• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. atau memahami nilai agama yang terletak pada nilai-nilai luhurnya serta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. atau memahami nilai agama yang terletak pada nilai-nilai luhurnya serta"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kematangan beragama berarti kemampuan seseorang untuk mengenali atau memahami nilai agama yang terletak pada nilai-nilai luhurnya serta menjadikan nilai itu dalam sikap dan bertingkah laku (Zakiyah Daradjat, 1970:67). Artinya bahwa kematangan beragama tersebut tercermin dari kemampuan seseorang untuk memahami, menghayati serta mengaplikasikan nilai-nilai luhur agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari. Menganut suatu agama karena menurut keyakinan agama tersebut yang terbaik, karena itu ia berusaha menjadi penganut yang baik. Keyakinan itu ditampilkan dalam sikap dan tingkah laku keagamaan yang mencerminkan ketaatan terhadap agamanya. (Akmal Hawi, 2014:82).

Adapun ciri-ciri kematangan beragama menurut Zakiyah Daradjat (1970:121) adalah:

1. Pemahaman aqidah yang baik.

Aqidah berarti keimanan, kepercayaan. Maksudnya keimanan kepada Allah yang Maha Esa dan dasar-dasar kehidupan beragama. Keimanan kepada aqidah tauhid, ini merupakan langkah awal dan perubahan besar dalam diri manusia, yang mengubah pengertiannya tentang dirinya sendiri, orang lain, kehidupan dan seluruh alam semesta. Aqidah merupakan pondasi atau landasan yang mendasar dalam kehidupan beragama.

(2)

2. Memiliki tujuan hidup berdasarkan aqidah.

Tujuan hidup orang-orang beriman yaitu untuk berbakti dan beribadah kepada penciptanya, yang dimaksud ibadah di sini ialah mengerjakan perintah-perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya atau mengabdikan diri kepada-Nya.

3. Melaksanakan ajaran agama secara konsisten dan produktif.

Kesadaran beragama yang matang juga terletak pada konsistensi atau kemantapan pelaksanaan hidup beragama secara bertanggung jawab dengan mengerjakan perintah agama dan meninggalkan larangan agama. Pelaksanaan kehidupan beragama atau peribadatan merupakan realisasi ketuhanan dan keimanan.

4. Memiliki pandangan hidup atau filsafat yang komprehensif universal. Kepribadian yang matang memiliki filsafat hidup yang utuh dan komprehensif dan universal. Keanekaragaman kehidupan dunia harus diarahkan kepada keteraturan. Keteraturan ini berasal dari analisis terhadap fakta yang ternyata memengaruhi hubungan satu sama lain. Fakta yang perlu dicari faedahnya itu bukan hanya untuk materi akan tetapi keteraturan itu meliputi pula alam perasaan manusia, pikiran, motivasi, sikap, dan norma.

5. Memiliki diferensialisasi yang baik.

Dalam perkembangan kehidupan kejiwaan, diferensialisasi berarti semakin bercabang, semakin bervariasi, makin kaya, dan makin majemuk, suatu aspek psikis dimiliki oleh seseorang. Semua pengalaman, rasa dan

(3)

kehidupan beragama makin lama makin matang, semakin kaya dan komplek.

6. Memiliki pandangan hidup yang integral.

Kesadaran beragama yang matang ditandai dengan adanya pegangan hidup yang komprehensif. Di samping itu, pandangan dan pegangan hidup itu juga harus integrasi, yaitu merupakan suatu landasan hidup yang menyatukan hasil diferensiasi aspek kejiwaan yang meliputi fungsi kognitif, afektif, konatif, atau psikomotor.

7. Memiliki semangat pencarian dan pengabdian kepada Tuhan.

Kematangan beragama juga ditandai adanya semangat mencari kebenaran, keimanan, rasa ketuhanan, dan cara-cara terbaik untuk berhubungan dengan manusia dan alam sekitar. Ia selalu menguji keimanannya melalui pengalaman-pengalaman keagamaan sehingga menemukan keyakinan yang lebih tepat, peribadatannya selalu dievaluasi dan ditingkatkan agar menemukan kenikmatan, penghayatan, dan kehadiran tuhan. (Akmal Hawi, 2014:83-86).

Berdasarkan pengertian tersebut dapat dipahami bahwa kematangan beragama terlihat dari kemampuan seseorang untuk memahami, menghayati serta mengaplikasikan nilai-nilai luhur agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari. Ia menganut suatu agama karena menurut keyakinan agama tersebutlah yang terbaik. Kematangan beragama dapat dilihat dari perilaku yang ditampilkan oleh seseorang dalam merespon ajaran agamanya, seperti rajin ke tempat ibadah,

(4)

berperilaku baik sesuai tuntunan agama, sering bersedekah dan lain-lain. Oleh karena itu usaha untuk mencapai kematangan beragama tidak terlepas dari pembinaan yang berkesinambungan, baik secara individu maupun kelompok.

Kelompok Studi Islam (KSI) Ulul Albab merupakan kelompok mahasiswa yang giat mengadakan pembinaan kepada para anggotanya. Kelompok ini semuanya adalah mahasiswi UIN Imam Bonjol Padang yang tinggal dalam satu wisma bernama wisma Rabithah, terletak di Jalan Surau Balai kelurahan Anduring Padang.

Fenomena mahasiswa KSI yang lain dari kebanyakan mahasiswa UIN seperti:

1. Memakai jilbab lebih tertutup dan berpakaian lebih longgar. 2. Memakai kaos kaki dan sarung tangan.

3. Memilih tinggal berkelompok yang sering disebut wisma. 4. Sering mengadakan acara-acara keislaman seperti: pengajian

agama, peringatan hari besar islam, tabligh akbar, nasyid. Dll. Disamping itu, mahasiswa yang tergolong ke dalam KSI juga terlihat sering melaksanakan Shalat berjamaah, baik di mesjid kampus maupun di Mesjid/ Mushalla tempat mereka tinggal. Berdasarkan observasi awal peneliti terdapat beberapa wisma yang dihuni oleh mahasiswi UIN Imam Bonjol Padang yang letaknya dekat dengan kampus UIN Imam Bonjol Lubuk lintah. Di antara wisma itu adalah Wisma Rabithah.

(5)

Secara umum di kalangan mahasiswa UIN Imam Bonjol Padang, diketahui bahwa wisma KSI tempat tinggal organisasi terkenal dengan berbagai macam aturan yang mengikat para penghuninya. Seperti adanya pembatasan-pembatasan yang disebutkan di atas, ada juga berbagai kegiatan-kegiatan pembinaan yang wajib diikuti oleh para penghuninya. Umumnya mahasiswa UIN Imam Bonjol Padang lebih memilih tinggal di kos-kosan yang tidak ada aturan-aturan atau pembinaan-pembinaan seperti yang disebut di atas. Mereka lebih memilih bebas mengurus keperluan kuliahnya sendiri tanpa adanya aturan-aturan wisma atau pembinaan-pembinaan yang tentunya menyita waktu mereka.

Namun demikian ternyata masih ada mahasiswi yang memilih tinggal di wisma yang tentunya tidak bisa bebas. Pemilihan itu tentunya dilatarbelakangi oleh adanya motivasi dari para mahasiswi untuk lebih memilih tinggal wisma KSI. Seperti diketahui bahwa motivasi berperan penting bagi individu dalam menentukan pilihannya.

Peneliti berhasil mewawancarai beberapa orang mahasiswi yang tinggal di wisma itu. Peneliti menanyakan tentang motivasi mereka memilih tinggal di wisma KSI. Berikut hasil wawancara tersebut.

JN : Motivasinya adalah karena di wisma itu ada peraturannya ndak kalau di kos tu ndak ado paraturannyo do kalau di kos tu ndk ado do, jadi rasanya ingin memperbaiki diri, kalau di wisma ada aturan, ada agenda ndak, jadi kita semua itu emang diatur untuk mengkaji ajaran islam, kalau di kos tidak ada. Saya dari dulu bukanlah dari agama, kalau di kos mungkin saya jadi nakal, jadi mangkonyo motivasi saya tu di wisma ingin memperbaiki diri, kan di wisma tu visi dan misi nya tu untuk memperbaiki diri, gitu loh.. akhwat-akhwat tu manjadi wanita shalehah. Oo.. niat saya dari dulu tu kalau saya kuliah di IAIN. Malahan orang tua saya itu

(6)

menyuruh untuk tinggal di kos, itu loh. (JN, mahasiswa IAIN Imam Bonjol Padang. Wawancara, 18 November 2016).

JN: Motivasinya adalah karena di wisma itu ada peraturannya gak, kalau di kos itu tidak ada peraturannya kalau di kos itu tidak ada, jadi rasanya ingin memperbaiki diri, kalau di wisma ada aturan, ada agenda juga, jadi kita semua itu memang diatur untuk mengkaji ajaran islam, kalau di kos itu tidak ada. Saya dari dulu bukanlah dari agama, kalau di kos itu mungkin saya jadi nakal, jadi makanya motivasi saya itu di wisma ingin memperbaiki diri, di wisma itu visi dan misinya itu untuk memperbaiki diri, begitu.. akhwat-akhwat itu menjadi wanita shalehah. niat saya dari dulu itu kalau saya kuliah di IAIN. Malahan orang tua saya itu, menyuruh untuk tinggal di kos, begitu loh,, (JN, mahasiswa IAIN Imam Bonjol Padang. Wawancara, 18 November 2016).

Selanjutnya juga diungkapkan oleh seorang mahasiswa:

SF: supaya kita tuh,,a a kak niatnya untuk beribadah, beda yang di kos kan, kalau di kos tu ndak ada yang nyuruh kita tuh untuk melaksanakan beribadah lebih aman di wisma lagi daripada di kos, waktu-waktunya untuk keluar tu ada kalau di kos kan beda, dulu sih ada niatnya untuk tinggal di kos tu kak, hmmm... tapi di bilang kalau di kos tu banyak lah negatif dari kakak kandung lah kak, ada abang yang bilang kan, aaa... bagus di wisma lagi daripada di kos katanya, hmm.. awalnya dulu niatnya di kos aja .. ntuh abang tuh nyuruh di sini aja lah katanya lebih aman, kan kalau di kos kan kak belum tau aman lagi kan kak, apalagi di padang sekarang kan kak, kalau masalah peraturannya kak, gak ada rasa jengkel gtu kan kak, apalagi masalah makanan kan kak, kalau makanan setiap hari makanannya tu tukar-tukar terus kak. Itu aja kak. (SF, Wisma Rabithah. Wawancara, 18 November 2016).

SF: supaya kita itu, kak niatnya untuk beribadah, beda yang di kos-san, kalau di kos itu tidak ada yang menyuruh kita itu untuk melaksanakan beribadah lebih aman di wisma lagi daripada di kos, waktu-waktunya untuk keluar itu ada, kalau di kos beda, dulu sih ada niatnya untuk tinggal di kos itu kak, tetapi di bilang kalau di kos itu banyak hal negatif dari kakak kandung lah kak, ada abang yang mengatakan, bagus di wisma lagi daripada di kos katanya, awalnya dulu niatnya di kos saja, abang itu menyuruh di sini ajalah katanya lebih aman, kalau di kos kan kak, belum tentu aman lagi kan kak, apalagi di padang sekarang kak, kalau masalah peraturannya kak, tidak ada rasa jengkel begitu kak, apalagi masalah makanannya kak, kalau makanan setiap hari makanannya

(7)

itu bertukar-tukar terus kak, itu saja kak. (SF, Wisma Rabithah. Wawancara, 18 November 2016).

Mahasiswa lainnya juga mengatakan:

Motivasi wak dalam masuk wisma iko, partamo di kawan dakek, mangkonyo ikuik kan, aaa tu yang kaduo motivasi tu di kakak ndak kakak dakek do, Cuma kakak dari jauh. Anak apak dari siap tu, aaa katonyo wisma tu kondisi lingkungannyo babedakan tau lah, soalnyo wak kan dari asrama dulu tu jadi memamng cubo bayangkan kalau seandainyo di kos kan berbeda lingkungannyo kan, kalau di wima tu ibadah wak tu lebih terkontrol kan, tau lah ya, jago pagi, kalau di parhatikan kalau anak kos tu kan banyak yang lalai, tu kadang shalat kadang ndak, kan lingkungan tu menentukan sia awak ndak, jadi lingkungan wak maajakan lalai shalat otomatis wak tabaok lalai juo, kan itu masalah biaya nyo tu labiah murah dibanding kos kan kak, dalam satu tahun tu cuma satu juta kan kak. (M, Wisma Rabithah. Wawancara, 18 November 2016).

Motivasi saya dalam masuk wisma ini, pertama di teman dekat, makanya ikut-ikutan, itu yang kedua motivasi itu dari kakak tidak kakak dekat, Cuma kakak jauh. Anak bapak dari sesudah itu, katanya wisma itu kondisi lingkungannya berbeda begitu lah, soalnya saya kan dari asrama dulu itu, jadi memang coba bayangkan kalau seandainya di kos kan, berbeda lingkungannya kan, kalau di wisma itu ibadah saya itu lebih terkontrol, begitulah ya, bangun pagi, kalau di perhatikan kalau anak kos itu, banyak yang lalai, itu kadang shalat kadang tidak, terus lingkungan itu menentukan siapa kita, jadi lingkungan saya mengajarkan lalai shalat otomatis saya terbawa lalai juga kan, itu masalahnya biayanya itu lebih murah dibandingkan kos kan kak, dalam satu tahun itu hanya satu juta kan kak. (M, Wisma Rabithah. Wawancara, 18 November 2016).

Motivasi untuk tinggal di wisma KSI dan tentunya berkaitan erat dengan keinginan untuk mempelajari dan meningkatkan pemahaman terhadap agama yang dipeluknya dan ini merupakan salah satu indikator dari kematangan beragama yang ada pada diri individu. Oleh karena itu untuk kasus ini, peneliti ingin bagaimana mahasiswi UIN Imam Bonjol tersebut memilih tinggal di wisma dari pada di kos. Dengan demikian

(8)

meneliti tentang motivasi tinggal di wisma tersebut dan mengukur tingkat kematangan beragama para anggota wisma menjadi menarik untuk dilakukan.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas penulis tertarik melakukan suatu penelitian dalam bentuk karya ilmiah dan mengangkatnya dalam sebuah judul “MOTIVASI MAHASISWI TINGGAL DI WISMA SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KEMATANGAN BERAGAMA (STUDI DI WISMA RABITHAH ANDURING PADANG)”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana motivasi mahasiswi memilih tinggal di wisma dan bagaimana kematangan beragama (Studi di Wisma Rabithah Anduring Padang).

C. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini dijabarkan kepada beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana motivasi mahasiswi tinggal di wisma serta implikasinya terhadap kematangan beragama di wisma Rabithah Anduring Padang? 2. Bagaimana kematangan beragama mahasiswi yang tinggal di wisma

(9)

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui motivasi mahasiswi tinggal di wisma serta implikasinya terhadap kematangan beragama di wisma Rabithah Anduring Padang. 2. Untuk mengetahui kematangan beragama mahasiswi yang tinggal di

wisma Rabithah Anduring Padang.

E. Signifikansi Penelitian

Penelitian ini sangat penting dilakukan agar dapat menggambarkan bagaimana motivasi mahasiswi yang tinggal di wisma, dan bagaimana kematangan beragama mahasiswi yang tinggal di wisma Rabithah Anduring Padang.

F. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi motivasi terhadap ilmu pengetahuan khususnya ilmu psikologi seperti: psikologi agama, psikologi belajar, dan masih banyak buku-buku lain yang membahas tentang psikologi.

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini juga dapat memberikan informasi berupa motivasi dan kematangan beragama di Wisma Rabithah Anduring Padang.

(10)

G. Sistematika Penulisan

Untuk mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi ini, maka penulis membuat sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I : Merupakan pendahuluan yang menggambarkan latar belakang masalah, rumusan masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, signifikansi dan keunikan penelitian, manfaat penelitian, penjelasan judul, dan sistematika penulisan.

BAB II : Studi Kepustakaan

Meliputi teori-teori yang mempunyai titik singgung dengan penelitian ini. Dan mengkaji tentang aspek-aspek motivasi dan kematangan beragama.

BAB III : Berisi tentang metodologi penelitian, tipe penelitian, unit analisis penelitian, subjek atau informan penelitian, teknik penggalian data, teknik analisis data penelitian, teknik penjamin kesalihan dalam penelitian.

BAB IV : Berisi tentang hasil penelitian, deskripsi data penelitian, analisis dan interpretasi data ilmiah, interpretasi data normatif.

Referensi

Dokumen terkait

Evaluasi yang didapatkan dari pelaksanaan asuhan kebidanan komprehenshif pada Ny.N tidak terjadi komplikasi lebih lanjut setelah dilakukan asuhan kebidanan secara

Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku, Peraturan Gubemur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 63 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Bantuan Keuangan dan Tata Cara Bagi

Template Dokumen ini adalah milik Direktorat Pendidikan - ITB Dokumen ini adalah milik Program Studi [NamaProdi] ITB. Dilarang untuk me-reproduksi dokumen ini tanpa diketahui

Berdasarkan Layout peta kontur Danau Kelapa Gading yang diolah dengan menggunakan Software Surfer 8 memperjelas bahwa pada bagian utara, timur, barat, dan utara pulau adalah

pasar setempat karena terlalu kecil. Susunan perusahaan daerah itu mungkin mengakibatkan satuan-satuan biaya makin tinggi dibandingkan dengan biaya menyediakan layanan itu dari dalam

Hasil penelitian ini menemukan bahwa (1) sikap sosial siswa kelas V di SD Gugus Srikandi dengan persentase 27,3% berada pada predikat sangat baik, 70,3% berada

Kontroler tidak dapat mengendalikan motor secara langsung, karena tidak cukup menyediakan arus untuk diberikan. Selain itu harus ada rangkaian antarmuka sehingga

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor penyebab kenakalan remaja yang paling dominan di Desa Kemadang, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul adalah