• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA 2021

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA 2021"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

METODE PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN ASPAL PLASTIK

Oleh

Sharfina Luthfiyanti NIM. 15050724019

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

2021

(2)

ii

Kami Panjatkan puji syukur kami ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Yang Telah Melimpahkan Hidayahnya dan memberi kami kesempatan dalam menyelesaikan laporan PKL (Praktik Kerja Lapangan) yang kami buat ini.

Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan PKL II (Praktik Kerja Lapangan ) bagi para Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil dari Fakultas Teknik Universitas Negeri Surabaya, Laporan ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang tahapan metode pelaksanaan perkerasan jalan menggunakan aspal plastik untuk para pembaca maupun penulis.

Kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Purwo mahardi, S.T., M.Sc, selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dalam melaksanakan tugas ini, agar kami dapat menambah pengetahuan dan wawasan.

Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak – pihak terkait PKL yang telah memberikan dukungan moral dan juga bimbingannya kepada kami. Penyusunan Laporan PKL ini dibuat sebaik-baiknya, namun tentu masih banyak kekurangan. Oleh karena itu apabila ada kritik dan saran apapun yang sifatnya membangun bagi penulis, dengan senang hati akan penulis terima.

(3)

DAFTAR ISI

Halaman Judul i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... iii

DAFTAR GAMBAR ...v

Daftar tabel ... vi

BAB I Pendahuluan ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Praktik Kerja Lapangan ... 3

C. Manfaat Praktik Kerja Lapangan ... 3

BAB II Kajian Pustaka ... 4

A. Dasar Teori Umum Jalan ... 4

1. Pengertian Jalan ... 4

2. Klasifikasi Jalan ... 4

3. Perkerasan Jalan ... 5

B. Lapisan Perkerasan Jalan Lentur ... 8

1. Lapis Permukaan (Surface Course) ... 8

2. Lapis Pondasi Atas (Base Course) ... 9

3. Lapis Pondasi Bawah (Sub Base Course) ... 9

C. Kerusakan Jalan ... 10

1. Jalan Retak ... 11

2. Kerusakan Tekstur Perkerasan ... 12

D. Aspal ... 14

1. Pengertian Aspal ... 14

2. Lapisan Beton Aspal ... 15

3. Fungsi Aspal ... 15

E. Limbah Plastik ... 16

BAB III Pelaksanaan dan Pembahasan ... 18

A. Pembahasan ... 18

1. Pekerjaan Persiapan... 19

2. Pekerjaan Tanah Dasar ... 21

(4)

iv

4. Pekerjaan Lapis Pondasi Atas ( Base Course)... 24

5. Pekerjaan Permukaan ( Surface Course) ... 28

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 37

A. Kesimpulan ... 37

B. Saran ... 38

(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1. Struktur Lapisan Perkerasan Jalan Lentur ... 8

Gambar 2. 2. Retak Kulit Buaya ... 11

Gambar 2. 3. Retak Memanjang ... 12

Gambar 2. 4. Jalan Berlubang ... 12

Gambar 2. 5. Pelapukan ... 13

Gambar 2. 6. Kegemukan (bleeding) ... 13

Gambar 2. 7. Jalan Tambalan ... 14

Gambar 3. 1. Skema Tahap Perkerasan Jalan Lentur ... 19

Gambar 3. 2. Pemotongan pohon di kiri kanan jalan ... 20

Gambar 3. 3. Pembersihan pohon dan akar ... 20

Gambar 3. 4. Penggalian tanah dasar ... 21

Gambar 3. 5. Pengangkutan Material dengan dump truck ... 22

Gambar 3. 6. Penghamparan menggunakan backhoe loader... 23

Gambar 3. 7. Penurunan LPA ke lokasi ... 24

Gambar 3. 8. Penghamparan menggunakan motor grader ... 25

Gambar 3. 9. Pemadatan menggunakan vibratory roller ... 25

Gambar 3. 10. Dilakukan sand cone test ... 26

Gambar 3. 11. Tahapan pemilahan dan pencucian plastik ... 29

Gambar 3. 12. Proses pengadukan basah ... 31

Gambar 3. 13. Proses penghamparan aspal ... 33

Gambar 3. 14. Pemadatan tandem roller dan tyre roller ... 35

Gambar 3. 15. Pengambilan sampel dengan core drill ... 36

(6)

vi

Tabel 2. 1. Perbedaan antara perkerasan lentur dan kaku ... 7

Tabel 2. 2. Karakteristik limbah plastik ... 17

Tabel 2. 3. Toleransi Elevasi permukaan relatif ... 29

Tabel 2. 4. Ketentuan limbah plastik hasil cacahan ... 29

Tabel 2. 5. Gradasi Agregat untuk campuran beraspal... 31

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan teknologi yang modern saat ini menuntut mahasiswa lebih berpikir kreatif dan tidak hanya itu mahasiswa juga dituntut untuk lulus dengan memiliki kemampuan yang dapat di aplikasikan dengan baik di dunia kerja. Kemampuan yang dimaksud adalah pengetahuan, keterampilan dan sikap. Agar kemampuan yang diinginkan dapat tercapai, tidak hanya mengikuti perkuliahan di dalam kelas saja, tetapi juga diperlukannya pengalaman di lapangan sehingga mahasiswa dapat membandingkan informasi pada masa di perkuliahan dengan kondisi sebenarnya di lapangan. Hal ini menyebabkan perlu dilakukannya kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL)

Praktik Kerja Lapangan adalah kegiatan akademik yang berorientasi pada pembelajaran mahasiswa yang dilakukan di luar kampus dengan bimbingan dosen, sehingga mahasiswa dapat memiliki gambaran dan pengalaman kerja secara langsung, sekaligus memberikan kesempatan pada mahasiswa untuk mengetahui pengaplikasian teori di bangku perkuliahan dengan yang ada di lapangan. Kegiatan tersebut juga memiliki beberapa macam manfaat salah satunya adalah agar mahasiswa dapat menjadi tenaga kerja yang professional yang siap dalam menghadapi permasalahan yang ada di lapangan baik masalah teknis maupun non teknis. Mahasiswa dapat melakukan tolak ukur seberapa banyak ilmu yang telah diserap pada saat di bangku perkuliahan. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan melakukan praktik industri yang dilakukan di sebuah instansi yang terkait di bidang ke teknik sipilan. Praktik Kerja

(8)

Lapangan (PKL) adalah salah satu matakuliah wajib yang harus ditempuh oleh mahasiswa dengan program studi S1 Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil Universitas Negeri Surabaya.

Jalan merupakan infrastruktur dasar dimana mendorong disribusi barang maupun mobilitas penduduk, sehingga ketersediaan jalan merupakan hal terpenting bagi masyarakat (Frengki, 2018). Kerusakan jalan saat ini semakin sering terjadi sehingga menyebabkan adanya retak pada jalan. Kerusakan jalan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca diantaranya dari intensitas hujan yang tinggi, suhu yang semakin tinggi, dan beban kendaraan yang melintas (Sumiati, 2019). Kerusakan jalan yang semakin tinggi sehingga perlu dilakukan perencanaan struktur perkerasan yang kuat, tahan lama, dan memiliki daya tahan deformasi plastis. Oleh karena itu untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilakukannya penambahan bahan (additive) ke dalam campuran.

Disisi lain plastik merupakan limbah yang memiliki persentase tinggi yang diproduksi di sungai, saluran drainase, selokan sehingga terjadi penyumbatan dan menyebabkan banjir. Sebagian plastik hampir 52% digunakan dalam bentuk produk kemasan, akibatnya lingkungan menjadi tercemar apabila limbah plastik tidak ditangani dengan benar. Berbagai penelitian telah dilakukan dengan menggunakan plastik sebagai bahan tambah campuran aspal (Franky, 2019). Berdasarkan uraian paragraf sebelumnya, penulis tertarik mengambil judul Metode Pelaksanaan Perkerasan Jalan Menggunakan Aspal Plastik. Pengambilan judul tersebut dikarenakan jalan merupakan hal yang penting bagi berlangsungnya mobilitas bagi masyarakat Indonesia sehingga perlu dilakukan metode penambahan bahan yaitu menggunakan plastik. Kegiatan pengamatan tersebut dilakukan di ruas jalan Kedungwuluh Lor Panusupan, Banyumas menggunakan media youtube dan refrensi jurnal.

(9)

3

B. Tujuan Praktik Kerja Lapangan

Tujuan dilaksanakannya kegiatan Praktek Kerja Lapangan ini adalah mahasiswa dapat memahami tahapan – tahapan konstruksi pekerjaan perkerasan jalan menggunakan aspal plastik di daerah di ruas jalan Kedungwuluh Lor Panusupan, Banyumas.

C. Manfaat Praktik Kerja Lapangan

Pelaksanaan praktik kerja lapangan diharapkan mampu memberikan manfaat bagi mahasiswa yang dalam hal ini adalah untuk :

1. Menunjang dan mendukung teori yang telah diberikan. 2. Dapat menganalisa atau mencari kemungkinan

pemecahan masalah yang terjadi pada tahap pekerjaan proyek konstruksi baik tahap perencanaan dan perancangan serta tahap pelaksanaan

3. Agar mahasiswa dapat mengetahui tahap pekerjaan suatu proyek konstruksi

Dengan Praktik Kerja Lapangan ini, diharapkan mahasiswa memperoleh bekal yang cukup dalam berpraktik sebagai pelaku bidang jasa konstruksi, dalam hal ini sebagai perencana professional setelah menyelesaikan studinya nanti.

(10)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Dasar Teori Umum Jalan

Kegiatan proyek telah dikenal sejak dahulu, baik proyek yang sederhana seperti membangun rumah sederhana maupun membuat jalan sebagai sarana infrastruktur penunjang ekonomi masyarakat. Dalam dunia modern dewasa ini proyek pembuatan jalan makin beraneka ragam, canggih, dan kompleks. Maka dalam mendalami tahapan pembuatan jalan menggunakan aspal plastik penulis akan membahas topik mendasar yaitu mengenai beberapa proyek konstruksi. 1. Pengertian Jalan

Jalan adalah sarana transportasi darat yang meliputi seluruh bagian yang digunakan transportasi darat. Begitupun segala perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas yang berada pada permukaan tanah, diatas permukaan tanah, serta diatas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel (Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006). Jalan juga dapat diartikan sebagai transportasi darat yang sangat penting untuk melayani pergerakan angkutan orang dan barang (Sisca, 2014).

2. Klasifikasi Jalan

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang jalan dan peraturan pemerintah republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 menyatakan bahwa klasifikasi jalan umun di Indonesia dibagi menjadi beberapa klasifikasi.

a. Sistem jaringan jalan, untuk sistem jaringan jalan dapat dibagi menjadi dua yaitu jaringan jalan primer adalah pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional,

(11)

sedangkan jaringan sekunder jalan yang digunakan untuk pelayanan distribusi barang dan jasa dikawasan perkotaan. b. Fungsi jalan, klasifikasi berdasarkan fungsi jalan dapat di

jabarkan yaitu jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal dan jalan lingkungan.

c. Status jalan, klasifikasi berdasarkan status dapat dibedakan menjadi 5 macam yaitu jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, jalan desa.

d. Kelas jalan, klasifikasi berdasarkan kelas jalan dibagi 4 macam yaitu jalan bebas hambatan, jalan raya, jalan sedang, dan jalan kecil.

3. Perkerasan Jalan

a. Pengertian Perkerasan Jalan

Perkerasan jalan adalah suatu proyek konstruksi jalan yang telah disusun agar menjadi satu kesatuan yang membentuk suatu perkerasan jalan yang fungsinya sebagai tempat penunjang lalu lintas yang kemudian dari beban lalu lintas disalurkan ke tanah dasar hal ini dimaksud untuk dapat menahan beban lalu - lintas serta tanah terhadap perubahan cuaca yang terjadi. Dilihat dari penyaluran tegangan akibat beban kendaraan maka perkerasan jalan dibagi menjadi dua yaitu perkerasan lentur dan perkerasan kaku (Maharani, 2018).

b. Jenis Perkerasan Jalan

Perkerasan jalan memiliki dua macam jenis diantaranya perkerasan jalan lentur dan perkerasan jalan kaku.

1. Perkerasan jalan lentur

Perkerasan jalan lentur (Flexible pavement) adalah perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya yang memiliki umur rencana bisa sampai 15- 40 tahun, perkerasan lentur lebih banyak digunakan dibandingkan

(12)

dengan struktur perkerasan kaku. Perkerasan lentur umumnya terdiri dari lapisan permukaan yang terbuat dari beberapa campuran agregat dan aspal dan lapisan ini didukung oleh lapisan yang ada dibawahnya yang dapat berupa batu pecah, grevel, campuran agregat dan aspal (asphalt base), lapisan beton (PC concrete), Blok-blok beton atau bahan – bahan lain. Lapisan pendukung tersebut umumnya berada diatas tanah dasar. Keseluruhan lapisan perkerasan lentur secara umum terdiri dari Lapisan tanah dasar (Sub-grade), lapisan pondasi bawah (Sub-base course), lapisan pondasi atas (Base course), lapisan permukaan (Surface course).

2. Perkerasan kaku

Perkerasan kaku atau Rigid pavement sudah lama dikenal di Indonesia. Di Indonesia perkerasan kaku biasa disebut dengan nama jalan beton. Perkerasan ini sudah lama dikembangka di negara negara maju seperti amerika, jepang, jerman dll. Perkerasan kaku ini adalah sebuah konstruksi perkerasan yang susunan lapisannya yaitu digunakan pelat beton yang terletak diatas pondasi atau berada diatas tanah dasar pondasi dan berada langsung di atas tanah dasar (subgrade). Perkerasan kaku ini juga memiliki beton semen sebagai bahan pengikatnya sehingga umur rencana bisa mencapai 15-40 tahun (Maharani, 2018).

(13)

Tabel 2.1 Perbedaan antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku.

Pekerasan Lentur Perkerasan kaku

1 Bahan pengikat Aspal semen

2 Repitisi bahan Timbul rutting (lendutan timbul retak pada pada jalur roda) permukaan 3 Penurunan tanah dasar Jalan bergelombang bersifat sebagai balok

(mengikuti tanah

dasar) diatas perletakan 4 Perubahan temperature -modulus kekakuan berubah modulus kekakuan tidak berubah

-timbul tengangan

dalam yang kecil timbul tegangan dalam yang besar Sumber : Sukirman 1999

c. Fungsi Perkerasan Jalan

Perkerasan jalan memiliki fungsi diantaranya.

1) Menerima dan menyebarkan beban lalu lintas guna memikul beban lalu lintas secara aman dan nyaman, serta sebelum umur rencana yang ditentukan tidak terjadi kerusakan secara signifikan (Prayogo, 2018). Tahan terhadap cuaca dan lingkungan sehingga mengakibatkan perubahan bentuk permukaan jalan seperti retak (cracking), lendutan sepanjang lintasan, bergelombang, dan berlubang.

2) Pemberi kenyamanan dan rasa aman terhadap pengguna jalan. Oleh karena itu pada permukaan jalan perlu memiliki karakteristik kesat sehingga dapat memberikan gesekan yang baik antara muka jalan dan ban kendaraan, tidak mudah terjadi selip apabila terdapat permukaan basah akibat hujan atau kendaraan yang melaju dengan kecepatan tinggi,

(14)

permukaan perkerasan tidak mengkilap sehingga pengguna jalan tidak menerima efek silau yang disebabkan pantulan dari sinar matahari (Andrianto, 2015).

B. Lapisan Perkerasan Jalan Lentur

Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement) memiliki struktur beberapa lapisan diantaranya yaitu lapisan permukaan, lapisan pondasi atas (base course), lapisan pondasi bawah (subbase course) ketiga lapisan itu berada diatas lapisan tanah dasar yang dipadatkan (compacted subgrade) (Mahanggi, 2017).

Gambar 2.1 Struktur lapisan perkerasan jalan lentur

1. Lapis Permukaan (Surface Course)

Lapis permukaan struktur perkerasan lentur terdiri dari campuran agregat dan bahan pengikat yang akan ditempatkan sebagai lapisan paling atas dan biasanya keberadaannya terletak diatas lapis pondasi.

Fungsi dari lapis permukaan adalah

a. Sebagai penahan beban roda yang melintas

b. Sebagai lapisan yang tidap dapat menyerap air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan jalan akibat cuaca Bahan untuk lapis permukaan biasanya sama dengan bahan untuk lapis pondasi dengan persyaratan yang lebih tinggi. Komposisi penggunaan bahan aspal

(15)

diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal memiliki kegunaan tegangan tarik yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda.

2. Lapis Pondasi Atas (Base Course)

Lapis pondasi adalah merupakan bagian dari struktur perkerasan lentur yang letaknya langsung dibawah lapis permukaan.

Fungsi lapis pondasi terdiri dari :

a. Sebagai lapisan kontruksi yang dapat menahan beban roda

b. Sebagai tempat menempelnya lapisan permukaan Bahan untuk lapis pondasi harus memiliki sifat yang cukup kuat dan awet sehingga dapat menahan beban roda yang melintas. Sebelum dilakukan suatu konstruksi pemilihan bahan untuk pondasi hendaknya dilakukan penyelidikan dan dilakukan pertimbangan sebaik baikanya sehubungan dengan persyaratan teknik. Bahan lapis pondasi yang dapat digunakan antara lain : batu pecah, kerikil pecah yang distabilisasi dengan semen, pozzolan, atau kapur.

3. Lapis Pondasi Bawah (Sub Base Course)

Lapis pondasi bawah merupakan bagian lapisan yang letaknya berada diantara tanah dasar dan lapis pondasi. Biasanya terdiri dari material berbutir yang dipadatkan, distabilisasi ataupun tidak, atau lapisan tanah yang distabilisadi. Fungsi lapis pondasi bawah antara lain:

a. Sebagai lapisan yang mendukung dan menyebar beban roda yang melintas.

b. Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar lapisan yang ada diatasnya dapat dikurangi ketebalannya.

(16)

c. Untuk mencegah tanah dasar yang dapat masuk ke dalam lapis pondasi. Lapis pondasi bawah diperlukan dikarenakan terlalu lemahnya daya dukung tanah terhadap roda alat berat atau karena kondisi lapangan yang diharuskan menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca. Bahan yang digunakan yaitu campuran tanah setempat dengan kapur atau semen Portland, dalam beberapa hal sangat dianjurkan agar dapat memperoleh kestabilan konstruksi.

d. Lapisan tanah dasar (subgrade)

Tanah dasar merupakan permukaan tanah semula atau permukaan galian yang telah dipadatkan dan nerupakan permukaan dasar yang digunakan untuk perletakan bagian bagian perkerasan lainnya. Kekuatan yang didapatkan tergantung pada sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar (Munggarani, 2017).

C. Kerusakan Jalan

Jalan merupakan prasarana yang penting dalam memperlancar kegiatan hubungan perekonomian baik antara satu kota dengan kota yang lainnya, baik dari kota dengan desa, terutama untuk adanya kesinambungan distribusi barang dan jasa (Munggarani, 2017). Kondisi jalan yang baik sangat berguna untuk mobilitas penduduk dalam berlangsungnya hubungan perekonomian maupun kegiatan sosial lainnya.

(17)

Sendangkan jika terjadi masalah kerusakan jalan maka dapat menimbulkan kecelakaan. Kerusakan – kerusakan yang terjadi tentu memiliki pengaruh pada keamanan dan kenyamanan pengguna jalan (Udiana, 2014) sehingga perlu dilakukan peningkatan mutu aspal hal ini dapat dilakukan dengan menambah bahan aditif seperti polimer, plastik, arang, atau aspal modifikasi (Rahmawati, 2015). Perkerasan jalan merupakan suatu komponen yang sangat penting dalam memenuhi pergerakan atau berjalannya suatu lalu lintas. Beberapa kerusakan pada jalan sebagai berikut.

1. Jalan Retak

Kerusakan jalan yang menyebabkan retak terjadi apabila tegangan tarik pada aspal tersebut melebihi dari tegangan tarik maksimal. Terdapat beberapa tipe retak diantaranya sebagai berikut.

a. Retak kulit buaya

Retak kulit buaya ialah retak kecil – kecil menyerupai kulit buaya yang memiliki ukuran lebar lebih besar atau sama dengan 3 mm.

Gambar 2.2 Retak kulit buaya

b. Retak memanjang adalah retak yang terjadi pada permukaan perkerasan jalan yang secara memanjang dan retak ini biasanya memiliki bentuk tunggal atau berderet yang sejajar.

(18)

Gambar 2.3 Retak memanjang

c. Retak melintang adalah retak tunggal yang melintang pada permukaan perkerasan jalan.

2. Kerusakan Tekstur Perkerasan

Kerusan tekstur perkerasan merupakan kehilangan material pengikat jalan yang terjadi berangsur-angsur dari permukaan. Ada beberapa jenis kerusakan tekstur perkerasan.

a. Lubang

Lubang yaitu terjadi lekukan permukaan perkerasan dikarenakan hilangnya material pada pondasi atau adanya aus pada lapisan.

(19)

b. Pelapukan dan butiran lepas

Adanya disintegrasi pada permukaan perkerasan aspal dari permukaan menuju kebawah ataupun dari pinggir ke dalam.

Gambar 2.5 Pelapukan c. Kegemukan (bleeding)

Kegemukan pada jalan merupakan adanya penggunaan aspal pengikat yang terlalu berlebihan dan campuran tidak merata mengakibatkan adanya kegemukan pada Sebagian permukaan.

(20)

d. Tambalan

Tambalan (patch) merupakan penutupan bagian permukaan jalan yang mengalami kerusakan atau permukaan jalan tidak rata. Hal ini membuat adanya gangguan terhadap kenyamanan pada pengguna jalan (Prasetyo, 2017).

Gambar 2.7 Jalan Tambalan D. Aspal

1. Pengertian Aspal

Aspal adalah material yang telah digunakan sebagai bahan perkerasan jalan raya, bahan ini digunakan untuk perkerasan jalan karena hasil akhirnya yang baik dan nyaman sebagai perkerasan lentur (Pratama, 2016). Aspal adalah bahan yang larut dalam karbon disulfida yang mempunyai bahan yang larut yang mempunyai sifat tidak tembus air dan mempunyai sifat adesi atau memiliki daya lekat sehingga dapat digunakan dalam campuran perkerasan jalan dimana aspal digunakan sebagai bahan pengikatnya. Aspal merupakan material yang memiliki warna hitam sampai

(21)

dengan warna coklat tua dimana terdapat temperature ruang yang berbentuk padat sampai dengan semi padat, dengan memiliki unsur utama bitumen sebagai hasil kondensat dalam destilasi destruktif dari batu bara, minyak bumi, atau material organik lainnya (Mashun, 2010). Apabila temperature tinggi maka aspal akan mencair dan pada saat temperature menurun maka aspal dapat kembali menjadi keras (padat) sehingga aspal merupakan material yang termoplastis. Bersama dengan agregat, aspal adalah material pembentuk campuran perkerasan jalan. Jumlah aspal dalam campuran perkerasan berkisar antara 4-10% berdasakan berat campuran, atau 10-15% berdasarkan volume campuran (Sukirman, 2003).

2. Lapisan Beton Aspal

Lapisan beton aspal merupakan jenis perkerasan jalan yang yang memiliki komposisi campurannya diantaranya campuran agregat dan aspal yang bergradasi menerus, dicampur, dihampar dan dipadatkan (Fitri, 2018). Fungsi lapisan aspal beton diantaranya.

a. Sebagai pendukung beban kendaraan yang melintas

b. Sebagai pelindung kontruksi dibawahnya dari kerusakan akibat pengaruh air dan cuaca

c. Membuat permukaan jalan yang rata dan tidak licin (Pratama, 2016).

3. Fungsi Aspal

Fungsi Aspal Sebagai Material Perkerasan Jalan Aspal yang dipergunakan sebagai material perkerasan jalan memiliki fungsi diantaranya.

a. Bahan pengikat yaitu memberikan ikatan yang kuat di antara aspal dan agregat maupun sesama aspal.

b. Bahan pengisi, mengisi rongga antar butir agregat dan pori-pori yang ada di dalam butir agregat itu sendiri (Pratama, 2016).

(22)

. E. Limbah Plastik

Plastik adalah material yang terbuat dari produk turunan minyak bumi yang diperoleh dengan melalui proses penyulingan (Sihite, 2020). Karakteristik plastik yang telah memiliki ikatan kimia yang sangat kuat sehingga banyak material yang telah dipakai oleh masyarakat berasal dari plastik. Namun sifat fisik plastik merupakan material yang tidak dapat terdekomposisi secara alami (non biodegradable), sehingga apabila telah digunakan, material yang berbahan baku plastik akan menjadi sampah yang sulit untuk diuraikan oleh mikroba tanah dan dapat mencemarinnya (Wahyudi, 2018).

Konsumsi plastik sendiri di dunia pada tahun 2010 mencapai angka 255 miliar kilogram dan telah mengalami peningkatan sebesar 24,4 % selama kurun waktu 4 tahun (Rizana, 2013). Sedangkan di Indonesia sampah plastik menduduki peringkat kedua dengan penghasil sampah domestik sebesar 5,4 juta ton per tahun. Limbah plastik ini merupakan masalah limbah terbesar di dunia karena bahan plastik sulit diuraikan (Sunarya, 2016).

Berdasarkan jenis produknya terdapat berbagai macam tipe plastik yaitu Polyethylene Terephthalate (PET), High Density Polyethylene (HDPE), Polyvinyl Chloride (PVC), Low Density Polyethylene (LDPE), Polypropylene (PP), Polystyrene (PS) (Hartulistiyoso, 2015).

(23)

Tabel 2.2 Karakteristik limbah plastik

Sumber : Pareira, B. C (2009)

Berdasarkan asalnya, Sampah plastik dibedakan menjadi sampah plastik industri dan juga sampah plastik rumah tangga. Sampah plastik industri berasal dari industri pembuatan plastik sedangkan sampah plastik rumah tangga yaitu hasil dari aktivitas manusia sehari-hari misalnya plastik kemasan maupun plastik temoat makan maupun minuman (Syamsiro, 2013). Sifat plastik sendiri dikelompokkan menjadi dua macam yaitu thermoplastic dan thermosetting. Thermoplastic merupakan bahan plastik yang apabila digunakan membuat material tertentu dapat di daur ulang dan dapat dibuat menjadi bentuk material yang lain dengan proses pemanasan. Sedangkan thermosetting apabila telah dibuat tidak dapat di daur ulang kembali (Wahyudi, 2018).

(24)

BAB III

PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

A. Pembahasan

Perkerasan jalan lentur merupakan perkerasan yang dengan menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya. Lapisan lapisan perkerasannya memiliki sifat memikul dan dapat menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. Kebutuhan jalan untuk campuran beraspal di seluruh wilayah terus mengalami peningkatan. Menurut Binamarga Tahun 2018 telah menjelaskan bahwa kualitas bahan campuran beraspal memiliki pengaruh terhadap mutu campuran beraspal. Hal ini ditambah adanya peningkatan volume lalu lintas baik terjadi akibat beban lalu lintas maupun cuaca di Indonesia yang beriklim tropis menjadi alasan utama ditemukannya kerusakan jalan. Disisi lain permasalahan lain yang ada di sektor lingkungan yaitu adanya pencemaran plastik baik dari tanah maupun pencemaran yang ada di perairan baik dari plastik kresek maupun botol plastik.

Dalam pembahasan ini akan dibahas mengenai tahapan – tahapan konstruksi pekerjaan perkerasan jalan menggunakan aspal plastik di daerah di ruas jalan Kedungwuluh Lor Panusupan, Banyumas. Proses pekerjaan perkerasan jalan menggunakan aspal plastik dapat dilihat pada skema tahapan perkerasan jalan lentur.

(25)

Gambar 3.1 Skema Tahap Perkerasan Jalan Lentur 1. Pekerjaan Persiapan

Pekerjaan persiapan adalah pekerjaan dimana awal kegiatan kontruksi dimana meliputi kegiatan – kegiatan pendahuluan guna mendukung permulaan proyek.

a. Mempersiapkan alat bantu kerja, peralatan yang dapat digunakan yaitu secara manual (alat ukur tanah) maupun menggunakan peralatan bermesin (alat berat). b. Dilakukan pembersihan atau pemotongan pohon - pohon

yang mengganggu di sekitar daerah yang akan dilakukan proyek pekerjaan jalan yang dapat dilihat pada Gambar 3.2.

(26)

Gambar 3.2 Pemotongan pohon di kiri kanan jalan Pada Gambar 3.3 dilakukan pembersihan sisa – sisa pemotongan pohon dan akar. Pembersihan sisa – sisa pohon tersebut menggunakan excavator yang mana pada bagian depan alat tersebut terdapat bucket.

Gambar 3.3 Pembersihan Pohon dan akar

Excavator sendiri merupakan alat yang berfungsi untuk membersihkan lahan, menggali maupun mengurug tanah (Wiranagari, 2019). Selanjutnya setelah dilakukan pembersihan pohon-pohon maka pohon-pohon tersebut akan diangkut dengan dump truck dan dibuang ke tempat pembuangan.

(27)

2. Pekerjaan Tanah Dasar

Pekerjaan tanah dasar adalah pekerjaan lapisan yang memiliki fungsi sebagai tempat perletakan lapis perkerasan dan mendukung konstruksi perkerasan jalan diatasnya. Pada hal ini dilakukan pekerjaan galian yang digunakan untuk pondasi menggunakan alat excavator yang dapat dilihat pada Gambar 3.3

Gambar 3.4 Penggalian untuk pondasi

Penggalian tersebut diambil sedalam 25 cm, angka tersebut diambil dari dilakukannya tes DCP. DCP adalah alat yang digunakan untuk mengkur daya dukung tanah dasar (Lesayuti, 2011), pengujian dengan menggunakan alat DCP akan menghasilkan data yang setelah diolah akan menghasilkan data CBR lapangan tanah dasar (Permatasari, 2018). Dalam Modul Perkerasan Jalan Departemen Pekerjaan Umum Tahun 2005 menyatakan bahwa semakin tinggi nilai CBR maka jenis tanah tersebut semakin baik daya dukungnya untuk perkerasan jalan. Secara umum nilai CBR yang ekonomis untuk tanah dasar adalah sama dengan atau diatas 6. Namun sebaliknya apabila nilai CBR tanah dasar kurang dari 6 maka harus

(28)

ditingkatkan dengan melakukan pemasangan capping layer atau disebut juga timbunan pilihan (CBR ≥ 10) (Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, Spesifikasi Umum, 2010). Apabila telah dilakukan timbunan, lalu dilakukan pemadatan untuk perletakan bagian lapis perkerasan jalan lainnya.

3. Pekerjaan Lapis Pondasi Bawah (Sub Base Course)

Lapisan ini berada pada bagian atas lapisan tanah dasar. Lapisan ini memiliki kegunaan untuk menyebarkan beban dari lapisan pondasi bawah ke lapisan tanah dasar. Lapis pondasi bawah juga memiliki fungsi untuk mencegah partikel halus masuk ke dalam material perkerasan jalan dan melindungi agar air tidak dapat masuk ke lapisan yang ada dibawahnya. Pada pekerjaan ini menggunakan agregat atau sirtu kelas B, dengan pengangkutan menggunakan drump truk dengan kapasitas 12 kubik yang dapat dilihat pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5 Pengangkutan material dengan drump truck Setelah material telah diturunkan dari dump truk maka selanjutnya dilakukan penghamparan atau diratakan menggunakan alat berat maupun bantuan alat manual

(29)

penghamparan harus dilakukan secara merata (Theresia, 2016). Penebaran material pada pekerjaan lapis pondasi bawah ini dilakukan menggunakan peralatan salah satunya backhoe loader, backhoe loader ini memiliki fungsi diantaranya yaitu menebar atau menghampar material yang sudah dicampur sesuai dengan yang dibutuhkan. Penghamparan akhir lapisan pondasi bawah ini harus sampai pada ketebalan dan kemiringan melintang jalan yang diminta harus dilaksanakan dengan kelonggaran kira-kira 15 %, penurunan ketebalan pemadatan lapis pondasi bawah (Adiwijaya, 2019).

Gambar 3.6 Penghamparan menggunakan backhoe loader Sebelum dilakukan pemadatan dilakukan pengairan, pekerjaan ini sifatnya kondisional sesuai dengan kebutuhan yang ada di lapangan, apabila kadar air yang dibutuhkan berada dibawah batas optimum maka diberikan air sesuai kebutuhan dilapangan begitupun sebaliknya apabila kadar air melebihi kadar optimum maka dilakukan pengeringan sampai kadar air tersebut mencapai batas optimum (Adiwijaya, 2019). Selanjutnya proses penggilasan atau pemadatan, pada tahap ini penggilasan bergerak secara terus menerus sampai permukaan telah merata, proses penggilasan

(30)

menggunakan alat vibratory roller, vibratory roller ini mempunyai efisiensi pemadatan yang sangat baik. Pada pemadatan ini menggunakan vibratory roller dengan berat 10 ton minimal 6 kali bolak balik dalam melintasi jalur tersebut dengan mode getarnya untuk memberikan gaya dinamis pada tanah, pada proses ini pemadatan harus dimulai pada bagian yang rendah dan bergerak sedikit demi sedikit ke bagian yang tinggi (Theresia, 2016). Untuk lapis pondasi bawah nilai kepadatan lapangan diisyaratkan minimal 90% dari nilai kepadatan maksimum laboratorium (Akbar, 2015). Nilai tebal kepadatan maksimum tidak boleh melebihi 20 cm (Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, Spesifikasi Umum 2018).

4. Pekerjaan Lapis Pondasi Atas ( Base Course)

Pekerjaan lapis pondasi atas adalah lapisan perkerasan yang letaknya berada diantara lapisan pondasi bawah dan lapisan permukaan. Bahan bahan yang diperlukan untuk lapis pondasi atas ini harus cukup kuat dan awet sehingga dapat menahan beban – beban roda. Pada pekerjaan lapis pondasi ini menggunakan tipe agregat kelas A (LPA) dengan pengangkutan yang ada di lapangan menggunakan dump truck dengan kapasitas 12 kubik.

(31)

Setelah material diturunkan selanjutnya dilakukan penghamparan, dalam tahap penghamparan ini dilakukan sistem buka tutup jalan agar tidak terjadi kemacetan yang berkepanjangan. Pada saat penghamparan material LPA maka digunakan motor grader yang gunanya untuk meratakan lapisan pondasi atas dan untuk pembentukan jalan.

Gambar 3.8 Penghamparan menggunakan motor grader Setelah hamparan telah selesai dilakukan oleh motor grader lalu dilakukan penyiraman air pada hamparan pondasi dan setelah itu dilakukan pemadatan menggunakan vibratory roller yang dapat dilihat pada Gambar 3.9.

(32)

Pada proses pemadatan yang dilakukan oleh vibratory roller sekitar 10 ton minimal 6 kali bolak balik dalam melintasi jalur tersebut sambil mengaktifkan mode getarnya, yang mana hal ini dilakukan agar memberikan tekanan dan getaran terhadap material yang dipadatkan agar udara yang terperangkap pada material dapat keluar secara berangsur-angsur (Wiranagari, 2019). Untuk nilai kepadatan lapangan minimal 90% dari kepadatan maksimum laboratorium (Akbar, 2015). Pemadatan tersebut dilakukan agar lapisan lapisan yang telah dihamparkan dapat memiliki kepadatan dengan tebal lapisan sebesar 20 cm (Nurhayati, 2015). Pemadatan harus dilakukan apabila kadar air dari bahan berada dalam rentang 3% dibawah kadar air optimum sampai 1 % diatas kadar air optimum.

Gambar 3.10 Dilakukan Sand cone Test

Setelah dilakukan pemadatan lalu dilakukan pekerjaan leveling pekerjaan ini adalah proses dimana mengukur beda ketinggian antara satu titik dengan titik lain karena lengkung bumi akan mempengaruhi hasil dari leveling, semua lapis fondasi agregat tidak boleh memiliki ketidakrataan yang dapat menampung air sehingga

(33)

terdapat nilai toleransi elevasi yang dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Toleransi Elevasi Permukaan Relatif Terhadap Rencana

Bahan dan Lapisan Fondasi Agregat

Toleransi Elevasi Permukaan relatif terhadap elevasi

rencana Lapis Fondasi Agregat Kelas B digunakan

sebagai Lapis Fondasi Bawah (hanya

permukaan +0 cm atas dari lapisan fondasi bawah) -2 cm

Permukaan Lapis Fondasi Agregat Kelas A

+0 cm -1cm Bahu jalan tanpa penutup aspal dengan

lapis +1,5 cm

fondasi agregat kelac C atau kelas S, dan

lapis -1,5 cm

Drainase

Sumber: (Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, Spesifikasi Umum 2018).

Setelah dilakukan leveling dilakukan Sand cone Test untuk mencari nilai kepadatan dari lapisan perkerasan di lapangan yang yang ada pada Gambar 3.9 selanjutnya akan dibandingkan nilai kepadatan di Laboratorium dengan dilakukannya Proctor Test. Kedua pengujian tersebut dilakukan untuk mencari nilai derajat kepadatan tanah. Hasil akhir dari Sand cone Test yaitu berupa tabel sedangkan hasil akhir dari Proctor Test yaitu berupa tabel dan grafik, hal ini digunakan agar dapat menemukan perbandingan nilai antara di laboratorium dan di lapangan.

(34)

5. Pekerjaan Permukaan ( Surface Course) a. Tahap pencampuran limbah plastik

Pada tahap pekerjaan permukaan adalah tahap dimana limbah plastik dicampurkan dengan aspal, sampah plastik digunakan karena sampah plastik di laut Indonesia menduduki peringkat 2 setelah Cina diperkirakan 10% dari total sampah plastik dunia atau sekitar 0,48 – 1,29 juta metric ton berakhir sebagai sampah lautan dan sampah tersebut didominasi oleh kantong plastik (kresek) dan plastik tidak laku (residu) yakni sebesar 62 % (Jambeck, 2015). Kantong plastik digunakan karena merupakan polimer dari jenis plastomer dan memiliki potensi untuk digunakan sebagai bahan tambah perkerasan jalan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan (Pusjatan) tahun 2017 telah melakukan penelitian dengan hasil bahwa campuran beraspal panas dengan bahan tambah limbah plastik menunjukkan peningkatan nilai stabilitas marshall 40% dan memiliki ketahanan terhadap deformasi dan retak lelah pada kadar limbah plastik tertentu dibandingkan dengan campuran beraspal panas standar. Penambahan limbah plastik dapat ditambahkan hanya sekitar 4% sampai dengan 6 % terhadap berat aspal (Susanto, 2019). Penggunaan yang lebih dari 6 % harus mendapat persetujuan dari pengawas pekerjaan (Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, Spesifikasi Khusus 2017).

Bahan yang digunakan pada pembuatan aspal limbah plastik ini dibatasi yaitu menggunakan kantong plastik atau berjenis plastik LPDE (Low Density Poly Ethylene). Tahap awal dilakukan pemilahan kantong kresek dan dilakukan pencucian, Setelah tahap pencucian dilakukan selanjutnya tahap pencacahan pada tahap ini cacahan

(35)

harus bersih dan kering dan terbebas dari bahan organik, setelah proses pengeringan maka selanjutnya dilakukan packing.

Gambar 3.11 Tahapan pemilahan dan pencucian plastik Setelah tahap pencucian dilakukan selanjutnya tahap pencacahan pada tahap ini cacahan harus bersih dan kering dan terbebas dari bahan organik, dalam proses pencacahan terdapat ketentuan atau persyaratan ukuran dari limbah plastik tersebut yaitu dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Ketentuan limbah plastik hasil cacahan

Pengujian Persyaratan

Ukuran butir lolos saringan 3/8 inch (9,5 mm) % 100 Ukuran butir lolos saringan No 4 (4,75 mm) % 90

Ketebalan (mm) Maks. 0,07

Kadar air (%) Maks. 5

Titik leleh (°C) 100-120

Sumber: Bina Marga, Spesifikasi khusus aspal limbah plastik 2017

Proses pencacahan harus sesuai dengan persyaratan baru bisa dilaksanakan proses pengeringan maka selanjutnya dilakukan packing.

(36)

Gambar 3.12 Proses pencacahan dan pengeringan Setelah tiap cacahan kantong plastik telah siap maka dilakukan packing yang selanjutnya akan dicampur atau dibawa di aspal mixing plant yang akan dilakukan melalui lubang kontrol pugmill, pugmill merupakan tempat pencampuran semua materil dalam keadaan panas yang terdapat pada Gambar 3.13. Untuk mempermudah pemasukan limbah plastik oleh karena itu limbah plastik dikemas per batch untuk campuran beraspal.

Gambar 3.13 Proses pemasukan limbah plastik

Pada proses pemanfaatan limbah plastik terdapat dua metode yaitu diantaranya wet process dan dry process. Pada pekerjaan ini menggunakan metode dry process dimana limbah plastik dicampurkan pada agregat panas, ketentuan gradasi ukuran agregat untuk campuran beraspal dapat

(37)

dilihat pada Tabel 2.4 yang mana harus memenuhi persyaratan tersebut

Tabel 2.4 Gradasi Agregat untuk campuran beraspal

Sumber: (Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, Spesifikasi Umum 2018)

Setelah memenuhi persyaratan maka dilakukan pencampuran agregat panas dan plastik dengan suhu kurang lebih antara 160˚C dan 170˚C lalu diaduk kurang lebih 10 detik agar limbah plastik dapat menyelimbuti permukaan agregat

(38)

Setelah pengadukan agregat dan limbah plastik, maka selanjutnya dilakukan pengadukan basah dengan menggunakan penambahan aspal panas dengan suhu kurang lebih antara 160˚C dan 170˚C, proses pencampuran memerlukan waktu kurang lebih 35 detik. Setelah selesai pencampuran aspal panas maka campuran beraspal panas dengan bahan tambah limbah plastik siap digunakan (Bina Marga, Spesifikasi khusus aspal limbah plastik 2017). b. Tahap Pelaksanaan

Setelah dilakukan Sand Cone Test lapisan dibersihkan menggunakan sikat mekanis atau compressor atau dikombinasikan keduanya, pembersihan ini harus dilakukan melebihi 20 cm dari tepi bidang yang akan disemprot kemudian disemprot menggunakan lapisan resap pengikat (prime coat), lapis resap pengikat harus di semprotkan hanya sebentar sebelum dilakukan penghamparan campuran beraspal hal ini dilakukan agar mendapatkan kondisi kelengketan yang tepat. Pada proses ini lapisan tidak boleh dilalui kendaraan selama kurang lebih 4 – 6 jam agar meresap kedalam lapisan pondasi dan mengeras penuh agar tidak terjadi adanya pelunakan lapisan, setelah kering baru dilakukan pengaspalan yang mana waktu pelaksanannya minimum 48 jam dan tidak lebih dari 14 hari.

Setelah tahap penyemprotan lapis resap pengikat selesai maka campuran aspal pen 60/70 dengan bahan tambah limbah plastik di bawa dalam suhu 110˚C dan dituang ke asphalt finisher dengan tebal penghamparan kira-kira 5 cm fungsi dari asphalt finisher sendiri adalah sebelah alat penghamparan. Temperatur hamparan kurang lebih 115 ˚C dan tepinya diratakan dengan pembatas kayu.

(39)

Gambar 3.15 Proses penghamparan aspal

Selanjutnya dilakukan pemadatan terdapat 3 tahap kepadatan.

1. Penggilasan awal yaitu fungsinya kemantapan kedudukan atau posisi butiran. Pelaksanaan penggilasan dilaksanakan setelah penghamparan 0-10 menit, dengan temperatur minimum 110 ˚C menggunakan tandem roller dengan alat pemadat roda baja dengan berat tandem roller 4-6 ton dengan kecepatan 3-4 km/jam yang dilakukan 2-4 lintasan. 2. Penggilasan antara yaitu digunakan dengan alat

pneumatic tire roller dengan berat 10-12 ton dengan susunan roda karet belakang dan depan berselang seling dengan memiliki tekanan ban 70-80 psi, mempunyai kecepatan 5-10 km/jam dan jumlah lintasan 6-8.

3. Penggilasan akhir yaitu fungsinya membentuk dan meratakan kembali gilasan yang telah dihasilkan penggilasan awal dan penggilasan antara sehingga mendapat permukaan yang rata untuk toleransi ketidak rataan maksimum 5 mm. Alat yang digunakan menggunakan tandem roller 6-8 ton dengan kecepatan 5-8 km/jam .

(40)

Untuk kecepatan alat pemadat tidak boleh melebihi 4 km/ jam untuk roda baja sedangkan 10 km/jam untuk roda karet hal ini dilakukan agar tidak mengakibatkan bergersernya campuran tersebut. Pada proses penggilasan roda alat harus dibasahi dahulu untuk mecegah terjadinya pelekatan campuran beraspal pada roda alat pemadat.

Gambar 3.16 Pemadatan dengan tandem roller dan tyre roller

Setelah pemadatan dilakukan diambillah sampel menggunakan alat core drill , alat core drill ini bertujuan untuk menentukan dan mengambil sampel perkerasan dilapangan agar dapat diketahui tebal dan karateristik campuran perkerasan dengan interval 25 meter menggunakan dua titik tepi yang sudah direncanakan (Sriharyani, 2008).

(41)

Lapis Lapis Lapis

Aus Antara Pondasi

112 Min Maks Min Maks Min 15 14 13 Min 65 65 65 Min 2000 Min 3 Maks 6

Stabilitas Marshall sisa(%) setelah

perendaman selama 24 jam, 60°C Min 90

Rongga dalam agregat (VMA) (%) Rongga terisi aspal (%)

Stabilitas Marshall (kg) 900

Pelelehan (mm) 2

4 Rasio Partikel lolos ayakan 0,075

mm dengan kadar aspal efektif

0,6 1,4

Rongga dalam campuran (%) 3,0

5,0 Laston Limbah Plastik

Jumlah tumbukan per bidang Sifat - sifat Campuran

75

)

Tabel 2.5 Ketentuan sifat campuran beraspal panas

Sumber: Bina Marga, Spesifikasi khusus aspal limbah plastik 2017

Sampel yang telah diambil langsung dibawa ke Lab untuk dilakukan Tes Marshall dengan beberapa ketentuan yang ada pada Tabel 2.5. yang apabila dijabarkan yaitu nilai kepadatan, stabilitas, kelelehan, hasil bagi marshall, VFA, dan VMA. Benda uji Tes Marshall harus dibuat dari setiap penghamparan percobaan contoh sampel dapat diambil dari instalasi truk pencampur aspal, yang mana dibawa ke laboratorium dalam kotak yang terbungkus rapi lalu disiapkan benda uji yang mana berat agregat yang dapat menghasilkan satu benda uji padat setinggi 6,35 cm dengan diameter 10,2 cm, campuran beton aspal dipanaskan sampai mencapai suhu kurang lebih 150 ˚C lalu campuran beton aspal panas tersebut dituangkan ke dalam mold lalu tusuk campuran sebanyak 25 kali lalu dilapisi dengan kertas dan lakukan pemadatan sebanyak 75 tumbukan.

(42)

Gambar 3.17 Pengambilan sampel dengan core drill Alat dibalik dan dengan dilakukan tumbukan yang sama yaitu 75 tumbukan (Sriharyani, 2008). Setelah itu keluarkan benda uji lalu dilakukan Tes Marshall. Dari data yang telah diperoleh setelah melaksanakan pengujian, selanjutnya didapatkan data tersebut yang sudah diproses berdasarkan rumus-rumus yang mengaju pada standart pengujian dan akan mendapatkan nilai kepadatan. Kepadatan tersebut akan menjadi kepadatan standar kerja apabila pemadatan campuran beraspal terhampar dalam pekerjaan yang harus dibandingkan dengan sampel yang diambil dari instalasi truck pencampur aspal.

(43)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Simpulan yang didapatkan dari tahapan pelaksanaan pekerjaan jalan pada daerah di ruas jalan Kedungwuluh Lor Panusupan, Banyumas metode perkerasan jalan lentur menggunakan aspal plastik memiliki beberapa tahapan diantaranya tahap persiapan yang mana merupakan tahap pemotongan pohon-pohon dan pembersihan pohon dan akar, tahap pekerjaan tanah dasar (subgrade) merupakan tahap penggalian pondasi, tahap pekerjaan lapis pondasi bawah (subbase course) merupakan tahap pelapisan agregat kelas B, tahap pekerjaan lapis pondasi atas (base course) merupakan tahap pelapisan agregat kelas A, tahap pekerjaan permukaan pada tahap ini merupakan tahap dilakukan pencampuran limbah plastik LPDE ke dalam aspal dan proses pelapisan aspal. Tahap awal sebelum pencampuran plastik ke dalam aspal maka dilakukan pemilahan kantong plastik, pencucian, pencacahan dan selanjutnya packing. Selanjutnya setelah tahap pelapisan permukaan dilakukan tes marshall.

(44)

B. Saran

1. Dalam menambahkan plastik pada campuran aspal harus sesuai dengan persyaratan agar tidak berpengaruh pada khualitas pada perkerasan lentur.

2. Agar mendapatkan jalan yang sesuai dengan umur rencana diperlukan perawatan jalan untuk mengurangi adanya kerusakan pada jalan.

3. Perlu dilakukan pengaplikasian menggunakan plastik sebagai bahan tambah campuran beraspal pada jalan di indonesia, disamping dalam rangka menggurangi kantong plastik juga penambahan plastik pada aspal dapat memiliki ketahanan terhadap deformasi dan retak.

(45)

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, 2015. Tinjauan Mutu Agregat Lapisan Pondasi Bawah Pada Perkerasan Jalan Batas Kota Lhokseumawe-Panton Labu. Jurusan Teknik Sipil. Universitas Malikussaleh. Vol.5 No.2. ISSN 2088-0561.

Andri, 2017. Teknik Pelaksanaan Pengaspalan Jalan. [Online] Available at : https://www.youtube.com/watch?v=Mt-6M3PsOjI&t=160s [Accessed 26 September 2020].

Andrianto, Fajar. 2015. Evaluasi Tingkat dan Jenis Kerusakan Perkerasan Jalan Menggunakan Metode PCL (Pavement Condition Index) Pada Ruas Jalan Jatilawang Rawalo. Purwokerto : Universitas Muhammadiyah Purwokerto Bina Marga, 2010. Spesifikasi Umum 2010, Balai Besar

Pelaksanaan Jalan Nasional V, Yogyakarta : Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum Bina Marga, 2017. Spesifikasi Khusus 2017, Interm Campuran

Beraspal Panas Menggunakan Limbah Plastik, Jakarta : Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum.

Bina Marga, 2018. Spesifikasi Umum 2018, Pekerjaan Konstruksi Jalan Dan Jembatan (Revisi 2), Jakarta : Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum. Chandra,2018. Video Penerapan Aspal Plastik. [Online] Available

at : https://www.youtube.com/watch?v=c7zQACi6-H4 [Accessed 26 September 2020].

Ditbin, 2018. Video Teknologi Aspal Plastik. [Online] Available at :https://www.youtube.com/watch?v=jMDJlnxfU6M&t= 351s [Accessed 26 September 2020].

(46)

Fitri, 2018. Pengaruh Penambahan Limbah Plastik Kresek Sebagai Subsitusi Aspal Pen 60/70 Terhadap Karakteristik Campuran Laston AC – BC. Jurnal Teknik Sipil. Vol.1 No.3. pp 737-748.

Frengki, 2018. Pemanfaatan Limbah Plastik Sebagai Bahan Tambah Campuran Aspal Pada Pekerasan Jalan Ac-Wc Terhadap Nilai Marshall. Universitas Medan Area. Frengky, 2019. Pengaruh Limbah Plastik Pet (Polyethylene

Terephthalate) Terhadap Nilai Kadar Aspal Optimum Campuran AC-WC. Bandung:Universitas Hasanudin. ISSN 2477.

Lesayuti, 2011. Korelasi Nilai California Bearing Ratio (CBR) dan Dynamic Cone Penetrometer (DCP) Pada Tanah Ekspansif Yang Distabilisasi Dengan Pasir, Semen, Dan Kapur. Universitas Indonesia.

Mahanggi, 2017. Penentuan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur Berdasarkan Lendutan Balik Pada Ruas Jalan Nani Wartabone Kabupaten Bone Bolango. Vol.5 No.1.

Maharani, 2018. Perbandingan Perkerasan Kaku Dan Perkerasan Lentur (Studi Kasus Ruas Jalan Raya Pantai Prigi – Popoh Kab. Tulungagung). Jurnal Perencanaan dan Rekayasa Sipil. Vol.1 No.2.

Munggarani, 2017. Kajian Faktor-Faktor Penyebab Kerusakan Dini Perkerasan Lentur Dan Pengaruhnya Terhadap Biaya Penanganan. Jurnal Infrastruktur. Vol.3 No.01. Nurhayati, 2015. Analisis Tebal Lapisan Perkerasan Dengan

Metode Bina Marga 1987 Dan AASHTOO 1986. Universitas Islam Bekasi.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, 2004, PP No. 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, Jakarta.

(47)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, 2006, PP No. 34 Tahun 2006 Tentang Jalan, Jakarta.

Permatasari, 2018. Analisis Kepadatan Tanah Dengan Menggunakan Alat DCP (Dinamic Cone Penetration) Di Desa Sungai Loban Kabupaten Tanah Bumbu. Politeknik Negeri Banjarmasin. ISSN 2341-5670.

Pratama, 2016. Pengaruh Penggunaan Sampah Botol Plastik Sebagai Bahan Tambah Pada Campuran Lapis Aspal Beton (Laston). Jurnal Teknik Sipil. Fakultas Teknik Untan.

Prayogo, Anang. 2018. Penentuan Kriteria Dalam Pemilihan Jenis Perkerasan Pada Dataran Tinggi Di Kabupaten Trenggalek. Its Journal Of Civil Engineering. Vol. 33 No.1.

Rudi, 2017. Aspal Plastik Pusjatan. [Online] Available at : https://www.youtube.com/watch?v=rgeWHOgzFqg&t =204s [Accessed 26 September 2020].

Sihite, 2020. Pengaruh Penambahan Plastik Bekas Tipe Polyethylene Terephthalate (Pet) Terhadap Daya Lekat Campuran Laston Lapis AC-WC. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil. Vol.9 No.1. hal 59-69.

Sukirman, Silvia. 1999. Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Jalan. Bandung : Nova.

Sumiati, 2019. Perkerasan Aspal Beton (AC-BC) Limbah Plastik HDPE Yang Tahan Terhadap Cuaca Ekstrem. Construction and Material Journal. Vol.1 No.1.

Susanto, 2019. Evaluasi Kinerja Campuran Beraspal Lapis Aus (AC-WC) dengan Bahan Limbah Plastik Kresek. Jurnal Aplikasi Teknik Sipil. Vol.17 No.2. pp 27-36

Theresia, 2016. Metode Pelaksanaan Lapis Pondasi Atas (Base Course) Pada Ruas Jalan Wailan-G Lokon Kota Tomohon.

(48)

Udiana, 2014. Analisa Faktor Penyebab Kerusakan Jalan (Studi Kasus Ruas Jalan W. J. Lalamentik Dan Ruas Jalan Gor Flobamora). Jurnal Teknik Sipil Undana Kupang. Vol.III No.01.

Wahyudi, 2018. The Utilization Of Plastic Waste As Raw Material For Producing Alternative Fuel. Jurnal Litbang. Vol. XIV No.1. hal 58-67.

Gambar

Gambar 2.1 Struktur lapisan perkerasan jalan lentur
Gambar 2.2 Retak kulit buaya
Gambar 2.3 Retak memanjang
Gambar 2.6 Kegemukan (bleeding)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adding an operational database to this architecture solved three pain points: it provided an extremely fast consolidated ingest point for high-velocity feeds of inbound IoT data;

Pengambilan data untuk fenomena flashback ini digunakan dengan cara eksperimental Parameter yang dicari atau variabel bebas dalan kajian eksperimen ini adalah rasio

Pada paper ini kode rantai digunakan untuk memudahkan pengambilan ciri dari suatu karakter tulisan tangan yang diambil secara online dan dapat digunakan untuk tahapan pengenalan

Dari yang dikemukakan oleh para ahli tersebut, dapat dilihat dari data yang diperoleh di lapangan dalam masalah penempatan sampah ditengah permukiman warga

Saat menjad penelt LeMgas nlah a dan koleganya melakukan kajan eksplotas pada hampr semua lapangan mnyak dan gas yang besar yang tersebar d tanah ar,

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak yang ditimbulkan konversi lahan sawah terhadap produksi padi di Kabupaten Bantul dan mengetahui faktor-faktor

Praktikum Ekologi Tumbuhan yang berjudul Lower Crop Community (LCC) ini bertujuan untuk mengetahui distribusi, nilai penting, kontribusi masing-masing spesies, mengetahui pengaruh

[r]