• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI TAMBAH KULIT KERBAU MENJADI KRECEK DAN KERUPUK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "NILAI TAMBAH KULIT KERBAU MENJADI KRECEK DAN KERUPUK"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

NILAI TAMBAH KULIT KERBAU MENJADI KRECEK DAN KERUPUK Mey Camelia Puspita Putri1)

Program Studi Agribisnis Fakultas pertanian Universitas Siliwangi meycamelia@gmail.com

Dedi Djuliansyah2)

Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi dedidjuliansah@rocketmail.com

Eri Cahrial3)

Fakultas Pertanian Univerrsitas Siliwangi ericahrial@unsil.ac.id

ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan di Kampung Babakan Abid Kelurahan Suci Kaler Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut, dengan tujuan untuk mengetahui teknis pengolahan krecek dan kerupuk kulit kerbau, nilai tambah kulit kerbau menjadi krecek, dan nilai tambah krecek menjadi kerupuk. Metode yang digunakan adalah studi kasus pada Perusahaan Pada Sono. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknis pengolahan krecek meliputi tahapan proses pemotongan, perendaman, pembakaran, pengerikan, perebusan, pengirisan, pengeringan I, pembumbuan, pengeringan II, dan pengemasan. Sedangkan teknis pengolahan kerupuk kulit meliputi penggorengan dan pengemasan. Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan kulit kerbau menjadi krecek sebesar Rp. 15.269,58 per kilogram dengan faktor konversi sebesar 0,26, koefisien tenaga kerja sebesar 1,57 dan nilai output sebesar Rp. 41.600,00 per kilogram. Selanjutnya, nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan krecek menjadi kerupuk sebesar Rp. 37.476,19 per kilogram dengan faktor konversi sebesar 0,86, koefisien tenaga kerja sebesar 1,33 dan nilai output sebesar Rp. 215.000,00 per kilogram.

Kata Kunci : Teknis Pengolahan, Nilai tambah, Faktor Konversi, Koefisien Tenaga Kerja dan Nilai Output.

ABSTRACT

This research was conducted in Babakan Abid, Suci Kaler, Karangpawitan , Garut, with intent to know the technical processing of buffalo kerupuk, the value added of Buffalo Skin into krecek, and the value added of krecek into kerupuk. This method used a case study at company Pada Sono

The research demonstrates that technical processing of krecek is cutting process, soaking, combustion, exhaust fur, boiling, slicing, the first drying , seasoning, the second drying , giving flavor, the second drying, and packaging. While the technical processing of kerupuk is frying and packaging. Value added obtained from the processing of buffalo skin into krecek is Rp. 15.269,58/kg, conversion factor is 0,26, labour coefficient is 1,57 and output value is Rp. 41.600,00/kg. And then,

(2)

2

value added obtained from the processing of krecek into kerupuk is Rp. 37.476,19/kg, conversion factor is 0,86, labour coefficient is 1,33 and output value is Rp. 215.000,00/kg.

Key Word: Technical Processing, Value Added, Conversion Factor, Labour Coefficient and Output Value

PENDAHULUAN

Sektor pertanian di Indonesia dicirikan oleh kontribusinya yang relatif besar terhadap perekonomian Indonesia. Situasi seperti ini yang mencirikan Indonesia sebagi negara agraris pada tahun-tahun yang lalu hingga sekarang. Hal ini bukan saja kontribusi sektor pertanian terhadap product domestic brutto (PDB) tetapi juga terhadap penyerapan kerja di sektor ini sangat besar. Akan tetapi kontribusi sektor pertanian terhadap PDB untuk tahun-tahun selanjutnya adalah menurun terutama pada tahun 2011 sebesar 14,7 persen. Penurunan kontribusi sektor pertanian yang drastis ini disebabkan karena adanya transformasi sektor ini ke sektor yang lain, khususnya sektor industri (BPS, 2012).

Pembangunan ekonomi menitikberatkan pada bidang pertanian dan industri yang berbasis pertanian atau biasa disebut agroindustri. Agroindustri merupakan bagian dari serangkaian sistem agribisnis. Istilah agroindustri mengacu pada kegiatan mengolah bahan baku dari hasil on farm menjadi bahan setengah jadi (intermediate

product) atau bahan jadi (finished product). Dilain pihak, agroindustri hilir adalah

industri pengolahan produk-produk pertanian primer yang mencakup industri sekunder dan tersier yaitu mengolah lebih lanjut dari produk olahan hasil pertanian primer. Pembangunan agroindustri akan dapat meningkatkan produksi, harga hasil pertanian, pendapatan petani, serta menghasilkan nilai tambah hasil pertanian (Masyhuri,1994).

Sektor pertanian dalam wawasan agribisnis dengan perannya dalam perekonomian nasional memberikan beberapa hal yang menunjukkan keunggulan yang dapat dipertimbangkan. Misalnya salah satu produk pertanian yang berasal dari subsektor peternakan yaitu kulit kerbau.

Produk pangan yang berbahan baku kulit yang paling populer adalah kerupuk kulit. Kerupuk kulit didefinisikan sebagai produk makanan ringan yang

(3)

3

dibuat dari kulit sapi (Bos indicus) atau kulit kerbau (Bos bubalis) melalui tahapan proses pembuangan bulu, pengembangan kulit, perebusan, dan pengemasan untuk kerupuk kulit mentah dilanjutkan dengan penggorengan kerupuk kulit siap konsumsi (SNI 01-4308,1996).

Kerupuk kulit sudah berkembang dan populer di Indonesia, bahkan di beberapa negara di Asia Tenggara seperti Vietnam, dan Thailand. Di Indonesia kerupuk kulit diproduksi di berbagai wilayah dengan nama yang berbeda-beda. Di Jawa Barat dikenal dengan nama kerupuk kulit, di Jawa Tengah dan Jawa Timur dikenal dengan sebutan kerupuk rambak (Jajang Gumilar, 2010).

Salah satu kabupaten di Jawa Barat yang terkenal dengan daerah pengolahan kerupuk kulit adalah Kabupaten Garut. Hal tersebut dikarenakan pada awalnya Kabupaten Garut terkenal dengan industri penyamakan kulit. Seiring dengan pertambahan pada usaha tersebut, menjadikan industri pengolahan kerupuk kulit pun berkembang.

Jumlah unit usaha potensi industri di Kabupaten Garut sebanyak 13.029 unit, dintaranya 72,68 persen termasuk komoditas industri agro (agroindustri) dan hasil hutan. Oleh karena itu, industri pengolahan di Kabupaten Garut yang menggunakan bahan baku pertanian merupakan industri yang potensial untuk ditingkatkan yang tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Unit Usaha Potensi Industri Kabupaten Garut Tahun 2011

Komoditas Jumlah Unit Usaha

Formal Non Formal Jumlah 1. Industri Agro dan Hasil Hutan 395 9.075 9.470 2. Industri Tekstil, Kulit, dan Aneka Industri 176 950 1.126 3. Industri Logam dan Bahan Galian 114 1.787 1.901

4. Industri Kimia 62 470 532

Jumlah 747 12.282 13.029

Tahun 2010 741 11.905 12.646

Tahun 2009 732 11.870 12.602

Sumber : Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UMKM Kab. Garut, 2011

Tabel 1. menggambarkan bahwa untuk industri pengolahan atau agroindustri dan hasil hutan menduduki peringkat pertama dalam jumlah unit usaha pada tahun 2011 yaitu sebesar 9.470 unit usaha. Dari semua komoditi terdapat sepuluh besar

(4)

4

komoditi yang terbanyak jumlah unit usahanya baik formal ataupun non formal yang tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2. Sepuluh Besar Jumlah Unit Usaha Industri Agro dan Hasil Hutan Kabupaten Garut Tahun 2011

Komoditi Jumlah Unit Usaha

Formal Non Formal Jumlah

Gula Aren 2 3.065 3.067 Anyaman Bambu - 2.960 2.960 Tahu 21 422 443 Tempe 3 349 352 Kripik 3 342 345 Tembakau 45 274 319 Kerupuk 36 162 198 Kerajinan Injuk - 178 178 Opak - 155 155 Dodol 46 88 134

Sumber : Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UMKM Kab. Garut, 2011

Salah satu industri yang saat ini sedang dikembangkan di kabupaten Garut terutama di Kelurahan Suci Kaler Kecamatan Karangpawitan adalah industri pengolahan kerupuk kulit. Pengusahaan kerupuk kulit di daerah ini sudah dilakukan cukup lama. Pada umumnya, perusahaan yang ada di daerah ini menggunakan bahan baku kulit kerbau untuk diolah menjadi kerupuk kulit, yaitu usaha yang dikelola oleh bapak Kingking di daerah ini. Usaha Bapak Kingking tersebut mulai berdiri pada tahun 1998 yang awalnya hanya memilik 2 (dua) orang tenaga kerja, dan sekarang sudah bertambah menjadi 9 (sembilan) orang tenaga kerja.

Berdasarkan survey awal diketahui bahwa pembuatan krecek dan kerupuk kulit kerbau di lokasi penelitian masih menggunakan cara tradisional dalam pemanfaatan setiap tahapan proses sehingga hasil yang dicapai tidak optimal, kerupuk kulit kerbau yang dihasilkan warnanya kurang memuaskan, kerupuk mudah menurun kerenyahannya dan sisa produksi yang berupa kulit kerbau hanya ditumpuk dalam bentuk sampah yang semakin lama semakin menumpuk. Penggunaan teknologi yang disesuaikan dengan kondisi pedesaan yang serba terbatas modal dan sumberdaya manusianya diharapkan ada peningkatan tambahan pendapatan dari pengolahan kulit kerbau secara terpadu yang memperhatikan pengoptimalan setiap

(5)

5

tahapan proses dan pemanfaatan hasil samping sehingga dapat menambah pendapatan keluarga produsen.

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Bagaimana teknis pengolahan krecek dan kerupuk kulit kerbau? (2) Berapa besarnya nilai tambah kulit kerbau setelah diolah menjadi krecek? (3) Berapa besarnya nilai tambah krecek setelah diolah menjadi kerupuk?

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui secara teknis pengolahan krecek dan kerupuk kulit kerbau, menghitung besarnya nilai tambah kulit kerbau setelah diolah menjadi krecek, dan menghitung besarnya nilai tambah krecek setelah diolah menjadi kerupuk.

METODOLOGI PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus pada perusahaan Pada Sono di Kampung Babakan Abid Kelurahan Suci Kaler Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut. Lokasi dan pemilihan responden penelitian ini dipilih secara sengaja (purposive) berdasarkan informasi dari Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Pengelolaan Pasar Kabupaten Garut dan pertimbangan bahwa daerah tersebut terdapat agroindustri kerupuk kulit. Salah satunya adalah perusahaan Pada Sono yang melaksanakan usaha tersebut secara kontinu.

Data yang dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan alat analisis nilai tambah yang menggunakan metode Hayami (1987). Proses perhitungan nilai tambah dengan menggunakan metode Hayami diperlukan beberapa konsep yang berguna untuk mempermudah dalam perhitungan. Konsep lain yang mendukung dalam analisis ini, yaitu: (1) Faktor konversi, menunjukkan jumlah output yang dihasilkan satu satuan input (2) Koefisien tenaga kerja langsung, menunjukkan jumlah tenga kerja langsung yang diperlukan langsung untuk mengolah satu satuan input (3) Nilai output, menunjukkan nilai yang dihasilkan dari satu satuan input.

Format (prosedur) perhitungan nilai tambah menurut metode Hayami secara lengkap disajikan pada Tabel 3.

(6)

6

Tabel 3. Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami

No. Output, Input, dan Harga Keterangan

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Output (kg)

Input Bahan Baku (kg) Input Tenaga Kerja (JKO) Faktor Konversi

Koefisien Tenaga Kerja (JKO) Harga Output (Rp/kg)

Upah Tenaga Kerja (Rp/JKO)

(1) (2) (3) (4) = (1) : (2) (5) = (3) : (2) (6) (7) 8. 9. 10. 11. 12. 13.

Penerimaan dan Keuntungan (Rp/kg Bahan Baku)

Harga Input (Rp/kg)

Sumbangan Input Lainnya (Rp/kg) Nilai Output (Rp/kg)

a. Nilai Tambah (Rp/kg) b. Rasio Nilai Tambah (%)

a. Pendapatan Tenaga Kerja (Rp/Jam) b. Pangsa Tenaga Kerja (%)

a. Keuntungan (Rp/kg) b. Tingkat Keuntungan (%) (8) (9) (10) = (4) x (6) (11a) = (10) - (8) - (9) (11b) = (11a)/(10) x 100 (12a) = (5) x (7) (12b) = (12a)/(11a) x 100 (13a) = (11a) – (12a) (13b) =(13a) / (10) x 100

14.

Balas Jasa untuk Faktor-faktor Produksi (Rp/kg Bahan Baku)

Marjin (Rp/kg)

a. Pendapatan Tenaga Kerja b. Sumbangan Input Lain c. Keuntungan Perusahaan

(14) = (10) – (8)

(14a) = (12a) / (14) x 100 (14b) = (9) / (14) x 100 (14c) = (13a) / (14) x 100 Sumber: Armand Sudiyono (2002)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses Pembuatan Krecek dan Kerupuk Kulit

Krecek dan kerupuk kulit Pada Sono terbuat dari kulit kerbau dengan menggunakan bumbu dan rempah-rempah. Proses pengolahan krecek memerlukan waktu 12 hari, sedangkan pengolahan kerupuk kulit hanya memerlukan waktu satu hari.

Proses pembuatan krecek dan kerupuk melewati beberapa tahapan kegiatan yaitu sebagai berikut: (1) Lembaran kulit dipotong-potong persegi dengan ukuran 40 x 35 cm dengan menggunakan pisau yang tajam (2) Potongan kulit tersebut direndam bersama air dalam drum selama 2 hari (3) Kulit dibakar di atas api dengan tujuan untuk merontokkan bulu-bulu hingga gosong selama 3 jam (4) Kulit kemudian dikerik dengan menggunakan pisau untuk membuang bulu-bulu yang ada pada

(7)

7

permukaan kulit terluar selama 4 jam (5) Kulit kemudian direbus dalam drum dengan air sebanyak ¾ selama 1 hari sampai kulit tersebut matang (6) Kulit yang sudah matang dicuci untuk menghilangkan daging-daging yang masih menempel pada kulit kemudian diangin-anginkan, setelah itu kulit diiris melintang dan ditata di atas anyaman bambu untuk dijemur (7) Kulit kemudian dikeringkan dengan cara dijemur diatas terik matahari selama 5 hari (8) Kulit diberi bumbu dan rempah dengan cara kulit yang kering direndam ke dalam wadah bumbu, kemudian diangkat dan dikeringkan kembali selama 3 hari (9) Kulit yang sudah kering dan layak untuk digoreng disebut krecek, sedangkan krecek yang digoreng menjadi kerupuk yang siap untuk dikemas dan dipasarkan.

Nilai Tambah Kulit Menjadi Krecek dan Krecek Menjadi Kerupuk

Analisis nilai tambah digunakan untuk mengetahui besarnya nilai tambah yang terdapat pada kulit kerbau yang diolah menjadi krecek dan kerupuk. Metode yang digunakan untuk mengetahui nilai tambah yang diperoleh dari krecek dan kerupuk adalah metode Hayami.

Dalam penelitian ini, peneliti mengkonversikan output yang dihasilkan menjadi satuan kilogram, untuk memudahkan dalam proses perhitungan akhir yang disesuaikan dengan alat analisis yang dipakai. Besarnya analisis nilai tambah usaha krecek dan kerupuk untuk satu kali proses produksi pada Perusahaan Pada Sono dapat dilihat pada Tabel 4.

(8)

8

Tabel 4. Analisis Nilai Tambah Usaha Krecek dan Kerupuk

Variabel Krecek Kerupuk

I.Output, Input dan Harga 1.Output (kilogram) 2.Input (kilogram) 3.Tenaga Kerja (JKO) 4.Faktor Konversi

5.Koefisien Tenaga Kerja 6.Harga output (Rp/kilogram) 7.Upah Tenaga Kerja (Rp/JKO)

31,5 120,00 189,00 0,26 1,57 160.000,00 1.851,85 27,00 31,5 42,00 0,86 1,33 250.000,00 6.190,48 II.Penerimaan dan Keuntungan

8.Harga bahan baku (Rp/kilogram) 9.Sumbangan input lain (Rp/kilogram) 10.Nilai Output (Rp/kilogram)

11.a.Nilai Tambah (Rp/kilogram) b.Rasio Nilai Tambah (%)

12.a.Pendapatan Tenaga Kerja (Rp/kilogram) b.Pangsa Tenaga Kerja (%)

13.a.Keuntungan (Rp/kilogram) b.Tingkat Keuntungan (%) 24.000,00 2.330,42 41.600,00 15.269,58 36,70 2.907,40 19,04 12.362,18 29,72 160.000,00 17.523,81 215.000,00 37.476,19 17,43 8.233,34 21,97 29.242,85 13,23 III.Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi

14.Marjin (Rp/kilogram) a.Pendapatan tenaga kerja b.Sumbangan Input Lain c.Keuntungan pengusaha 17.600,00 16,52 13,24 70,24 55.000,00 14,97 31,86 53,17

Sumber : Data Primer Diolah, 2013.

Perhitungan nilai tambah krecek pada perusahaan Pada Sono, diketahui bahwa besarnya bahan baku yang digunakan untuk proses produksi krecek pada periode analisis satu kali produksi adalah sebesar 120 kilogram kulit kerbau. Dari bahan baku tersebut akan mengalami penyusutan 73,75 persen sehingga diperoleh 31,5 kilogram krecek serta faktor konversi yang diperoleh adalah 0,26. Hal ini berarti bahwa setiap 1 kilogram bahan baku kulit kerbau akan menghasilkan 0,26 kilogram krecek. Jumlah output yang dihasilkan dari 120 kilogram bahan baku adalah 31,5 kg, dimana harga output per kg adalah Rp. 160.000,00.

Nilai tambah yang diperoleh merupakan balas jasa untuk masing-masing faktor produksi yang digunakan. Untuk mengetahui berapa besar balas jasa yang diberikan dari nilai tambah yang diperoleh, maka terlebih dahulu harus diketahui

(9)

9

marjin antara nilai output yang dihasilkan dengan bahan baku utama yang digunakan. Besarnya marjin yang diperoleh adalah Rp. 17.600,00 per kilogram bahan baku utama. Marjin merupakan kontribusi faktor-faktor produksi selain bahan baku utama dalam menghasilkan output produksi. Marjin tersebut kemudian didistribusikan kepada pendapatan tenaga kerja, sumbangan input lain, dan keuntungan perusahaan. Besarnya distribusi marjin untuk pendapatan tenaga kerja, sumbangan input lain, dan keuntungan perusahaan adalah 16,52 persen, 13,24 persen, dan 70,24 persen.

Besarnya distribusi marjin yang terbesar adalah keuntungan perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan produksi krecek yang dilakukan oleh perusahaan Pada Sono telah mencapai tingkat keuntungan usaha. Distribusi marjin terbesar kedua adalah pendapatan tenaga kerja. Besarnya distribusi marjin ini disebabkan masih banyaknya alokasi biaya yang digunakan untuk tenaga kerja. Hal ini terjadi karena kegiatan produksi yang dilakukan membutuhkan banyak tenaga kerja. Sedangkan distribusi marjin terkecil adalah sumbangan input lain yang terdiri dari bahan baku penolong dan pembebanan biaya pada sumbangan input yang relatif kecil.

Sedangkan perhitungan nilai tambah kerupuk kulit, diketahui bahwa besarnya bahan baku yang digunakan untuk proses produksi pada periode analisis satu kali produksi adalah sebesar 31,5 kilogram krecek. Dari bahan baku tersebut akan mengalami penyusutan 14 persen sehingga diperoleh 27 kilogram kerupuk serta faktor konversi yang diperoleh adalah 0,86. Hal ini berarti bahwa setiap 1 kilogram bahan baku krecek akan menghasilkan 0,86 kilogram kerupuk. Jumlah output yang dihasilkan dari 31,5 kilogram bahan baku adalah 27 kilogram, dimana harga output per kilogram adalah Rp. 250.000,00.

Besarnya marjin yang diperoleh usaha kerupuk adalah Rp. 55.000,00 per kilogram bahan baku utama. Marjin merupakan kontribusi faktor-faktor produksi selain bahan baku utama dalam menghasilkan output produksi. Marjin tersebut kemudian didistribusikan kepada pendapatan tenaga kerja, sumbangan input lain, dan keuntungan perusahaan. Besarnya distribusi marjin untuk pendapatan tenaga kerja, sumbangan input lain, dan keuntungan perusahaan adalah 14,97 persen, 31,86 persen, dan 53,17 persen.

(10)

10

Besarnya distribusi marjin yang terbesar adalah keuntungan perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan produksi kerupuk yang dilakukan oleh perusahaan Pada Sono telah mencapai tingkat keuntungan usaha. Distribusi marjin terbesar kedua adalah sumbangan input lain yang terdiri atas sumbangan bahan baku penolong dan pembebanan biaya pada sumbangan input lain. Hal ini dapat dikatakan proses produksi kerupuk yang dilakukan bersifat padat modal, karena memerlukan modal yang besar untuk memenuhi kebutuhan sumbangan input lain. Sumbangan biaya terbesar dari sumbangan input lain adalah biaya untuk penggorengan, hal ini dikarenakan dalam menggoreng memerlukan minyak goreng yang banyak untuk menggoreng kerupuk. Karena sifat dari kerupuk yang harus digoreng dengan banyak minyak goreng supaya kerupuk yang dihasilkan berkualitas bagus.

Pendapatan tenaga kerja merupakan distribusi marjin yang terkecil. Kecilnya distribusi marjin ini disebabkan masih kecilnya alokasi biaya yang digunakan untuk tenaga kerja. Hal ini dapat terjadi karena kegiatan produksi yang dilakukan tidak membutuhkan banyak tenaga kerja, sehingga tenaga kerja yang digunakan masih sedikit.

Besarnya nilai tambah untuk masing-masing komoditas berbeda, hal ini dikarenakan nilai tambah dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kemampuan menjual produk (harga produk), ketersediaan bahan baku (harga bahan baku), dan struktur pasar (harga input lain). Pada penelitian ini menyebutkan bahwa besarnya nilai tambah untuk pengolahan kulit kerbau menjadi krecek adalah Rp. 15.269,58; sedangkan untuk pengolahan krecek menjadi kerupuk adalah Rp. 37.476,19. Besarnya nilai tambah kerupuk lebih besar dari pada produksi krecek, hal ini dikarenakan harga produk kerupuk sangat tinggi jika dibandingkan dengan harga produk krecek. Oleh karena harga produk kecil sehingga nilai tambah yang dihasilkannya pun kecil.

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

(11)

11

1) Teknis pengolahan kerecek meliputi tahapan proses pemotongan, perendaman, pembakaran, pengerikkan, perebusan, pengirisan, pengeringan I, pembumbuan, pengeringan II. Sedangkan teknis pengolahan kerupuk kulit meliputi penggorengan dan pengemasan.

2) Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan kulit kerbau menjadi krecek sebesar Rp. 15.269,58 per kilogram dengan faktor konversi sebesar 0,26, koefisien tenaga kerja sebesar 1,57 dan nilai output sebesar Rp. 41.600,00 per kilogram.

3) Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan krecek menjadi kerupuk sebesar Rp. 37.476,19 per kilogram dengan faktor konversi sebesar 0,86, koefisien tenaga

kerja sebesar 1,33 dan nilai output sebesar Rp. 215.000,00 per kilogram. Saran

Saran dari hasil penelitian dan pembahasan nilai tambah krecek dan kerupuk adalah sebagai berikut :

1) Produsen harus menjaga kualitas dan kuantitas produk krecek maupun kerupuk dengan cara memperhatikan kualitas bahan baku dan pengemasan kerupuk.

2) Produsen sebaiknya menambah variasi rasa seperti barbeque atau pedas dari produksi kerupuk kulit sehingga dapat meningkatkan nilai tambah kerupuk. 3) Bagi peneliti selanjutnya diharapkan adanya penelitian lebih mendalam mengenai

usaha produksi kerupuk kulit, misalnya dari segi pemasaran, analisis usaha, dan lain-lain yang berhubungan dengan usaha krecek dan kerupuk kulit.

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Kabupaten Garut Dalam Angka Tahun 2012. Badan Pusat Statistik. Garut.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi Edisi 24

Mei 2012. Badan Pusat Statistik. Jakarta.

Gumilar, Jajang. 2010. Identifikasi Proses Produksi Dan Analisis Ekonomis Kerupuk

Kulit Kerbau Pada Produsen Di Sendtra Industri Kulit Sukaregang Garut .

http://goemilar12..blogspot.com/. Diakses 26 Juni 2013.

Hikmawati, Safitri. 2012. Penerapan CPPB Depkes Pada Pengolahan Krecek Sayur

(12)

12 Kulit Yogyakarta. (Tidak Dipublikasikan)

Nugroho, Budi Panca.2007. Biaya, Pendapatan, dan Nilai Tambah Agroindustri

Minuman Lidah Buaya (Nata de Aloe) (Studi Kasus di Perusahaan Minuman

(PM) Bagas Aji Kabupaten Purworejo). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. (Tidak Dipublikasikan) .

Soekartawi. 2005. Agribisnis Teori dan Aplikasi. Edisi Pertama. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Soekartawi. 2002.Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Sudiyono, Armand. 2002. Pemasaran Pertanian. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang.

Wazah. 2010. Pengetahuan Teknologi Kulit. Akademi Teknologi Kulit Yogyakarta. Yogyakarta. (Tidak Dipublikasikan)

Gambar

Tabel 1. Jumlah Unit Usaha Potensi Industri Kabupaten Garut Tahun 2011
Tabel 2. Sepuluh  Besar Jumlah Unit Usaha Industri Agro dan Hasil Hutan                 Kabupaten Garut Tahun 2011
Tabel 3. Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami
Tabel  4. Analisis Nilai Tambah Usaha Krecek dan Kerupuk

Referensi

Dokumen terkait

Petunjuk Teknis ini merupakan panduan bagi para administrator Kamaya dalam pelaksanaan program pengelolaan pustaka maya dengan memanfaatkan SLiMS tahun

pembelajaran, sering memberikan penguatan kepada siswa yang merespon pembelajaran dan membentuk kelompok belajar yang heterogen sehingga siswa lebih efektif

Berdasarkan dari hasil olahan data diperoleh t hitung  t tabel atau -5,697  1,988 , maka tidak ada peningkatan pemahaman konsep turunan dengan menggunakan software Maple

Jurusan Ilmu Hubungan Internasional – UNAND 2018 yang selaras dengan ASEAN Way Tanya jawab 20 min Penutup 10 min 11 Group Presentation (Intrastate Conflict) Case 1:

terjadi manakala tidak diatur hukuman tentang pembunuhan (hukum qisas). Nasab keturunan menjadi tidak jelas manakala tidak disyariatkan hukum pernikahan. Akal menjadi

Tradhisi Buceng Robyong jaman biyen diarani Salastika (utawa njaluk banyu) Buceng Robyong mono sejatine nduweni makna rasa syukur kaggo banyu kang turah ±turah. Buceng

Berdasarkan hasil jurnal, dan wawancara ternyata pada siklus I dapat disimpulkan bahwa kesiapan siswa dalam mengikuti pembelajaran menceritakan kembali cerita

Dokumen ini tidak dikendalikan jika diunduh/Uncontrolled when downloaded... Dokumen ini tidak dikendalikan jika diunduh/Uncontrolled