penguatan Hubungan Kerja yang Baik dengan Instansi Pemerintah terkait didasarkan atas pentingnya hubungan kerja yang konstruktif dengan instansi terkait. Sedangkan tujuannya adalah untuk memastikan adanya langkah kerja yang dapat menjaga kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi.

b. Output

Output kegiatan ini adalah adanya rencana kerja penyusunan/penyempurnaan aturan baku interaksi organisasi dengan instansi terkait antara lain tentang:

1) proses rekonsiliasi data keuangan dan non keuangan; 2) musyawarah perencanaan pembangunan;

3) rapat koordinasi; atau

4) forum komunikasi antar instansi pemerintah terkait. c. Kriteria

1) adanya mekanisme saling uji dengan unit lain di lingkungan Kementerian.

2) dilaksanakannya pembahasan berkala atas pelaporan keuangan dan kinerja setiap unit instansi terkait.

3) dilaksanakannya rekonsiliasi atas data terkait keuangan dan kinerja dengan instansi terkait atas kegiatan lintas sektoral, antara lain:

a) dana Dekonsentrasi; dan b) dana Tugas Pembantuan d. Langkah Kerja

Langkah kerja utama untuk menghasilkan output ini adalah:

1) menganalisis hasil Diagnostic Assessment (DA) atas sub unsur hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait; 2) mengidentifikasi hasil penilaian risiko yang terkait;

3) menganalisis permasalahan hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait yang ditemukan di unit kerja, baik yang didapat dari hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) maupun penilaian efektivitas lingkungan pengendalian;

4) menentukan ruang lingkup perbaikan yang harus dilakukan unit kerja dalam efektivitas hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait;

5) menentukan kelemahan lingkungan pengendalian yang terkait dengan Penguatan Hubungan Kerja yang Baik dengan instansi pemerintah terkait; dan

(20)

6) membuat rencana aksi penyusunan/perbaikan atau mekanisme hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait. Pelaksanaan langkah kerja penguatan lingkungan pengendalian dituangkan dalam kertas kerja sesuai Format D butir A poin 1 sampai dengan poin 8 dan menyimpulkan hasilnya dalam Desain Penyelenggaraan SPIP.

2. RENCANA KERJA PENILAIAN RISIKO INSTANSI PEMERINTAH

Penilaian risiko direncanakan dilakukan pada aktivitas unit kerja baik yang bersifat organisasional maupun operasional berdasarkan prioritas obyek penyelenggaraan SPIP yang telah ditetapkan.

1) Prinsip dan Tujuan

Rencana kerja penilaian risiko instansi pemerintah pada prinsipnya dilaksanakan untuk mengidentifikasi pada kemungkinan kejadian yang mempunyai dampak merugikan terhadap pencapaian tujuan. Sedangkan tujuannya adalah untuk mendapatkan peta risiko atas suatu kegiatan yang akan menjadi dasar untuk merumuskan kegiatan pengendaliannya.

2) Prakondisi Penilaian Risiko

Prasyarat pelaksanaan penilaian risiko adalah sebagai berikut:

a. penetapan kebijakan umum terkait penilaian dan pengendalian risiko di unit kerja;

b. pemahaman tentang proses penilaian risiko; dan

c. melibatkan pihak-pihak pelaksana kegiatan atau pemilik risiko. 3) Output Kegiatan

Output yang dihasilkan dari langkah ini adalah Rencana Kerja Penilaian Risiko pada masing-masing unit kerja.

4) Langkah Kerja Utama

Langkah kerja utama untuk mendapatkan output tersebut adalah sebagai berikut:

a. mendapatkan arahan pimpinan tentang obyek penilaian risiko berdasarkan obyek prioritas penyelenggaraan SPIP;

b. menetapkan jadwal waktu pelaksanaannya;

c. menyajikan panduan penyusunan Term of Reference (TOR) kegiatan Penilaian risiko dengan rincian kegiatan antara lain:

(1) membentuk tim pelaksana dengan melibatkan fasilitator dari Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP);

(2) mengadakan Focus Group Discussion (FGD) I untuk mengidentifikasi awal risiko dengan melibatkan pejabat penanggung jawab dan/atau pelaksana kegiatan (pemilik risiko) di unit kerja;

(3) melakukan identifikasi dan analisis risiko melalui penelitian dokumen, wawancara, dan observasi;

(21)

(5) mengadakan Focus Group Discussion (FGD) II dalam rangka finalisasi dan sosialisasi hasil penilaian risiko;

d. menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB) sehubungan dengan tahapan kegiatan di atas;

e. menuangkan hasil penilaian dalam kertas kerja sesuai Format D butir B dan menyimpulkan hasilnya dalam Desain Penyelenggaraan SPIP.

3. RENCANA KERJA PENYELENGGARAAN KEGIATAN PENGENDALIAN

Kegiatan pengendalian meliputi kegiatan untuk mengatasi risiko dalam pencapaian tujuan melalui perumusan bentuk-bentuk kegiatan pengendalian yang dituangkan dalam kebijakan/Standar Operasional Prosedur. Rencana Kerja penyelenggaraan kegiatan pengendalian meliputi rumusan tujuan pengendalian risiko atas pencapaian tujuan, prakondisi, prinsip dalam merancang kegiatan pengendalian, dan langkah kerja utama, sebagai berikut:

1) Prinsip dan Tujuan

Prinsip dari rencana kerja penyelenggaraan kegiatan pengendalian didasarkan atas pentingnya arahan pimpinan unit kerja untuk mengurangi risiko yang telah diidentifikasi selama proses penilaian risiko.

Adapun tujuannya adalah membantu pimpinan unit kerja untuk memastikan dilaksanakannya arahan pimpinan dalam mengurangi risiko yang telah diidentifikasi selama penilaian risiko.

2) Pra Kondisi Atas Pelaksanaan Pengendalian

Kondisi yang harus ada dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian adalah sebagai berikut:

a. kegiatan pengendalian dilaksanakan atas kegiatan yang telah dilakukan penilaian risiko; dan

b. terdapat kebijakan/Standar Operasional Prosedur untuk pelaksanaan kegiatan sebagai dasar penguatan kegiatan pengendalian.

3) Output Kegiatan

Output dari kegiatan ini adalah rencana kerja kegiatan pengendalian atas obyek penyelenggaraan SPIP yang telah dilakukan penilaian risikonya.

4) Langkah Kerja

Langkah kerja utama untuk mendapatkan output tersebut adalah sebagai berikut:

a. merumuskan kegiatan pengendalian berdasarkan peta risiko yang telah diperoleh;

b. menetapkan jadwal waktu pelaksanaannya;

(22)

(1) membentuk tim pelaksana;

(2) mengidentifikasi kebutuhan kegiatan pengendalian berdasarkan peta risiko yang ada;

(3) merumuskan alternatif teknik pengendalian yang dapat mengatasi risiko melalui wawancara, observasi atau studi banding terhadap pengendalian atas kegiatan sejenis;

(4) mengadakan Focus Group Discussion (FGD) I untuk pemilihan alternatif pengendalian atas risiko yang ada dan perumusan prosedur pengendaliannya;

(5) membangun prosedur pengendalian dan simulasi penerapannya; (6) mengadakan Focus Group Discussion (FGD) II dalam rangka

finalisasi dan sosialisasi hasil kegiatan pengendalian;dan (7) menyusun jadwal pelaksanaan kegiatan.

d. menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB) sehubungan dengan tahapan kegiatan di atas.

e. menuangkan hasil penilaian dalam kertas kerja sesuai Format D butir C dan menyimpulkan hasilnya dalam Desain Penyelenggaraan SPIP.

4. RENCANA KERJA PENGELOLAAN INFORMASI DAN KOMUNIKASI

Sesuai dengan tahapan penyelenggaraan SPIP, infrastruktur yang sudah dibangun dalam bentuk kebijakan/Standar Operasional Prosedur yang berbasis risiko perlu diinternalisasikan kepada para pejabat dan pegawai dan diimplementasikan dalam pelaksanaan kegiatannya.

1. Prinsip dan Tujuan

Prinsip dari rencana kerja implementasi kebijakan/ Standar Operasional Prosedur berbasis SPIP adalah merencanakan kegiatan implementasi kebijakan dan prosedur yang telah dalam rangka memastikan bahwa kegiatan pengendaliannya dapat mengatasi risiko atas suatu kegiatan.

Adapun tujuannya adalah untuk memastikan bahwa infrastruktur pengendalian yang dibangun telah dipahami, diinformasikan, dilaksanakan, dan dimonitor pelaksanaannya.

2. Prakondisi Implementasi

Persyaratan yang diharapkan ada dalam implementasi Standar Operasional Prosedur Berbasis SPIP adalah:

a. komitmen pimpinan dan pegawai unit kerja untuk meningkatkan kualitas kinerjanya; dan

b. terbentuknya lingkungan pengendalian yang kondusif dalam pelaksanaan pengendalian.

3. Output Kegiatan

Output yang dihasilkan dari langkah ini adalah rencana kerja implementasi kebijakan/Standar Operasional Prosedur berbasis risiko.

(23)

4. Langkah Kerja

Langkah kerja utama untuk mendapatkan output tersebut adalah sebagai berikut:

a. mendapatkan informasi tentang penyelesaian kebijakan/ Standar Operasional Prosedur Berbasis SPIP;

b. menetapkan jadwal pelaksanaannya;

c. menyajikan panduan penyusunan Term of Reference (TOR) kegiatan Penilaian risiko dengan rincian kegiatan antara lain:

(1) sosialisasi dan pencanangan penerapan Standar Operasional Prosedur berbasis SPIP kepada seluruh pejabat dan pegawai terkait;

(2) pendampingan pelaksanaannya; (3) pelaksanaan secara mandiri; dan

(4) pemantauan atas kegiatan pelaksanaannya;

d. menetapkan Rencana Anggaran Biaya (RAB) atas kegiatan pemantauan di atas; dan

e. menuangkan hasil penilaian dalam kertas kerja sesuai Format D butir D dan menyimpulkan hasilnya dalam Desain Penyelenggaraan SPIP.

5. RENCANA KERJA PEMANTAUAN TAHAPAN PENYELENGARAAN SPIP

Untuk memastikan pencapaian tujuan penyelenggaraan SPIP, tujuan penyusunan Rencana Kerja Penerapan SPIP, pengembangan SPIP harus dipantau secara terus menerus.

1. Prinsip dan Tujuan

Prinsip dari rencana kerja pemantauan tahapan penyelenggaraan SPIP

didasarkan atas adanya informasi hasil

pengembangan/penyelenggaraan SPIP pada unit kerja terkait yang meliputi tahap-tahap pemahaman, pemetaan, penetapan kebijakan, penerapan dan pengembangannya.

Adapun tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran tentang kemajuan dan efektivitas penyelenggaraan SPIP serta memberikan saran-saran perbaikannya.

2. Prakondisi Pemantauan

Persyaratan yang diharapkan ada dalam pengembangan sistem pemantauan penyelenggaraan SPIP ini adalah:

a. komitmen manajemen unit kerja untuk mengembangkan sistem pemantauan pengembangan/penyelenggaraan SPIP; dan

b. adanya peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dalam rangka penguatan SPIP.

(24)

3. Output Kegiatan

Output yang dihasilkan dari langkah ini adalah Rencana Kerja Pemantauan Pengembangan/Penyelenggaraan SPIP pada Unit Kerja. 4. Langkah Kerja

Langkah kerja utama untuk mendapatkan output tersebut adalah sebagai berikut:

a. mengidentifikasi unit-unit yang menjadi penyelenggara SPIP;

b. menetapkan unit-unit yang menjadi prioritas pemantauan kemajuan penyelenggaraannya;

c. menetapkan kebutuhan tenaga untuk melaksanakan kegiatan pemantauan;

d. menetapkan Rencana Anggaran Biaya (RAB) atas kegiatan pemantauan di atas; dan

e. menuangkan hasil penilaian dalam kertas kerja sesuai Format D butir E dan menyimpulkan hasilnya dalam Desain Penyelenggaraan SPIP.

(25)

BAB III

PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN SPIP

A. UMUM

Untuk memudahkan dan penerapan SPIP yang telah direncanakan perlu dilakukan tahap pelaksanaan SPIP sebagai upaya untuk mengintegrasikan kelima unsur SPIP. Pelaksanaan SPIP dirancang dengan mengikuti tiga tingkatan yaitu tingkat operasioanal, tingkat organisasioal, dan tingkat strategis. Diharapkan dengan adanya pelaksanaan penyelenggaraan dapat mendorong unit-unit kerja di lingkungan Kementerian Sosial untuk dapat mempercepat penyelenggaraan SPIP.

B. PELAKSANAAN PENGUATAN LINGKUNGAN PENGENDALIAN

Unit kerja perlu menyusun upaya-upaya untuk menindaklanjuti adanya kelemahan dalam unsur lingkungan pengendalian. Pelaksanaan penguatan lingkungan pengendalian ditentukan sub-sub unsurnya sesuai dengan informasi kelemahan yang diperoleh dari hasil Desain penyelenggaraan SPIP khususnya mengenai lingkungan pengendalian.

1. Pelaksanaan Penegakan Integritas dan Nilai Etika

Pelaksanaan nilai ini disusun dalam rangka menindaklanjuti adanya kelemahan atau kekurangan atas keberadaan dan keterpenuhan syarat minimal aturan perilaku, serta penerapannya dalam pelaksanaan kegiatan suatu unit kerja.

a. Prinsip dan Tujuan

Prinsip dari Pelaksanaan Penegakan Integritas dan Nilai Etika didasarkan pada aturan perilaku dan etika bagi pegawai yang diterapkan dan ditegakkan di unit kerja. Sedangkan tujuannya adalah untuk meningkatkan integritas pimpinan dan pegawai dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.

b. Output

Output kegiatan ini adalah adanya sejumlah aturan perilaku atau mekanisme penegakan aturan perilaku pada masing-masing unit kerja di Lingkungan Kementerian Sosial.

c. Langkah Kerja

Langkah kerja utama untuk menghasilkan output ini adalah:

1) Menyusun Kode etik atau aturan perilaku oleh Kementerian Sosial; 2) Membuat kebijakan tentang penegakan aturan perilaku

(26)

4) Membuat Kebijakan penanganan konflik kepentingan.

5) Membuat majelis kode etik di tingkat Eselon I di Lingkungan Kementerian Sosial.

2. Pelaksanaan Peningkatan Komitmen pada Kompetensi

Instansi pemerintah memerlukan suatu komitmen dari pimpinan untuk menempatkan atau menugaskan pegawainya sesuai dengan persyaratan kompetensi yang dimiliki masing-masing pegawai, yakni disesuaikan dengan pengetahuan dan keahliannya.

a. Prinsip dan Tujuan

Prinsip pelaksanaan Peningkatan Komitmen pada Kompetensi didasarkan pada standar kompetensi untuk setiap tugas dan fungsi masing-masing posisi di unit kerja. Sedangkan tujuannya adalah untuk menentukan dan menempatkan orang yang tepat pada posisi yang tepat.

Komitmen terhadap kompetensi ditunjukkan dengan kemauan pimpinan dan pegawai untuk bersama-sama bertanggungjawab dalam mewujudkan visi, misi dan tujuan instansinya dengan melakukan tugas/jabatan sesuai dengan peran dan fungsinya dengan pengetahuan dan keahliannya.

b. Output

Output kegiatan ini adalah adanya sejumlah standar operating prosedur (SOP) terhadap standar kompetensi pada masing-masing unit kerja.

c. Langkah Kerja

Langkah kerja utama untuk menghasilkan output ini adalah:

1) Menyususn standar kompetensi jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

2) Memperbaharui database kompetensi pegawai; dan

3) Melakukan pelatihan dan pendidikan yang dapat meningkatkan kompetensi pegawai.

3. Pelaksanaan Peningkatan Pemahaman Kepemimpinan yang Kondusif

Kepemimpinan yang kondusif adalah kepemimpinan yang efektif dalam mengarahkan seluruh sumber daya dan potensi organisasi, termasuk melakukan perubahan dalam rangka mencapai kinerja yang lebih baik. a. Prinsip dan Tujuan

Prinsip pelaksanaan Peningkatan Pemahaman Kepemimpinan yang Kondusif didasarkan pada pertimbangan risiko dalam pengambilan keputusan, penerapan manajemen berbasis kinerja, dan pengendalian dalam pelaksanaan tugas dan fungsi. Sedangkan tujuannya adalah untuk menciptakan iklim yang positif dan manajemen yang sehat dalam pelaksanaan kegiatan.

(27)

b. Output

Output kegiatan ini adalah adanya sejumlah standar operating prosedur terhadap pemahaman pimpinan atas pencapaian kinerja yang berbasis risiko.

c. Langkah Kerja

Langkah kerja utama untuk menghasilkan output ini adalah:

1) menganalisis hasil Diagnostic Assessment (DA) atas sub unsur kepemimpinan yang kondusif;

2) mengidentifikasi hasil penilaian risiko yang terkait; 3) menginventarisasi tugas dan fungsi pada unit kerja;

4) mengidentifikasi target kinerja pada masing-masing unit organisasi; 5) menentukan kelemahan lingkungan pengendalian yang terkait

dengan kepemimpinan yang kondusif; dan

6) menyusun rencana aksi pemberian pemahaman tentang manajemen berbasis kinerja dan risiko dalam unit kerja kepada pimpinan dan pegawai.

4. Pelaksanaan Pembentukan Organisasi sesuai Kebutuhan

Struktur organisasi sangat penting karena merupakan infrastruktur dasar bagi instansi pemerintah untuk menjalankan tugas dan fungsinya. Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan diharapkan dapat memberikan kepastian ruang gerak bagi seluruh Sumber Daya Manusia yang dimiliki instansi dalam mencapai kinerja yang diharapkan, serta sebagai sarana pendistribusian sumber daya lainnya seperti: peralatan, keuangan, dan informasi.

a. Prinsip dan Tujuan

Prinsip pelaksanaan Pembentukan Organisasi sesuai Kebutuhan didasarkan pada:

1) adanya struktur organisasi yang tepat sesuai dengan ukuran dan sifat kegiatan instansi pemerintah dalam rangka pencapaian tujuan;

2) adanya kejelasan wewenang dan tanggung jawab;

3) adanya kejelasan hubungan dan jenjang pelaporan intern;

4) adanya evaluasi dan penyesuaian secara periodik terhadap struktur organisasi sehubungan dengan perubahan lingkungan strategis; dan

5) penetapan jumlah pegawai yang sesuai, terutama untuk posisi pimpinan.

Adapun tujuannya adalah untuk mendukung tugas dan fungsi dalam rangka mengemban amanah visi dan misi sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Strategis (Renstra).

(28)

b. Output

Output kegiatan ini adalah adanya penetapan struktur organisasi kementerian sosial oleh Menteri sosial yang sesuai dengan kebutuhan. c. Langkah Kerja

Langkah kerja utama untuk menghasilkan output ini adalah:

1) menganalisis hasil Diagnostic Assessment (DA) atas sub unsur pembentukan organisasi sesuai kebutuhan dan menentukan ruang lingkup yang sesuai;

2) mengidentifikasi hasil penilaian risiko yang terkait;

3) mengidentifikasi unit atau kegiatan yang belum mempunyai struktur yang sesuai atau memadai;

4) menentukan kelemahan lingkungan pengendalian yang terkait dengan pembentukan organisasi yang sesuai kebutuhan; dan

5) menyusun rencana aksi pembentukan organisasi sesuai dengan kebutuhan.

5. Pelaksanaan Pendelegasian Wewenang dan Tanggung Jawab

Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat oleh setiap unsur manajemen dan pegawai dalam organisasi, akan membuat pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi menjadi lebih lancar dan cepat. Kejelasan delegasi wewenang dan tanggung jawab akan mendorong tercapainya keputusan yang lebih baik dan menghindarkan terjadinya konflik dalam organisasi. Pada akhirnya, hal ini diharapkan akan menimbulkan suasana yang kondusif bagi berjalannya SPIP sehingga tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif. Oleh karena itu, pendelegasian wewenang dan tanggung jawab hendaknya ditata secara berjenjang dengan mempertimbangkan tingkatan risiko dari masing-masing pendelegasian dan kapasitas staf yang menerima pendelegasian tersebut. Kewenangan dapat didelegasikan kepada staf di tingkat yang lebih rendah, namun akuntabilitasnya harus terdefinisikan dengan jelas karena tanggung jawab akhir tetap ada pada tangan pimpinan organisasi.

a. Prinsip dan Tujuan

Prinsip dari pelaksanaan Pendelegasian Wewenang dan Tanggung Jawab didasarkan pada:

1) wewenang diberikan kepada pejabat/pegawai yang tepat sesuai dengan tingkat tanggung jawabnya dalam rangka pencapaian tujuan;

2) pejabat/pegawai yang mendapat wewenang dan tanggung jawab harus memahami bahwa wewenang dan tanggungjawab yang diberikan terkait dengan pihak lain; dan

(29)

3) pejabat/pegawai yang mendapat wewenang dan tanggung jawab harus memahami pelaksanaan tanggung jawab dan wewenangnya terkait dengan penerapan sistem pengendalian intern.

Adapun tujuannya adalah untuk penyebaran dan pelimpahan tanggung jawab penugasan dalam rangka kemudahan pengendalian mengingat beban dan cakupan kegiatan yang cukup banyak atau luas.

b. Output

Output kegiatan ini adalah adanya sejumlah standar operating prosedur tentang pendelegasian kewenangan yang sesuai dengan kebutuhan.

c. Langkah Kerja

Langkah kerja utama untuk menghasilkan output ini adalah:

1) menganalisis hasil Diagnostic Assessment (DA) atas sub unsur pendelegasian wewenang dan ruang lingkup yang sesuai;

2) mengidentifikasi hasil penilaian risiko yang terkait;

3) menyusun/merevisi peraturan untuk pendelegasian wewenang dan tanggung jawab;

4) melakukan penilaian apakah peraturan/kebijakan tersebut telah dijabarkan lebih lanjut ke dalam Standar Operasional Prosedur atau petunjuk pelaksanaan untuk dapat melaksanakan peraturan tersebut;

5) melakukan observasi terhadap pelaksanaan delegasi wewenang dan tanggung jawab;

6) menentukan kelemahan lingkungan pengendalian yang terkait dengan pendelegasian wewenang dan tanggung jawab; dan

7) membuat rencana aksi perbaikan/penguatan pendelegasian wewenang.

6. Pelaksanaan Penyusunan dan Penerapan Kebijakan yang Sehat Tentang Pembinaan Sumber Daya Manusia

Penerapan Kebijakan yang Sehat tentang Pembinaan Sumber Daya Manusia ditujukan bagi terwujudnya penerapan kebijakan manajemen dan praktik pembinaan Sumber Daya Manusia yang sehat, sejak tahap rekrutmen sampai dengan pemberhentian pegawai, serta terwujudnya penerapan sistem supervisi kepegawaian yang memadai, yang memungkinkan memperoleh pegawai dengan pengetahuan dan kompetensi, serta memiliki integritas dan etika yang dipersyaratkan untuk dapat melaksanakan tanggung jawabnya dalam rangka mencapai tujuan organisasi, pada saat kini maupun pada masa yang akan datang. a. Prinsip dan Tujuan

Prinsip dari pelaksanaan Penyusunan dan Penerapan Kebijakan yang Sehat tentang pembinaan Sumber Daya Manusia adalah:

1) kebijakan dan prosedur sejak rekrutmen sampai dengan pemberhentian dan pemensiunan pegawai;

(30)

2) penelusuran latar belakang calon pegawai dalam proses rekrutmen; dan

3) supervisi periodik yang memadai terhadap pegawai.

Adapun tujuannya adalah terwujudnya penerapan kebijakan manajemen dan praktik pembinaan Sumber Daya Manusia yang sehat, sejak tahap rekrutmen sampai dengan pemberhentian pegawai, serta terwujudnya penerapan sistem supervisi kepegawaian yang memadai, yang memungkinkan memperoleh pegawai dengan pengetahuan dan kompetensi yang sesuai.

b. Output

Output kegiatan ini adalah adanya sejumlah Kebijakan Pembinaan Sumber Daya Manusia yang sehat.

c. Langkah Kerja

Langkah kerja utama untuk menghasilkan output ini adalah:

1) menganalisis hasil Diagnostic Assessment (DA) atas sub unsur Kebijakan yang Sehat Tentang Pembinaan Sumber Daya Manusia dan menentukan ruang lingkup yang sesuai;

2) mengidentifikasi hasil penilaian risiko yang terkait; 3) menilai adanya Peraturan atau kebijakan rekrutmen;

4) menyusun mekanisme pengelolaan Sumber Daya Manusia dalam suatu Standar Operasional Prosedur yang tertulis;

5) mendapatkan informasi adanya pengomunikasian tentang kebijakan dan kompetensi baru dalam pengelolaan Sumber Daya Manusia;

6) mengidentifikasi tahapan proses pembinaan yang belum dilaksanakan yang terdiri dari tahapan pengomunikasian adanya kompetensi baru, standar dan kriteria rekrutmen, uraian dan persyaratan jabatan, program orientasi bagi pegawai baru, penghargaan atas dasar prestasi kerja serta integritas dan etika, umpan balik, sanksi disiplin, dan pemberhentian yang sesuai dengan ketentuan;

7) melakukan penelusuran terhadap latar belakang calon pegawai dalam proses rekrutmen;

8) adanya supervisi periodik yang memadai kepada para pegawai dalam unit kerja;

9) menentukan kelemahan lingkungan pengendalian yang terkait dengan Penyusunan dan Penerapan Kebijakan yang Sehat Tentang Pembinaan Sumber Daya Manusia; dan

10) menyusun rencana aksi untuk memperbaiki Kebijakan Pembinaan Sumber Daya Manusia.

7. Pelaksanaan Perwujudan Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang Efektif

Berfungsinya peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dalam mengevaluasi penerapan SPIP secara terpisah di Kementerian Pariwisata

(31)

dan Ekonomi Kreatif akan sangat mendukung penerapan SPIP yang efektif. Selain melakukan evaluasi, Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) juga harus berfungsi sebagai mitra unit kerja dalam membenahi penerapan SPIP. Dalam menjalankan tugasnya tersebut Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) memerlukan dukungan yang memadai atas akses informasi/ data/sumber daya, persamaan persepsi dalam penentuan fokus/bidang/sektor ruang lingkup pengawasan, rekomendasi tindak lanjut, dan penilaian kinerja atas pelaksanaannya. a. Prinsip dan Tujuan

Prinsip dari pelaksanaan Perwujudan Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang efektif didasarkan pada fungsi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) sebagai penguatan efektivitas penerapan SPIP. Sedangkan tujuannya adalah untuk mengefektifkan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dalam memberikan sistem peringatan dini (early warning system) atas adanya kemungkinan penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan.

b. Output

Output kegiatan ini adalah adanya peran APIP dalam meningkatkan opini WTP terahadap Laporan Keuangan Kementerian Sosial, menciptakan lingkungan kerja yang bebas KKN dan memberikan assurance/konsultansi bagi unit kerja di lingkungan Kementerian Sosial yang memerlukan.

c. Langkah Kerja

Langkah kerja utama untuk menghasilkan output ini adalah:

1) menganalisis hasil Diagnostic Assessment (DA) atas sub unsur peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang efektif dan menentukan ruang lingkup yang sesuai;

2) mengidentifikasi hasil penilaian risiko yang terkait;

3) menganalisis permasalahan efektivitas peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang ditemukan di Kementerian baik yang diperoleh dari hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP);

4) menentukan ruang lingkup perbaikan yang harus dilakukan;

5) menentukan kelemahan lingkungan pengendalian yang terkait dengan Perwujudan Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang Efektif; dan

6) menyusun rencana aksi penguatan efektivitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).

8. Pelaksanaan Penguatan Hubungan Kerja yang Baik dengan Instansi Pemerintah Terkait

Hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait merupakan hubungan antar instansi pemerintah dalam rangka sinkronisasi dan harmonisasi pelaksanaan program dan kegiatan

(32)

melalui koordinasi dan kerja sama yang konstruktif dan berkesinambungan di antara Instansi Pemerintah.

a. Prinsip dan Tujuan

Prinsip dari pelaksanaan Penguatan Hubungan Kerja yang Baik dengan Instansi Pemerintah terkait didasarkan atas pentingnya hubungan kerja yang konstruktif dengan instansi terkait. Sedangkan tujuannya adalah untuk memastikan adanya langkah kerja yang dapat menjaga kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi.

b. Output

Output kegiatan ini adalah adanya sejumlah kebijakan atau Standar operating prosedur tentang interaksi organisasi dengan instansi terkait antara lain tentang:

1) proses rekonsiliasi data keuangan dan non keuangan; 2) musyawarah perencanaan pembangunan;

3) rapat koordinasi; atau

4) forum komunikasi antar instansi pemerintah terkait. c. Langkah Kerja

Langkah kerja utama untuk menghasilkan output ini adalah:

1) menganalisis hasil Diagnostic Assessment (DA) atas sub unsur hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait; 2) mengidentifikasi hasil penilaian risiko yang terkait;

3) menganalisis permasalahan hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait yang ditemukan di unit kerja, baik yang didapat dari hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) maupun penilaian efektivitas lingkungan pengendalian;

4) menentukan ruang lingkup perbaikan yang harus dilakukan unit kerja dalam efektivitas hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait;

5) menentukan kelemahan lingkungan pengendalian yang terkait dengan Penguatan Hubungan Kerja yang Baik dengan instansi pemerintah terkait; dan

6) membuat rencana aksi penyusunan/perbaikan atau mekanisme hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait. Pelaksanaan penguatan lingkungan pengendalian dituangkan dalam kertas kerja sesuai Format D butir A poin 1 sampai dengan poin 8. C. PELAKSANAAN PENILAIAN RISIKO

Penilaian risiko diawali dengan penetapan maksud dan tujuan Kementerian Sosial yang jelas dan konsisten baik pada unit kerja dan kegiatan. Penilain risiko terdiri dari dua jenis kegiatan yaitu identifikasi risiko dan analisis risiko. Setiap unit kerja dapat mengidentifikasi secara efisien dan efektif risiko yang dapat menghambat pencapaian tujuan kementerian sosial baik yang berasal dari dalam maupun dari luar. Terhadap risiko yang telah

(33)

diidentifikasi dianalisis untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pencapaian tujuan. Setiap pimpinan unit kerja dapat merumuskan pendekatan manajemen risiko dan kegiatan pengendalian risiko yang diperlukan untuk memperkecil risiko.

1. Pelaksanaan Identifikasi Risiko

Sebagai salah satu unsur penilaian risiko, identifikasi risiko dilakukan untuk menggali kejadian-kejadian dalam pelaksanaan tindakan dan kegiatan dan kegiatan yang mungkin dapat menghambat pencapaian tujuan.

a. Prinsip dan Tujuan

Pelaksanaan identifikasi risiko di Kementerian Sosial pada prinsipnya menggunakan metodologi yang tepat dan melibatkan para pemilik risiko yang terkait dengan kegiatan yang dinilai risikonya. Sedangkan tujuannya adalah untuk mendapatkan daftar risiko atas suatu kegiatan yang akan menjadi dasar untuk merumuskan kegiatan pengendaliannya.

b. Output Kegiatan

Output yang dihasilkan dari langkah ini adalah daftar risiko yang memuat informasi tentang peristiwa risiko, pemilik risiko, penyebab risiko, kegiatan pengendalian risiko yang sudah ada dan sisa risiko setiap tindakan atau kegiatan yang dinilai risikonya.

c. Langkah Kerja Utama

Langkah kerja utama untuk mendapatkan output tersebut adalah sebagai berikut:

1) Libatkan para pihak yang melaksanakan dan terkait dengan jalannya kegiatan yang dinilai risikonya;

2) Pastikan bahwa orang-orang yang terlibat tersebut mempunyai pengetahuan mengenai tujuan kegiatan serta tugas dan fungsi unit kerjanya.

3) Berdasarkan pemahaman tentang tujuan kegiatan (KKPR 1.1), proses bisnis dan pengendaliannya (KKPR 1.2), dan AOI/Temuan audit (KPPR1.3), lakukan identifikasi risiko yang meliputi, peristiwa risiko, pemilik risiko, sumber dan uraian.

2. Pelaksanaan Analisis Risiko

Analisis risiko merupakan langkah untuk menentukan nilai dari suatu sisa risiko yang telah diidentifikasi dengan mengukur nilai kemungkinan dan dampaknya. Berdasarkan hasil penilaian tersebut, suatu sisa risiko dapat ditentukan tingkat dan status risikonya sehingga dapat dihasilkan suatu informasi untuk menciptakan desain pengendaliannya.

Referensi

Dokumen terkait

Setelah menerima laporan nilai mata kuliah dari Dosen, Departemen memilah DPNA (Daftar Peserta dan Nilai Akhir) sesuai dengan peruntukannya (untuk arsip departemen dan pengumuman

Narsisme merupakan salah satu sikap dimana individu, dalam hal ini perusahaan, mengunggulkan kemampuan yang dimiliki untuk memikat stakeholder seperti berusaha

Oleh karena itu untuk meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa maka perlu dilakukan pembenahan proses pembelajaran yang dilakukan guru salah satunya yaitu

Dari hasil penelitian diketahui bahwa untuk meningkatkan penerimaan diri dan penguasaan lingkungan mahasiswa, maka mahasiswa perlu lebih memiliki rasa kesadaran,

Anda dapat menampilkan layar yang sama di perangkat Android pada monitor unit dengan menggunakan fungsi Miracast di perangkat

diagnosis etiologis terutama dilakukan untuk dapat membedakan secara klinis ensefalitis biasa yang disebabkan oleh virus yang tergolong ke dalam arbovirus dengan dua macam

Secara umum kemampuan berbahasa terdiri atas empat aspek, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis (Tarigan, 1986: 1). Pada dasarnya empat kemampuan tersebut merupakan

Penelitian model APT yang dilakukan oleh Roll dan Ross (1984) yang menjadi rujukan dalam penelitian ini menggunakan 4 (empat) variabel makro ekonomi yang