• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 2. Landasan Teori. Kata semantik berasal dari bahasa Yunani, semainen yang artinya bermakna atau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab 2. Landasan Teori. Kata semantik berasal dari bahasa Yunani, semainen yang artinya bermakna atau"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

6 Bab 2

Landasan Teori

2.1 Teori Semantik

Kata semantik berasal dari bahasa Yunani, semainen yang artinya ‘bermakna’ atau ‘berarti’. Istilah semantik berpadanan dengan kata semantique dari bahasa Perancis yang diserap dari bahasa Yunani tersebut dan diperkenalkan oleh M. Breal. Semantik merupakan cabang linguistik yang menelaah makna.

Hiejima (1991:1-3) seorang ahli semantik modern, mengemukakan bahwa semantik adalah ilmu yang mempelajari makna dari kata, frase dan kalimat. Menurutnya, bila melihat sebuah makna dengan sudut pandang secara objektif ataupun secara fisik, banyak hal yang berbeda dan tidak sesuai. Dalam melihat sebuah makna dalam kondisi seperti itu, lebih baik menggunakan sudut pandang secara objektif ataupun secara fisik. Dalam melihat sebuah makna dalam kondisi seperti itu, lebih baik menggunakan sudut pandang secara subjektif. Hal ini dikarenakan kata atau kalimat merupakan sesuatu yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari dan dari setiap individu akan lahir makna-makna yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Sehingga makna dapat dilihat dalam persepsi sudut pandang subjektif.

(2)

7 Menurut Keraf (2007:25) untuk memahami suatu ujaran dalam konteks yang tepat, seseorang harus memahami makna dalam komunikasi. Oleh karena itu berdasarkan dari pengertian akan semantik tersebut, makna kata dalam suatu frase atau kalimat terbagi menjadi dua,yaitu :

1. Makna denotatif

Makna dari sebuah frasa atau kata yang tidak mengandung arti atau perasaan tambahan. Makna denotatif disebut juga makna kognitif karena makna itu bertalian dengan kesadaran atau ilmu pengetahuan, stimulus dari pihak pembiara dan respon dari pihak pendengar menyangkut hal-hal yang dapat diserap kesadaran dan rasio manusia. Selain itu, makna ini disebut juga makna proporsional karena ia bertalian dengan informasi-informasi atau pernyataan-pernyataan yang bersifat aktual. Seorang penulis hanya menyampaikan informasi, khususnya dalam bidang ilmiah, akan cenderung untuk mempergunakan kata-kata yang denotatif. Tujuan utamanya untuk memberi pengenalan yang jelas terhadap fakta. Ia tidak menginginkan interpretasi tambahan dari tiap pembaca (Keraf 2007:38)

2. Makna konotatif

Makna yang mengandung arti tambahan, perasaan tertentu, atau nilai rasa tertentu di samping makna dasar yang umumnya. Makna tersebut sebagian terjadi karena pembicara ingin menimbulkan perasaan setuju atau tidak setuju, senang atau tidak senang, dan sebagainya pada pihak pendengar . Sementara, di sisi lain, kata yang dipilih itu memperlihatkan bahwa pembicaranya juga memendam perasaan yang sama.

(3)

8 Konotasi pada dasarnya timbul karena masalah hubungan sosial atau hubungan interpersonal, yang mempertalikan seseorang dengan orang lain. Sebab itu bahasa manusia tidak hanya menyangkut masalah makna denotatif atau ideasional dan sebagainya (Keraf ,2007:29)

2.2 Analisis Medan Makna

Dalam mencari makna konotasi dari larik lagu Glamorous Sky, penulis terlebih dahulu akan membedah unsur morfem atau frase pada lirik tersebut dengan mencari makna referensial yang berlandaskan pada teori analisis medan makna.

Kata-kata memiliki asosiasi antara sesamanya. Berdasarkan hal tersebut Ferdinand De Saussure memulai konsep asosiasi makna (Parera,1991:67). Pemikiran Saussure ini kemudian berkembang menjadi medan makna. Medan makna adalah satu jaringan asosiasi yang rumit berdasarkan pada similaritas atau kesamaan, kontak atau hubungan, dan hubungan-hubungan asosiatif dengan penyebutan satu kata (Parera,1991:68). Parera memberikan contoh medan makna dengan kata “kerbau” dalam Bahasa Indonesia. Dengan kata “kerbau” orang mungkin akan berpikir tentang kekuatan atau kebodohan. Medan makna ini kemudian dikembangkan oleh J. Trier. Menurut Trier dalam Parera (1991:69) setiap medan makna itu akan selalu tercocokkan antar sesama medan sehingga membentuk satu keutuhan bahasa yang tidak mengenal tumpang tindih.Pendekatan medan makna memandang bahasa sebagai satu keseluruhan yang dapat dipenggal—penggal atas beberapa bagian yang saling berhubungan secara teratur. Pendekatan medan makna seperti ini dikemukakan oleh Trier dalam Parera (1991:69).

(4)

9 Perlu diketahui bahwa pembedaan medan makna tidak sama untuk setiap bahasa, misalnya:

Tabel 2.1 Contoh Medan Makna

Melirik Mengintip Melihat Memandang Menatap Meninjau Melotot Sumber : Trier dalam Parera (1991:69)

Dalam bahasa Indonesia medan makna “melihat” dibedakan atas “melirik, mengintip, memandang, menatap, meninjau, melotot” dan sebagainya (Parera,1991:69).

Untuk mendukung analisis medan makna tersebut, penulis akan menerapkan teori kolokasi. Menurut Trianto (2008), kolokasi adalah penggunaan perkataan lain yang menggambarkan maksud yang sama dalam pembinaan teks. Kebiasaan kolokasi merambatkan makna kata yang satu ke dalam makna kata yang lain, misalnya, meninggal dunia atau berpulang ke rahmatullah.

(5)

10 2.3 Teori Majas

Dalam suatu lagu, sering kali kata-kata di dalam kalimatnya menggunakan majas. Oleh karena itu, teori mengenai majas sangat diperlukan untuk memperdalam suatu analisis. Menurut Keraf (2007:113), majas didefinisikan sebagai pengungkapan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis. Pateda (2001:233) menjelaskan pengertian majas sebagai berikut :

1. Pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis

2. Pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu. 3. Keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra

4. Cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan atau lisan.

Dalam meneliti makna majas lirik lagu bahasa Jepang, tentu harus menganalisis dengan menggunakan dasar majas yang dipakai dalam bahasa Jepang. Namun sebelumnya untuk mengetahui majas Jepang, kita harus melihat kembali sejarah retorika di negara tersebut. Menurut Tomasi (2004:27) , retorika Jepang memiliki pengaruh dari barat. Hal ini dimulai pada era Meiji. Pada saat itu, banyak karya-karya sastra dari Barat mulai masuk ke Jepang. Namun di samping itu, terdapat pula bagian dari retorika yang memang telah ada sebelum era Meiji, yaitu melalui rakugo, kodan, dan rokyoku.

Berdasarkan dalam teori retorika terhadap puisi-puisi Jepang, banyak teori-teori yang mengungkapkan bahwa puisi Jepang tersebut menggunakan majas perbandingan seperti

(6)

11 majas Metafora, majas simile, dan majas personifikasi. Majas-majas seperti ini sering kali digunakan untuk memberikan sebuah gambaran dari sebuah konsep untuk menekankan sebuah pemikiran dan membuat seseorang terpengaruh dalam tingkatan emosional dan intelektual, namun Wakan (1993:63) mengemukakan bahwa hal tersebut tidak berlaku pada puisi Jepang seperti haiku karena tidak menggunakan semacam ketiga majas tersebut.

Dalam karya-karya Jepang, majas yang paling sering ditemui adalah majas Metafora. Metafora selalu menjadi majas yang paling menonjol, seperti yang diungkapkan oleh Sato (1992:113) di bawah ini :

古代から、現代でもなお、隠喩はつねにレトリックの中心的な関心 のまとである。一九世紀後半に古典レトリックがすっかり興味をひき つずけている。かぞえてみることなどとも不可能だが、古来、研究さ れ書かれてきた隠喩論書物や論文は、何百、いや何千か、数知れず、 隠喩にかかわる問題はもう出つくしているのではないかとさえ思われ るありさまだ。 Terjemahan :

Sejak jaman dahulu bahkan sampai sekarang, Metafora selalu menjadi titik perhatian dalam retorika. Pada paruh kedua abad ke-sembilan belas, retorika klasik telah benar-benar ditinggalkan, namun hanya Metafora yang terus menarik minat para filsuf dan penyair. Jika dihitung, memang tidak mungkin, namun, buku-buku dan disertasi mengenai teori Metafora yang telah diteliti terdapat ratusan, ribuan bahkan tidak terhitung, Pertanyaan mengenai Metafora pun telah muncul, bahkan telah terpikirkan.

Berdasarkan pada kutipan tersebut, penulis akan menggunakan majas Metafora sebagai landasan teori untuk menganalisis makna yang terkandung dalam lirik lagu Glamorous Sky.

(7)

12 2.3.1 Teori Majas Metafora

Metafora berasal dari bahasa Yunani ‘metaphora’ yang berarti ‘memindahkan’. Istilah tersebut memiliki kata dasar meta (di atas; melebihi) dan pherein (membawa). Sebagai perbandingan langsung Metafora tidak menggunakan kata-kata yang menyatakan persamaan secara eksplisit, sehingga di dalam Metafora, tidak terdapat kata-kata seperti, ibarat, bak, sebagai, umpama, laksana sebagaimana halnya simile (Keraf, 2007:139).

Menurut Kusumi (2008) metafora adalah sebagai berikut :

広義のメタファーは隠喩、直喩、提喩、換喩などの比喩表現全般を 指 す 。 狭 義 の メ タ フ ァ ー ( 隠 喩 ) は 主 頭 ( Topic ) と た と え る 概 念 (concept) は、比喩指標に基づいて結びつけた比喩である。メタファー (隠喩)は、比喩指標(例:のようだ、みたいだ)のない表現である。

Terjemahan :

Metafora (メタファー)secara garis besar digunakan untuk mengindikasikan ungkapan metaforis seperti Metafora(隠喩),simile (直喩 ), sinekdok (提喩), metonimia ( 換 喩 ), dan sebagainya. Secara lebih spesifik Metafora ( 隠 喩 ) memiliki kemiripan dengan simile ( 比 喩 ) dalam hal keterikatan dan ketergantungannya. Metafora adalah ugnkapan yang tidak mengandung indikator simile (misalnya : no you da, mitai da).

Struktur dasar Metafora terbagi menjadi sesuatu yang dibicarakan dan yang dipakai sebagai perbandingan. Oleh karena itu Badudu (2007:70) mengatakan bahwa majas Metafora adalah majas yang memperbandingkan suatu benda dengan benda lain.

(8)

13 Berikut adalah contoh kalimat yang mengandung Metafora

- 彼女の口は機関銃だ。

(Mulutnya adalah senapan mesin)

Senapan mesin adalah senapan yang dapat menembakkan peluru tanpa henti. Jika mulutnya adalah senapan mesin, maka kata-katanya adalah peluru yang terus-menerus keluar. Kalimat di atas menggambarkan keadaan seseorang dimana ia terus-terusan berbicara tanpa berhenti, namun dalam konteks yang mengganggu. Dengan kata lain ia adalah orang yang cerewet.

2.4 Teori Pengkajian Puisi Menurut Pradopo

Menurut Pradopo (1990:3) puisi adalah struktur yang tersusun dari bermacam-macam unsur dan sarana-sarana kepuitisan. Lalu menurut Wellek dalam Pradopo (1990:14), puisi itu merupakan sebab yang memungkinkan timbulnya pengalaman. Kemudian menurut Altenbernd dalam Pradopo (1990:5), puisi adalah pendramaan pengalaman yang bersifat penafsiran dalam bahasa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa puisi mempunyai sifat, struktur, dan konvensi-konvensi puisi apapun pada umumnya.

Pradopo (1990:vi) mengemukakan bahwa pengkajian puisi terbagi dalam dua bagian yaitu

1. Analisis struktur puisi berdasarkan lapis-lapis normanya yang merupakan fenomena puisi yang ada. Arti lapis disini, berupa fonem, suku kata , kata, frase, dan kalimat. Rangkaian satuan-satuan arti ini menimbulkan lapis

(9)

14 ketiga yang berupa latar, pelaku, objek-objek yang dikemukakan, dan dunia pengarang yang berupa cerita atau lukisan (Pradopo,1990:15).

2. Analisis sajak satu per satu yang membicarakan kaitan antar unsur dan sarana-sarana kepuitisan yang menyeluruh. Lapis norma puisi akan dilihat hubungan secara keseluruhan dalam sebuah sajak utuh. Hal ini disebabkan norma-norma puisi itu saling berhubungan erat dengan maknanya (Pradopo, 1990:117).

2.5 Konsep Gambare Secara Umum Bagi Masyarakat Jepang

Pada dasarnya semangat Gambare sudah digunakan sejak dahulu oleh nenek moyang bangsa Jepang sebagai motivasi utama agar mereka dapat keluar dari kesulitan, terutama ketika mengatasi bencana alam, juga digunakan pada saat mereka berperang untuk memperoleh kemenangan. Setelah itu, Gambare menjadi sebuah kata yang digunakan dalam berbagai kehidupan oleh masyarakat Jepang. Gambare adalah sebuah kata yang memberikan motivasi atau semangat bagi seseorang untuk berusaha keras, penuh ketekunan, ketahanan serta menjadi yang terbaik di berbagai kegiatan dan usaha.

Gambare digunakan oleh orang Jepang dengan penuh kesadaran mendalam saat melaksanakan tugasnya, yang direalisasikan dalam bentuk pertanggung-jawaban oleh setiap individu terhadap kelompoknya. Unsur lain yang terlibat dalam proses Gambare adalah keyakinan bahwa suksesnya seseorang harus melewati suatu pengorbanan pribadi yang melibatkan unsur Gambare. Duke (1989:124) menyatakan

(10)

15 One of the most admired traits of in individual of Japan is personal sacrifice. It signifies that the person has Gambared , that is, paid a price for his success. Terjemahan :

Salah satu karakter yang paling dikagumi dari individu Jepang adalah adanya pengorbanan pribadi. Itu sebagai tanda bahwa seseorang telah bersikap Gambare, hal itu adalah suatu bayaran harga dari kesuksesannya.

Singleton dalam Finklestein (1991 :79) menjelaskan dalam kutipannya Gambare adalah tempat perkumpulan tangisan, sebuah seruan untuk keberanian, dan sebagai perangsang untuk usaha terbaik, Gambare menunjukkan perasaan dari sifat yang mendengarkan kata hati dan perasaan timbal balik terhadap sebuah kelompok. Semangat Gambaru mempunyai pengaruh yang hebat sekali dan terkadang meletakkan semangat atau tanggung jawab kuat meliputi budaya di lingkup rumah, sekolah dan kerja.

Kehancuran yang pernah dialami oleh Jepang pada kota Hiroshima dan Nagasaki saat dijatuhi bom atom oleh sekutu, kemudian dari bekas reruntuhan akibat bom atom tersebut, mulai dibangun kembali dengan mendirikan gedung tinggi. Duke (1989:122) mengatakan salah satu motivasi utama bagi masyarakat Jepang untuk bangkit kembali dari kerusakan hebat yang dialami tersebut diungkapkan dengan sebuah aklamasi Gambare , yakni Ketekunan , Ketahanan, dan Jangan Menyerah.

Orang tua Jepang percaya bahwa semua anak memiliki tingkat kemampuan yang relatif sama dan percaya bahwa sukses hanya dapat terjadi dengan belajar tekun dan usaha yang keras, diluar kemampuan yang dimiliki. Hal ini cerminan dari sikap Gambare yang menginginkan setiap anak untuk belajar terus menerus (konsisten), dan

(11)

16 tidak mudah menyerah bila menemui kesulitan. Prestasi yang dicapai tidak hanya bergantung dari nilai IQ, tapi juga harus didukung oleh sikap ketekunan seperti yang diungkapkan oleh Singleton (1993 : 11)

Gambare could be measured by test scores achieved. Comparisons with IQ scores was irrelevant. Persistence is the secret; effort, not IQ, is the japanese explanation for educational achievement.

Terjemahan :

Gambare dapat diukur dari nilai test yang dicapai. Tidaklah relevan apabila dibandingkan dengan nilai IQ. Ketekunan adalah rahasianya; berusaha, bukan berdasarkan pada nilai IQ, hal inilah penjelasan mengenai prestasi Jepang dalam bidang pendidikan.

Dalam Singleton (1993 :144-145) di Jepang pada saat acara kelulusan, para kohai (adik kelas) mengucapkan kata-kata perpisahan kepada para senpai (kakak kelas) mereka. Suasana wisuda dan saat penerimaan ijazah digambarkan sebagai berikut :

Well-rehearsed choral chanting in which they invoke they call over and over again : “. Never forget our school. Never forget our school!” They finally challenge the graduating sixth graders to “Gambare! Gambare! Gambare!” Terjemahan :

Ketika paduan suara menyanyi sesuai dengan baik sesuai dengan apa yang diminta, mereka meneriakkan berkali-kali kata-kata “jangan lupakan sekolah kita. Jangan lupakan sekolah kita!”. Akhirnya sebagai gantinya para alumni tingkat enam meneriakkan juga kata-kata “Gambare! Gambare! Gambare!”

Gambare memberikan inspirasi pada setiap individu agar memberikan kemampuan yang terbaik yang dimiliki untuk mewujudkan tujuan bersama. Artinya bahwa dia tidak sendiri tetapi bagian dari usaha bersama. Dia tidak hanya menguatkan perasaannya

(12)

17 untuk bertahan, tetapi juga memperkuat komitmennya sendiri untuk tetap berusaha, seperti yang digambarkan oleh Duke (1989 : 123) , seperti berikut ini

And when he witnesses his fellow worker letting up a bit or experiencing some difficulty, he calls out with determination : “Gambare!” , “Keep at it!”

Terjemahan :

Dan ketika dia menyaksikan rekan sekerjanya yang berhenti sejenak atau menghadapi kesulitan saat bekerja, maka dia berteriak dengan dengan kemantapan hati “Gambare! “, “Berusahalah!”

Menurut Rice (1995 : 46) Gambare adalah sebuah kata yang paling sering digunakan di Jepang, biasanya sering diartikan sebagai “pantang menyerah” atau “Lakukan yang Terbaik”. Ini juga merupakan ucapan standar atas keberanian seseorang yang terdengar di sekolah, pertandingan olah raga, dan di rapat perusahaan.

Cowie (2001) menjelaskan bahwa istilah Gambaru dapat didengar dalam banyak bentuk dan berada dalam kehidupan sehari-hari. Anak-anak sekolah menulis, menerjemahkannya sebagai ‘kerja keras’, ‘lakukan yang terbaik’, ‘bertarung’, atau ‘keberanian’. Sarjana sosiologi mengatakan bahwa Gambaru adalah kepercayaaan seseorang untuk dapat menulis status yang tinggi dengan usaha yang terus-menerus.

Hal ini juga dijelaskan oleh Amanuma dalam Kurniawati (2008 : 11) yang mengatakan :

日本語の「我慢する」とは困難にめげず忍耐力をもって続けること、 耐え難きを耐えることを意味する。「頑張る」の意味愛は、今の言葉 でいうと、へことれるな、に近い。

(13)

18 Terjemahan :

Dalam bahasa Jepang terdapat kata (gaman) yang mengartikan dalam diri seseorang untuk menghadapi kesulitan atau kesukaran. Sedangkan kata (Gambaru) mempunyai makna pantang menyerah atau tidak akan menyerah.

Sugimoto (1997:4) menjelaskan bahwa kesuksesan seseorang dalam hidup semata-mata tergantung pada tingkat seseorang mengerahkan semangat Gambaru (kebulatan tekad), dan semua orang rata-rata memilikinya.

Selain itu Amanuma dalam Kurniawati (2008 : 11) menjelaskan bahwa :

英語やフランス語では、「頑張る」の包含するいみのうち的なニュア ンスを表す語なら ‘persist in’ , ‘insist in’, ‘insister’, ‘persister’が近いとい う意味が出た。しかし精神的意味合いをもって「包含してやり抜く」 というニュアンスの「頑張る」となると該当するごはなく、説明的な 言い回しをするほかないとアメリカ人。フランス人の参会者たちは長 しドイツ人らもそれに同意した。

Terjemahan :

Dalam bahasa Inggris dan Perancis makna (Gambaru) adalah ‘persist in’ (terus menerus) ,’insist in’(bersikeras), ‘insister’ (pertahanan), ‘persister’ (bertahan). Kosakata ini menunjukkan nuansa yang serupa dengan Gambaru. Dalam ruang lingkup psikologi (Gambaru) menjadi kosakata yang mempunyai nuansa bertahan, tidak hanya pada sekitar orang Amerika, orang Perancis juga orang Eropa telah setuju bahwa makna Gambaru berarti pertahanan.

Amanuma dalam Sugimoto (1997 : 4) mengatakan kepribadian inti masyarakat Jepang berdasarkan pada perangsang dan Gambaru (ketahanan dan ketekunan) terdapat dalam setiap aspek kebiasaan masyarakat Jepang.

(14)

19 Menurut Amanuma (2001) Gambaru juga merupakan filosofi utama bagi masyarakat Jepang yakni

「頑張る」は、最後まであきらめるな、手を抜くな、と励まして、思 いやる言葉である。「頑張れ」というのはことばにはいい意味のまま 生き残ってもらいたい。

Terjemahan :

Kata “Gambare” didefinisikan dengan ungkapan tidak menyerah sampai akhir, tidak lepas tangan, dan semangat. Dalam kata “Gambare” mengandung makna sebenarnya yang positif yaitu ingin bertahan hidup.

Gambaru juga berperan penting dan bermakna dalam situasi yang berbeda-beda bagi masyarakat Jepang. Dijelaskan oleh Davies dan Ikeno (2002 83-84)

Gambaru is a frequently used word in Japan, with the meaning of doing one’s best and hanging on. For examples, students Gambaru (study hard in order to pass entrance examination. Athletes also Gambaru (practice hard) to win games or medals. Moreover company eorkers Gambaru (work hard) to raise their company sales. Also when the Japanese make up their minds to begin with something, they tend to think “Gambaru” in the initial stages of project. When a young woman from a small town, or leaving for a new job in the city, promises her friends, parents and teacher that she will Gambaru, the implication is tha she will not disappoint them. The word is also used by friends as a kind of greeting often in the imperative form Gambare or ganbatte. In this situation the meaning is rather ambiguous.

Terjemahan :

Gambaru merupakan sebuah kata yang sering digunakan di Jepang, dengan arti berbuat yang terbak dan terus bertahan. Seperti contoh para murid Gambaru (belajar sungguh-sungguh) untuk dapat lulus ujian. Atlit juga Gambaru (berlatih keras) untuk memenangkan pertandingan dan mendapatkan medali. Selain itu pegawai perusahaan Gambaru (bekerja keras) untuk menaikkan penjualan perusahaan mereka. Juga, saat orang Jepang telah menetapkan untuk memulai sesuatu, mereka cenderung berpikir Gambaru seperti saat awal pelaksanaan proyek, ketika wanita muda dari kota kecil pergi ke luar negeri untuk bekerja, berjanji pada teman, orang tua, dan guru bahwa ia akan Gambaru, dengan maksud untuk tidak mengecewakan mereka. Kata ini juga digunakan untuk teman sebagai semacam salam, biasanya dalam bentuk

(15)

20 perintah Gambare atau gambatte. Dalam situasi ini cenderung mempunyai makna yang ambigu.

Bernapas dengan udara yang berbeda dalam waktu yang lama, sepanjang sejarah sosial masyarakat Jepang, meneguhkan pendirian seseorang kuat pada usia muda, seringkali membuat seseorang menjadi sukses.

Menurut Doughlas (2003 : 152) kunci untuk meraih sukses pribadi adalah kegigihan, dan kegigihan akan memperkuat tujuan yang dinamis, dan akan berhasil. Jika cukup gigih untuk jangka waktu yang lama maka akan menemukan dan bisa mengembangkan tujuan yang luar biasa. Ada delapan hal sebagai prinsip kegigihan untuk dijadikan dasar menuju sukses menurut Sherman dalam Doughlas (2003 :171-172) , di antaranya adalah

1. Tidak akan berhenti selama saya tahu bahwa saya benar.

2. Yakin bahwa segalanya akan menjadi baik bila saya bertahan sampai akhir. 3. Bersikap berani dan tidak ragu-ragu dalam keadaan yang sulit.

4. Tidak akan pernah memperbolehkan siapapun mengalihkan diri saya dari tujuan. 5. Akan berjuang mengatasi keterbatasan fisik dan kesulitan-kesulitan.

6. Akan mencoba berulang-ulang sampai saya mencapai apa yang saya inginkan. 7. Akan yakin dan sadar bahwa semua orang akan sukses, laki-laki atua perempuan

harus berjuang melawan kekalahan dan tantangan.

8. Tidak akan patah semangat atau putus asa apapun rintangan yang menghadang di depan saya.

(16)

21 Masih menurut Doughlas (2003 : 173) kunci kesuksesan lainnya adalah bertahan dengan gigih. Gigih berarti tekun dan ulet. Keuletan berarti ketetapan dan kesungguhan. Orang Jepang terkenal dengan semangat dan keuletan dalam kehidupan mereka, meskipun telah gagal beberapa kali mereka akan tetap berusaha sebaik mungkin untuk dapat kembali bangkit. Seperti yang dikatakan oleh Yoritomo Tashi dalam Lim (2004) apabila jatuh dan bangkit akan menghasilkan sesuatu pada diri, maka terlalu banyak jatuh dalam hidup itu akan menyehatkan dan menyegarkan jika mau bangkit kembali.

Kegagalan menurut orang Jepang justru menjadi motivasi supaya tetap bertahan dan tidak pantang menyerah. Dengan filosofi semangat Gambare yang telah tertanam sejak masih kanak-kanak, mereka pun dapat berusaha sekuat mungkin. Karena itulah Gambare sangatlah berhubungan dengan motivasi. Menurut Doughlas (2003 :194), orang yang termotivasi dengan benar adalah orang yang mempunyai tujuan, dinamika, dan penuh tanggung jawab. Manusia termotivasi atas apa yang diyakininya. Garn dalam Doughlas (2003 : 191-192) menyatakan ada empat prinsip motivasi yaitu pertahanan diri, penghargaan, cinta dan uang. Browning dalam Doughlas (2003) , Kejarlah! Putuskanlah ikatan-ikatan kataku, berusahalah untuk menjadi baik dan lebih baik, malahan yang terbaik, sukses itu bukan apa-apa, yang terpenting adalah upaya.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil observasi, pembagian angket, dan dilanjutkan dengan wawancara diperoleh beberapa informasi berkaitan dengan kondisi siswa SMA Negeri 2 Seulimum dalam proses

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghitung kekuatan struktur mooring dolphin dengan rencana kapasitas kapal 2000 GT di Pelabuhan Munse Provinsi Sulawesi

Maka dari itu Otoritas Jasa Keuangan memiliki peranan penting dalam mengatur jalannya jasa layanan pinjaman berbasis teknologi ini supaya dapat mencegah tindakan

Pemberian kurkumin dan penta- gamavunon-0 pada kultur sel luteal dosis 100 μM tidak menurunkan viabilitas sel (prosentase sel hidup) pada kultur sel luteal, sedangkan pada

Penelitian tentang Pola Asuh Anak Dalam Keluarga Di Lingkungan Lokalisasi Padang Bulan ini, menggunakan 7 (tujuh) informan pokok orang tua yaitu para mucikari yang memiliki anak

Tujuan yang dicapai dalam Tugas Akhir ini yaitu membuat game bergenre side scrolling adventure bertemakan Suku Dayak sebagai upaya memperkenalkan Budaya

Bagian irisan_1 dan irisan_2 digunakan untuk mengembalikan nilai yang telah dipetakan dalam ROM pada Bagian Mapper, sedangkan bagian penggabungan digunakan untuk

Untuk mempelajari BBM ini, terutama agar dapat menerapkan model- model pembelajaran yang terdapat dalam BBM ini Anda diharapkan sudah memiliki pengetahuan tentang