• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN KEANEKARAGAMAN BURUNG PADA PAGI DAN SORE HARI DI EMPAT TIPE HABITAT DI WILAYAH PANGANDARAN, JAWA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBANDINGAN KEANEKARAGAMAN BURUNG PADA PAGI DAN SORE HARI DI EMPAT TIPE HABITAT DI WILAYAH PANGANDARAN, JAWA BARAT"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN KEANEKARAGAMAN BURUNG

PADA PAGI DAN SORE HARI DI EMPAT TIPE HABITAT

DI WILAYAH PANGANDARAN, JAWA BARAT

Hasmar Rusmendro

Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta

ABSTRAK

Penelitian telah dilakukan di kawasan Pangandaran, Jawa Barat dengan tujuan untuk melihat perbandingan keanekaragaman jenis burung pada waktu pagi dan sore hari di empat tipe habitat yang berbeda. Metode yang digunakan ialah point

count (titik hitung) dengan mengikuti jalur yang ada. Selama pengamatan total

komposisi jenis di keseluruhan habitat ialah 35 jenis, 24 suku dan 10 bangsa. Tetapi jika dibedakan pagi dan sore, maka pada pagi hari didapat 30 jenis, 20 suku dan 9 bangsa sedangkan sore harinya 23 jenis, 15 suku dan 6 bangsa. Secara keseluruhan frekuensi tertinggi di setiap habitat dimiliki oleh jenis kangkareng perut putih (Anthracoceros albirostris) lalu walet linchi (Colocalia linchi). Untuk kelimpahan relatif, rata-rata di setiap habitat kangkareng perut putih mempunyai nilai tertinggi lalu diikuti oleh walet linchi. Nilai keanekaragaman di taman wisata alam pagi hari sebesar 2,142 sorenya 1,68. Di zona peralihan 2,269 pada pagi harinya dan 1,888 di sore harinya. Di padang pengembalaan 2,621 pada pagi harinya dan 2,509 sore harinya, di pinggir pantai pagi hari sebesar 1,79 dan sore harinya sebesar 1,374. Berdasarkan uji Hutchenson lokasi taman wisata alam pagi dan sore terdapat perbedaan, begitu juga dengan lokasi zona peralihan dan pinggir pantai. Sedangkan di padang pengembalaan tidak terdapat perbedaan. Dengan uji statistik menunjukkan bahwa hubungan antara waktu dengan jenis, lokasi dan ulangan terdapat perbedaan.

Kata kunci : burung, habitat, keanekaragaman, Pangandaran

PENDAHULUAN

Burung adalah salah satu makhluk yang mengagumkan. Berabad-abad burung menjadi sumber inspirasi dan memberikan kesenangan kepada masyarakat Indonesia karena keindahan suara dan bulunya. Burung juga meru-pakan indikator yang sangat baik untuk kesehatan lingkungan dan nilai keanekaragaman hayati lainnya (Rombang & Rudyanto, 1999).

Sebagai salah satu komponen ekosistem, burung mempunyai hubungan timbal balik dan saling tergantung dengan lingkungannya. Atas dasar peran dan manfaat ini maka kehadiran burung dalam

suatu ekosistem perlu dipertahankan (Arumasari, 1989).

Selama proses evolusi dan perkem-bangan kehidupan berlangsung, burung selalu beradaptasi dengan berbagai faktor, baik fisik (abiotik) maupun biotik. Hasil adaptasi ini mengakibatkan burung hadir atau menetap di suatu yang sesuai dengan kehidupannya dan tempat untuk kehi-dupannya tersebut secara keseluruhan disebut sebagai habitat (Rusmendro, 2004). Menurut Howes dkk (2003), keha-diran suatu jenis burung tertentu, pada umumnya disesuaikan dengan kesukaannya terhadap habitat tertentu. Secara umum, habitat burung dapat dibedakan atas habitat

(2)

di darat, air tawar dan laut, serta dapat dibagi lagi menurut tanaman-nya seperti hutan lebat, semak maupun rerumputan (Rusmendro, 2004), menurut Jati (1998), saat ini populasi burung cenderung menurun. Keadaan tersebut merupakan hasil langsung dari dampak antropogenik, seperti pembakaran hutan dan padang rumput, perladangan berpindah, perburuan dan per-dagangan burung. Menurut Shannaz dkk (1995), akibat penurunan kuali-tas, modifikasi dan hilangnya habitat merupakan ancaman yang berarti bagi jenis-jenis burung. Saat ini diketahui sekitar 50 % burung di dunia terancam punah karena menurunnya kualitas dan hilangnya habitat.

Kawasan konservasi Pangan-daran, Jawa Barat merupakan habitat yang unik yaitu berupa hutan batu kapur. Cagar alam dengan luas 529 ha ini adalah semenanjung batu kapur yang agak terangkat dan terletak di ujung tenggara Pulau Jawa serta didukung oleh hutan agak rapat dengan tegakan yang tidak tinggi. Kawasan hutan Pananjung Pangandaran terdiri dari Taman wisata (37,7 ha) dan Cagar Alam (491,3 ha) dan merupakan salah satu daerah konservasi di Indonesia yang dikunjungi pengunjung sekitar 500.000 orang per-tahunnya (Whitten dkk, 1999).

Berdasarkan hal diatas, maka dilakukan pengamatan yang ber-tujuan untuk melihat dan mem-bandingkan komposisi dan keaneka-ragaman, jenis-jenis burung di keempat habitat di kawasan Pananjung Pangandaran, Jawa Barat yaitu di taman wisata alam, zona peralihan, padang pengembalaan dan pinggir pantai, dan melihat perbedaan keanekaragaman jenis pada dua waktu yang berbeda yaitu pagi hari dan sore hari.

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini ialah

1. Terdapat perbedaan keaneka-ragaman jenis burung di empat lokasi berbeda di

2. Terdapat perbedaan keaneka-ragaman jenis burung pada pagi hari dan sore hari di setiap tipe habitat yang dibandingkan

3. Terdapat perbedaan kelimpahan individu burung pada pagi dan sore hari di masing-masing habitat yang dibandingkan

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Taman Wisata Alam dan Cagar Alam Pangandaran, Jawa Barat. Pengamatan dilakukan di empat habitat yang berbeda yaitu di taman wisata alam, zona peralihan (taman wisata alam dengan cagar alam), padang penggembalaan dan pinggir pantai. Pengamatan dilakukan pada waktu pagi 06.30 – 11.00 dan pada sore hari 14.00 – 17.00

B. Peralatan yang digunakan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah binokuler, buku panduan lapangan burung – burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan (Mac Kinnon dan Philips, 1998), kompas, counter, dan jam tangan digital

C. Cara Kerja

1. Pengamatan Pendahuluan

Pengamatan pendahuluan / obser-vasi dilakukan untuk :

 Mengenal lokasi / habitat yang akan menjadi tempat pengamatan

 Penelusuran jalur dan penentuan titik pengamatan

 Mengenal jenis-jenis burung yang umum dijumpai di keempat lokasi

(3)

2. Pengamatan Utama

Pengamatan ini dilakukan menggu-nakan metode point count (titik hitung) dengan mengikuti jalur yang telah ada. Pada metode ini pengamat berjalan sepanjang jalur/jalan disertai dengan titik pengamatan yang telah ditentukan. Di setiap titik, penga-matan dilakukan selama 15 menit dengan jarak pengamatan ke kiri dan kanan sejauh 25 meter dan jarak antar titik sejauh 100 meter, agar tidak terjadi pengulangan pencatatan. Parameter yang diamati adalah jumlah jenis dan jumlah individu di ke empat lokasi pengamatan, pada masing-masing habitat yang berbeda.

D. Analisis Data

1. Frekuensi Relatif

Frekuensi relatif (Fr) / tingkat per-jumpaan setiap jenis burung di kawasan penelitian (Houston, 1994) :

2. Kelimpahan relatif

Kelimpahan relatif (Kr) setiap jenis burung di setiap lokasi pengamatan. 3. Keanekaragaman Jenis

Keanekaragaman jenis (Indeks Keanekaragaman Shannon dan Weaner) burung di kawasan penelitian (Houston,1994) :

4. Uji Hutchinson

Digunakan untuk ada / tidaknya perbedaan indeks keanekaragaman antar tipe habitat di kawasan penelitian

5. Perhitungan dengan SPSS model Split Plot; digunakan untuk melihat hubungan antara jenis dengan habitat yang dibandingkan dengan waktu pengamatan pagi dan sore.

Rumus-rumus yang digunakan dalam analisis data : 1. Frekuensi relatif

Keterangan : Fr = frekuensi relatif

2. Kelimpahan relatif

Keterangan : Kr = kelimpahan relatif Fr = fi x 100%

fi = Jumlah petak contoh yang mengandung jenis ke – i Jumlah total petak contoh

Kr = Ki x 100 % Σ K

Ki = Jumlah individu ke - i di setiap habitat Luas point x total point setiap habitat

(4)

3. Indeks Keanekaragaman

Keterangan :

H : Keanekaragaman Jenis pi : Proporsi nilai penting jenis ke-i ln : Logaritma Natural

4. Uji Hutchinson

Keterangan :

N : Jumlah total individu seluruh jenis pada plot contoh H : Indeks keanekaragaman

Pi : Proporsi nilai penting ln : Logaritma natural S : Jumlah jenis

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Komposisi Jenis

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada empat lokasi yang berbeda, yaitu taman wisata alam, zona peralihan, padang pengembalaan dan pinggir pantai, dijumpai 35 jenis burung yang termasuk ke dalam 24 suku dari 10 bangsa, diantaranya merupakan jenis endemik jawa seperti takur tulung tumpuk (Megalaima javensis) dan beberapa termasuk yang dilindungi undang-undang. Jenis burung yang

adalah 14 jenis, zona peralihan 14 jenis, padang pengembalaan 24 jenis dan pinggir pantai 11 jenis.

Bila dibandingkan antara pengamatan pagi dan sore, pada pagi hari didapat 30 jenis dari 20 suku dan 9 bangsa. Sore harinya 23 jenis dari 15 suku dan 6 bangsa. Untuk melihat perbandingan jenis yang didapatkan di kedua waktu dapat dilihat di tabel 1.

Dari tabel 1, terlihat bahwa pada waktu pagi hari dimasing-masing habitat mempunyai jenis yang terbanyak dibandingkan dengan waktu sore hari, hal ini diduga karena pada pagi hari, jenis-jenis H1’- H2’ thit= ---√ var H1+ var H2 ( var H1’+ var H2’)² db = ---( var H1’)² + ( var H2’)² N1 N2 Σ pi(lnpi)² - (Σ pi lnpi)² S – 1 Var H’ = -- ± ---N 2N² H = - pi ln pi pi = Fr + Kr

(5)

hariannya, terutama mencari makan. Sedangkan pada sore hari terdapat kecenderungan beberapa jenis burung sedang istirahat atau melakukan aktifitas lainnya seperti bertengger atau berdiam diri.

Padang pengembalaan mempunyai jumlah jenis terbanyak dibandingkan dengan habitat lain karena, lokasi yang menjadi tempat pengamatan terdiri dari dua padang pengembalaan, yaitu padang

pengembalaan nanggorak dan cikamal. Cikamal (±20 Ha) dan nanggorak (± 10 Ha) sendiri merupakan padang pengembalaan yang relatif luas, dengan struktur vegetasi yang terdiri dari semak belukar dan hutan sekunder (Lase, 2003). Menurut Galli, dkk, (1976); Ambual dan Temple, (1983). Biasanya jumlah jenis burung akan meningkat sesuai dengan luas habitat atau ukuran suatu habitat.

Tabel 1. Perbandingan jumlah jenis burung di kedua waktu

Lokasi Pagi Sore Keseluruhan

Jenis Jenis Jenis

Taman wisata alam 10 8 14

Zona peralihan 12 8 14

Padang pengembalaan 19 16 24

Pinggir pantai 10 6 11

Jumlah jenis 30 23 35

B. Frekuensi relatif

Secara keseluruhan Frekuensi relatif tertinggi pada lokasi taman wisata alam, zona peralihan dan padang penggembalaan dimiliki oleh kangkareng perut putih (50 %, 87,5 %, 76,92 %); sedangkan di pinggir pantai dimiliki jenis walet linchi (80 %). Perbandingaan Frekuensi relatif pada pagi dan sore hari dapat dilihat pada tabel 2.

Tingginya frekuensi relatif ditentukan oleh frekuensi perjumpa-an dengan jumlah total lokasi pengambilan data, oleh sebab

itu semakin tinggi frekuensi perjumpa-an, semakin tinggi frekuensi relatifnya. Secara keseluruhan di beberapa lokasi jenis Kangkareng perut putih (Antracoceros albirostris) mempunyai frekuensi relatif tertinggi, karena terdapatnya beberapa pohon buah dan pohon tidur yang digunakan oleh jenis burung tersebut, contohnya Ficus sp. burung ini juga mempunyai tubuh yang besar dan suara yang khas sehingga mudah dikenali dan burung ini juga menyukai pepohonan terbuka di hutan sekunder.

Tabel 2. Perbandingan frekuensi relatif pada waktu pagi dan sore

Lokasi

Frekuensi relatif

Pagi Sore

Jenis Nilai Jenis Nilai

Taman wisata alam Kangkareng perut putih 18.75% Kangkareng perut putih 43.75%

Zona peralihan Kangkareng perut putih 75.00% Kangkareng perut putih 87.50%

Padang pengembalaan Kangkareng perut putih 61.53% Walet linchi 53.84%

(6)

C. Kelimpahan relatif

Secara keseluruhan kelimpahan relatif tertinggi pada lokasi taman wisata alam dimiliki oleh kangkareng perut putih (37,95 %). Pada zona peralihan dimiliki oleh kangkareng perut putih (30,76 %). Di

padang penggembalaan dimiliki oleh walet linchi (18,35 %). Di pinggir pantai dimiliki jenis walet linchi (57,30 %). Perbandingan kelimpahan relatif tertinggi pada waktu pagi dan sore hari dapat kita lihat di tabel 3.

Tabel 3. Perbandingan kelimpahan relatif di waktu pagi dan sore

Lokasi

Kelimpahan relatif

Pagi Sore

Jenis Nilai Jenis Nilai

Taman wisata alam Pelanduk semak 23.99% Kangkareng perut putih 54.59%

Zona peralihan Kangkareng perut putih 27.60% Kangkareng perut putih 33.34%

Padang pengembalaan Kangkareng perut putih 20.90% Walet linchi 23.82%

Pinggir pantai Walet linchi 51.13% Walet linchi 62.75%

Kelimpahan relatif sangat dipenga-ruhi oleh jumlah individu dari masing-masing jenis yang dijumpai selama pengamatan. Bila dilihat jenis kangkareng perut putih merupakan burung yang mempunyai kelimpahan relatif tertinggi di

berbagai habitat karena jenis ini merupakan burung yang suka berkelompok dalam mencari makan dan menyukai hutan sekunder (Mackinnon, 1998). Perban-dingan jumlah individu pada waktu pagi dan sore hari dapat kita lihat di tabel 4.

Tabel 4. Perbandingan jumlah individu keseluruhan jenis di setiap habitat

Lokasi Pagi Sore Keseluruhan waktu

J.Ind J.Ind J.Ind

Taman wisata alam 25 33 58

Zona peralihan 29 36 65

Padang pengembalaan 67 42 109

Pinggir pantai 45 51 96

Jumlah 166 162 328

Dari hasil uji statistik didapatkan hubungan antara waktu dengan jenis menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna (p > 0,05). Hubungan antara lokasi dengan waktu juga menunjukkan perbedaan yang bermakna. Dari tabel 4 juga terlihat perbedaan jumlah individu di masing-masing habitat pada kedua waktu

D. Keanekaragaman jenis

Helvoort (1981) mengatakan bahwa keanekaragaman jenis terdiri dari dari dua komponen yaitu jumlah jenis dan jumlah individu dari masing-masing jenis (kelimpahan jenis). Keanekaragaman jenis burung umumnya bebeda antara habitat

(7)

Alikodra (1990) menjelaskan bahwa perbedaan keanekaragaman dapat terjadi karena terdapatnya perbedaan dalam struktur vegetasi pada masing-masing tipe

habitat, sehingga akan menyebabkan bervariasinya sumber pakan yang ada dalam suatu habitat.

Tabel 5. Nilai keanekaragaman di Setiap Habitat

Twa. Zp. Ppg. Ppt.

H 2.305 2.326 2.779 1.935

Berdasarkan uji Hutchinson yang dilakukan antar habitat maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara taman wisata alam dengan zona peralihan. Karena lokasi pengamatan tidak terlalu jauh sehingga jenis yang sama diperkirakan dapat masuk ke masing-masing habitat. Lalu terdapat perbedaan keanekaragaman antara taman wisata alam dengan padang pengembalaan dan taman wisata alam dengan pinggir pantai. Sedangkan antara zona peralihan dengan padang pengembalaan terdapat perbedaan. Keanekara-gaman zona peralihan dan pinggir pantai juga berbeda, begitu juga

dengan padang pengembalaan dengan pinggir pantai yang mempunyai keaneka-ragaman yang berbeda jauh.

Dengan uji Hutchenson dapat membandingkan keanekaragaman pagi dan sore di setiap habitat. Di lokasi taman wisata alam pada pagi hari dan sore harinya terdapat perbedaan keaneka-ragaman. Di zona peralihan juga terdapat perbedaan di kedua waktu tersebut. Sedangkan di padang pengembalaan tidak terdapat perbedaan. Dan di pinggir pantai terdapat perbedaan keanekaragaman di kedua waktu tersebut.

Tabel 6. Nilai keanekaragaman antara Pagi dan Sore di Setiap Habitat

Twa. Zp. Ppg. Ppt.

H Pagi 2.142 2.269 2.621 1.79

H Sore 1.68 1.888 2.509 1.374

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut,

1. Dijumpai 35 jenis dari 24 suku dan 10 bangsa burung pada empat tipe habitat di kawasan konservasi Pananjung Pangandaran Jawa Barat.

2. Terdapat perbedaan keanekaragaman jenis burung antar tipe habitat, kecuali antara Taman Wisata Alam dan Zona Peralihan

3. Terdapat perbedaan keanekaragaman jenis burung antar waktu (pagi dan sore) di masing-masing habitat, kecuali di padang penggembalaan.

4. Jenis burung kangkareng perut putih (Anthracoceros albirostris) merupakan jenis yang mempunyai frekuensi relatif

(8)

dan kelimpahan relatif tertinggi di beberapa lokasi.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian intensif terhadap jenis-jenis dilindungi dari bangsa Falconiformes, dan takur tulungtumpuk (Megalaima javensis) yang juga merupa-kan jenis dilindungi serta endemik di Jawa dan mempunyai daerah sebaran terbatas.

DAFTAR PUSTAKA

Adiputra J. Keanekaragaman Jenis Elang Pada Tipe Habitat Yang Berbeda Di Taman Nasional Gunung Halimun Dan Sekitarnya, Jawa Barat. Sripsi Sarjana Biologi. Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta, 2000.

Alikodra HS. Pengelolaan satwa liar. Departemen Pendidikan dan Kebudaya-an. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat, Jilid I, IPB, Bogor, 1990.

Arumasari. Komunitas Burung Pada Berbagai Habitat di Kampus UI, Depok. Skripsi Sarjana Biologi FMIPA Universitas Indonesia. Jakarta. 1989 Avenzora R. Evaluasi potensi Cagar Alam

Muara Angke Jakarta. Jurusan Konser-vasi Sumber Daya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB, Bogor, 1988

Bibby CJ, Burges ND, Hill DA, dkk. Bird cencus techniques. 2nd Edition, Academic Press, London, 2000

Bibby CJ, Burges ND, Hill DA, dkk. Bird cencus techniques. RSPB/British Trust for Ornithology, Academic Press Limited, London, 1992

Daniel WW. Statistika Non Parametik Terapan. PT Gramedia Jakarta, 1989. Dinata D. Pengaruh Fragmentasi Habitat

Terhadap Kelimpahan dan Distribusi Burung. Karya Ilmiah. Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta, 2001. Galli AE, dkk. Avian Distribution Pattern

in Forest Island of Different Sizes in Central New Jersey, Auk 93, 1976. Haq MZ. Distribusi Vertikal Burung Pada

Beberapa Taman Kota di DKI Jakarta. Skripsi Sarjana Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta, 1996. Helvoort VB. A study on bird population

in the rural ecosystem of West Java, Indonesia. A semi quantitative approach report, Natcons Departement Agricultural University Wageningen, 1981.

Houston MA. Biological diversity. The coexistence of species on charging landscapes, Cambrige University Press, 1994

Howes J, Bakewell D, Noor YR. Panduan Studi Burung Pantai. Wetlands International - Indonesia Programme, Bogor, 2003.

Jati A. Kelimpahan dan Distribusi Jenis-jenis Burung Berdasarkan Fragmentasi dan Stratifikasi Habitat Hutan Cagar Alam Langgaliru, Sumba. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor 1998.

Lase EF. Keanekaan Jenis Burung di Daerah Nanggorak dan Cikamal Cagar Alam Pananjung Pangandaran Ciamis, Jawa Barat. Laporan Kuliah Kerja Lapangan. Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Padjadjaran,

(9)

Mackinnon J, Phillips K and B. van Balen. Burung – burung di Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan. Puslitbang Biologi – LIPI/ BirdLife Indonesia, 1998.

Magguran AE. Ecological Diversity and its Measurent, Pricenton University Press, New Jersey, 1988, h. 35.

Peterson RT. Burung. Pustaka Alam Life, Tiara Pustaka. Jakarta. 1980

Shannaz J, Jepson P dan Rudyanto. Burung-burung Terancam Punah di Indonesia. PHPA/Birdlife International Indonesia Programme, Bogor, 1995. Rombang WM dan Rudyanto. Daerah

Penting Bagi Burung Jawa dan Bali,

PKA/Birdlife International-Indonesia Programme, Bogor, 1999.

Rusmendro H. Bahan Kuliah Ornithology, Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta, 2004.

Whitten. T, Soeriaatmadja RE, Afiff SA. Ekologi Jawa dan Bali, Seri Ekologi Indonesia Jilid II. Prenhallindo, Jakarta 1999.

Zefriadi Y. Kelimpahan dan Pola Sebaran Burung Pada Beberapa Tipe Habitat di Areal Penelitian Camp Leakey, Taman Nasional Tanjung Putting, Kalimantan Tengah. Skripsi Sarjana Sains Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta, 2004.

Referensi

Dokumen terkait

From the classroom observation, it can be concluded that the active teachers’ use of English gave most of the students positive influence on their activeness in the class, strong

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu melaksanakan urusan pemerintahan dan pembangunan di bidang penanaman modal dan penyelenggaraan pelayanan

atau orang yang ditugaskan oleh direktur/pimpinan perusahaan dengan membawa surat tugas dari direktur/pimpinan perusahaan dan kartu pengenal. Demikian disampaikan, atas

[r]

Di Indonesia sendiri erosi tanah adalah penyumbang terbesar dari terjadinya degradasi lahan, hal ini dikarenakan dengan dampak yang terjadi pada perekonomian seperti penurunan

Pada saat pasang suhu tertinggi untuk staisun tambak terdapat pada stasiun 5 yaitu stasiun tambak 2 yang berada di desa Jayamukti sebesar 34 o C, suhu terendah terdapat pada

Berdasarkan berbagai pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penalaran adalah suatu proses berpikir tingkat tinggi dalam mengembangkan piki- ran dan beberapa fakta atau

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh etika kerja terhadap kinerja karyawan pada PT Jasa Marga (Persero) Cabang Belmera Medan.. Data yang