• Tidak ada hasil yang ditemukan

IKHTISAR EKSEKUTIF. Untuk mewujudkan kinerja yang diharapkan, sasaran yang ingin dicapai pada tahun 2011 sebagai berikut :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IKHTISAR EKSEKUTIF. Untuk mewujudkan kinerja yang diharapkan, sasaran yang ingin dicapai pada tahun 2011 sebagai berikut :"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Keputusan Kepala LAN RI Nomor 239/IX/6/8/2003 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah serta mengacu pada Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau Tahun 2011-2013, Badan Ketahanan Pangan Pangan Provinsi Riau melaksanakan penerapan sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah melalui penyusunan Rencana Strategis tahun 2011-2013, Penyusunan Rencana Kerja 2011 serta Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah tahun 2011.

Untuk mewujudkan kinerja yang diharapkan, sasaran yang ingin dicapai pada tahun 2011 sebagai berikut :

1. Tersedianya bahan pangan dan cadangan pangan di Provinsi, Kabupaten/Kota dan Rumah Tangga;

2. Terfasilitasinya bahan pangan untuk rumah tangga di daerah rawan pangan;

3. Perbaikan menu makanan rakyat yang bermutu, beragam, bergizi seimbang, aman, halal, dan meningkatkan penganekaragaman konsumsi pangan sesuai potensi sumberdaya local;

4. Meningkatkan pembinaan dan pengawasan terhadap produk bahan pangan yang berbahaya bagi kesehatan;

5. Mengembangkan dan perbaikan sistem distribusi pangan yang efektif dan efisien dalam rangka stabilitas pangan yang lebih merata;

(2)

yang dinamis, mandiri, dan sejahtera;

8. Mendorong dan memfasilitasi tumbuh dan berkembangnya infrastruktur pedesaan dalam mendukung ketahanan pangan masyarakat.

Berdasarkan hasil evaluasi dan analisis terhadap pencapaian kinerja sasaran diperoleh capaian kinerja sasaran sebesar 87,27%, dengan dan dapat dikategorikan Baik. Sasaran tersebut dicapai melalui pelaksanaan Program dan Kegiatan yang dianggap relevan.

Hasil evaluasi dan analisis pencapaian kinerja kegiatan yang bersumber dari APBD didapat angka capaian sebesar 98,57 % dengan kategori Baik, kategori tersebut disebabkan oleh adanya salah satu kegiatan yang tidak dilaksanakan atau digunakan, yaitu kegiatan Peningkatan Pendampingan Badan Ketahanan Pangan (ABT) Tahun 2011. Mengingat kegiatan dimaksud adalah dalam rangka menunjang pelaksanaan sub kegiatan pengembangan ekonomi produktif pada Kegiatan Fasilitasi Pengembangan Cadangan Pangan Pemda Provinsi Riau yang realisasi pelaksanaannya pada bulan Desember 2011, maka pelaksanaan kegiatan tersebut di atas akan efektif pada Tahun Anggaran 2011.

Sedangkan pencapaian kinerja kegiatan yang bersumber dari APBN Dekonsentrasi didapat angka capaian sebesar 97,15 % dengan kategori Baik sedangkan dari Tugas Pembantuan didapat angka capaian sebesar 94,77 % dengan kategori Baik.

(3)

JUMLAH ANGGARAN BELANJA KEGIATAN APBD BADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI RIAU

TAHUN ANGGARAN 2011

NO. JENIS BELANJA JUMLAH ANGGARAN

1. BELANJA LANGSUNG Rp 5.020.601.350,-

2. BELANJA TIDAK LANGSUNG Rp. 8.019.025.694,-

JUMLAH Rp. 13.039.627.044,-

dan berhasil direalisasikan sampai tgl, 31 bulan Desember Tahun 2011, untuk Belanja Langsung dan Belanja Tidak langsung realisasi keuangan sebesar Rp. 4.742.898.704,- atau 94,47 % dengan realisasi fisik sebesar 99,18 %, dan. Sedangkan dana Program dan Kegiatan yang bersumber dari APBN sebagai berikut :

JUMLAH ANGGARAN BELANJA KEGIATAN APBN SATKER BADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI RIAU

TAHUN ANGGARAN 2011

NO. JENIS ALOKASI DANA JUMLAH ANGGARAN

1. DEKONSENTRASI Rp. 3.989.462.000,-

2. TUGAS PEMBANTUAN Rp. 3.055.600.000,-

JUMLAH Rp. 7.045.062.000,-

Untuk Alokasi dana Dekonsentrasi dengan rincian yaitu : Program Peningkatan Diversifikasi Dan Ketahanan Pangan Masyarakat sebesar Rp. 3.989.462.000,- dengan realisasi keuangan sampai dengan tgl, 31 Desember

(4)

Sedangkan Alokasi dana Tugas Pembantuan dengan rincian yaitu : Program Peningkatan Diversifikasi Dan Ketahanan Pangan Masyarakat sebesar Rp. 3.055.600.000,- dengan realisasi keuangan sampai dengan tgl, 31 Desember Bulan Desember 2011 sebesar Rp. 2.751.419.600,- (90,05 %) dengan realisasi fisik sebesar 90,11 %.

Kendala dan hambatan yang dihadapi Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau adalah sebagai berikut :

1. Struktur Organisasi Tata Kerja (SOTK) di Lingkungan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemerintah Provinsi Riau berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4741). 2. Adanya perubahan-perubahan nomenklatur di tingkat Kabupaten/Kota Riau

mengenai Dinas/Unit/Lembaga yang menangani Ketahanan Pangan.

3. Pengesahan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Tahun Anggaran 2011 baru disyahkan pada tanggal, 30 Januari 2011.

4. Pada beberapa kegiatan mengalami keterlambatan realisasi pelaksanaan keuangan maupun fisiknya, karena terdapatnya keterkaitan dengan Bantuan Sosial dan Bantuan Keuangan yang diarakan ke Kabupaten/Kota di Riau yang harus melalui Peraturan Gubernur.

5. Pada Kegiatan Fasilitasi Konsumsi dan Keamanan Pangan terdapat Pekerjaan melalui Pihak Ketiga (Konsultan) yang mengalami proses pelelangan ulang.

6. Adanya Anggaran Biaya Tambahan (ABT) untuk kegiatan baru dan kegiatan lanjutan.

(5)

Untuk mengatasi masalah tersebut, Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau telah menetapkan strategi pemecahan masalah sebagai berikut :

1. Diterbitkannya Peraturan Gubernur Riau Nomor 17 Tahun 2011 tanggal, 9 Juni 2011 tentang Tugas Pokok, Fungsi, Rincian Tugas dan Tata Kerja Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau, Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau.

2. Sebaiknya Pengesahan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Tahun Anggaran 2011 baru disyahkan pada setiap awal bulan Januari tahun anggaran bersangkutan.

3. Untuk kegiatan yang memiliki Bantuan Sosial dan Bantuan Keuangan yang diarakan ke Kabupaten/Kota di Riau untuk Surat Keputusan Peraturan Gubernur dirancang pada awal kegiatan dilaksanakan.

4. Untuk Pekerjaan melalui Pihak Ketiga (Konsultan) direncanakan lebih awal sesuai dengan kebutuhan.

5. Untuk Anggaran Biaya Tambahan (ABT) sebaiknya direncanakan lebih matang sesuai dengan prioritas kegiatan.

6. Untuk Kegiatan Peningkatan Kompentensi Pendampingan Badan Ketahanan Pangan pada Tahun Anggaran 2011, akan direalisasikan pada Tahun Anggaran 2011.

7. Agar pengantian pejabat dilakukan pd awal tahun anggaran.

Dalam pelaksanaan program dan kegiatan, Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau telah melakukan berbagai langkah strategis baik berupa koordinasi horisontal dan vertikal maupun konsolidasi dengan berbagai stakeholder yang

(6)

adanya masukan dan kritik bagi perbaikan di masa yang akan datang.

Pekanbaru, Maret 2012 KEPALA BADAN KETAHANAN PANGAN

PROVINSI RIAU,

MULKAN SYARIF, SE Pembina Utama Muda NIP. 19630513 198311 1 001

(7)

hidayah-Nya Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Tahun 2011 sebagaimana diamanatkan Inpres No 7 tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah telah selesai disusun.

Dengan tersusunnya laporan ini, yang secara umum berpedoman pada sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) diharapkan berbagai kebijaksanaan dan kegiatan Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau dapat diketahui secara luas, sehingga dapat dijadikan media dalam pengambilan keputusan dan perbaikan guna tercapainya efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas pokok & fungsi (tupoksi) masing-masing bagian.

Dan sebagai pedoman penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah berdasarkan Keputusan Kepala Administrasi Negara Nomor 239/IX/6/8/2003 Tentang Perbaikan Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah sebagai pengganti dari Keputusan Kepala LAN Nomor 589/IX/6/Y/99.

Oleh karenanya laporan ini juga dapat dipergunakan sebagai alat untuk mengevaluasi diri khususnya Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau terhadap pelaksanaan tugas dan fungsinya yang berguna bagi perencanaan dan peningkatan kinerja masing-masing bagian.

Pada kesempatan ini pula kami sampaikan ucapkan terima kasih kepada seluruh anggota Tim Penyusun yang telah memberikan sumbang pikiran dan tenaga sehingga laporan ini dapat terselesaikan.

(8)

berkepentingan.

Pekanbaru, Maret 2012 KEPALA BADAN KETAHANAN PANGAN

PROVINSI RIAU,

MULKAN SYARIF, SE Pembina Utama Muda NIP. 19630513 198311 1 001

(9)

DAFTAR ISI

IKHTISAR EKSEKUTIF ...i

KATA PENGANTAR ...vii

DAFTAR ISI ... viii

I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Dasar Hukum Penyusunan LAKIP SKPD ... 3

1.3. Aspek Stratejik yang Berpengaruh ... 7

1.4. Tupoksi dan Core Business ... 24

1.5. Sistematika Penyajian ... 27

II. RENCANA STRATEJIK ... 29

2.1. Rencana Stratejik 2011-2013 ... 29

2.2. Rencana Kinerja Tahun 2011 ... 32

2.3. Anggaran Tahun 2011 ... 35

III. AKUNTABILITAS KINERJA ... 43

3.1. Kerangka Pengukuran Kinerja ... 43

3.2. Pengukuran Capaian Kinerja Tahun 2011 ... 45

3.3. Analisis Capaian Kinerja ... 49

3.4. Akuntabilitas Keuangan ... 53

3.5. Analisis Efesiensi dan Efektivitas Kegiatan ... 62

3.5.1. Efesiensi ... 62

3.5.2. Efektivitas ... 66

IV. PENUTUP ... 69

4.1. Keberhasilan dan Kegagalan Kinerja ... 69

4.2. Kendala dan Hambatan dalam Pencapaian Sasaran ... 71

4.3. Strategi Pemecahan Masalah ... 73 LAMPIRAN – LAMPIRAN

- Lampiran 1 : Formulir Rencana Stratejik (RS) Tahun 2011-2013 - Lampiran 2 : Formulir Rencana Kinerja Tahun (RKT) Tahun 2011 - Lampiran 3 : Formulir Pengukuran Pencapaian Sasaran (PPS) Tahun

2011

(10)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam era globalisasi ini tuntutan terhadap paradigma good governance dalam seluruh kegiatan tidak dapat dielakkan lagi. Istilah good governance sendiri dapat diartikan terlaksananya tata ekonomi, politik dan sosial yang baik. Jika kondisi good governance dapat dicapai maka terwujudnya negara yang bersih dan responsif (clean and responsive state), semaraknya masyarakat sipil (vibrant civil society) dan kehidupan bisnis yang bertanggung jawab (good corporate governance) bukan merupakan impian lagi. Untuk dapat mencapai good governance maka salah satu hal yang harus dipenuhi adalah adanya transparansi atau keterbukaan dan akuntabilitas dalam berbagai aktivitas baik aktivitas sosial, politik dan ekonomi.

Dalam konteks pelaksanaan good governance dan menRiaukan visi Pemerintah Provinsi Riau untuk mengakselerasi peningkatan kesejahteraan masyarakat guna mendukung pencapaian visi Riau untuk tahun 2011-2013 yaitu “ Terwujudnya Ketahanan Pangan yang mantap dalam menciptakan masyarakat yang berkwalitas tahun 2020“ khususnya yang menyangkut “mengembangkan struktur perekonomian daerah yang tangguh”, maka pelaksanaan program dan kegiatan Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau diharapkan akan berkontribusi terhadap pencapaian indikator makro ekonomi Riau.

(11)

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau sebagaimana diamanatkan Inpres No 7 tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah disusun berdasarkan atas tugas pokok dan fungsi Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau, Renstra Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau, Renstra Provinsi Riau, kewenangan desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketahanan pangan yang diberikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2011 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negera Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4816), serta kebijakan Pemerintah Pusat di bidang ketahanan pangan dari Departemen Pertanian maupun Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian yang menurut Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737).

Penyusunan laporan ini secara umum berpedoman pada sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) diharapkan berbagai kebijaksanaan dan kegiatan Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau dapat diketahui secara luas, sehingga dapat dijadikan media dalam pengambilan keputusan dan perbaikan guna tercapainya efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas pokok & fungsi (tupoksi) masing-masing bagian. Oleh karenanya laporan ini juga dapat dipergunakan sebagai alat untuk mengevaluasi diri khususnya Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau terhadap pelaksanaan tugas dan fungsinya yang berguna bagi perencanaan dan peningkatan kinerja masing-masing bagian.

(12)

1.2. Dasar Hukum Penyusunan LAKIP SKPD

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4741), serta konsekuensi sebagai penggerak Ketahanan Pangan daerah mendorong ditatanya struktur organisasi yang melahirkan Badan Ketahanan Pangan yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Provinsi Riau, diserahi wewenang, tugas dan tangung jawab menunjang penyelenggaraan urusan otonomi daerah, desentralisasi, dekonsentrasi serta tugas pembantuan dibidang ketahanan pangan di daerah. Badan Ketahanan Pangan dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada Gubernur Riau melalui Sekretaris Daerah Provinsi Riau.

Selanjutnya, berdasarkan Peraturan Gubernur Riau Nomor 17 Tahun 2011 tentang Uraian Tugas Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau yang mempunyai tugas pokok dan fungsi :

Tugas Pokok Fungsi

Melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah bidang ketahanan pangan dan dapat ditugaskan untuk melaksanakan penyelenggraan wewenang yang dilimpahkan oleh pemerintah kepada Gubernur.

1. Merumuskan kebijaksanaan

2. Pengambilan keputusan 3. Perencanaan

4. Pengorganisasian 5. Pelayanan umum dan

(13)

teknis 6. Pengendalian/pengarah an/pembinaan dan bimbingan 7. Pengawasan 8. Pemantauan dan evaluasi 9. Pelaksanaan 10. Pembiayaan

Dalam kaitan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau berikut adalah peraturan perundang-undangan yang melatarbelakangi penyusunan LAKIP Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau :

1. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara; 2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan

Negara;

3. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;

4. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 164, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4421); 5. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32

(14)

Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844);

6. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438);

7. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4700);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4741);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4815); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2011 tentang Dekonsentrasi

dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4816);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2011 tentang Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4817);

13. Instruksi Presiden RI Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Penyelenggaraan Pendayagunaan Aparatur Negara;

(15)

14. Instruksi Presiden RI No. 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah;

15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; 16. Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 9 Tahun 2011 tentang

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Riau Tahun 2005-2025 (Lembaran Daerah Tahun 2011 Nomor 8 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 45);

17. Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 10 Tahun 2011 tentang Urusan Pemerintah Provinsi (Lembaran Daerah Tahun 2011 Nomor 9 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 46);

18. Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2011 Nomor 11 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 47);

19. Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 21 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Riau (Lembaran Daerah Tahun 2011 Nomor 20 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 55);

20. Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 22 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Lembaga Teknis dan Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Riau (Lembaran Daerah Tahun 2011 Nomor 21 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 56);

21. Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 01 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Lain Provinsi Riau .

(16)

22. Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 239/IX/6/8/2003 Tentang Perbaikan Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah sebagai pengganti dari Keputusan Kepala LAN Nomor 589/IX/6/Y/99

23. Peraturan Gubernur Riau Nomor 17 Tahun 2011 tentang Uraian Tugas Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau.

1.3. Aspek Strategis yang Berpengaruh

 Kondisi Umum Provinsi Riau

Secara umum situasi ketahanan pangan di Provinsi Riau pada periode 2006-2011 menunjukkan kecenderungan yang semakin membaik, hal ini ditunjukkan oleh beberapa indikator ketahanan pangan antara lain (1). Produksi beberapa komoditas pangan penting cenderung meningkat, (2). Pergerakan harga-harga pangan lebih stabil, baik secara umum maupun menjelang hari-hari besar keagamaan nasional, (3). Konsumsi pangan masyarakat meningkat, (4). Proporsi penduduk miskin dan rawan pangan semakin menurun. Berbagai indikasi yang terukur tersebut menunjukkan bahwa berbagai upaya dan kebijakan ketahanan pangan yang dilakukan selama ini telah memberikan dampak yang positif, kemudian dalam membangun ketahanan pangan tidak terlepas dari aspek ketahanan pangan, yaitu aspek ketersediaan, aspek distribusi dan aspek konsumsi.

Ketersediaan Pangan

Selama periode 2006 – 2011 perluasan areal panen dan peningkatan penggunaan pupuk pada pertanian tanaman pangan telah mendorong peningkatan produksi pada sebagian besar kelompok

(17)

komoditas ini. Secara umum produksi keseluruhan komoditas pangan meningkat sebesar 2,79 persen, kondisi ini merupakan perkembgangan yang cukup menggembirakan terutama peningkatan yang terjadi pada produksi beras. Hal ini mengingat relatif terbatasnya potensi areal persawahan yand dapat dikembangkan untuk meningkatkan produksi padi di Provinsi Riau. Komoditas sayuran mencatat pertumbuhan tertinggi pada kelompok tanaman pangan yaitu mencapai 29.1 %. Produksi beras dan kedele masing-masing meningkat sebesar 2,03 % dan 11,02 % diikuti oleh ubi jalar (5,81%) dan sagu (4,64 %) dan ikan (3,37 %). Empat komoditas lainnya ternyata mengalami penurunan produksi yaitu jagung, buah-buahan, kacang tanah dan telur.

Meskipun produksi sebagian besar komoditas pangan menunjukkan perkembangan yang meningkat selama periode 2004-2008, sebagai daerah yang mengalami defisit pangan dalam jumlah yang cukup besar, peningkatan ini ternyata masih belum mempu mengurangi laju peningkatanh pasokan pangan dari luar Provinsi Riau. Peningkatan kebutuhan dan permintaan masyarakat terhadap hampir seluruh komoditas pangan dasar yang bergerak lebih cepat dibandingkan peningkatan produksi pangan lokal telah berakibat pada meningkatnya pasokan pangan ke Perovinsi Riau yang mencapai 4,23 % selama periode 2006 - 2011.

Banyak faktor yang menjadi kendala peningkatan produktivitas dan produksi pangan di Provinsi Riau dalam memenuhi kebutuhan pangan sekuruh penduduknya. Diantaranya yang terpenting adalah : 1.) masing tingginya konversi lahan produktif ke lahan non pertanian tanaman pangan (perumahan, perkebunan, fasilitas sosial); 2) kecilnya skala usaha pertanian tanaman pangan, perikanan maupun peternakan sehingga hasilnya tidak mampi mensejahterakan petani dan berakibat

(18)

pada kurangnya investasi untuk peningkatan produksi; 3) terbatasnya teknologi tepat guna yang dapat diakses oleh petani; 4) kurangnya bimbingan kepada petani karena tidak difungsikannya institiusi penyuluhan pertanian secara optimal seperti pada masa lalu; 5) jenis tanah yang didominasi oleh podzolik merah kuning dan jenis lahan lain relatif kurang responsif terhadap penggunaan input kiiawi; 6) sistem pengairan yang sebagian besar masih tadah hujan; dan 7) rendahnya akses petani terhadap modal usaha.

Komponen yang tidak kalah penting dalam perhitungan ketersediaan pangan adalah pemasukan pangan dari luar Provinsi Riau, baik antar Provinsi bahkan antar negara. Sistem distribusi yang efesien menjadi prasyarat untuk menjamin agar seluruh rumahtangga dapat memperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau. Dalam membangun kemandirian pangan, idealnya peran pasokan dari luar semakin hari semakin menurun dan digantikan dengan peningkatan peran produksi domestik. Namun data yang ada menunjukkan bahwa kecenderungan pasokan dari luar Provinsi untuk ke empat komoditas pangan yang dimaksud ternyata masih cukup tinggi dan buah-buahan menempati peringkat tertinggi untuk peningkatan pasokan dari luar.

Komoditas yang paling dominan dalam pasokan pangan dari luar Provinsi Riau adalah beras (>46,5 %) dari total pasokan pangan dengan trend yang semakin meningkat ( 1,85 %). Kondisi tersebut akibat kemampuan produksi beras hanya mampu mendukung maksimal 57 % kebutuhan konsumsi penduduk. Jumlah beras yang masuk, tidak semuanya dikonsumsi di dalam provinsi namun diredistribusikan kembali menuju beberapa provinsi tetangga. Pasokan pangan darl luar daerah Riau yang mengalami peningkatan yang terbesar setiap tahunnya

(19)

adalah daging (18,16 %), kedele (16, 36 %), ubi jalar (16,24 %), buah-buahan (10,04 %) dan ikan (6,85 %)

Ketahanan pangan di tingkat mikro dapat diketahui dari ketersediaan dan konsumsi pangan dalam bentuk energi dan protein per kapita per hari selanjutnya dibandingkan dengan angka kecukupan gizi yang direkomendasikan atau standar kecukupan gizi. Namun demikian ketersediaan pangan yang cukup di suatu daerah belum dapat menjamin ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga. Hal ini tergantung pada kemampuan rumah tangga dalam mengakses pangan, baik dalam arti fisik ( daya jangkau) maupun ekonomi (daya beli).

Ketersediaan rata-rata energi dan protein untuk dikonsumsi penduduk di Riau telah melebihi dari angka kecukupan yang dianjurkan yakni energi sebesar 2200 Kkalori/kapita/hari dan protein 57 gram/kap/hari Rata-rata ketersediaan energi untuk konsumsi penduduk pada tahun 2008 mencapai 2807 Kkal/kap/hari, bila dibandingkan dengan ketersediaan tahun 2005, ternyata menunjukkan kecenderungan menurun sebesar 1.01 persen setiap tahunnya (Tabel 4). Sedangkan jumlah protein yang tersedia untuk dikonsumsi telah mencapai 108.7 gram/kap/hari. Bila dibandingkan dengan tahun 2004, ketersediaan protein ternyata juga menunjukkan penurunan setiap tahunnya sebesar 0.74 persen. Penurunan ketersediaan protein ini disebabkan ketersediaan protein hewani yang mengalami penurunan sebesar 2,22 persen. Kualitas / keanekaragaman pangan yang tersedia selama periode 2005 – 2011 menunjukkan trend yang tidak meningkat, meskpun telah mencapai 80.

(20)

Distribusi Pangan Sarana Prasana

Secara umum kondisi sarana prasarana di Riau masih belum mendukung kinerja subsistem distribusi pangan daerah. Kurangnya fasilitas prasarana jalan, pelabuhan dan sarana angkutan menyebabkan mahalnya biaya distribusi dari sentra produksi ke sentra konsumsi. Hal ini terutama terdapat daerah kepulauan seperti Kabupaten Bengkalis, Indragiri Hilir dan Pelalawan serta di daerah-daerah terpencil lainnya. Minimnya prasarana dan sarana ini menyebabkan daerah-daerah tertentu menjadi sangat terisolir dan sulitnya masyarakat mengakses pangan.

Di samping itu biaya angkutan di Riau relatif lebih tinggi dibandingkan dengan biaya angkutan pada provinsi Sumatera lainnya, sehingga memberikan dampak terhadap produk-produk pertanian yang tidak mampu bersaing dengan daerah lain. Oleh karena itu, ke depan pemerintah daerah Provinsi Riau perlu melakukan perubahan dan mengalokasikan anggaran yang cukup untuk sarana dan prasarana yang mendukung kelancaran distribusi pangan ke seluruh wilayah Indonesia. Di samping masalah sarana dan prasarana, pemerintah daerah perlu meningkatkan keamanan jalur distribusi serta mengurangi pungutan resmi maupun pungutan lainnya di sepanjang jalur distribusi dan pemasaran, yang dapat mengakibatkan biaya distribusi sebagai produk pangan menjadi tinggi.

Sarana distribusi pangan seperti fasilitas-fasilitas pasar umum, sarana penyimpanan dan pengolahan hasil pertanian, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta belum berkembang dan masih terbatas. Kondisi ini sangat menyulitkan masyarakat

(21)

pedesaan dalam melakukan fungsi penyimpanan dan pengolahan untuk meraih nilai tambah ke posisi tawar yang lebih tinggi. Oleh karena itu, pemerintah perlu memfasilitasi dan memberikan kemudahan investasi pembangunan sarana pengolahan dan penyimpanan hasil di pedesaan.

Kelembagaan pemasaran

Ciri umum di berbagai daerah di Indonesia adalah lemahnya kelembagaan pemasaran di pedesaan. Hal ini menyebabkan mata rantai pemasaran produk-produk pangan menjadi sangat panjang, karena harus melalui berbagai sistem kelembagaan informal. Di Riau pada umumnya di ketahui bahwa dalam memasarkan produk-produk pangan harus melalui pedagang perantara yang ada di berbagai tingkatan mulai dari desa, kecamatan, kabupaten sampai ke tingkat provinsi. Sistem ini menyebabkan biaya pemasaran menjadi sangat tinggi dan margin yang diterima petani rendah, sehingga memberikan dampak kepada tingginya harga yang harus dibayar oleh konsumen akhir.

Masalah lain yang menyangkut pemasaran adalah kurangnya sarana pasar secara fisik. Kombinasi persoalan kelembagaan pemasaran dan fisik pasar ini dapat menyulitkan akses pangan bagi konsumen (rural landless, urban poor dan net buying producers), dan menghambat penyerapan tenaga kerja bagi masyarakat yang tidak memiliki lahan.

Oleh karena itu harus dilakukan upaya-upaya untuk membangun kelembagaan pemasaran di berbagai tingkatan. Pada tingkat pedesaan perlu dikembangkan kelembagaan petani yang bergerak di bidang pemasaran hasil pertanian, untuk memperkuat posisi tawar petani. Bentuk kelembagaan ini disesuaikan dengan

(22)

kondisi sosial budaya setempat, seperti koperasi, kelompok tani maupun subak.

Stabilitas Harga

Stabilitas harga diukur dengan perkembangan harga rata-rata setiap tahunnya. Selama Tahun 2006 – 2011, perkembangan harga pangan pokok strategis di Riau cenderung meningkat. Beberapa pangan mengalami peningkatan melebihi 10 % setiapa tahunnya adalah beras, kedele, gula pasir, daging sapi dan minyak goreng. Harga pangan di Riau cenderung memberikan kontribusi terhadap tingginya inflasi di daerah ini.

Peraturan Perundangan

Peraturan daerah seyogyanya diarahkan untuk memperlancar arus distribusi pangan. Namun demikian masih banyak ditemukan peraturan-peraturan daerah yang membebani biaya distribusi antar daerah, antara lain pungutan-pungutan, retribusi dan pungutan jembatan timbang. Peraturan-peraturan seperti itu perlu segera dihapuskan.

Untuk menurunkan biaya distribusi pangan, selain diperlukan peraturan-peraturan daerah tentang taris angkutan yang memberikan keringanan tarif angkutan bahan pangan, juga peraturan untuk mendahulukan pengangkutan bahan pangan di pelabuhan laut dan penyeberangan. Pada umumnya, masalah pokok distribusi dan aksesibilitas di Riau adalah sistem distribusi yang masih belum efesien dan efektif yang disebablkan terbatasnya jangkauan dan biaya distribusi serta lemahnya pengawasan dan pelaksanaan aturan yang ada. Infrastuktur yang belum memadai juga menjadi masalah pokok karena terbatasnya jaringan jalan

(23)

terutama jalan-jalan desa, jembatan, irigasi, waduk, embung dan terjadinya kerusakan hutan di hulu dan di DAS.

Dari sudut daya beli pangan, rataan proporsi pengeluaran pangan di berbagai Kabupaten/Kota di Provinsi Riau umumnya masih tinggi, jauh diatas 50%. Hanya di Kota Pekanbaru yang porsi pengeluaran pangannya relatif rendah (40,12%) yang mengindikasikan bahwa kesejahteraan penduduk di Kota Pekanbaru relatif lebih tinggi dibanding di wilayah Kabupaten/Kota lainnya. Tingginya persentase pengeluaran pangan mengindikasikan rendahnya kesejahteraan dan dengan demikian juga rendahnya daya beli terhadap pangan. Hal ini cukup sejalan dengan daya tingkat kemiskinan dimana terjadi kecenderungan semakin tingginya tingkat kemiskinan semakin tinggi proporsi pengeluaran pangan untuk penduduknya.

Disamping faktor daya beli, faktor lain penentu aksesibilitas pangan adalah kelancaran distribusi pangan dan akses ke pasar. Data pada Tabel 6 menunjukkan adanya interaksi antara akses ekonomi (daya beli) terhadap pangan dan akses fisik. Nampak bahwa di daerah dengan kemiskinan cukup tinggi memiliki infrastruktur yang relatif kurang memadai dibanding di wilayah lainnya (Indragiri Hilir, Kuantan Singingi, Indragiri Hulu dan Bengkalis) khususnya bila dilihat dari indikator persen desa yang tidak dapat dilalui kendaraan roda empat dan atau persen desa berjarak > 3 Km.

Disamping persoalan infrastruktur, beberapa desa di Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Riau juga berpotensi mengalami masalah kerawanan pangan dan terputusnya akses pangan karena tergolong sebagai daerah rawan bencana. Saat ini diperkirakan

(24)

sekitar 987 desa berpotensi rawan pangan. Untuk menurunkan jumlah penduduk rawan pangan hingga 50 persen pada tahun 2015, sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah desa berpotensi rawan hendaknya dapat ditangani melalui pengembangan Desa Mandiri Pangan, dan pada tahun 2012 sekurantg-kurangnya 50 persen atau sekitar 500 desa dikembangkan menjadi Desa Mapan.

Konsumsi Pangan Kuantitas Konsumsi

Undang-undang No. 7 tentang Pangan mengamanatkan bahwa indikator ketahanan pangan adalah tersedianya pangan dalam jumlah yang cukup bagi setiap rumahtangga sepanjang waktu untuk dapat mendukung hidup aktif, sehat dan produktif. Hal ini berimplikasi bahwa pencapaian ketahanan pangan di tingkat makro adalah penting namun belum cukup memadai untuk menjamin ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Demikian halnya ketersediaan pangan di rumahtangga yang cukup belum dapat dijadikan indikasi telah tercapainya ketahanan pangan apabila konsumsi pangan setiap anggota rumahtangga ternyata belum memenuhi norma gizi seimbang untuk mendukung hidup aktif dan sehat. Oleh karena itu sangat penting menganalisis situasi ketahanan pangan bukan hanya dari aspek produksi dan ketersediaan pangan, namun juga dari aspek konsumsi dan bahkan hingga output akhir berupa status gizi.

Rata-rata konsumsi energi perkapita per hari di Provinsi Riau tahun 2005 mencapai adalah 1.984 Kalori dan tahun 2011 diperkirakan meningkat menjadi 2003 Kalori. Sedangkan konsumsi protein perkapita sehari pada tahun 2004 baru mencapai adalah

(25)

45.3 gram, dan tahun 2011 mengalami peningkatan menjadi 48.7 gram.

Bila kondisi konsumsi energi dan protein ini dibandingkan dengan Standar Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG), tingkat konsumsi protein masih lebih rendah, dan menunjukkan kecenderung mengalami penurunan sebesar 3,16 % setiap tahunnya. Sementara konsumsi energi telah mencukupi. Standar konsumsi berdasarkan Widyakarya Pangan dan Gizi masing-masing untuk energi dan protein sebesar 2000 Kalori dan 52 gram per kapita per hari.

Kondisi ini menjadi tantangan bagi pemerintah daerah serta masyarakat untuk meningkatkan pangan agar terwujud masyarakat dengan status gizi yang baik. Menurut Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau (2004), pada tahun 2002 hanya 26,01% persen penduduk Riau yang mampu mengkonsumsi lebih dari standar kecukupan gizi. Sedangkan 49,21% penduduk Riau hanya mampu mengkonsumsi antara 1.500 Kkal/kapita/hari sampai 2.000 Kkal/kapita/hari, dan sebanyak 24,78% penduduk masih mengkonsumsi kurang dari 1.500 Kkal/kapita/hari.

Kualitas Konsumsi

Indikator kualitas konsumsi pangan ditunjukkan oleh skor Pola Pangan Harapan (PPH) yang dipengaruhi oleh keragaan dan keseimbangan konsumsi antar kelompok pangan. Telah dikemukakan di muka bahwa konsumsi pangan penduduk Provinsi Riau masih didominasi oleh padi-padian, khususnya beras. Pada tahun 2011 konsumsi padi-padian penduduk Provinsi Riau sebanyak 1.213 Kkal/kapita/hari dan pada tahun 2004 sebanyak 1.185

(26)

Kkal/kapita/hari. Dibandingkan dengan standar kebutuhan energi yang disarankan, maka konsumsi padi-padian di Provinsi Riau masih jauh lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa keragaan konsumsi di Provinsi Riau masih relatif rendah, hal ini dapat ditunjukkan oleh skor PPH yang baru mencapai 67.70 dan menunjukkan kecenderungan penurunan sebesar 0.53 persen setiap tahunnya.

Kondisi keragaman tersebut menunjukkan bahwa kualitas pangan penduduk Riau masih harus diperbaiki. Program diversifikasi pangan harus digalakkan agar ketergantungan terhadap beras sebagai sumber karbohidrat dapat dikurangi. Sementara itu konsumsi terhadap umbi-umbian, pangan hewani serta buah dan sayuran memerlukan peningkatan. Dengan demikian kualitas gizi masyarakat dapat ditingkatkan dan diharapkan dapat menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas.

Status Gizi

Status gizi masyarakat secara umum dapat dicerminkan oleh keadaan status gizi anak balita. Meski status gizi merupakan suatu muara dari berbagai faktor penyebab yang kompleks, namun ada dua faktor penyebab umum yang telah terbukti menjadi penentu status gizi, yaitu tingkat konsumsi pangan (kualitas dan kuantitas) serta ada tidaknya penyakit, khususnya penyakit infeksi. Oleh karena itu tingkat ketahanan pangan individu dan masyarakat yang disertai dengan dukungan ketersediaan dan akses terhadap fasilitas kesehatan akan sangat menentukan keadaan status gizinya.

(27)

 Isu Strategis

1. Keterbatasan dan rendahnya kualitas kelembagaan dan infrastruktur ketahanan pangan di Riau.

2. Belum efektifnya regulasi sistem distribusi dan informasi harga pangan sehingga pangan belum terdistribusi dengan baik dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.

3. Lemahnya daya dukung dan daya tamping lembaga usaha ekonomi pedesaan dalam meningkatkan ketersediaan, distribusi dan akses pangan di daerah.

4. Lemahnya manajemen pengembangan dan ketersediaan cadangan pangan di tingkat Rumah Tangga, Kabupaten/Kota dan Provinsi.

5. Adanya daerah rawan pangan maupun daerah berpotensi terjadinya rawan pangan yang belum teridentifikasi dan diupayakan pemecahannya.

6. Pola konsumsi masyarakat yang masih berbasis pada beras menyebabkan komoditi beras bukan saja sebagai komoditi ekonomi melainkan menjadi komoditi politik.

7. Adanya alternative pengembangan diversifikasi pangan melalui lahan-lahan marginal termasuk lahan pekarangan.

8. Lemahnya pengawasan keamanan dan mutu pangan terhadap produk pangan baik segar maupun olahan.

9. Rendahnya kesadaran para produsen pangan olahan untuk menghasilkan produk pangan yang bergizi, bermutu, sehat, aman dan halal.

10. Lemahnya partisipasi masyarakat dalam mengembangkan desa mandiri pangan yang berbasis pada budaya dan potensi local.

(28)

 Kondisi Umum Ketahanan Pangan Riau

Kemiskinan adalah fenomena yang begitu mudah dijumpai di mana-mana. Tak hanya di desa-desa, namun juga di kota-kota, di balik kemegahan gedung-gedung pencakar langit. Anehnya, secara statistik jumlah mereka bukan berkurang, tetapi justru terus bertambah. Masyarakat yang kurang beruntung masih diselimuti dengan ketidakberdayaan (powerlessness) dalam menggapai kesejahteraan meski untuk tingkat kesejahteraan paling dasar sekalipun. Inilah fenomena sosial ekonomi yang bisa kita lihat secara kasat mata di berbagai daerah, termasuk Riau.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Nasional 2011, jumlah angka pengangguran di Provinsi Riau menempati urutan pertama, yaitu 3,9 juta orang dari 11,1 juta orang jumlah pengangguran di Indonesia. Sementara angka kemiskinan di Riau, 19,6% berada di perkotaan, dan 18,4% di perdesaan. Jumlah penduduk miskin di Riau diperkirakan sudah mencapai 5,45 juta jiwa atau 13,5% dari total penduduk Riau. Jumlah itu meningkat 317.000 jiwa dibandingkan dengan jumlah orang miskin 2006, yakni 5,14 juta jiwa.

Ketahanan pangan didasarkan pada akses rumah tangga terhadap pangan. Di Riau, pangsa pengeluaran pangan terhadap total pengeluaran rumah tangga relatif tinggi, di atas 50%. Dengan demikian, pangan masih merupakan komoditas penting bagi sebagian besar penduduk Riau. Apalagi, bagi orang miskin, pengeluaran untuk pangan sangat besar. Oleh karena itu, penduduk miskin dalam kesehariannya selalu dihadapkan pada tidak adanya jaminan ketersediaan pangan. Apabila situasi itu berlangsung

(29)

berkepanjangan, dapat terjadi kekurangan gizi. Tingginya prevalensi penduduk dengan status gizi kurang atau buruk merupakan salah satu ciri wilayah miskin.

Provinsi Riau memiliki potensi sumber daya manusia dan sumber daya alam yang kompetitif, dan masyarakatnya hidup dalam akar tradisi yang kondusif. Provinsi Riau dikenal sebagai salah satu "lumbung padi" nasional. Hampir 23% dari total luas 29,3 ribu kilometer persegi lahan dialokasikan untuk produksi beras. Tidak dimungkiri lagi, Riau merupakan "rumah produksi" bagi ekonomi Indonesia. Hasil pertanian Provinsi Riau menyumbangkan 15% dari nilai total pertanian Indonesia. Hasil tanaman pangan Riau meliputi beras, kentang manis, jagung, buah-buahan, dan sayuran. Di samping itu, juga terdapat komoditi seperti teh, kelapa, minyak sawit, karet alam, gula, cokelat, dan kopi. Potensi perternakan menghasilkan 120.000 ekor sapi ternak, 34% dari total nasional.

Potensi pertanian di Riau tersebar secara merata di seluruh daerah, yang meliputi komoditas padi, palawija, dan hortikultura. Selain itu, jenis sayuran dan buah-buahan memiliki potensi sangat menjanjikan. Hasil pertanian pangan lainnya berupa sayur-sayuran dan buah-buhan juga banyak. Potensi sumber daya perikanan dan kelautan Riau sangat besar yang terdiri atas potensi perikanan tangkap, perikanan budidaya, dan bioteknologi kelautan.

Melihat hasil pertanian tersebut, dapat dikatakan Riau memiliki potensi yang sangat menjanjikan untuk dikembangkan secara optimal. Jika semua itu dapat dikembangkan serta dikelola secara profesional, Riau akan mendapat tambahan penghasilan yang besar dari sektor pertanian. Akan tetapi potensi tersebut belum digarap secara optimal yang berorientasi pada kepentingan masyarakat

(30)

(khususnya masyarakat miskin) serta berdasarkan pada prinsip kesetaraan dan keadilan. Kondisi ini menempatkan masyarakat Riau saat ini pada posisi yang kurang menguntungkan, sehingga menyisakan sejumlah permasalahan yang kompleks dan perlu penanganan dengan segera. Hal ini salah satunya disebabkan oleh ketidakoptimalan operasionalisasi strategi pemberdayaan masyarakat yang diterapkan pada masa lalu serta kondisi perekonomian yang semakin berat dan belum kondusif, sehingga sebagian besar masyarakat terperangkap dalam kondisi ketidakberdayaan, terutama ketidakberdayaan untuk keluar dari kemiskinan.

Dalam konteks kemiskinan itulah, mekanisme institusional di luar pasar menjadi keharusan. Bila tidak, kelompok miskin akan secara kronis kekurangan pangan. Mekanisme institusional itu sebutlah suatu lembaga ketahanan pangan yang merupakan suatu wadah khusus yang berfungsi untuk "mengeluarkan" orang miskin dari mekanisme pasar untuk mendapatkan pangan. Lembaga ketahanan pangan ini mengatur bagaimana orang miskin yang tidak bisa ikut dalam transaksi pasar menjadi relatif mudah untuk mendapatkan pangan. Membangun kapasitas, baik individu maupun kolektif sangat penting untuk memperoleh akses terhadap kesempatan - kesempatan ekonomi, pelayanan sosial, dan infrastruktur.

 Permasalahan

Dengan demikian maka permasalahan yang muncul pada tahun 2011 adalah sebagai berikut :

1. Jumlah penduduk masyarakat Riau dari tahun ke tahun mengalami perkembangan yang cukup pesat.

(31)

2. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Nasional Tahun 2011 di Riau, jumlah pengangguran masih menduduki urutan yang pertama. Sementara angka kemiskinan di Riau, 19,6% berada di perkotaan, dan 18,4% di perdesaan. Jumlah penduduk miskin di Riau diperkirakan sudah mencapai 5,45 juta jiwa atau 13,5% dari total penduduk Riau. Jumlah itu meningkat 317.000 jiwa dibandingkan dengan jumlah orang miskin 2006, yakni 5,14 juta jiwa.

3. Ketahanan pangan didasarkan pada akses rumah tangga terhadap pangan. Di Riau, pangsa pengeluaran pangan terhadap total pengeluaran rumah tangga relatif tinggi, di atas 50%.

4. Untuk masyarakat miskin di Riau, dihadapkan pada tidak adanya jaminan ketersediaan pangan yang memadai.

5. Apabila situasi dan kondisi kemiskinan tidak mendapat perhatian dari semua pihak, dapat terjadinya kekurangan gizi.

6. Belum optimalnya operasionalisasi strategi pemberdayaan masyarakat untuk keluar dari kemiskinan.

 Isu Strategis

Berdasarkan kondisi dan permasalahan di atas maka muncul isu strategis sebagai berikut :

 Keterbatasan dan rendahnya kualitas kelembagaan dan infrastruktur ketahanan pangan di Riau.

 Belum efektifnya regulasi sistem distribusi dan informasi harga pangan sehingga pangan belum terdistribusi dengan baik dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.

(32)

 Lemahnya daya dukung dan daya tamping lembaga usaha ekonomi pedesaan dalam meningkatkan ketersediaan, distribusi dan akses pangan di daerah.

 Lemahnya manajemen pengembangan dan ketersediaan cadangan pangan di tingkat Rumah Tangga, Kabupaten/Kota dan Provinsi.

 Adanya daerah rawan pangan maupun daerah berpotensi terjadinya rawan pangan yang belum teridentifikasi dan diupayakan pemecahannya.

 Pola konsumsi masyarakat yang masih berbasis pada beras menyebabkan komoditi beras bukan saja sebagai komoditi ekonomi melainkan menjadi komoditi politik.

 Adanya alternative pengembangan diversifikasi pangan melalui lahan-lahan marginal termasuk lahan pekarangan.

 Lemahnya pengawasan keamanan dan mutu pangan terhadap produk pangan baik segar maupun olahan.

 Rendahnya kesadaran para produsen pangan olahan untuk menghasilkan produk pangan yang bergizi, bermutu, sehat, aman dan halal.

 Lemahnya partisipasi masyarakat dalam mengembangkan desa mandiri pangan yang berbasis pada budaya dan potensi local.

 Strategi

Untuk pengembangan dan pencapaian program peningkatan ketahanan pangan, maka strategi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan penguatan terhadap kapasitas dan daya dukung kelembagaan dan infrastruktur pangan di Riau.

(33)

2. Meningkatkan efektifitas regulasi sistem distribusi dan informasi harga pangan sehingga pangan terdistribusi dengan baik dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat

3. Meningkatkan daya dukung dan daya tampung lembaga usaha ekonomi pedesaan dalam meningkatkan ketersediaan, distribusi dan akses pangan di daerah.

4. Meningkatkan penguatan terhadap manajemen pengembangan dan ketersediaan cadangan pangan di tingkat Rumah Tangga, Kabupaten/Kota dan Provinsi.

5. Mengidentifikasi daerah rawan pangan maupun daerah berpotensi terjadinya rawan pangan serta mengupayakan pemecahannya.

6. Meningkatkan penganekaragaman konsumsi dan kualitas pangan serta menurunnya ketergantungan terhadap pangan pokok beras.

7. Mengembangkan diversifikasi pangan melalui lahan-lahan marginal termasuk lahan pekarangan

8. Meningkatkan pengawasan keamanan dan mutu pangan terhadap produk pangan baik segar maupun olahan.

1.4. Tupoksi dan Core Business

Tugas pokok dan fungsi tersebut menunjukkan bahwa area inti (core

area) Badan Ketahanan Pangan (BKP) Provinsi Riau adalah melakukan

pengembangan, implementasi (sosialisasi dan asistensi), pelayanan serta pemantauan evaluasi terhadap kewaspadaan dan ketahanan pangan di daerah. Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah yang dituangkan dalam Undang-Undang No. 7 tahun 1996 menyatakan bahwa Pemerintah bersama rakyat bertanggungjawab atas terwujudnya Ketahanan Pangan yang mantap,

(34)

melalui pengembangan subsistim yang termuat dalam Sistem Ketahanan Pangan, yaitu Subsistim Ketersediaan Pangan. Subsistim Distribusi dan Subsistim Konsumsi dan Keamanan Pangan

Struktur Organisasi :

Berdasarkan Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Provinsi Riau sampai dengan tanggal 30 Januari 2011 adalah sebagai berikut :

(35)

Berlandaskan pada peraturan tersebut, seluruh bagian/bidang dan subbagian/subbidang di lingkungan Badan Ketahanan Pangan (BKP) mempunyai tugas pokok yang identik, yaitu:

Core Business :

Mengacu pada kebijakan tersebut maka pada tahun 2011 ini arah kebijakan pembangunan Riau lebih difokuskan pada peningkatan IPM yang meliputi aspek pendidikan, kesehatan, dan daya beli masyarakat, yang pada gilirannya diharapkan mampu menyiapkan modal dasar pembangunan.

Bagi Riau, Tahun 2011 adalah tahun ketiga dalam pelaksanaan RPJMD 2011-2013 dalam rangka upaya pencapaian IPM sebesar 80. Pada tahap ini kebijakan ekonomi daerah diarahkan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkualitas melalui pengembangan kegiatan utama (core business) dengan mewujudkan tujuan bersama (common goals) dengan berdasarkan potensi local untuk mengurangi disparitas kesejahteraan antar wilayah serta memantapkan infrastruktur wilayah dalam mendukung pemerataan dan pertumbuhan ekonomi. Sementara itu dari 8 (delapan) common goals yang telah ditetapkan antara lain point 2 (dua) yaitu Ketahanan Pangan, yang difokuskan pada komoditas beras, jagung, kedelai dan ketersediaan protein hewani.

Berkaitan dengan penjelasan diatas, maka Ketahanan Pangan mempunyai peran strategis dalam mendukung pelaksanaan pembangunan daerah Riau

“ Melaksanakan penyiapan administrasi rutin maupun teknis,

penyusunan rencana di bidang ketahananan pangan,

pemantauan evaluasi terhadap ketersediaan, pengadaan,

cadangan pangan, kerawanan pangan dan keamanan pangan, pengembangan pangan dan analisis pola konsumsi pangan, inventarisasi, pembinaan, penyediaan dukungan dan kerjasama

dengan lembaga ketahanan pangan, penyuluhan dan

(36)

Tahun 2011 dan berbagai upaya pelaksanaan program dan kegiatan ketahanan pangan 2011 adalah dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebagai perwujudan pembangunan social dan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan secara keseluruhan. Oleh karena itu, upaya peningkatan kelembagaan dan infrastruktur, ketersediaan dan cadangan pangan, distribusi dan harga pangan, serta peningkatan kualitas konsumsi dan keamanan pangan akan terus dilaksanakan sebagai penggerak utama pembangunan social-ekonomi daerah. Dengan demikian, program-program peningkatan ketahanan pangan perlu diarahkan untuk mendorong terciptanya kondisi social-ekonomi yang kondusif menunju ketahanan pangan yang mantap dan berkelanjutan.

1.5. Sistematika Penyajian

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah kegiatan Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau (LAKIP) Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau disusun dengan sistematika :

IKHTISAR EKSEKUTIF KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.2. Dasar Hukum Penyusunan LAKIP SKPD 1.3. Aspek Strategis yang Berpengaruh 1.4. Tupoksi dan Core Business

1.5. Sistematika Penulisan BAB II : RENCANA STRATEJIK

2.1. Rencana Stratejik 2011 – 2013 2.2. Rencana Kinerja Tahun 2011

(37)

2.3. Anggaran Tahun 2011 BAB III : AKUNTABILITAS KINERJA

3.1. Kerangka Pengukuran Kinerja

3.2. Pengukuran Capaian Kinerja Tahun 2011 3.3. Analisis Capaian Kinerja

3.4. Akuntabilitas Keuangan

3.5. Analisis Efisiensi dan Efektivitas Kegiatan

BAB IV : PENUTUP

4.1. Keberhasilan dan Kegagalan Kinerja

4.2. Kendala dan Hambatan dalam Pencapaian Sasaran

4.3. Strategi Pemecahan Masalah

LAMPIRAN – LAMPIRAN :

- Lampiran 1 : Formulir Rencana Stratejik (RS) Tahun 2011 – 2013 - Lampiran 2 : Formulir Rencana Kinerja Tahun (RKT) Tahun 2011 - Lampiran 3 : Formulir Pengukuran Pencapaian Sasaran (PPS)

Tahun 2011

- Lampiran 4 : Formulir Pengukuran Kinerja Kegiatan (PKK) Tahun 2011

(38)

RENCANA STRATEJIK

2.1. Rencana Stratejik 2011-2013

Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau mempunyai rencana strategis yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu 5 (lima) tahun yang dituangkan dalam dokumen Rencana Strategis Tahun 2011-2013. Selanjutnya, kinerja yang ingin dicapai dalam tahun 2011 dituangkan dalam dokumen Renja Tahun 2011.

Pada dasarnya, perencanaan strategis merupakan tipe perencanaan yang timbul akibat kegagalan perencanaan rasional-komprehensif yang gagal mengatasi permasalahan secara menyeluruh. Selain itu pemegang policy dalam perencanaan strategik tidak dimonopoli oleh para teknokrat saja, melainkan harus adanya konsensus bersama antara stakeholders sesuai sistem yang berlaku. Terkait dengan permasalahan tersebut, maka pendekatan yang dilakukan dalam penyusunan renstra adalah melalui proses teknis-rasional dan proses politis.

Pernyataan visi Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau sepenuhnya mengacu pada pernyataan visi Riau Pembangunan 2020, yaitu sebagai:

Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau mendukung peran Pemerintahan Provinsi Riau itu melalui implementasi core area Badan

“ Terwujudnya Ketahanan Pangan yang mantap dalam menciptakan masyarakat yang berkwalitas tahun 2020“

(39)

penduduk Riau sampai pada tingkat rumah tangga sebagai sasaran mikro baik kecukupan kuantum maupun kwalitas pangan dengan memperhatikan aspek 3B ( Beragam, Bergizi, Berimbang ), jaminan mutu dan kemanan pangan serta terjangkau akan daya beli masyarakat ”. Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau berkeinginan menjadi katalisator pembaharuan sistim ketahanan pangan yang kuat, dinamis dan sinergis.

Untuk mewujudkan visi tersebut, Badan Ketahanan Pangan menetapkan misi sebagai berikut:

Meningkatkan keseimbangan system ketahanan pangan dalam mewujudkan ketahanan pangan yang mantap dan berkelanjutan.

Meningkatkan koordinasi lintas pelaku dan wilayah dalam memantapkan sistim ketahanan pangan wilayah sebagai bagian

dari ketahahan pangan Nasional.

Mendorong dan memfasilitasi peran serta masyarakat dalam upaya menciptakan kondisi ketahanan pangan ditingkat rumah tangga

Meningkatkan kapasitas dan kompetensi aparat dan kelembagaan ketahanan pangan dalam mewujudkan ketahanan pangan wilayah.

Mengoptimalkan potensi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Strategis dalam mewujudkan Ketahanan Pangan.

V IS I B A D A N K E T A H A N A N P A N G A N

(40)

yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu 1 (satu) sampai 5 (lima) tahun adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan kemampuan membangun subsistim ketersediaan, subsistim konsumsi dan subsistim distribusi yang sinergik dan berkelanjutan.

2. Meningkatkan kewaspadaan pangan ditingkat wilayah dengan meningkatkan kemampuan mengenali dan mengantisipasi secara dini masalah kerawanan pangan.

3. Meningkatkan diversifikasi konsumsi pangan, mengenali mutu dan keamanan pangan yang beragam, bermutu dan bergizi serta menurunnya tingkat keracunan konsumsi pangan.

4. Meningkatkan koordinasi dan peran aparatur serta masyarakat sehingga mampu mewujudkan koordinasi dalam membangun Ketahanan Pangan.

Rumusan Visi dan Pernyataan Misi Badan Ketahanan Pangan tahun 2006-2011 merupakan dasar penetapan kinerja tahunan. Seiring dengan perubahan peraturan perundangan yang terjadi pada tahun 2007, dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737) dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741); perwujudkan kinerja ketahanan pangan menjadi lebih banyak memperoleh tantangan-tantangan yang semakin komplek. Sehingga perlu dilakukan re-orientasi Rencana Strategis dan Implementasi Kebijakan Pembangunan Ketahanan Pangan untuk menjawab tantangan tersebut.

(41)

tersebut di atas adalah sebagai berikut:

1. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran.

2. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur. 3. Program Peningkatan Disiplin Aparatur.

4. Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur.

5. Program Peningkatan Pengembangan Sistim Pelaporan Capaian Kinerja dan Keuangan.

6. Program Peningkatan Kesejahteraan Petani.

7. Program Peningkatan Ketahanan Pangan/Pertanian/Perkebunan.

2.2. Rencana Kinerja Tahun 2011.

Seperti yang telah disampaikan di bagian sebelumnya, terdapat 6 (enam) sasaran yang ingin dicapai Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau. Uraian sasaran dengan indikator dan rencana tingkat capaian/target tahun 2011 ini yaitu :

1. Tersedianya bahan pangan dan cadangan pangan di Provinsi, Kabupaten/Kota dan Rumah Tangga, dengan indikator sasaran sebanyak 0 ton dan rencana tingkat capaian/target sebanyak 200 ton.

2. Tersedianya pangan dalam jumlah yang cukup sejumlah 2200 KKal/Kap/hari untuk energi dan 50 Gram/Kap/hari untuk protein

3. Tercapainya konsumsi pangan penduduk sesuai dengan Pola Pangan Harapan , dengan konsumsi energi sebesar 2050 KKal/Kap/hari dan Protein sebesar 52 gr/Kap/hari.

4. Meningkatnya keragaman dan kualitas konsumsi dengan pendekatan beragam, berimbang dan bergizi dengan kontribusi padi-padian 53,6 % umbi-umbian 3,0 %, Kacang-kacangan 2,4 %, pangan hewani 7,1 %, sayur dan buah 3,8 %, minyak dan lemak 16,5 %, gula 6,5 %.

(42)

6. Meningkatnya kapasitas kelembagaan ketahanan pangan masyarakat di 12 Kabupaten/Kota.

7. Meningkatkan pembinaan dan pengawasan terhadap produk bahan pangan yang berbahaya bagi kesehatan, dengan indikator sasaran sebanyak 5 Lokasi SD di Kab. dan rencana tingkat capaian/target sebanyak 4 Lokasi SD di Kab.

8. Mengembangkan dan perbaikan sistem distribusi pangan yang efektif dan efisien dalam rangka stabilitas pangan yang lebih merata, dengan indikator sasaran sebanyak 150 Gapoktan LDPM di 9 Kab. & 2 Kota dan rencana tingkat capaian/target sebanyak 18 Gapoktan LDPM di 9 Kab. & 2 Kota.

Dalam rangka pencapaian sasaran dengan rencana tingkat pencapaian yang telah ditentukan, pada tahun 2011 Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau melaksanakan program dan kegiatan yang bersumber dari APBD yaitu sebagai berikut :

PROGRAM PELAYANAN ADMINISTRASI

Kegiatan Penyelenggaraan Administrasi Perkantoran BKP Prov. Riau

PROGRAM PENINGKATAN SARANA DAN PRASANA APARATUR : Kegiatan Pengadaan Sarana dan Prasarana Aparatur.

PROGRAM PENINGKATAN DISIPLIN APARATUR : Kegiatan dalam upaya peningkatan disiplin Aparatur.

PROGRAM PENINGKATAN KAPASITAS SUMBER DAYA APARATUR Kegiatan Peningkatan Kesejahteraan dan Kemampuan Aparatur.

PROGRAM PENINGKATAN PENGEMBANGAN SISTEM PELAPORAN CAPAIAN KINERJA DAN KEUANGAN :

(43)

PROGRAM PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI 1. Kegiatan Pengembangan Cadangan Pangan Daerah.

2. Gerakan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Beragam, Bergizi, Berimbang dan Aman (3B+)

3. Penanggulangan Daerah Rawan Pangan

4. Penumbuhan Lembaga Distribusi Pangan (LDPM)

PROGRAM PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN : 1. Kegiatan Pengembangan Desa Mandiri Pangan

2. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan Ketahanan Pangan

3. Pengembangan/Koordinasi OKKPD (Otoritas Kompetensi Mutu dan Keamanan Pangan Daerah) Provinsi Riau.

4. Penyusunan Statistik Pangan

5. Sinkronisasi Peningkatan Ketahanan Pangan

6. Lomba Cipta Menu 3 B+ Tingkat Provinsi dan Nasional 7. Replikasi Special Programme For Food Security (SPFS)

8. Hari Pangan Sedunia (HPS), Pemberian Penghargaan Ketahanan Pangan

9. Koordinasi Dewan Ketahanan Pangan Provinsi Riau

10. Pemberdayaan Lembaga Mandiri dan Mengakar di Masyarakat (LM3) Pondok Pesantren

11. Pengelolaan Pemanfaatan Pekarangan/Peran Perempuan dalam Ketahanan Pangan

12. Pengembangan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) dan Food Insecurity Atlas (FIA).

13. Pemantauan dan Analisis Distribusi Harga Pangan

14. Mengikuti Pameran dalam rangka Hari Krida Pertanian dan Pekan Nasional Tani Nelayan Andalan serta HUT Provinsi Riau / Riau Expo 2011.

(44)

16. Analisis Situasi Konsumsi Pangan, Penganekaragaman dan Kemanan Pangan.

17. Pembinaan dan Peningkatan Akses Pangan Masyarakat Desa

2.3. Anggaran Tahun 2011

Sumber Dana APBD :

Tahun anggaran 2011 Badan Ketahanan Pangan Melaksanakan 7 (tujuh) program dan 39 kegiatan, 5 (lima ) program dengan 18 kegiatan merupakan program yang ada di setiap SKPD sedangkan 2 (dua) program dengan 21 kegiatan yang lansung dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan sebagai kegiatan pembangunan yaitu program peningkatan kesejahteraan petani dengan 4 (empat) kegiatan dan anggaran sejumlah Rp. 1.000.000.000,- Program peningkatan ketahanan pangan pertainan/perkebunan dengan kegiatan sebanyak 17 (tujuh belas) kegiatan dengan anggaran sejumlah Rp. 2.749.985.850,-

Tabel Program dan kegiatan tahun anggaran 2011 sebelum dan setelah perubahan sebagai berikut :

No Nama Kegiatan Sebelum

Perubahan

Setelah Perubahan

I Program Pelayanan Administrasi Perkantoran 686.121.500,00 706.121.500,00

1 Penyediaan jasa surat menyurat 32.121.500,00 32.121.500,00

2 Penyediaan jasa komunikasi, sumber daya air dan listrik 175.000.000,00 195.000.000,00

3 Penyediaan jasa kebersihan kantor 70.000.000,00 70.000.000,00

4

Penyediaan Alat Tulis Kantor 65.000.000,00 65.000.000,00

5 Penyediaan barang cetakan dan penggandaan 54.000.000,00 54.000.000,00 6 Penyediaan bahan bacaan dan peraturan

perundang-undangan

10.000.000,00 10.000.000,00

(45)

II Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur 380.644.000,00 440.644.000,00 9 Pengadaan perlengkapan gedung kantor 75.000.000,00 75.000.000,00 10 Pemeliharaan rutin/berkala gedung kantor 58.860.000,00 78.860.000,00 11 Pemeliharaan rutin/berkala mobil jabatan 60.000.000,00 60.000.000,00 12 Pemeliharaan rutin/berkala peralatan gedung kantor 35.000.000,00 35.000.000,00 13 Penyediaan Komponen Instalasi Listrik/Penerangan

Bangunan Kantor

51.784.000,00 91.784.000,00

14 Penyediaan Peralatan dan Perlengkapan Kantor 100.000.000,00 100.000.000,00

III Program Peningkatan Disiplin Aparatur 43.850.000,00 43.850.000,00

15 Pengadaan Pakaian Olahraga dan Kelengkapannya 43.850.000,00 43.850.000,00

IV Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur 50.000.000,00 50.000.000,00

16 Pendidikan dan Pelatihan Formal 25.000.000,00 25.000.000,00

17 Pembinaan Mental dan Fisik Aparatur 25.000.000,00 25.000.000,00

V Program Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporan

Capaian Kinerja dan Keuangan

30.000.000,00 30.000.000,00

18 Penyusunan laporan capaian kinerja dan ikhtisar realisasi

kinerja SKPD 30.000.000,00 30.000.000,00

VI Program Peningkatan Kesejahteraan Petani 1.000.000.000,00 1.000.000.000,00

19 Pengembangan Cadangan Pangan Daerah 400.000.000,00 400.000.000,00 20 Gerakan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Beragam,

Bergizi, Berimbang dan Aman (3 B+)

250.000.000,00 250.000.000,00

21 Pemberdayaan Daerah Rawan Pangan 150.000.000,00 150.000.000,00

22 Penumbuhan dan Pembinaan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat

200.000.000,00 200.000.000,00

VII Program Peningkatan Ketahanan Pangan pertanian/perkebunan

2.749.985.850,00 2.749.985.850,00

(46)

25 Pengembangan/Koordinasi OKKPD (Otoritas Kompetensi Keamanan Pangan Daerah) Provinsi Riau

100.000.000,00 100.000.000,00

26 Penyusunan Statistik Pangan 50.000.000,00 50.000.000,00

27 Sinkronisasi Peningkatan ketahanan Pangan 150.000.000,00 150.000.000,00 28 Lomba Cipta Menu 3 B+ Tingkat Provinsi dan Nasional 350.000.000,00 350.000.000,00 29 Replikasi Special Programme for food Security (SPFS) 175.000.000,00 175.000.000,00 30 Hari Pangan Sedunia (HPS) Pemberian Penghargaan

Ketahanan

250.000.000,00 250.000.000,00

31 Koordinasi Dewan Ketahanan Pangan 100.000.000,00 100.000.000,00 32 Pemberdayaan Lembaga Mandiri dan Mengakar di

Masyarakat (LM3) Pondok Pesantren

300.000.000,00 300.000.000,00

33 Pengelolaan Pemanfaatan Pekarangan/Peran Perempuan dalam Ketahanan Pangan

150.000.000,00 150.000.000,00

34 Pengembagnan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) dan Food Insecurity Atlas (FIA)

100.000.000,00 100.000.000,00 35 Pemantauan dan Analisis Distribusi dan Harga Pangan 100.000.000,00 100.000.000,00

36 Mengikuti Pameran dalam Rangka Hari Krida Pertanian dan Pekan Nasional Tani Nelayan Andalan, serta HUT Provinsi Riau/Riau Expo

100.000.000,00 100.000.000,00

37 Pemantauan dan Analisis Neraca Bahan Makanan (NBM) 74.985.850,00 74.985.850,00

38 Analisis Situasi Konsumsi Pangan, Penganekaragaman Dan Keamana Pangan

75.000.000,00 75.000.000,00

39 Pembinaan dan Analalisis Akses Pangan Masyarakat Pedesaan

(47)

Sumber Dana APBN :

Sesuai Peraturan Pemerintah No.7 tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan disebutkan bahwa Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah dan/atau kepada Instansi Vertikal di wilayah tertentu. Sedangkan Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah.

Untuk dana dekonsentrasi yang dikelola oleh Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau tahun 2011 di prioritaskan untuk kegiatan 1). Lembaga Distribusi Pangan Masyaraskat (LDPM) dengan sasaran Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) untuk stabilisasi harga, 2). Lumbung Pangan dengan sasaran pemberdayan lumbung pangan untuk cadangan pangan, dan 3).Percepatan Diversifikasi Pangan dengan sasaran pengembangan lokal serta perbaikan gizi bagi anak SD dan MI di pedesaan

Kegiatan yang dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan tahun 2011 dilaksanakan melalui Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat dengan kegiatan sebagai berikut:

Dekonsentrasi Rp.

No. Kegiatan Anggaran

1. Pengembangan Sistem Distribusi Dan Stabilitas Harga Pangan

1.819.462.000,- 2. Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi

Pangan Dan Peningkatan Keamanan Pangan Segar

1.490.000.000,-

3. Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya Badan Ketahanan Pangan

680.000.000,-

(48)

No. Kegiatan Anggaran

1. Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan

1.901.500.000,- 2. Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi

Pangan Dan Peningkatan Keamanan Pangan Segar

1.054.100.000,-

3. Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya Badan Ketahanan Pangan

100.000.000,-

JUMLAH 3.055.600.000,-

1. Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas harga Pangan a. Jumlah Gapoktan yang diberdayakan

b. Jumlah Lumbung Pangan yang diberdayakan

c. Laporan pemantauan/pengumpulan data distribusi, harga dan cadangan pangan

d. Laporan pengembangan model pemantauan distribusi, harga dan cadangan pangan

2. Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Peningkatan Keamanan Pangan Segar

a. Pemanatauan, monitoring, evaluasi dan perumusan kebijakan P2KP

b. Laporan Promosi P2KP

c. Situasi Konsumsi Pangan Penduduk

d. Laporan hasil kerjasama dengan perguruan tinggi e. Hasil penguatan kelembagaan keamanan pangan

3. Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya Badan Ketahanan Pangan a. Dokumen perencanaan, penganggaran dan laporan keuangan

Tahun anggaran 2011 Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau dialokasikan anggaran dekonsentrasi sebesar Rp. 3.989.462.000 yang yang dilaksanakan melalui Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat, serta Tugas Pembantuan Provinsi sebesar Rp. 3.055.600.000 yang juga dilaksanakan melalui Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat.

Pada alokasi dana tugas pembantuan yang dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau tahun 2011 terdapat 5 (lima) Kabupaten/Kota Pelakana Kegiatan yaitu Kabupaten Rokan Hilir Rp.

Gambar

Tabel Program dan kegiatan tahun anggaran 2011 sebelum dan  setelah perubahan sebagai berikut :
Tabel anggaran dan realisasi Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan :
Tabel  di  atas  menunjukkan  pencapaian  kinerja  kegiatan  Badan  Ketahanan  Pangan  Provinsi  Riau  TA  2011  adalah  98,57  %
Tabel  di  atas  menunjukkan  pencapaian  kinerja  kegiatan  Badan  yang  bersumber  dari  APBN  TA  2011  dari  dana  Dekonsentrasi  97,15  sedangkan Tugas Pembantuan adalah 94,77 %
+3

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi dengan judul “Analisis Kesalahan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Materi Garis Dan Sudut Pada Siswa Kelas VII-A Di SMPN 06 Tulungagung Semester Genap Tahun Ajaran 2010/2011”

penyederhanaan dengan pendekatan tematik-integratif dilatarbelakangi oleh beberapa permasalahan yang masih dijumpai pada Kurikulum 2006 (KTSP), antara lain: (1)

lingkungannya (sosial). Guru merupakan suatu profesi, yang berarti suatu jabatan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru dan tidak dapat dilakukan oleh

Jika pola XRD karbon dibandingkan dengan pola XRD yang dimiliki oleh graphite yang ditunjukkan pada Gambar IV.9, karbon yang dihasilkan dari proses kalsinasi lignin

Dalam hal ini strategi pemasaran sangat membantu suatu perusahaan dalam mencapi tujuannya dengan lebih efektif, yang didasarkan atas kajian- kajian dan

Nederlands Indie (Staatsblad 1934 Nomor 168) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1947 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Disiplin Militer, yang

Berdasarkan jenis pakannya jenis satwa burung paruh bengkok yang ditemukan pada lokasi pengamatan adalah jenis satwa burung pemakan buah dan biji, diantaranya Perkici Pelangi

Pada ruang lingkup eksternal akan dilakukan penelitian terhadap proses pembuatan produk sehingga diperolehnya produk cacat untuk mengidentifikasi penyebab yang