• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENELITIAN PENGEMBANGAN BUKU AJAR PENDIDIKAN MATEMATIKA III BERPENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK DAN PERUBAHAN KONSEPTUAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PENELITIAN PENGEMBANGAN BUKU AJAR PENDIDIKAN MATEMATIKA III BERPENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK DAN PERUBAHAN KONSEPTUAL"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENELITIAN

PENGEMBANGAN BUKU AJAR PENDIDIKAN

MATEMATIKA III BERPENDEKATAN PENDIDIKAN

MATEMATIKA REALISTIK DAN PERUBAHAN

KONSEPTUAL

Oleh

Drs. I Gusti Ngurah Japa, M.Pd.

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

TAHUN 2013

(2)
(3)

PENGEMBANGAN BUKU AJAR PENDIDIKAN MATEMATIKA III BERPENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK DAN

PERUBAHAN KONSEPTUAL ABSTRAK

Penelitian pengembangan yang dilakukan memiliki tujuan untuk menghasilkan buku ajar mata kuliah Pendidikan Matematika III yang akan digunakan sebagai salah satu sumber belajar bagi mahasiswa PGSD semester V. Pengembangan buku ajar ini menggunakan model pengembangan ADDIE Model, yang terdiri atas 5 tahap yaitu: (1) analisis (analyze), (2) perancangan (design), (3) pengembangan (development), (4) implementasi (implementation), (5) evaluasi (evaluation). Pada penelitian ini, mengingat keterbatasan waktu dan dana, peneliti hanya melaksanakan sampai tahap analisis dan perancangan. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian pengembangan ini adalah angket dan pedoman wawancara. Data dianalisis secara deskriptif. Berdasarkan hasil analisis data terungkap bahwa buku ajar yang disusun telah memenuhi syarat kelayakan. Tingkat kelayakan isi buku sebesar 81,43% dengan kategori baik. Kelayakan desain buku sebesar 91,11% dengan kategori sangat baik. Kelayakan media sebesar 91,43% dengan kategori sangat baik. Setelah dilakukan revisi sesuai dengan masukan para ahli dilakukan uji terbatas. Tingkat kelayakan uji terbatas perorangan mahasiswa diperoleh sebesar 84,91% dengan kategori baik, uji kelayakan dari dosen diperoleh sebesar 78,18% dengan kategori baik, dan uji kelompok/kelas diperoleh sebesar 83,52% dengan kategori baik. Berdasarkan temuan tersebut disarankan para dosen hendaknya berupaya mengembangkan materi buku ajar sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik mahasiswa di Jurusan PGSD untuk mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Bagi peneliti lain, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh penerapan buku ajar pendidikan matematika III berpendekatan pendidikan matematika realistik dan perubahan konseptual.

(4)

The Development of Mathematics Education Modul 3 with Realistic Mathematics Educational Approach and Conceptual Change

Abstract

This developmental research aimed at producing mathematics education modul 3 that could be used as a learning source for the students of the primary school teacher education semester 5. ADDIE model was used in the research consisting of 5 steps, namely, (1) analyze, (2) design, (3) development, (4) implementation, and (5) evaluation. Based on the limitation of time and expenditure, the researcher only did the two steps, namely analyze and design. The instruments used in the research were questionnaire and interview. The data were analyzed descriptively. Based on the data analysis, the modul was fit with the needed requirement. The content requirement was 81.43% categorized good. The design requirement was 91,11% categorized very good. The media requirement was 91.43% categorized very good. The try-out was done after revision given by the experts. The requirement of the student’s try-out was 84.91% categorized good, that of the lecturer was 78.18% categorized good, and group try-out was 83,52% categorized good. Based on the findings it is suggested that the lecturers try to develop modul materials in accordance with the need and characteristics of the students in the primary school teacher education for achieving the optimal learning achievements. It is also suggested to other researchers to continue the research in order to find out the influence of mathematics education modul 3 with the realistics mathematics educational approach and its conceptual change.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadapan Ida Hyang Widhi Waça/Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmatNya laporan penelitian pengembangan ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Dalam proses penelitian dan penyusunan laporan ini, kami banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Drs. Ketut Pudjawan, M.Pd., selaku dekan FIP yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian.

2. Prof. Dr. A.A. Istri Ngurah Marhaeni, M.A., selaku ketua lemlit yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan laporan ini

3. Drs. Ign. Wayan Suwatra, M.Pd., selaku ketua Jurusan PGSD, FIP Undiksha yang telah membantu kelancaran peneliti dalam melakukan penelitian.

4. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya laporan ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

Akhirnya, kami berharap semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi kemajuan pendidikan.

Singaraja, November 2013 Peneliti

(6)

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...……… i HALAMAN PENGESAHAN.……… ii ABSTRAK...………... iii ABSTRACT ... iv KATA PENGANTAR………. v DAFTAR ISI……… .. vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ……… 1

1.2 Rumusan Masalah……… 8

1.3 Tujuan Penelitian ………. 8

1.4 Manfaat Penelitian ……….. 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Buku Ajar...………... 10

2.2 Pendekatan Pendidian Matematika Realistik Indonesia (PMRI)…….. 11

2.3 Pengembangan Masalah dalam Pembelajaran Matematika... 17

2.4 Perubahan Konseptual ... 22

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Model Pengembangan...………. 25

3.2 Prosedur Pengembangan…..……… 26

3.3 Uji Coba Produk...……… 27

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 32 4.2 Pembahasan ... 41 BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan ... 45 5.2 Saran ... 45 DAFTAR PUSTAKA.………. 47

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Contoh Matematika Tertutup dan Pengembangannya Menjadi

Masalah Terbuka……… 17

Tabel 2.2 Modifikasi Soal Tertutup Menjadi Soal Terbuka……….. 19

Tabel 3a. Kisi-Kisi Instrumen Angket Uji Ahli Isi……… 30

Tabel 3b. Kisi-Kisi Instrumen Angket Uji Ahli Desain……… 30

Tabel 3c. Kisi-Kisi Instrumen Angket Uji Ahli Media………. 30

Tabel 3d. Kisi-Kisi Instrumen Angket Uji Coba (Mahasiswa dan Dosen)… 40 Tabel 3.2 Konversi Tingkat Kualitas Buku Ajar dengan Skala ……… 531

Tabel 4.1 Hasil Penilaian Ahli Isi terhadap Draft Buku Ajar……… 32

Tabel 4.2 Hasil Penilaian Ahli Desain terhadap Draft Buku Ajar ... 33

Tabel 4.3 Hasil Penilaian Ahli Media terhadap Draft Buku Ajar... 34

Tabel 4.4 Hasil Penilaian Uji Perorangan ... 36

Tabel 4.5 Hasil Penilaian/Tanggapan Dosen terhadap Draf Buku Ajar ... 37

Tabel 4.6 Hasil Penilaian/Tanggapan Mahasiswa terhadap Draf Buku Ajar ... 39

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Alir pembentukan konsep baru dalam perubahan konseptual... 23

Gambar 3.1 Tahapan ADDIE Model ………. 26

(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), pendidikan nasional bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas, 2005). Tampak bahwa dalam tujuan pendidikan nasional tersebut sangat menekankan pengembangan potensi peserta didik menjadi optimal. Pengoptimalan potensi tersebut berkaitan dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM).

Lembaga pendidikan formal, salah satunya perguruan tinggi memegang peranan penting dalam peningkatan SDM bermutu. Dalam bidang pendidikan, Undiksha sebagai salah satu LPTK harus mampu menghasilkan tenaga kependidikan yang andal dan profesional. Peningkatan kualitas lulusan perguruan tinggi dapat dilakukan melalui kegiatan pembelajaran yang berkualitas. Menurut kajian Sudarman (2007) menyatakan bahwa belajar di perguruan tinggi sampai saat ini merupakan pilihan strategis untuk mencapai tujuan individual yang berkompeten. Namun, hal tersebut masih jauh dari harapan karena selama ini pembelajaran di perguruan tinggi masih cukup banyak yang bersifat meneruskan informasi dari dosen kepada mahasiswa. Apaila hal ini tidak segera diatasi melalui penerapan suatu inovasi pembelajaran yang memadai maka akan menjadi pengalaman bagi mahasiswa bahwa setelah mereka menjadi guru akan berlaku yang sama dengan pengalaman kuliahnya. Oleh karena itu, pembelajaran hendaknya memfokuskan pada proses mentransformasi dan tidak sekadar mentransfer pengetahuan begitu saja (Setyosari, 2009). Pengembangan aspek-aspek seperti kerja sama, menghargai pendapat, mengenali diri sendiri dan orang lain, dan sejenisnya perlu ditumbuhkan dalam pembelajaran. Belajar di perguruan tinggi tidak hanya dituntut mempunyai keterampilan teknis, tetapi juga mempunyai daya dan kerangka pikir serta sikap mental, kepribadian, kearifan, dan wawasan yang luas. Semua itu akan dapat dicapai dengan menyiapkan

(10)

sarana/prasarana serta infrasturktur yang memadai serta harus dimanfaatkan secara optimal.

Jurusan PGSD sebagai salah satu jurusan di Undiksha, masih banyak faktor yang perlu dikembangkan seperti: pengembangan perangkat kurikulum, peningkatan kualitas SDM, buku ajar, dan pengembangan sarana dan prasarana lainnya. Dengan demikian, dapat diharapkan bahwa proses pembelajaran yang terjadi di PGSD akan menjadi semakin baik. Salah satu pendukung pembelajaran yang mendesak perlu dikembangkan saat ini untuk melengkapi sarana/prasarana yang telah ada adalah ketersediaan buku ajar yang memadai.

Dengan adanya buku ajar yang memadai, mahasiswa dapat belajar dan mendiskusikan materi ajar sebelum perkuliahan dimulai. Di samping itu, buku ajar juga mampu memberikan tuntunan yang jelas mengenai kompetensi yang ingin dicapai oleh mahasiswa. Namun, berdasarkan pengamatan dan pengalaman peneliti mengasuh mata kuliah matematika di PGSD dapat dijelaskan bahwa (a) dalam mengasuh mata kuliah Pendidikan Matematika III belum ada buku ajar yang memadai, sehingga dosen dan mahasiswa dalam melaksanakan perkuliahan harus mencari materi dari berbagai sumber; (b) sumber yang tersedia juga sangat terbatas; (c) interaksi mahasiswa di kelas saat perkuliahan berlangsung sangat rendah karena sebagian mahasiswa tidak membawa sumber yang ditunjuk oleh dosen; termasuk bahan ajar yang seharusnya dapat diakses di internet. Hal ini akan berpengaruh langsung terhadap optimalisasi proses pembelajaran.

Berdasarkan hasil wawancara, proses pembelajaran kurang optimal juga diakui oleh mahasiswa. Mahasiswa menyatakan sanggup ketika ditugaskan mencari sumber di perpustakaan atau internet. Tetapi, ada beberapa persoalan yang mereka temui, di antaranya: (1) mahasiswa sering menemukan sumber yang materinya kurang valid (tidak lengkap); (2) penulis buku (artikel) di internet sering tidak jelas terutama yang bersumber dari blog. Setelah dianalisis banyak ditemukan miskonsepsi; (3) mahasiswa hanya mengambil materi yang mudah, sedangkan yang relatif sulit di buang karena tidak dipahami, sehingga takut menyajikan; dan (4) mahasiswa menyatakan senang kalau diklarifikasi oleh dosen pengampu mata kuliah di kelas.

(11)

Berdasarkan uraian di atas, dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Matematika III di PGSD, sebaiknya memilih strategi pembelajaran yang tepat dan menggunakan media serta sumber belajar yang memudahkan mahasiswa belajar. Pembelajaran diarahkan kepada pemberdayaan mahasiswa untuk memenuhi tuntutan yang semakin kompleks. Segala permasalahan yang dihadapi oleh dosen dalam pengampu mata kuliah hendaknya ditemukenali, untuk selanjutnya dicarikan solusi pemecahannya melalui kegiatan penelitian. Agar dosen dapat mengembangkan produk-produk pendidikan/pembelajaran yang layak untuk dimanfaatkan dan sesuai dengan kebutuhan, maka perlu kiranya dosen Undiksha melakukan penelitian dan pengembangan (research and development). Penelitian seperti ini akan lebih memfokuskan tujuan untuk menghasilkan dan mengembangkan produk yang layak digunakan dan sesuai dengan kebutuhan mahasiswa.

Oleh karena itu, dipandang penting dan mendesak dilakukan suatu penelitian pengembangan yang dapat menghasilkan buku ajar Pendidikan Matematika III, salah satu mata kuliah di jurusan PGSD. Penelitian yang berjudul “Pengembangan Buku Ajar Pendidikan Matematika III Berpendekatan Pendidikan Matematika Realistik dan Perubahan Konseptual” merupakan langkah penting yang perlu ditindaklanjuti dan diimplementasikan di lapangan agar dapat menghasilkan buku ajar yang telah divalidasi. Dengan adanya buku ajar tersebut, diharapkan terjadi peningkatan kualitas pembelajaran di Jurusan PGSD. Hal ini didukung penelitian yang sejenis yang dilakukan Sudiana (2010) dengan judul “Pengembangan Bahan Ajar Pendidikan Matematika I Berpendekatan Pendidikan Matematika Realistik dan Berbasis Pemecahan Masalah Terbuka”. Hasilnya dinyatakan bahwa bahan ajar tersebut memberikan kontribusi dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran matematika di Jurusan PGSD, tercermin pada peningkatan hasil belajar mahasiswa. Oleh karena itu, buku ajar yang akan dikembangkan lewat penelitian lanjutan ini juga berpendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) sebagai salah satu strategi pengembangan kompetensi berpikir kritis, kreatif, dan produktif mahasiswa. Dengan buku ajar berpendekatan PMRI diharapkan mahasiswa menghayati konsep dan prinsip PMRI sehingga dapat menerapkannya nanti setelah menjadi guru. Buku ajar yang

(12)

dikembangkan akan dikemas sedemikian rupa sehingga mahasiswa diharapkan mampu merencanakan dan melaksanakan pembelajaran berpendekatan PMRI. Armanto (2008) menyatakan bahwa penerapan PMR di Indonesia sangat sesuai dengan amanah KTSP, yaitu: (1) dalam setiap kesempatan pembelajaran dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (kontekstual); (2) melalui masalah kontekstual, secara bertahap siswa dibimbing menguasai konsep materi pelajaran; (3) pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus pembelajaran, mencangkup masalah tertutup (masalah dengan solusi tunggal), masalah terbuka (masalah dengan solusi tidak tunggal dan memiliki berbagai cara penyelesaian). Karena itu, pada bahan ajar akan disajikan berbagai masalah matematika terbuka di samping masalah tertutup yang lazim dijumpai pada buku-buku teks yang telah ada, untuk dikaji oleh mahasiswa. Hal ini dilakukan karena masalah matematika terbuka akan dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan produktif siswa SD. Karena itu, mahasiswa harus juga aktif dan kreatif mengkaji penerapan masalah terbuka dalam pembelajaran. Dengan demikian, setelah menjadi guru, mahasiswa telah terbiasa menghadapi masalah terbuka dan mampu menyajikan bagi anak didiknya. Zulkardi (dalam Supinah dan Agus D.W., 2009) menyatakan bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran, harus dimungkinkan siswa mampu mendemonstrasikan apa yang mereka ketahui bukannya apa yang mereka tidak ketahui. Hal ini dapat dibimbing dengan menyediakan soal-soal yang memungkinkan banyak jawaban dengan berbagai strategi untuk menjawabnya.

Peneliti menyakini bahwa buku ajar yang akan dikembangkan dapat memenuhi amanah KTSP seperti disebutkan Armanto di atas karena dikembangkan berdasarkan atas beberapa penelitian yang telah pernah dilakukan. Penelitian yang telah dilakukan peneliti dan digunakan sebagai dasar untuk penulisan bahan ajar Pendidikan Matematika III ini adalah sebagai berikut.

1) Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika terbuka melalui investigasi bagi siswa kelas V SD 4 Kaliuntu (2006). Hasilnya menyatakan bahwa awalnya memang siswa terlihat sangat sulit menyelesaikan masalah terbuka tetapi setelah dipandu melakukan suatu investigasi ternyata kreativitas berpikirnya mulai tumbuh dan masalah dapat dipecahkan.

(13)

2) Pengembangan Masalah Matematika Terbuka Melalui KKG di Gugus 2 Kecamatan Buleleng (Suatu Upaya dalam Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Terbuka bagi Siswa SD). Tahun 2008. Hasilnya ternyata para guru peserta KKG mampu mengembangkan masalah terbuka dan hasil pengembangan itu langsung diimplementasikan di kelas yang menjadi tanggungjawabnya. Berdasarkan laporan peserta KKG dan dari observasi yang peneliti lakukan ke SD tempat guru itu mengajar dapat dinyatakan bahwa siswa mampu menyelesaikan berbagai masalah terbuka sesuai dengan tingkat perkembangannya.

3) Penerapan Problem Posing untuk Meningkatkan Kemampuan Mengembangkan Masalah Terbuka Berpandu pada Pendidikan Matematika Realistik bagi Mahasiswa S1 PGSD Kelas D Semester 3 Tahun 2009. Hasilnya dapat dinyatakan bahwa dengan penerapan problem posing mahasiswa PGSD sebagai calon guru SD mampu mengembangkan suatu masalah terbuka (tidak hanya masalah tertutup) yang realistik bagi siswa SD. Hal ini merupakan modal bagi mahasiswa untuk bisa melaksanakan pembelajaran di SD sesuai dengan karakteristik PMRI.

4) Pengembangan Bahan Ajar Pendidikan Matematika I Berpendekatan Pendidikan Matematika Realistik dan Berbasis Pemecahan Masalah Terbuka (2010). Hasilnya dapat dinyatakan bahwa setelah dilakukan uji coba lapangan ternyata mahasiswa PGSD menyatakan dapat memahami uraian pada bahan ajar itu dengan baik karena penyajian contoh-contoh soal untuk anak SD yang ada pada bahan ajar itu cukup realistik dan dapat digunakan sebagai contoh oleh mahasiswa untuk mengembangkan soal-soal pada topik yang lain.

Beberapa hasil penelitian lain berkaitan dengan PMRI yang dapat dipedomani dalam rangka penyusunan buku ajar melalui penelitian pengembangan ini antara lain: (1) temuan Suharta (2004) menyatakan bahwa penerapan PMRI berpengaruh positif terhadap penalaran dan komunikasi matematik peserta didik. (2) temuan Fausan (2002) tentang pengembangan dan pengimplementasian perangkat pembelajaran yang berorientasi PMRI di SD adalah efektif untuk mengembangkan pengertian konseptual dan prosedural, penalaran, peserta didik tidak cepat lupa, sikap positif terhadap masalah

(14)

matematika, peserta dapat menghargai pendapat teman, dan melatih peserta didik untuk berpikir. Selanjutnya, ada juga beberapa pendapat tentang penerapan PMRI dalam pengembangan penalaran, kreativitas maupun kepribadian siswa yang dikutif dari beberapa pengalaman dan pendapat guru SD/MI, pengamat uji coba, konsultan maupun pengembang yang terlibat dalam proyek PMRI (dalam Siswono, 2006), yaitu sebagai berikut. Hj. Muzenah Fachir, S.Pd. (Guru SD Islam Sabilal Muhtadin, Bandung), menyatakan mengajar konsep perkalian dengan tutup botol bekas sebagai media membuat menemukan sendiri konsep dasar perkalian dan pembelajaran menjadi bermakna dan menyenangkan (Buletin PMRI, Juni 2005). Tatag Y.E. Siswono (Dosen Unesa), berdasarkan hasil wawancara dan observasi mengindikasikan bahwa pembelajaran PMRI memberi dampak pengiring (tak langsung) bagi siswa, yaitu: mereka menjadi tertib, berani mengemukakan pendapat dan mengajukan pertanyaan, berpikir keras dan antusias (Buletin PMRI, Juni 2005). Annie Makkink (Anggota mitra PMRI dari Proyect Bilaterale Samenwerking Indonesia (PBSI), menyatakan pembelajaran matematika yang membebaskan anak berkreasi (dalam hal ini PMRI) merupakan cara untuk mengenal adanya keragaman dan perbedaan kepada anak (Kompas, Jum’at 28 Januari 2008). Lebih lanjut, Soedjadi (Tim PMRI Unesa Surabaya) menyatakan bahwa disadari atau tidak PMRI secara bertahap mengubah “budaya guru mengajar” dan “budaya siswa belajar”.

Sedangkan penelitian keefektifan mengenai model perubahan konseptual telah banyak dilakukan (Ardhana, et al., 2004; Astawan, 2010; Japa, et al., 2001; Marguna & Riastini, 2011; Santyasa, 2004; Suastra, 2000; 2008; Subratha, 2006). Ardhana, et al. (2004) menyatakan bahwa kemasan model pembelajaran perubahan konseptual (MPPK) memberikan peluang kepada siswa untuk men-jalani konflik kognitif dan menghubungkan keterampilan fisika dengan keterampilan berpikir dibandingkan pada model pembelajaran konvensional (MPK). Pernyataan ini didukung dari hasil penelitian bahwa terdapat perbedaan yang signifikan remidiasi miskonsepsi antara kelompok MPPK dan kelompok MPK. Kelompok MPPK menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan kelompok MPK (perbedaann nilai rerata 1,143 dengan p<0,05).

(15)

Astawan (2010) menemukan bahwa model pembelajaran tandur bermuatan perubahan konseptual (MPTBPK) sangat efektif memfasilitasi siswa belajar sains di kelas IV SD dibandingkan dengan model pembelajaran konvendional (MPK). Hal ini terbukti dari terdapat perbedaan yang signifikan pemahaman konsep (PK) antara kelompok MPTBPK dan kelompok MPK (F=14,69; p<0,05) dan terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan pemecahan masalah (KPM) antara kelompok MPTBPK dan kelompok MPK (F=9,37; p<0,05). Japa, dkk. (2011), menemukan bahwa model belajar perubahan konseptual dapat membangun konsepsi geometri siswa menjadi lebih baik. Hal ini diperkuat oleh hasil persentase capaian kemampuan siswa mengenal bangun-bangun geometri setelah diterapkan model perubahan konseptual mencapai 80,77%. Di samping itu, siswa yang sudah mampu memberikan alasan yang benar mencapai 78,13%.

Marguna & Riastini (2011) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa terdapat penurunan miskonsepsi dan peningkatan pemahaman konsep yang signifikan setelah diterapkan buku ajar bermuatan perubahan konseptual pada mahasiswa semester 3 kelas A Jurusan PGSD FIP Undiksha. Rata-rata pemahaman konsep mahasiswa sebelum diterapkan buku ajar bermuatan perubahan konseptual adalah 29,61. Sedangkan rata-rata pemahaman konsep mahasiswa setelah diterapkan buku ajar bermuatan perubahan konseptual adalah 75,14. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan buku ajar bermuatan perubahan konseptual dapat meremediasi miskonsepsi yang terjadi pada mahasiswa.

Santyasa (2004), melakukan penelitian di SMU di kota Malang dan kota Singaraja pada materi mekanika. Melalui penelitian tersebut, kelompok siswa yang belajar dengan MPPK mengalami penurunan miskonsepsi sebesar 58% dibandingkan kelompok siswa yang belajar dengan MPK hanya mengalami penurunan miskonsepsi sebesar 10%. Suastra (2000), menerapkan model pembelajaran perubahan konseptual melalui bimbingan supervisi klinis kepada mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika yang melaksanakan PPL di SMA Negeri 4 Singaraja, dapat menanggulangi miskonsepsi mahasiswa. Subratha (2006), menerapkan pembelajaran dengan Model dan Pendekatan Stater Eksperimen Sebagai Strategi Conceptual Change membuktikan sangat efektif dalam meningkatka hasil belajar pada mata kuliah gelombang optik.

(16)

Temuan-temuan tersebut terungkap secara terpisah antara PMRI dan model perubahan konseptual. Di samping itu, penelitian-penelitian tersebut lebih banyak penerapan model, belum dikemas dalam bentuk pengembangan buku ajar matematika, khusunya pembelajaran pendidikan matematika III. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini, digagas strategi pengembangan buku ajar pendidikan matematika III berpendekatan matematika realistik dan perunahan konseptual.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian pengembangan ini adalah sebagai berikut.

1) Apakah buku ajar pendidikan matematika III berpendekatan pendidikan matematika realistik dan perubahan konseptual layak diterapkan dalam pembelajaran pendidikan matematika III ditinjau dari kualitas isi?

2) Apakah buku ajar pendidikan matematika III berpendekatan pendidikan matematika realistik dan perubahan konseptual layak diterapkan dalam pembelajaran pendidikan matematika III ditinjau dari kualitas desain? 3) Apakah buku ajar pendidikan matematika III berpendekatan pendidikan

matematika realistik dan perubahan konseptual layak diterapkan dalam pembelajaran pendidikan matematika III ditinjau dari kualitas media? 4) Apakah buku ajar pendidikan matematika III berpendekatan pendidikan

matematika realistik dan perubahan konseptual layak diterapkan dalam pembelajaran pendidikan matematika III ditinjau dari uji coba terbatas?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan penelitian pengembangan ini adalah sebagai berikut.

1) Untuk mengetahui kualitas isi buku ajar pendidikan matematika III berpendekatan pendidikan matematika realistik dan perubahan konseptual, layak tidaknya diterapkan dalam pembelajaran pendidikan matematika III. 2) Untuk mengetahui kualitas desain buku ajar pendidikan matematika III

berpendekatan pendidikan matematika realistik dan perubahan konseptual, layak tidaknya diterapkan dalam pembelajaran pendidikan matematika III.

(17)

3) Untuk mengetahui kualitas media buku ajar pendidikan matematika III berpendekatan pendidikan matematika realistik dan perubahan konseptual, layak tidaknya diterapkan dalam pembelajaran pendidikan matematika III. 4) Untuk mengetahui hasil uji coba terbatas buku ajar pendidikan matematika

III berpendekatan pendidikan matematika realistik dan perubahan konseptual, layak tidaknya diterapkan dalam pembelajaran pendidikan matematika III.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoretis dan praktis.

1) Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya pendidikan matematika.

2) Manfaat Praktis

Manfaat praktis penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Bagi Mahasiswa

Hasil penelitian pengembangan ini dapat menghasilkan buku ajar yang dapat dijadikan salah satu sumber belajar dalam perkuliahan Pendidikan Matematika III.

b. Bagi Dosen

Hasil penelitian ini bermaanfaat untuk memandu dosen melaksanakan perkuliahan pendidikan matematika III.

c. Bagi Praktisi

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai rujukan untuk melakukan penelitian sejenis.

(18)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Buku Ajar

Buku ajar merupakan salah satu fasilitas belajar yang dapat disediakan oleh dosen di perguruan tinggi di dalam memandu pembelajaran. Buku ajar, menurut Pannen dan Purwanto (dalam Tegeh & Kirna, 2010) adalah bahan-bahan atau materi perlajaran yang disusun secara sistematis yang digunakan oleh pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Buku ajar mempunyai struktur dan urutan yang sistematis, menjelaskan tujuan instruksional yang akan dicapai, memotivasi siswa untuk belajar, mengantisipasi kesukaran belajar siswa dalam bentuk penyediaan bimbingan bagi siswa untuk mempelajari buku tersebut, memberikan latihan yang banyak bagi siswa, menyediakan rangkuman, dan secara umum berorientasi kepada siswa secara individual (learner oriented). Biasanya, buku ajar bersifat “mandiri”, artinya dapat dipelajari oleh siswa secara mandiri karena sistematis dan lengkap.

Penyusunan buku ajar dapat disediakan oleh dosen/guru melalui beragam cara, dari yang termurah sampai yang termahal, dari yang sederhana sampai yang tercanggih. Secara umum, ada tiga cara yang dapat ditempuh oleh dosen/guru dalam menyusun bahan ajar, yaitu: (1) menulis sendiri (starting from scratch), (2) pengemasan kembali informasi (information repackaging atau text transformation), dan (3) penataan informasi (compilation atau wrap around text) (Panen dan Purwanto dalam Tegeh dan Kirna, 2010).

Menurut Tim Penyusun (2011), buku ajar memiliki dua misi utama, yaitu (1) optomalisasi pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural, dan (2) pengetahuan tersebut harus menjadi target utama dari buku ajar yang digunakan di sekolah. Menurut Suhardjono (2001), kaidah isi buku ajar mencakup: (1) cakupan isi sesuai dengan kurikulum yang berlaku, (2) urutan sajiannya sesuai dengan waktu yang ditentukan dalam kurikulum, dan (3) tingkat kesulitan sesuai dengan tahapan pembelajaran yang ditentukan di kurikulum. Sedangkan, kaidah/teknik penulisan seyogyanya: (1) menggunakan bahasa Indonesia yang baku, (2)

(19)

menggunakan kalimat efektif, (3) menggunakan huruf yang standar, dan (4) dilengkapi contoh dan gambar yang memperjelas materi.

Buku ajar digunakan untuk membantu dosen dan mahasiswa dalam pembelajaran, sehingga dosen tidak perlu terlalu banyak menyajikan materi di kelas. Hal ini dapat memberikan kontribusi posotif bagi dosen dan mahasiswa. Bagi dosen, kesempatan untuk membimbing mahasiswa menjadi lebih banyak. Bagi mahasiswa, bahan ajar merupakan salah satu sumber belajar yang dapat memudahkan dirinya belajar.

Penulisan buku ajar menurut Tim Penyusun (2011), langkah pertama yang perlu dilakukan adalah mengkaji kurikulum yang berlaku, ruang lingkup materi, pokok bahasan atau sub pokok bahasan apa yang tercantum dalam kurikulum. Kerangka penulisan buku teks yang umum digunakan adalah: a) standar kompetensi, b) kompetensi dasar, c) judul/sub judul d) uraian singkat isi pokok bahasan, e) uraian pokok isi pelajaran, f) rangkuman, g) latihan, tugas, soal, dan h) sumber buku.

Buku ajar yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah buku ajar pendidikan matematika III berpendekatan PMRI dan perubahan konseptual. Muatan PMRI dan model perubahan konseptual pada buku ajar tersebut merupakan karya kreatif agar buku ajar tersebut mampu memfasilitasi mahasiswa belajar dengan proses-proses asimilasi (melalui penyajian masalah) dan akomodasi (melalui model perubahan konseptual) tentang konsep-konsep baru yang dipelajarinya. Buku ajar tersebut, selanjutnya dilengkapi dengan lembar kerja mahasiswa (LKM).

Secara sistematis struktur buku ajar berpendekatan PMRI dan model perubahan konseptual yang dikembangkan adalah (1) judul bab, (2) konsep kunci, (3) standar kompetensi, (4) kompetensi dasar, (5) indikator, (6) judul subbab, (7) sajian-sajian perubahan konseptual (sangkalan/contoh tandingan), (8) uraian materi berisi masalah-masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari (PMRI), (9) rangkuman, (10) lembar kerja mahasiswa (LKM), dan (11) soal akhir bab.

2.2 Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)

Berbagai pendekatan pembelajaran secara umum telah banyak dibahas dan diterapkan dalam dunia pendidikan, seperti penerapan faham konstruktivistik dan

(20)

CTL. Mengacu pada kedua pendekatan ini, di Indonesia saat ini sedang dikembangkan suatu pendekatan pembelajaran yang khusus digunakan sebagai usaha meningkatkan kualitas pendidikan matematika di Indonesia. Pendekatan dimaksud adalah Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI).

PMRI diadaptasi dari Realistic Mathematic Education (RME) yang dikembangkan berdasarkan pemikiran Hans Freudenthal (dalam Sutarto Hadi, 2003) yang berpendapat bahwa matematika merupakan aktivitas manusia dan harus dikaitkan dengan realitas kehidupan. Agar dapat melaksanakan PMRI secara utuh, mahasiswa perlu mengenal prinsip-prinsip yang digunakan dalam PMRI yang mengacu pada prinsip-prinsip RME, yaitu: Guided reinvention, Didacdical Phenomenology, dan Self-developed model.

1) Guided re-invention atau Menemukan Kembali Secara Seimbang

Dalam melaksanakan pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan matematisasi dengan masalah kontekstual yang realistik bagi siswa. Siswa didorong untuk aktif bekerja sehingga dapat membangun sendiri pengetahuannya. Hal ini berarti, pembelajaran dimulai dengan memberikan masalah kontekstual atau real/nyata bagi siswa, selanjutnya dengan melakukan aktivitas diharapkan siswa dapat menemukan sifat, definisi, teorema, maupun aturan lainya oleh siswa sendiri.

2) Didacdical Phenomenology atau Fenomena Didaktik

Pembelajaran matematika yang selama ini cenderung sebagai ajang memberi informasi kepada siswa, perlu diubah dengan menjadikan masalah sebagai sarana utama untuk mengawali pembelajaran. Dalam memecahkan masalah itu, siswa diberikan kesempatan untuk memecahkannya dengan caranya sendiri melalui matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal. Menurut De Lange, proses matematisasi horizontal antara lain meliputi langkah-langkah informal yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah (soal), membuat model, membuat skema, menemukan hubungan, dan lain-lain. Sedangkan, matematika vertikal antara lain meliputi proses menyatakan suatu hubungan dengan suatu formula (rumus), membuktikan keteraturan, membuat berbagai model, merumuskan konsep baru, melakukan generalisasi, dan sebagainya. Proses matematisasi horizontal-vertikal inilah yang memungkinkan

(21)

siswa dapat memahami matematika yang bersifat abstrak. Dengan masalah kontekstual yang diberikan di awal pembelajaran, sangat dimungkinkan siswa akan menyelesaikannya dengan banyak cara dan mereka diharapkan dapat mempertanggungjawabkannya. Dengan demikian, siswa mulai dibiasakan untuk bebas berpikir dan berani berpendapat, karena walaupun cara yang digunakan berbeda tetapi secara matematis cara itu benar dan mendapatkan jawaban yang juga benar. Hal ini bisa terjadi bila dalam pelaksanaan pembelajaran guru melibatkan masalah terbuka. Dengan memperhatikan fenomena didaktik yang terjadi di kelas seperti itu, akan terbentuk proses pembelajaran matematika yang tidak lagi berorientasi pada guru tetapi beralih ke pembelajaran matematika yang berorientasi pada siswa bahkan berorientasi pada masalah (Marpaung, 2001:4).

3) Self-developed model atau Model Dibangun Sendiri Oleh Siswa

Pada saat siswa menyelesaikan masalah kontekstual, siswa mengembangkan suatu model. Model itulah diharapkan dapat dibangun sendiri oleh siswa baik saat matematisasi horizontal maupun vertikal. Kebebasan yang diberikan oleh guru kepada siswa saat memecahkan masalah, dengan sendirinya akan memungkinkan munculnya berbagai model pemecahan masalah buatan siswa. Bila dibuatkan hubungan, dalam proses pembelajaran matematika realistik diharapkan terjadi urutan pembelajaran seperti: mulai situasi nyatamodel dari situasi nyata itu model ke arah formal pengetahuan formal. Hubungan

inilah yang disebut model “bottom up” yang merupakan prinsip RME yang disebut “Self-developed Models” (Soedjadi, 2000:1).

Dalam perkembangannya di Indonesia, saat ini Pendidikan Matematika Realistik (PMR) mendapat perhatian yang sangat tinggi dari berbagai fihak seperti guru, siswa, orang tua, dosen LPTK, dan terutama pemerintah. Dukungan penuh diberikan oleh LPTK, terbukti dengan semakin banyaknya LPTK terlibat dalam pengembangan PMR tersebut dengan mengambil beberapa sekolah sebagai tempat uji coba, seperti UNESA, Unsri, Unimed, Unlam, dan lain sebagainya termasuk Undiksha sejak tahun 2008 lalu telah mendirikan P4MRI. Semuanya itu diprakarsai oleh ITB dengan PMRI nya. Tim PMRI Pusat dengan wadah IP-PMRI itu sedang berusaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan matematika secara nasional sesuai dengan paradigma baru pendidikan.

(22)

Praktik pendidikan yang selama ini terjadi adalah pembelajaran berpusat pada guru. Guru yang dianggap berhasil adalah guru yang mampu mengelola kelas sedemikian rupa sehingga siswa-siswa tertib dan tenang mengikuti pembelajaran. Guru seolah-olah ingin memindahkan pengetahuan yang dimilikinya agar segera dimiliki oleh siswanya. Siswa dianggap berhasil dalam belajar apabila mampu mengingat banyak fakta, dan mampu mengungkapkan kembali fakta-fakta tersebut kepada orang lain, atau menggunakan fakta tersebut untuk menjawab soal-soal ujian. Guru merasa belum mengajar kalau tidak dapat menjelaskan materi pelajaran kepada para siswa. Guru yang baik adalah guru yang menguasai bahan, saat pembelajaran bisa tanpa melihat buku, selama kurun waktu sesuai jadwal pelajaran mampu berceramah secara lantang. Menurut Hadi (2003), praktik pendidikan seperti di atas sangat jauh dari hakikat pendidikan yang sesungguhnya, yaitu pendidikan yang menjadikan siswa sebagai manusia yang memiliki kemampuan belajar untuk mengembangkan potensi dirinya. Hal ini berarti, paradigma baru pendidikan lebih menekankan pada pemberian kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan potensinya. Siswa harus aktif dalam mencari dan pengembangan pengetahuan. Guru harus mengubah perannya tidak lagi sebagai pemegang otoritas tertinggi dalam pembelajaran, tetapi berperan sebagai fasilitator agar siswa mampu membangun pengetahuan untuk dirinya sendiri, dengan cara berinteraksi dengan lingkungannya.

Menurut Zamroni (dalam Sutarto Hadi, 2003), paradigma baru pendidikan menekankan bahwa proses pendidikan formal sistem persekolahan di Indonesia memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

a. Pendidikan lebih menekankan pada proses pembelajaran (learning) daripada mengajar (teaching);

b. Pendidikan diorganisir dalam suatu struktur yang fleksibel;

c. Pendidikan memperlakukan peserta didik sebagai individu yang memiliki karakteristik khusus dan mandiri; dan

d. Pendidikan merupakan proses yang berkesinambungan dan senantiasa berinteraksi dengan lingkungan.

Sejalan dengan paradigma baru pendidikan di atas, tampaknya PMR sangat tepat dikembangkan di Indonesia dengan nama PMRI. Hal ini sesuai

(23)

dengan konsepsi PMR tentang siswa, guru, dan tentang pembelajaran, yang dinyatakan oleh Hadi (2003) sebagai berikut.

Konsepsi Tentang Siswa

PMR mempunyai konsepsi tentang siswa sebagai berikut.

a. Siswa memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide matematika yang mempengaruhi belajar selanjutnya;

b. Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan itu untuk dirinya sendiri;

c. Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang meliputi penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali, dan penolakan;

d. Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya sendiri berasal dari seperangkat ragam pengalaman;

e. Setiap siswa tanpa memandang ras, budaya dan jenis kelamin mampu memahami dan mengerjakan matematika.

Peran Guru

PMR mempunyai konsepsi tentang guru sebagai berikut. a. Guru hanya sebagai fasilitator belajar;

b. Guru harus mampu membangun pengajaran yang interaktif;

c. Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif menyumbang pada proses belajar dirinya, dan secara aktif membantu siswa dalam menafsirkan persoalan riil; dan

d. Guru tidak terpaku pada materi yang termaktub dalam kurikulum, melainkan aktif mengaitkan kurikulum dengan dunia riil baik fisik maupun sosial.

Konsepsi tentang Pengajaran

Menurut De Lange (dalam Hadi, 2003) menyatakan bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR meliputi aspek-aspek sebagai berikut. a. Memulai pembelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang riil bagi siswa

sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat dalam pembelajaran secara bermakna.

(24)

b. Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran tersebut.

c. Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara informal terhadap persoalan/masalah yang diajukan.

d. Pembelajaran berlangsung secara interaktif: siswa menjelaskan dan memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap jawaban temannya, menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain, dan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pembelajaran.

Sesuai dengan berbagai konsepsi di atas, Marpaung (2008) menyatakan bahwa dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pembelajaran, Pendidikan Matematika Realistik (PMR) memiliki karakteristik sebagai berikut.

a. Guru harus mengusahakan agar siswa selalu aktif dalam pembelajaran untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri karena matematika merupakan aktivitas manusia.

b. Pembelajaran sedapat mungkin dimulai dengan menyajikan masalah kontekstual/realistik bagi siswa.

c. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memecahkan masalah dengan caranya sendiri.

d. Guru mendorong terjadinya interaksi dan negosiasi.

e. Guru menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan. Guru dalam berkomunikasi dengan siswa hendaknya santun, terbuka, dan komunikatif (SANI).

f. Guru menyajikan materi ajar yang saling terkait (intertwinment) g. Pembelajaran berpusat pada siswa. Siswa bebas memilih modus

representasi sesuai dengan struktur kognitifnya saat memecahkan masalah.

h. Guru bertindak sebagai fasilitator (tut wuri handayani)

i. Kalau siswa membuat kesalahan tidak perlu langsung dimarahi tetapi dibantu melalui pertanyaan-pertanyaan penuntun.

(25)

j. Guru perlu menghargai keberanian siswa mengemukakan idenya, sehingga akan terjadi saling keterbukaan. Hal ini akan sangat menguntungkan guru karena tahu apa yang ada dalam pikiran siswa. Dengan karakteristik pembelajaran seperti di atas, maka saat diberikan berbagai masalah baik tertutup maupun terbuka, siswa diharapkan dengan hati senang berusaha memecahkan masalah tersebut sampai mendapat suatu pemecahan yang masuk akal dan dapat dipertanggungjawabkan.

2.3 Pengembangan Masalah dalam Pembelajaran

Sesuai dengan karakteristik PMRI di atas, masalah matematika yang perlu dikembangkan dalam setiap menyelenggarakan pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

1) Kontekstual, masalah yang dikembangkan berasal dari bahan-bahan ajar yang dekat, dikenal dan menarik perhatian siswa.

2) Inventif, siswa dipancing agar menemukan sendiri jawabannya. 3) Daya Kreatif siswa diharapkan muncul setelah membaca soal. 4) Ada kemungkinan siswa mengkaji solusi alternatif yang lebih baik.

5) Siswa mengkomunikasikan argumentasi terhadap jawaban yang dibuatnya. 6) Dengan adanya berbagai alternatif jawaban, siswa dapat saling menghargai

pendapat temannya dan bisa menerimanya bila pendapat itu memang benar. (Salman, 2008).

Berikut ini disajikan contoh masalah matematika tipe tertutup yang umumnya ditemukan dengan mudah pada buku-buku sekolah (tabel 2.1, contoh 1) dan rencana pengembangannya berupa pemecahan masalah matematika terbuka (Tabel 2.2, contoh 2) yang memungkinkan dapat mengembangkan kompetensi siswa SD dalam berpikir kritis, kreatif, dan produktif.

Tabel 2.1 Contoh Matematika Tertutup dan Pengembangannya Menjadi Masalah Terbuka

Kelas Kompetensi Dasar Masalah Matematika Keterangan Mulai Kelas 2 SD Terampil dalam

melakukan operasi hitung penjumla-han, pengurangan, perkalian, dan pembagian bila-ngan cacah Contoh 1

Seekor unta beratnya 12 kali berat badan kambing. Jika berat badan seekor kam-bing 30 kg, bera-pakah berat badan unta tersebut?

1) Tertutup 2) Jawaban tunggal

(26)

Penjelasan contoh 1

Pada contoh ini masalah matematika telah disajikan secara eksplisit sehingga siswa gampang menjawabnya. Hal ini didasari oleh beberapa hal sebagai berikut.

(a) Operasi matematikanya telah diberikan secara eksplisit, yaitu

perkalian (perhatikan: seekor unta beratnya 12 kali berat badan seekor

kambing).

(b) Hubungan antara berat unta dan kambing juga diberikan secara eksplisit yaitu 12 kali.

(c) Berat seekor kambing juga diberikan secara eksplisit yaitu 30 kg. (d) Ditanya: berat unta

Dari analisis di atas tampak bahwa untuk menyelesaikannya siswa cukup memiliki keterampilan dalam mengalikan bilangan. Tidak ada prosedur maupun jawaban lain. Dengan unsur-unsur yang diketahui secara eksplisit di atas, jawaban siswa yang diharapkan adalah sebagai berikut.

Diketahui: berat badan unta = 12 x berat badan kambing

Berat badan kambing = 30 kg

Pertanyaan: berat badan unta = … (pertanyaan sudah tampak diketahui secara eksplisit)

Penyelesaian: berat badan unta = 12 x 30 kg = 360 kg (dengan hanya melakukan substitusi). Ini berarti, jawaban soal tunggal, prosedurnya juga tunggal, dan tidak ada kemungkinan jawaban lain.

Dalam pemecahan masalah tertutup seperti di atas, siswa hanya memerlukan penggunaan keterampilan dasar matematika (mathematical basic skill) sehingga kurang menuntut kemampuan berpikir kreatif, produktif, dan pemecahan masalah (problem solving). Seperti tampak pada contoh 1, untuk dapat memecahkan masalah tertutup tersebut, siswa cukup memiliki sedikit keterampilan tentang perkalian bilangan. Selanjutnya, semuanya sudah dinyatakan secara jelas dalam rumusan soal dan siswa dengan mudah dapat menebaknya (Sudiarta, 2003). Akibatnya, kompetensi siswa kurang dapat berkembang secara optimal.

Untuk meningkatkan kompetensi siswa dalam berpikir kritis, kreatif, dan produktif, selain memberikan soal-soal tertutup seperti di atas, siswa sebaliknya

(27)

“ditantang” dengan masalah yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga menuntut siswa untuk berpikir divergen, melakukan investigasi terhadap berbagai konteks yang realistis. Untuk mencapai tujuan tersebut, soal tertutup seperti diatas dapat dimodifikasi menjadi masalah terbuka. Bahkan dapt dikemas dalam sebuah tema dan subtema sehingga menjadi lebih menarik dan dapat dikaitkan dengan segala kemungkinan pengalaman siswa. Karena itu, mahasiswa sebagai calon guru perlu berlatih mengubah/memodifikasi masalah matematika tertutup seperti di atas menjadi masalah matematika terbuka. Menurut Sudiarta (2008) mengubah masalah tertutup menjadi masalah terbuka dapat dilakukan dengan menganalisis secara seksama premis-premis yang ada dalam masalah tersebut, kemudian:

(a) Mereduksi/menyembunyikan beberapa bagiannya, sehingga hal ini akan menjadi obyek untuk diinvestigasi oleh siswa dalam pemecahan masalah.

(b) cara lain adalah dengan teknik inversi yaitu dengan membalik konteks pertanyaannya ke arah yang divergen, yang memungkinkan adanya lebih dari satu jawaban yang benar.

Dengan demikian, bentuk modifikasi soal tertutup di atas dapat disajikan sebagai berikut.

Tabel 2.2 Modifikasi Soal Tertutup Menjadi Soal Terbuka

Kelas Kompetensi Dasar Tema: Matematika dan

Fauna Subtema: Matematika dan Pedagang Keterangan Mulai Kelas 3 SD

Terampil dalam melakukan operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian bilangan cacah

Contoh 2

Seekor unta beratnya 360 kg, berapa ekor kambing yang kamu perlukan agar jumlah semua berat badannya sama dengan berat badan unta itu?

1) disajikan secara tematik, 2) terbuka 3) prosedur dan jawaban tak tunggal Penjelasan Contoh 2

Pada soal ini masalah dirumuskan sedemikian rupa sehingga menuntut siswa untuk melakukan investigasi konteks, sebab tidak semua informasi diberikan secara eksplisit. Karena berat badan kambing tidak diketahui maka diperlukan kreativitas dan produktivitas berpikir siswa untuk mengambil

(28)

keputusan matematis yang reasonable, misalnya dengan pengandaian. Anak harus melakukan investigasi dalam melakukan pengandaian yang masuk akal dan dapat dipertahankan nilai logis-matematisnya maupun nilai realitas-kontekstualnya. Misalnya, jika diandaikan berat kambing itu semuanya sama yaitu masing-masing 30 kg, maka soal dapat dipecahkan sebagai berikut.

Alternatif Jawaban dan Prosedur Pertama

Siswa dapat memisalkan berat seekor kambing sama dengan 30 kg. Kemudian mereka melakukan coba-coba dengan penjumlahan berulang sebagai berikut. 30 + 30 + 30 + … + 30 = 360 (diperlukan 12 ekor kambing)

Alternatif Jawaban dan Prosedur Kedua

Siswa yang sudah cukup paham dan terampil dengan konsep pembagian, dapat langsung menggunakan algoritma pembagian yaitu 360 : 30 = 12. Jadi, diperlukan 12 ekor kambing dengan berat badan masing-masing 30 kg.

Cara ini sesungguhnya belum final karena pengandaian baru masuk akal secara matematis. Nilai realistasnya masih perlu diuji dengan bertanya apakah realistis mengandaikan semua kambing beratnya masing-masing sama?

Alternatif Jawaban dan Prosedur Ketiga

Siswa sebaiknya diarahkan untuk membuat pengandaian yang lebih dekat dengan kenyataan. Misalnya, beberapa kambing beratnya 30 kg dan beberapa kambing yang lain beratnya 20 kg. Sehingga konsep dasar dan prosedur penyelesaiannya akan menjadi kalimat matematika terbuka sebagai berikut.

30 … + 20 … = 360, atau dalam bahasa matematika formal dapat ditulis 30 x + 20y = 360, dengan x dan y bilangan bulat positif. Selesaiannya tentu lebih dari satu, misalnya x = 8 dan y = 6 (jadi ada 8 ekor kambing dengan berat badan 30 kg dan 6 ekor kambing dengan berat badan 20 kg), selesaian yang lain misalnya x = 10 dan y = 3, demikian seterusnya.

Dalam hal ini tampak bahwa bukan selesaiannya yang menjadi tujuan atau yang menjadi kriteria penilaian, tetapi anak mampu:

1) Mengambil keputusan setelah melakukan investigasi matematika, 2) Membuat argumentasi-argumentasi matematis dan kontekstual,

(29)

Secara umum, untuk soal matematika terbuka seperti contoh 2 di atas dapat diberikan catatan sebagai berikut.

a. Tidak ada konsep, operasi atau prosedur matematika yang diberikan secara eksplisit. Siswa mengambil keputusan sendiri tentang konsep dan prosedur yang ingin dilakukan, mencermati dan menebak sendiri selesaian yang akan dilakukan. Konsep yang mungkin digunakan pada contoh ini misalnya pembagian, perkalian, penjumlahan berulang, ataupun persamaan terbuka dengan 2 variabel berupa bilangan bulat positif, tergantung kecenderungan intelektual individual siswa, bedasarkan kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman mereka.

b. Ada data yang harus dilengkapi sendiri oleh siswa, dalam hal ini data tentang berat badan kambing. Hal ini memerlukan kemampuan siswa untuk berpikir kreatif dan produktif dalam mengambil keputusan yang beralasan atau membuat estimasi yang kuat berupa pengandaian yang masuk akal terhadap berat badan kambing tadi.

Berdasarkan analisis contoh masalah matematika terbuka di atas, dapat dilihat betapa pentingnya penerapan pembelajaran berorientasi masalah terbuka dalam meningkatkan kompetensi siswa dalam berpikir kritis, kreatif dan produktif dalam rangka meningkatkan pemahaman mereka tentang konsep-konsep matematika.

Agar siswa SD mampu mengembangkan kemampuan berpikir aktif, kreatif, dan produktif, seperti di atas, guru/calon guru harus juga aktif, kreatif, dan produktif. Dalam hal ini, guru melakukan problem posing yaitu membentuk masalah matematika terbuka atau memodifikasi masalah matematika tertutup yang ada di buku-buku paket matematika SD menjadi masalah matematika terbuka.

Berdasarkan uraian di atas, pengembangan bahan ajar melalui penelitian pengembangan ini akan diarahkan pada pengemasan materi matematika sesuai dengan ciri-ciri PMRI, yang diawali dengan penyajian masalah-masalah yang kontekstual baik masalah tertutup maupun masalah terbuka. Dengan penyajian ini diharapkan menjadi kajian bagi mahasiswa agar kelak setelah menjadi guru dapat melaksanakan pembelajaran secara realistik. Di samping itu penyajian masalah

(30)

terbuka dimaksudkan agar mahasiswa mampu mengembangkan masalah terbuka sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan kemampuan berpikir aktif, kreatif, dan produktif siswa SD.

2.4 Perubahan Konseptual dalam Pembelajaran Matematika

Banyaknya mahasiswa mengalami miskonsepsi dalam pembelajaran matematika, menarik bagi para peneliti mencoba mengatasi miskonsepsi yang dialami oleh mahasiswa dengan menerapkan beberapa model pembelajaran. Agar tercapai remidiasi miskonsepsi mahasiswa harus diupayakan sebuah model pembelajaran yang mampu menyajikan perubahan konsep pada pola pikir siswa. Model pembelajaran perubahan konseptual efektif digunakan untuk mencapai perubahan miskonsepsi mahasiswa untuk memperoleh pengetahuan yang ilmiah (Santyasa, 2004; Santyasa, et al., 2008).

Sejalan dengan pandangan konstruktivisme yang menyatakan bahwa pengetahuan merupakan proses menjadi, yang pelan-pelan menjadi lebih lengkap dan benar (Suparno, et al., 2002), maka perubahan konseptual menjadi penting. Proses pertama adalah memperluas konsep dengan memperhatikan miskonsepsi mahasiswa. Proses yang kedua dalam pembelajaran perubahan konseptual adalah pembetulan konsep yang salah. Sebelum mahasiswa memiliki prakonsepsi yang kebanyakan masih berlabel miskonsepsi. Menurut Joan Davis (dalam Suparno, 2001), mengajar dengan perubahan konseptual menyangkut dua hal pokok, yaitu (1) membuka konsep awal mahasiswa, hal ini ditujukan untuk mengetahui apakah terjadi miskonsepsi terhadap pengetahuan awal mahasiswa; (2) merubah kerangka berpikir awal mahasiswa yang mengalami miskonsepsi. Duit (dalam Suparno, 1997), strategi yang perlu dikembangkan dalam perubahan konseptal agar lebih efektif menyangkut dua hal pokok, yaitu (1) dosen membuat situasi sedemikian rupa sehingga konsep awal mahasiswa menjadi jelas; (2) dosen menantang agar terjadi konflik kognitif pada mahasiswa dan terjadi disekuilibrium dalam pemahaman mahasiswa. Dengan demikian, mahasiswa akan merasa tidak nyaman dengan konsep awalnya sehingga lebih mudah untuk menerima pengetahuan baru yang lebih intelligible, plausible, dan fruitfull.

Pembelajaran perubahan konseptual memiliki 3 sugesti dalam meng-integrasikan pengetahuan awal yaitu (1) konsepsi baru harus dapat dipahami, (2)

(31)

konsepsi baru hendaknya harus dapat dipercaya, dan (3) konsepsi baru hendaknya bermakna (Hewson & Hewson dalam Barlia, 2004). Alir pembentukan konsep baru dalam pembelajaran perubahan konseptual dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1

Alir pembentukan konsep baru dalam perubahan konseptual

(adaptasi Dole & Sinarta dalam Santyasa, 2004 )

Dalam perubahan konseptual, mengidentifikasi empat jenis variabel. Keempat variabel tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, ketika struktur-struktur pengetahuan terkristalisasi, koheren, dan benar-benar dipertahankan, perubahan konseptual relatif sulit diwujudkan. Karena pada dasarnya manusia sulit untuk meninggalkan zone nyamannya. Mereka yang melakukan perubahan adalah mereka yang termotivasi untuk berubah, memiliki upaya untuk berubah, memiliki keyakinan untuk berubah, akhirnya dapat mengalami perubahan sendiri. Menurut model perubahan konseptual, individu harus menjadi tidak puas dengan konsepsi yang mereka miliki. Kedua, individu harus menemukan konsepsi baru tersebut dapat dimengerti (intelligble). Mereka harus memahami konsepsi-konsepsi baru tersebut jika mereka mengadopsinya. Ketiga, para siswa harus

Tidak puas Pengetahuan Awal Intelligible Plausible Fruitful Konsep baru Mempertahankan konsepsi-konsepsi yang asli tidak ya tidak tidak tidak ya ya ya Konflik kognitif

(32)

merasakan konsepsi-konsepsi baru tersebut adalah masuk akal (plausible). Jadi konsepsi-konsepsi baru tidak hanya benar dan dapat dipahami (comprehensible), tetapi juga harus dapat diyakini (believable). Untuk dapat diyakini, konsepsi-konsepsi tersebut harus link and match dengan ide-ide siswa sebelumnya. Keempat, para siswa harus menemukan bahwa konsepsi-konsepsi baru tersebut bermanfaat (fruitfull), atau terbuka terhadap kajian-kajian baru untuk penyelidikan. Jadi, konsepsi-konsepsi baru diupayakan memberikan peluang untuk mengembangkan hipotesis lebih lanjut.

(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan. Pengembangan yang dilakukan berkaitan dengan desain pembelajaran. Dalam pengembangan desain pembelajaran terdapat beberapa model yang dapat digunakan, misalnya model Degeng (1990), Instructional System (Banathy, 1968), Instructional Design Process (Kemp, 1985), Instructional Develompment Model (AECT, 1985), Rancangan Pembelajaran (Dick & Carey, 1990), ADDIE Model (Analyze, Design, Development, Implementation, Evaluation Model) (Anglada, 2007), dan lain-lain. Model-model pengembangan desain pembelajaran tersebut pada intinya menggunakan pendekatan sistem dan memiliki tujuan yang relatif sama, yaitu untuk menghasilkan produk pembelajaran yang efektif dan efisien. Penelitian pengembangan ini dimaksudkan untuk menghasilkan produk buku ajar.

Dalam penelitian pengembangan buku ajar ini digunakan ADDIE Model yang merupakan salah satu model desain pembelajaran yang sistematik. Pemilihan model ini didasari atas pertimbangan bahwa model ini dikembangkan secara sistematis dan berpijak pada landasan teoretis desain pembelajaran. Model ini disusun secara terprogram dengan urutan-urutan kegiatan yang sistematis dalam upaya pemecahan masalah belajar yang berkaitan dengan sumber belajar yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik pebelajar. Model ini terdiri atas lima langkah, yaitu: (1) analisis (analyze), (2) rancangan (design), (3) pengembangan (development), (4) implementasi (implementation), dan (5) evaluasi (evaluation). Secara visual tahapan ADDIE Model dapat dilihat pada Gambar 3.1.

(34)

Gambar 3.1

Tahapan ADDIE Model (Anglada dalam Tegeh dan Kirna, 2010)

Pada penelitian ini, mengingat keterbatasan waktu dan dana, peneliti hanya melaksanakan sampai tahap analisis dan rancangan buku ajar. Buku ajar yang dikembangkan adalah buku ajar pendidikan matematikan III berpendekatan pendidikan matematika realistik dan perubahan konseptual. Dengan demikian, penelitian ini dibatasi pada uji ahli isi, uji ahli desain, uji ahli media, dan uji coba perorangan dan kelompok kecil.

3.2 Prosedur Pengembangan

Sesuai dengan tahapan ADDIE model dan pembatasan yang dilakukan, tahap-tahap pengembangan buku ajar dalam penelitian ini dapat dipaparkan dalam uraian berikut.

1. Tahap I Analisis (Analyze)

Tahap analisis (analyze) meliputi kegiatan sebagai berikut: (a) melakukan analisis kompetensi yang dituntut kepada peserta didik; (b) melakukan analisis karakteristik peserta didik tentang kapasitas belajarnya, pengetahuan, keterampilan, sikap yang telah dimiliki peserta didik serta aspek lain yang terkait; (c) melakukan analisis materi sesuai dengan tuntutan kompetensi.

2. Tahap II Perancangan (Design)

Tahap perancangan (design) dilakukan dengan kerangka acuan sebagai berikut. (a) Untuk siapa pembelajaran dirancang? (peserta didik); (b) Kemampuan

Analyze

Evaluate

Development

Design Implementation

(35)

apa yang Anda inginkan untuk dipelajari? (kompetensi); (c) Bagaimana materi pelajaran atau keterampilan dapat dipelajari dengan baik? (strategi pembelajaran); (d) Bagaimana Anda menentukan tingkat penguasaan pelajaran yang sudah dicapai? (asesmen dan evaluasi). Pertanyaan tersebut mengacu pada 4 unsur penting dalam perancangan pembelajaran, yaitu peserta didik, tujuan, metode, dan evaluasi (Kemp, et al., 1994). Berdasarkan pertanyaan tersebut, maka dalam merancang pembelajaran difokuskan pada 3 kegiatan, yaitu pemilihan materi sesuai dengan karakteristik peserta didik dan tuntutan kompetensi, strategi pembelajaran, bentuk dan metode asesmen dan evaluasi. kegiatan penyusunan buku ajar. Kegiatan pengumpulan bahan/materi buku ajar, pembuatan gambar-gambar ilustrasi, pengetikan, dan lain-lain mewarnai kegiatan pada tahap ini.

3.3 Uji Coba Produk

Uji coba produk dalam penelitian pengembangan ini terdiri atas: (1) rancangan uji coba, (2) subjek coba, (3) jenis data, (4) instrumen pengumpulan data, dan (5) teknik analisis data.

1. Rancangan Uji Coba

Produk berupa buku ajar Pendidikan Matematika III sebagai hasil dari pengembangan ini diuji tingkat validitasnya. Tingkat validitas bahan ajar diketahui melalui hasil analisis kegiatan uji coba yang dilaksanakan melalui beberapa tahap, yakni: (1) review oleh ahli isi bidang studi, (2) review oleh ahli desain dan media pembelajaran, dan (3) uji coba lapangan. Kegiatan uji coba produk dilakukan dengan rancangan uji coba seperti Gambar 3.2.

(36)

Gambar 3.2 Rancangan Uji Coba (diadaptasi dari Tegeh dan Kirna, 2010)

2. Subjek Coba

Subjek coba produk hasil pengembangan buku ajar dipaparkan seperti berikut ini.

a. Tahap Uji Para Ahli

Subjek coba pada tahap ini adalah satu orang ahli isi mata kuliah, satu orang ahli desain pembelajaran, dan satu orang ahli media pembelajaran. Ahli isi mata kuliah dalam penelitian pengembangan ini adalah Dr. I Wayan Sadra, M.Ed. Beliau adalah seorang pakar pendidikan dan dosen pada Jurusan Pendidikan Matematika Undiksha. Ahli desain dan media pembelajaran yang diminta kesediannya untuk me-review draft pengembangan bahan ajar ini adalah Prof. Dr.

LANGKAH UJI COBA

INSTRUMEN SUBJEK COBA

Draft I Pengembangan Angket tanggapan (Format A, B, dan C)

Ahli isi, desain, dan media

Revisi Draft I Masukan para ahli

Draft III Pengembangan Angket tanggapan (Format E dan F)

40 orang mahasiswa dan 1 orang dosen

Revisi Draft III Masukan mahasiswa dan dosen

Produk Pengembangan Buku Ajar

6 Orang Mahasiswa Revisi Draft II Angket tanggapan (Format D) Draft II Pengembangan Masukan Mahasiswa

(37)

I Wayan Santyasa, M.Si. dan Dr. Made Tegeh, M.Pd. Beliau memiliki bidang keahlian teknologi pembelajaran di Undiksha.

b. Tahap Uji Coba Terbatas

Uji coba terbatas terdiri uji perorangan dan uji kelompok lebih luas. Uji perorangan menggunakan 6 orang mahasiswa dan 1 dosen pengampu mata kuliah pendidikan matematika III. Setelah dilakukan uji perorangan, selanjutnya dilakukan uji kelompok. Pada tahap ini subjek coba terdiri atas empat puluh orang mahasiswa (1 kelas) Jurusan PGSD Undiksha Singaraja

3. Jenis Data

Data-data yang dikumpulkan melalui pelaksanaan evaluasi formatif dikelompokkan menjadi empat bagian, yaitu: (1) data evaluasi tahap pertama berupa data hasil uji ahli isi mata kuliah, ahli desain pembelajaran, dan ahli media pembelajaran, (2) data evaluasi tahap kedua berupa uji coba lapangan, berupa data hasil tes dan hasil review mahasiswa dan dosen pembina mata kuliah Pendidikan Matematika III.

Seluruh data yang diperoleh dikelompokkan menurut sifatnya menjadi dua, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari hasil review ahli isi bidang studi melalui angket tanggapan (format A), hasil review ahli desain pembelajaran (format B), dan hasil review ahli media pembelajaran melalui angket tanggapan (format C), dan hasil review mahasiswa dan dosen pembina mata kuliah melalui angket tanggapan (format D dan E) dengan angket terbuka, sedangkan data kuantitatif diperoleh dengan angket tertutup dan tes. Data kualitatif diperoleh juga melalui wawancara terhadap subjek coba.

4. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian pengembangan ini adalah tes, angket, dan pedoman wawancara. Tes digunakan untuk prestasi belajar mahasiswa sebelum dan setelah menerapkan bahan ajar yang dikembangkan. Angket dan pedoman wawancara digunakan untuk mengumpulkan data hasil review dari ahli isi bidang studi, ahli desain pembelajaran, dan ahli media pembelajaran, mahasiswa dan dosen pembina mata

(38)

kuliah saat uji lapangan. Adapun kisi-kisi instrumen tersebut di atas ditunjukkan pada Tabel 3.1a, 3.1b, 3.1c, dan 3.1d.

Tabel 3a. Kisi-Kisi Instrumen Angket Uji Ahli Isi

Aspek Item nomor Skor

1 2 3 4 5

Konsistensi 1, 4, 6, 9, 11, 13 Kejelasan 2, 3, 5, 7, 8, 10 Ketepatan 12, 14

Tabel 3b. Kisi-Kisi Instrumen Angket Uji Ahli Desain

Aspek Item nomor Skor

1 2 3 4 5

Kualitas 1, 2 Kejelasan 5, 6, 9 Konsistensi 4 Ketepatan 3, 7, 8

Tabel 3c. Kisi-Kisi Instrumen Angket Uji Ahli Media

Aspek Item nomor Skor

1 2 3 4 5

Kualitas 3, 6, 7 Konsistensi 2, Ketepatan 1, 4, 5

Tabel 3d. Kisi-Kisi Instrumen Angket Uji Coba (Mahasiswa dan Dosen)

Aspek Item nomor Skor

1 2 3 4 5 Tampilan fisik 1, 12 Kejelasan 3, 4, 5, 6, 9, 11 Konsistensi 2, 7, 8, 10

Berdasarkan Tabel 3a, 3b, 3c, dan 3d di atas, tampak bahwa skor bergerak dari 1 sampai 5 (terendah sampai yang tertinggi) sesuai dengan aspek yang diukur.

5. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian pengembangan ini digunakan dua teknik analisis data, yaitu teknik analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif

(39)

a. Analisis Deskriptif Kualitatif

Teknik analisis deskriptif kualitatif ini digunakan untuk mengolah data hasil review ahli isi mata kuliah, ahli desain pembelajaran, dan ahli media pembelajaran, mahasiswa dan dosen pembina mata kuliah. Teknik analisis data ini dilakukan dengan mengelompokkan informasi-informasi dari data kualitatif yang berupa masukan, tanggapan, kritik, dan saran perbaikan yang terdapat pada angket dan hasil wawancara. Hasil analisis data ini kemudian digunakan untuk merevisi produk bahan ajar.

b. Analisis Deskriptif Kuantitatif

Teknik analisis ini digunakan untuk mengolah data yang diperoleh melalui angket tertutup dalam bentuk deskriptif persentase. Rumus yang digunakan untuk menghitung persentase dari masing-masing subyek adalah sebagai berikut.

100% x inggi bobot tert n x pilihan) bobot tiap (jawaban x Persentase 

Keterangan:

= jumlah

n = jumlah seluruh item angket

Selanjutnya, untuk menghitung persentase keseluruhan subyek digunakan rumus:

N Persentase  F Keterangan:

F = jumlah persentase keseluruhan subyek N = banyak subyek

Untuk dapat memberikan makna dan pengambilan keputusan digunakan ketetapan sebagai berikut.

Tabel 3.2 Konversi Tingkat Kualitas Buku Ajar dengan Skala 5

Tingkat Pencapaian Kualifikasi Keterangan

90% - 100% Sangat Baik Tidak Perlu Direvisi

75% - 89% Baik Direvisi Seperlunya

65% - 74% Cukup Cukup Banyak Direvisi

55% - 64% Kurang Banyak Direvisi

(40)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Peneliti berusaha mewujudkan sebuah buku ajar yang dapat dimanfaatkan oleh dosen pengasuh mata kuliah Pendidikan Matematika III. Mata kulah ini merupakan salah satu mata kuliah yang muncul di semester V. Untuk mewujudkan buku ajar tersebut peneliti menyusun bagian demi bagian. Setiap bagian yang telah selesai disusun, selanjutnya dicermati bersama-sama oleh peneliti untuk divalidasi. Setelah selesai divalidasi, buku ajar tersebut dinilai/ditanggapi oleh ahli isi. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data hasil penilaian ahli isi adalah kuesioner (angket tanggapan format A) dan diperjelas melalui wawancara. Selanjutnya, penilaian juga dilakukan oleh ahli desain (format B) dan ahli media (format C), serta uji terbatas oleh dosen pengampu mata kuliah dan mahasiswa (format: D, E, dan F)

1. Hasil Uji Ahli Isi

Ahli isi melakukan penilaian terhadap draf buku ajar Pendidikan Matematika III ini dengan menggunakan kuesioner seperti format A pada lampiran 1 dengan rentang skor bergerak dari 1-5. Hasil penilaian ahli isi dapat disajikan pada tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1 Hasil Penilaian Ahli Isi terhadap Draf Buku Ajar

No Pernyataan Skor

1 Ketepatan judul bab dengan isi materi dalam tiap bab 4

2 Kejelasan petunjuk pada tiap bab 4

3 Kejelasan kerangka isi (epitome) 4

4 Kesesuaian antara Standar Kompetensi dengan Indikator Hasil Belajar

4

5 Keoperasionalan Indikator Hasil Belajar 5

6 Kesesuaian antara Indikator Hasil Belajar dan paparan materi 4

7 Kejelasan uraian materi 4

8 Kejelasan contoh-contoh yang diberikan 4

9 Kesesuaian antara gambar/ilustrasi dan materi 4

10 Kejelasan tugas dan latihan yang diberikan 4

11 Kesesuaian antara tugas dan latihan dengan materi 4

12 Ketepatan pemilihan isi rangkuman 4

(41)

14 Ketepatan sumber pendukung yang didapat dijadikan acuan mencari sumber bacaan yang relevan dengan materi

4

Jumlah 57

Berdasarkan hasil penilaian ahli isi pada Tabel 4.1 di atas, dapat dihitung tingkat validitas isi draf buku ajar yang dihasilkan sebagai berikut.

∑ (Jawaban x bobot tiap pilihan)

Persentase = x 100% n x bobot tertinggi = 70 57 x 100% = 81,43%

Penilaian ahli isi dengan hasil 81,43% ini bila dikonversikan berdasarkan Tabel 3.1 dapat dinyatakan bahwa tingkat validitas isi draf buku ajar yang dihasilkan berada pada interval 75% - 89%. Hal ini berarti bahwa draf buku ajar tersebut tergolong “baik” dengan keterangan ”direvisi seperlunya”. Secara umum, buku ajar yang dihasilkan dapat diterapkan dalam perkuliahan setelah direvisi sesuai dengan masukan ahli isi. Catatan yang diberikan ahli isi adalah (1) inovasi yang ditawarkan pada judul buku “berpendekatan PMR dan perubahan konseptual” belum tampak/diterapkan pada setiap bab, (2) perlu dijelaskan pada bab pendahuluan, yang dimaksudkan dengan PMRI dan perubahan konseptual, dan penerjemahan ide tersebut pada setiap bab.

2. Hasil Uji Ahli Desain

Ahli desain melakukan penilaian terhadap draft buku ajar Pendidikan Matematika III ini dengan menggunakan kuesioner seperti format B pada lampiran 2) dengan rentang skor bergerak dari 1-5. Hasil penilaian ahli desain dapat disajikan pada tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2 Hasil Penilaian Ahli Desain terhadap Draft Buku Ajar

No Pernyataan Skor

1 Kualitas cover 5

2 Kemenarikan desain cover 4

Gambar

Tabel 2.1 Contoh Matematika Tertutup dan Pengembangannya Menjadi Masalah Terbuka
Tabel 2.2 Modifikasi Soal Tertutup Menjadi Soal Terbuka Kelas Kompetensi Dasar Tema:  Matematika  dan
Gambar 3.2 Rancangan Uji Coba (diadaptasi dari Tegeh dan Kirna, 2010)
Tabel 3a. Kisi-Kisi Instrumen Angket Uji Ahli Isi
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Ketika BRR bersiap menutup kantornya, proyek portofolio mereka bisa dikategorikan sebagai berikut dalam hubungannya dengan skenario pelimpahan: proyek tahun jamak (dari IRFF,

Permasalahan yang dihadapi saat ini khususnya kontraktor kecil adalah kemampuan menerepakan sistem manjemen mutu yaitu prinsip-prinsip manajemen mutu dan

Almilia &amp; Briliantien (2007) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja sistem informasi akuntansi pada bank umum pemerintah di wilayah Surabaya dan

Topologi dari jaringan bus menggunakan broadcast channel yang berarti setiap komputer atau.. peralatan yang terhubung dapat mendengar setiap pengiriman dan

Maka dari itu seperti secara tidak langsung dalam prisip demokrasi ekonomi ini, negara disudutkan dan diletakkan pada posisi yang sulit dan seolah – olah negara

Hasil penelitian mendapatkan bahwa indeks dominansi berkisar pada 0.001 – 0.034, dengan nilai tertinggi ditemukan pada jenis ikan kerapu ( Epinephelus sp), dan nilai

Pelaksanaan Pemberian Pembebasan Bersyarat oleh Lembaga Pemasyarakatan Klas I A Makassar ternyata ada kendala atau hambatan, baik hambatan internal maupun hambatan

Sebagai makhluk individual manusia mempunyai dorongan atau motif untuk mengadakan hubungan dengan dirinya sendiri, sedangkan sebagai makhluk sosial manusia mempunyai