• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. karena masuknya pihak-pihak dari luar yakni Perusahaan-perusahaan yang ingin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. karena masuknya pihak-pihak dari luar yakni Perusahaan-perusahaan yang ingin"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Sistem Perladangan dengan perspektif ekologi mulai merebak di Indonesia pada Tahun 80-an, ketika semakin banyak orang menyadari bahwa telah terjadi perubahan penting dalam cara pemanfaatan hutan di Indonesia, khususnya di Riau karena masuknya pihak-pihak dari luar yakni Perusahaan-perusahaan yang ingin membuka hutan tersebut sebagai pusat kegiatan eksplorasi minyak, perkebunan sawit, perkebunan karet, usaha hutan tanaman industri (HTI) di wilayah hutan tersebut secara bertahap dan terus-menerus. Sementara itu, hutan-hutan itu sendiri sebenarnya bukan tanpa pemilik, karena penduduk setempat, orang-orang Sakai, disitu sudah puluhan bahkan ratusan tahun mengenal dan memanfaatkan hutan-hutan tersebut.

Dilihat dari sudut kedatangan dan lama tinggal di daerah Kecamatan Mandau orang-orang Sakai berada dalam posisi yang lebih kuat dibandingkan para pemegang perusahaan-perusahaan untuk mengatakan dan mengaku bahwa hutan-hutan di sekitar tempat tinggal mereka adalah „milik‟ mereka karena mereka adalah keturunan dari penghuni-penghuni pertama bumi Riau. Mereka merasa dan dapat dianggap berhak untuk menyatakan diri mereka sebagai “pemilik” bumi tersebut. paling tidak lebih berhak daripada orang-orang yang datang belakangan di Riau dan belum pernah tinggal serta memanfaatkan hasil bumi daerah tersebut sebelumnya. Mitos yang mereka miliki serta pola-pola aktivitas pemanfaatan sumber daya para “penduduk asli” ini mencerminkan

(2)

2 dengan jelas bahwa mereka merupakan unsur yang tak terpisahkan dari kehidupan flora dan fauna dikawasan tersebut.

Sebagai salah satu unsur dari jagad Riau, orang-orang Sakai memanfaatkan hutan di kawasan tersebut dengan membuka dan mengelolah tanahnya secara bergilir, sebuah aktivitas yang kini dikenal dengan istilah berladang berpindah. Untuk itu mereka menebang hutan terlebih dulu. Sebagian kayunya mereka manfaatkan dan sebagian lagi mereka bakar, sehingga abunya dapat menambah kesuburan lahan yang akan mereka tanami nantinya. Setelah ladang dibersihkan dari kayu-kayu besar, sedang kayu-kayu kecil serta daun-daun kering menjadi abu, lahan tersebut siap untuk ditanami. Lahan ini akan diolah dan ditanami selama beberapa musim atau sekitar 3-5 tahun. Setelah itu hasil ladang biasanya akan mulai menurun sehingga tidak akan lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota kelompok keluarga yang memanfaatkan lahan tersebut, dan mereka kemudian akan pindah, mencari hutan baru untuk dimanfaatkan dengan cara yang sama.

Hutan-hutan di Wilayah Kecamatan Mandau menurut Surpalan (1995) termasuk kedalam hutan tropik yang ditumbuhi bermacam tumbuhan. Dari tumbuhan dengan batang kayu keras dan besar sampai dengan batangnya lunak dan kecil, dan dari tumbuhan yang merambat sampai dengan lumut dan berbagai jamur serta tumbuhan air. Hasil hutan yang dicari oleh Orang Sakai antara lain Kayu Meranti, Kayu balam, Kayu gaharu (kayu bosi), rotan, damar, kemenyan, getah karet hutan dan sebagainya. Sedangkan jenis hewan yang ada di hutan tersebut seperti gajah, tapir, babi hutan, musang, monyet, ular, tupai, kalong, tikus, ayam hutan dan sebagainya. Sungai yang menghidupin Orang Sakai

(3)

3 merupakan sungai-sungai kecil yang airnya hitam atau gelap kecoklat-coklatan. Hewan yang terdapat di sungai tersebut seperti ikan toman, ikan patin, ikan gabus, ikan lele, ikan kayangan, ikan selais, ikan baung, udang galah, biawak, ular air, dan sebagainya. (Surpalan,1995:36-37).

Kehidupan orang Sakai yang sangat bergantungan pada alam membuat mereka menjalin hubungan baik dengan lingkungannya. Dalam berladang, memburu hewan dihutan dan menangkap ikan di sungai yang memiliki cara dan aturan tertentu. Orang Sakai cenderung tidak mengeksploitasi lingkungannya. Hal tersebut didukung dengan tidak adanya teknologi yang mereka gunakan untuk memanfaatkan lingkungan alam.

Wilayah Kecamatan Mandau yang dijadikan sebagai pusat kegiatan eksplorasi minyak, membuat wilayah-wilayah hutan di Kecamatan ini dibuka secara bertahap dan terus-menerus. Selain itu wilayah tersebut juga dijadikan perkebunan karet dan kelapa sawit serta usaha Hutan Tanaman Industri (HTI). Keadaan ini tentunya memuat Orang Sakai harus beradaptasi terhadap lingkungan ekologi mereka yang berubah.

Rab (2002:28) menjelaskan bahwa tempat beroperasinya perusahaan besar disana, dahulunya merupakan hutan dan belukar tempat Orang Sakai mencari makan. Mereka mengambil rotan, damar, rambung, lembuai, jenis kayu dan hewan buruhan. Dari sungai, mereka dapat mengambil berbagai jenis ikan. Mereka menerapkan sistem berladang berpindah dengan tanaman padi ladang dan ubi menggalo yang dulunya orang Sakai rata-rata memiliki lahan yang luas.

Pada saat perusahaan mulai membuka hutan dan belukar, mereka banyak kehilangan tanahnya. Memang ada beberapa pihak membantu pergantian tanah

(4)

4 penduduk yang diambil. Akan tetapi lebih banyak lagi yang seenaknya mencaplok tanah mereka tanpa permisi dan biaya pergantian tanahnya juga sangat rendah dan sepihak saja. Selain kepada perusahaan-perusahaan, lahan Orang Sakai juga turut dihabiskan oleh para pendatang yang umumnya datang dari daerah Sumatera Utara, terutama Etnis Batak dan Jawa (Rab,2002;29).

Data-data dari Pemerintah, Jumlah pemegang HPH di Provinsi Riau pada tahun 1993/1994 sebanyak 69 HPH luas areal 6.293.00 Ha. Sekalipun jumlah kebun sawit ternyata dalam statistik 1996 hanya 5556.064 Ha akan tetapi banyak perkiraan perkebunan kelapa sawit di Riau ini telah melebihi angka 1,7 Ha. Hutan tanaman industri atau yang dikenal HTI yang diberikan kepada dua perkebunan pulp dan kertas 700 ribu Ha untuk dua pabrik RAPP yang mulai beroperasi tahun 1992 dan indah kiat yang mulai beroperasi tahun 1984 akan tetapi pabrik ini lebih mengharapkan hutan Izin penebangan kayu (IPK) yang didapat dari lahan konversi dari hutan ke perkebunan raksasa atau Hutan Tanaman Industri. Akibatnya seperti lubang hitam kayu tersedot dan hilanglah makna hutan lindung yang tinggal diatas kertas 5,27 Ha karena dibabat untuk chips dan kertas. HPH pun tak lagi bermain dengan sistem RKT akan tetapi lebih tepat disebut dengan babat habis (Rab,2002:77-78).

Uraian masalah diatas memperlihatkan adanya suatu perubahan lingkungan ekologi yang menyebabkan berubahnya kehidupan Orang Sakai. Perubahan tersebut dapat menyangkut sistem mata pencaharian, sistem kekerabatan dan lingkaran hidup, magi, kepemimpinan dan keteraturan sosial, nilai-nilai tradisional, aspek-aspek kehidupan sehari-hari. Perubahan tersebut

(5)

5 dapat berupa perubahan yang lebih baik maupun perubahan yang kurang baik bagi kehidupan masyarakatnya.

Hal ini lah yang mendasari peneliti untuk meneliti Sistem Berladang Berpindah, karena adanya pendatang perusahaan-perusahaan dan perubahan lingkungan ekologi tempat mereka tinggal, sehingga berladang berpindah menjadi berladang menetap

1.2. Tinjauan Pustaka

Perladangan berpindah merupakan cara-cara bercocok tanam secara tradisional yang telah lama dilakukan. Mereka membuka lahan baru lagi ketika lahan tempat bercocok tanam dirasakan produksinya sudah mulai menurun. Lahan dibiarkan dalam masa bera, agar secara alami lahan tersebut dapat memulihkan dirinya sendiri. Beberapa tahun kemudian mereka akan kembali bercocok tanam lagi pada lahan semula.

Menurut R.Dove sejarah perkembangannya pertanian dapat diklasifikasikan menjadi 4 golongan yaitu :

1. Pemburu dan pengumpul

Manusia pertama hidup di daerah hutan tropik di sekitar laut Cina Selatan yaitu bangsa Alitik (prapaleolitik) yang merupakan kelompok manusia pengumpul makanan dan berburu serta menangkap ikan. Sebagai contohnya adalah Suku Semang, suku kubu dan sakad di semenanjung malaya, sukum andaman dan aeta di filiphina, suku toala di sulawesi, suku punan di kalimantan dan suku tasadai di mindanau selatan.Manusia pengimpil dan pemburu bersifat nomadik (berpindah-pindah) tetapi tidaklah mengembara tanpa tujuan di dalam hutan. Setiap kelompok mempunyai

(6)

6 wilayah tertentu antara 20-25 Km2 . Mereka bertempat tinggal di goa-goa atau tebing batu. Mereka juga telah banyak mengetahui jenis-jenis tanaman dan habitatnya serta keguanaannya. Pengetahuan untuk menghilangkan racun dari bahan makanan dan cara mengawetkannya juga sudah mereka kuasai. Sebagai contoh biji sebelum dimakan direndam dalam air kemudian dimasukkan ke dalam bambu dan dibenamkan ke dlaam tanah selama sebulan lebih.

2. Pertanian primitif

Ketika manusia pengumpul dan berburu mulai berusaha menjaga bahan makanan maka mulai terjadi suatu mata rantai antara periode pengumpul dan berburu dengan pertanian primitif. Orang-orang semang yang suka makan buah durian akan tinggal di dekat pohon durian untuk mencegah monyet dan binatang-binatang lain menghabiskan buah durian. Mereka juga menanam kembali batang dan sulur umbi liar yang umbinya telah mereka ambil, sehingga dapat tumbuh kembali. Tindakan ini adalah satu langakh menuju pertanian primitif

Setelah berabad-abad lamanya wanita mendapatkan pengetahuan yang baik tentang kehidupan tumbuh-tumbuhan. Eduard han dan beberapa sarjana lainnya menganggap wanita adalah penemu cara penanaman dan penghasil bahan makanan yang pertama. Han menamai pertanian primitif sebagai Hackbau (hoe culture atau hoe tillage = pertanian pacul atau pertania bajak).dia menganggap pacul adalah alat kerja wanita, sedangkan bajak alat kerja pria.Teori han yang pertama menyatakan wanita adalah yang pertama memulai penanaman mungkin dapat diterima tetapi pendapatnya tentang

(7)

7 perbedaan antara pertanian primitif dan pertanian yang lebih maju berdasarkan alat kerja yang digunakan apalagi dihubungkan dengan jenis kelamin tidaklah dapat diterima meskipun di beberapa daerah atau negara banyak wanita yang bekerja sebagai petani.

Perbedaan yang fundamental antara pertanian primtif dengan pertanian yang lebih maju adalah dalam hal penggunaan lahan. Petani-petani primitif, bertani secara berpindah-pindah. Sebidang tanah ditanami sekali sampai 2 kali kemudian ditinggalkan dan mereka mencari tanah baru untuk ditanami dan seterusnya. Sehingga sistem pertanian ini disebut huma atau ladang berpindah.

3. Pertanian tradisional

Pada pertanian tradisional orang menerima keadaan tanah, curah hujan, dan varietas tanaman sebagaimana adanya dan sebagaimana yang diberikan alam. Bantuan terhadap pertumbuhan tanaman hanya sekedarnya sampai tingkat tertentu seperti pengairan, penyiangan, dan melindungi tanaman dari gangguan binatang liar dengan cara yang diturunkan oleh nenek moyangnya. Peternakan merupakan penjinakan hewan-hewan liar untuk digunakan tenaga dan hasilnya. Sedangkan perikanan merupakan hasil penangkapan dan pemeliharaan secara sederhana serta tergantung pada kondisi alam.

4. Pertanian progresif (modern)

Manusia mengguanakan otaknya untuk meningkatkan penguasaannya terhadap semua yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan hewan. Usaha pertanian merupakan usaha yang efisien, masalah-masalah pertanian

(8)

8 dihadapi secara ilmiah melalui penelitian-penelitian, fasilitas-fasilitas irigasi dan drainase dibangun dan dimanfaatkan untuk mendapatkan hasil yang maksimum, pemuliaan tanaman dilakukan untuk mendapatkan varietas unggul yang berproduksi tinggi, respon terhadap pemupukan, tahan terhadap serangan hama dan penyakit serta masak lebih cepat.

Susunan makanan ternak disiapkan secara ilmiah dan dikembangkan metode berbagai macam input dilakukan secara ilmiah dan didorong motivasi ekonomi untuk mendapatkan hasil dan pendapatan yang lebih besar. Hasil pertanian dalam bentuk bulk (lumbung) diolah untuk mendapatkan harga yang lebih tinggi. Cara pengawetan hasil pertanian dikembangkan untuk menghindarkan kerusakan dan mendapatkan nilai yang tinggi. Sejarah perkembangan pertanian diatas adalah unsur-unsur sistem berladang-berpindah yang telah bertahun-tahun dijalankan orang Sakai.

Sistem perladangan berpindah ini diasumsikan sebagai inti kebudayaan dan mata pencaharian hidup yang dikaji dari perspektif antropologi ekologi disini akan penting artinya tidak hanya untuk komunitas orang Sakai di Riau pada umumnya. Sistem perladangan berpindah orang Sakai merupakan topik kajian etnografis yang menarik, bukan hanya karena kajian seperti ini belum pernah dilakukan sebelumnya, melainkan juga sistem pertanian ini sejak tahun 1990-an berhimpit dengan sistem perkebunan karet. Hal ini merupakan fenomena perubahan sosial budaya yang sangat menarik untuk diperhatikan. Dalam konteks perubahan budaya ini prospek sistem perladangan tradisional sebagai inti kebudayaan dan mata pencaharian hidup masyarakat tersebut perlu dipahami dari perspektif antropologi sosial budaya.

(9)

9 Sistem perladangan berpindah seperti yang dilakukan orang Sakai sebetulnya telah sejak lama dan dipraktekkan masyarakat dunia pada umumnya dan berbagai negara tropis khusunya seperti di Asia Tenggara, Amerika dan Afrika. Aspek sosial budaya, ritual, mitos dari perladangan orang Sakai secara umum yang di deskripsikan oleh coomas (1980,1987) dan Hopes (1997) adapun aspek ekonomi perladangan dibahas secara eksplisit oleh Hadi dan Lung (1988) dan secara implisit oleh Fulcher (1982) dan Massing (1981,1982). Kajian mengenai aspek perladangantersebut hanya berupa deskripsi singkat tanpa analisis apa pun. Tujuan tidak lebih daripada sekedar pelengkap suatu kerangka etnografi, kecuali kajian Hadi dan Lung (1988).

Sehubungan dengan prospek perladangan tradisional ini, Coomans (1980,1987) mengusulkan agar sistem perladangan orang Sakai tersebut diubah, jika mereka mau berkembang kesuatu tahap masyarakat yang lebih modern. Coomans juga sangat menganjurkan agar mitos dan ritual masyarakat ini dipelajari lebih lanjut oleh peneliti lain, jika orang ingin memahami secara betul masyarakat tersebut. Menurut saya, kajian Coomans itu penting, namun sayang hanya bersifar deskriptif. Walaupun demikian, aspek sosial budaya, ritual dan mitos tentang ladang dan padi dianggap penting menurut kajian ini.

Fulcher (1982) membahas aspek ekonomi dan teknologi perladangan orang Sakai di Kecamatan Mandau dalam kerangka penelitian mengenai integrasi sosial budaya antara komunitas transmigrasi asal jawa, komunitas penduduk asli. Ekonomi perladangan orang Sakai di situ dideskripsikan

(10)

10 untuk dibandingkan dengan ekonomi pertanian pola tegalan para transmigran. Perspektif studi ini adalah antropologi budaya, deskripsi etnografis tentang sistem perladangan cukup memadai, namun tanpa analisis yang mendalam. Kesimpulannya ialah bahwa ekonomi pertanian transmigran cenderung lebih berkembang. Dalam arti mampu mencukupin kebutuhan pokok sebagian besar rumah tangga dibandingkan dengan ekonomi perladangan penduduk asli yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok yang sama. Dilahan perladangan bertanah kering yang sama, para transmigran menggunakan cangkul untuk menyuburkan tanaman padi dan non padi, sedangkan penduduk asli tidak menggunakan cangkul dan pupuk. Aspek teknologis dan ekonomis lebih ditonjolkan dalam studi ini. Menurut saya studi ini sangat menarik.

1.3. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, telah dijelaskan bahwa di dalam permasalahan pertanian khususnya pertanian di Desa Petani Kabupaten Riau, sudah banyak mengalami perubahan mulai dari perubahan sistem berladang-berpindah, alat-alat yang dugunakan dalam berladang. Perubahan ini dilakukan saat adanya penyuluhan dari Pemerintah, pemerintah datang untuk mengajari mereka bertani ataupun berladang. pertama kali yang mereka tanam adalah jagung yang dimana pertumbuhan jagung tidaklah lama seperti tanaman lainnya.

Adapun permasalahan dari Sistem Berladang orang sakai tersebut adalah: 1. Bagaimana sistem berladang orang sakai dengan seiringnya

(11)

11 2. Perubahan teknologi apa saja yang dilakukan orang sakai dalam

melakukan sistem berladang?

1.4. Ruang Lingkup Masalah dan Lokasi Penelitian

Yang menjadi ruang lingkup penulisan ini hanya berfokus pada “Sistem Berladang Orang Sakai” saja, dan Bagaimana Perubahan sistem Berladang itu dilihat dari segi pertanian Indonesia, pertanian di Riau dan juga sistem pertanian di Desa petani, kabupaten Bengkalis,Riau. Mengingat ruang lingkup pembahasan nantinya akan semakin luas sekali, oleh karena itu saya hanya membatasi sekitar masalah sistem pertanian orang sakai dan bagaimana “perubahan dalam berladang-berpindah dan perubahan alat yang digunakan dalam pertanian” tersebut. Sehingga ruang lingkup masalah yang saya teliti hanya berfokus pada satu objek masalah saja. Oleh karena itu saya akan memfokuskan atau mengkonsentrasikan dengan judul, “Sistem Berladang Menetap orang Sakai”. Maksud dari” Sistem Berladang adalah budidaya tanaman kehutanan (pohon-pohon) bersama dengan tanaman pertanian (tanaman semusim).

b. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Petani, Kabupaten Bengkalis Riau. Alasan mengapa saya memilih lokasi untuk penelitian ini, bahwa penduduk yang ada yang di Desa Petani ini terdapat banyaknya orang sakai dan sistem pertanian mereka juga sudah mengalami perubahan. Selain itu berdasarkan data yang saya temukan dilapangan bahwa di Desa Petani khususnya hampir mayoritas bersuku Melayu dan beragama Islam. Oleh sebab itu, dalam penulisan skripsi ini lokasi penelitian sangat berkaitan dengan judul skripsi saya. Berdasarkan hasil pengamatan yang menunjukkan bahwa desa ini merupakan sentra terbesar dalam

(12)

12 mempunyai lahan berladang, terdapat 25 KK yang memiliki lahan berladang. Perjalanan ke Lokasi tersebut sangat lah lama, 16 jam dari kota Medan dengan bus antar provinsi maupun mobil pribadi melalui medan-duri dengan ongkos 150.000. jarak perjalanan dari simpang jurong ke Desa Petani berkisar ±15 KM, keadaan jalannya dari simpang jurong ke desa petani tidaklah begitu mulus,karena jalan tersebut setengah sudah di aspal dan setengah lagi berbatu-batu. Alat transportasi yang digunakan pada umumnya pada masyarakat desa Petani yaitu Sepeda Motor, Adapun angkutan umum yang digunakan masyarakat desa Petani yaitu Bus antar Provinsi untuk mencapai kekota dan bagi masyarakat yang tidak memiliki kendaraan pribadi menumpang ke mobil-mobil proyek atau perusahaan yang beroperasi didaerah itu.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana perubahan pertanian tersebut yang terjadi di Desa Petani ini khususnya. Selain itu, tujuan dari penelitian ini juga mendeskripsikan bagaimana kehidupan orang sakai dengan sistem Berladang di Desa Petani ini dalam mengahadapi perubahan tersebut. Apakah dengan perubahan sistem berladang tersebut dapat diterima dan dijalankan oleh orang sakai yang ada di Desa Petani.

Hasil penelitian ini juga diharapkan memiliki manfaat, baik secara praktis maupun secara akademis. Penelitian ini dapat memberikan masukan terhadap pemerintah khususnya untuk dapat lagi memperdulikan orang-orang sakai yang membutuhkan kepedulian dari

(13)

13 pemerintah, khususya di Desa Petani. Secara akademis, penelitian ini dapat menambah wawasan keilmuan, khususnya dalam bidang Antropologi mengenai fenomena sistem pertanian orang sakai di Desa Petani.

1.6 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang berdasarkan deskriptif, yang bertujuan untuk mendekripsikan secara faktual dan sistematis mengenai kasus-kasus pertanian yang terjadi di Desa Petani ini khususnya, dan proses perubahan sistem pertanian pada orang sakai di Desa Petani. Serta, penelitian ini menjelaskan bagaimana perubahan sistem pertanian itu dilihat dari berbagai macam perubahan baik dari cara sistem pertanian maupun alat-alat yang digunakan dalam bertani, menangkap ikan, dll.

1.6.1 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian guna mendapatkan data-data dilapangan antara lain :

a. Teknik Observasi

Pada saat berada di lapangan, yang Peneliti lakukan pertama sekali ialah mengamati dan mencatat segala gejala yang diteliti yang berhubungan dengan pertanyaan penelitian. Gejala yang diamati antara lain adalah bagaimana proses perubahan pertanian tersebut, yaitu perubahan-perubahan apa saja yang di butuhkan dalam sistem pertanian, alat-alat apa saja yang digunakan dalam perubahan sistem pertanian, bagaimana kehidupan orang sakai dalam bertani. Selain itu, pada saat berada dilapangan saya juga mengamati bagaimana cara menanam, cara

(14)

14 panen, upacara panen padi, upacara pernikahan di Desa Petani. Dalam hal yang berkaitan dengan penelitian ini, selanjutnya saya mengamati bagaimana rangkaian proses sistem pertanian yang tinggal di Desa Petani khususnya.

Selain observasi, peneliti juga berpartisipasi dalam beberapa hal, yakni peneliti tinggal bersama orang sakai, mengikuti kegiatan Orang Sakai seperti mencari ikan, bertani dan berladang serta mengajar di Sekolah Dasar yang ada di jembatan II tersebut. Tujuan peneliti melakukan partisipasi ini adalah untuk dapat mendekatkan diri lebih dalam dengan masyarakat yang diteliti.

b. Teknik Wawancara

Selain melakukan observasi (pengamatan), saya juga melakukan wawancara terhadap informan yang benar-benar mengetahui tentang masalah yang sedang diteliti oleh saya. Wawancara merupakan salah satu bagian terpenting dalam penelitian ini. Wawamcara yang dilakukan adalah wawancara mendalam atau depth interview dan wawancara bebas, dimana pertanyaan difokuskan kepada pertanyaaan penelitian yang sebelumnya telah disusun ke dalam daftar interview guide dengan tujuan agar pertanyaan yang disampaikan tetap fokus pada perumusan masalah. Wawancara ini dilakukan beberapa kali sesuai dengan keperluan saya yang berkaitan dengan kejelasan dan kemantapaan masalah yang dijelajahi.

Awalnya saya mendatangin rumah ketua RT/RW untuk mewawancarai orang yang terkait dalam penulisan skripsi ini, seperti

(15)

15 ketua RT/RW Bapak Sugeni (46 tahun) namun saya tidak menemukan informasi yang disampaikan oleh Bapak Sugeni tersebut. Saya pun akhirnya ditujukan kepada Ketua adat sakai di Desa Petani yang bernama Bapak Sudarto (55 tahun), karena menurut Bapak Sugeni, Bapak Sudarto sangat mengetahui apa yang sedang saya teliti. Bapak Sudarto ini adalah orang pertama kali yang tinggal di Desa Petani bersama keluarganya.Setelah itu saya memberikan pertanyaan kepada beliau dan beliau pun membenarkan bahwa di Desa Petani ini memang sudah banyak mengalami perubahan baik dari sistem pertanian dan perubahan alat-alat apa yang sudah dilakukan di Desa Petani tersebut. Tujuan mereka mengalami perubahan sistem pertanian ini agar mereka lebih maju lagi dan tidak lagi dibilang orang terasing. Setelah mendapatkan informasi tersebut, beliau juga menyuruh saya juga diajak ke ladangnya Bapak Sudarto agar saya secara langsung melihatnya. Tanpa pikir panjang saya pun langsung ikut pergi bersama Bapak Sudarto dan saya langsung melihat cara-cara orang-orang sakai tersebut bertani serta ikut dalam bertani.

Setelah melihat mereka bertani dan ikut serta dalam bertani tersebut, awalnya saya sangat kesulitan dalam mencangkul dan menanam karena sebelumnya saya tidak pernah melakukan tersebut. Saya akhirnya meminta bantuan dari ibu Siti (45 tahun) isteri Bapak Sudarto, bagaimana cara mencangkul dan menanam tersebut. kemudian saya mengikuti cara yang diajarkan oleh Ibu Siti Tersebut. Saya banyak melihat orang sakai tersebut sibuk menanam tanaman. Ada seperti padi, ubi menggalo, sawit,

(16)

16 dll. Saat saya dan Ibu Siti capek kami pun berhenti dan beristirahat sejenak. Saat kami beristirahat Ibu Siti bercerita bahwa ladang yang di dekat Ibu Siti itu adalah Ibu Suwandari yang menanam ubi menggalo yang dimana makanan tersebut adalah makanan asli orang sakai tersebut. Beliau juga mengatakan kepada saya agar mereka juga menjadi salah satu informan saya nantinya.

Setelah mendapatkan informan dari Bapak Sudarto dan ikut serta menbantu Ibu Suwandari, maka langkah saya selanjutnya Bapak Roni (40 tahun). Beliau adalah petani yang menanam ubi menggalo, ubi menggalo ini adalah tumbuh 3-4 bulan dan selain petani ubi menggalo Bapak Roni juga sebagai petani mencari ikan. Ubi menggalo ini adalah makanan asli orang sakai, makanan asli orang sakai ini tidak bisa ditinggalkan walaupun mereka sudah mengganti makanan mereka tapi tetap saja mereka tidak lupa dengan ubi menggalo makanan asli mereka. sedangkan ikan yang dicari Bapak Roni ini adalah ikan juara padi. Ikan juara padi ini bisa dikomsumsi sendiri maupun dijual. Setelah ika ini diambil dari sungai akhirnya di asepkan, ikan ini di asepkan selama setengah hari dengan bara api saja yang tidak menyala.

Selanjutnya saya mewanwancari Bapak choril (50 tahun) yang dimana Bapak ini adalah orang pekerja sebagai tukang balok kayu dan mencari ikan. Pagi hari Bapak ini mencari ikan setelah itu ikan tersebut diasepkan yang dikerjakan oleh isteri Bapak Choril yang bernama Ibu Rika (45 tahun). Selanjutnya, siang hari Bapak Choril ini pergi bekerja lagi sebagai tukang balok kayu dan pulang malam hari. Walaupun umur

(17)

17 Bapak Choril ini sudah umur 50 tahun tapi tetap masih kuat untuk pergi bekerja.

Selanjutnya saya juga mewawancari Ibu Tiwi (45 tahun) yang dimana Ibu Tiwi ini adalah seorang janda yang mempunyai sepasang anak. Ibu Tiwi menghidupin keluarganya dengan bekerja sebagai petani yang menanam padi dan ubi menggalo. Ibu ini juga sangat senang dengan sistem pertanian mereka yang sudah berubah. Karena dengan sistem berladang menetap lebih gampang dan tidak sulit lagi mencari ladang yang sudah tumbuh dengan tananamnya. Ibu Tiwi ini janda selama 10 tahun, beliau janda karena suaminya meninggal karena diserang penyakit. Ibu Tiwi ini tidak ingin lagi menikah karena beliau trauma dengan suaminya yang tidak bertanggungjawab, suka minuman keras dan bermain perempuan.

1.6.2 Rangkaian Pengalaman Saya di Lapangan

Banyak pengalaman-pengalaman yang saya dapatkan saat berada di lapangan ketika melakukan penelitian ini, begitu juga dengan rasa sedih dan rasa senang yang setiap harinya datang silih berganti tanpa saya sadari. Saya memiliki informan-informan yang baik dalam memberikan informasi yang saya inginkan. Begitu juga dengan aparat pemerintah Desa Petani, seperti bapak Bapak Sugeni (Ketua RT/RW), Bapak Sudarto (Ketua Adat Sakai) dan juga orang-orang Sakai di Desa Petani ini, yang bersedia berbagi ilmu, canda, tawa dan banyak informasi yang diberikan kepada saya terkait dengan penelitian ini.

Penulis tiba di Lokasi penelitian pada tanggal 10 agustus 2014, langkah awal terlebih dahulu saya melapor ke kantor Desa Petani dan membawa surat izin

(18)

18 penelitian dari kampus serta menjelaskan maksud dari kedatangan saya ke Desa Petani ini. Penulis datang bersama saudara yaitu Tulang dan pacar penulis. Penulis tahu lokasi tersebut dari Tulang, karena Tulang penulis juga punya ladang di daerah Desa Petani tersebut. Penulis dan Tulang penulis pergi ke Desa Petani dengan menggunakan mobil sedangkan pacar penulis menggunakan sepeda motor. Saat kami datang ke Desa petani anak-anak pun langsung datang menghampiri kami dan mengikuti kami kemana pun kami pergi.

Saya langsung di suruh berhadapan dengan Kepala adat Desa Petani yaitu Bapak Sugeni (46 tahun), Saya pun memperkenalkan diri dan tidak lupa juga saya memberikan surat izin penelitian dari Universitas Sumatera Utara kepada beliau,serta meminta izin agar saya bisa tinggal di Desa Petani tersebut. Beliau sangat menerima kedatangan saya dengan baik, pada saat saya berdiskusi dengan beliau, beliau sangat tertarik dengan judul yang saya ingin teliti nantinya di Desa Petani.

Setelah sekian lama berdiskusi dengan beliau, beliau menyuruh saya pergi ke rumah Bapak Sudarto (55 tahun) beliau adalah ketua adat Desa Petani, ternyata Bapak Sudarto ini adalah orang tua angkat Tulang penulis, karena ladang yang dikerjakan Bapak Sudarto ini adalah ladang Tulang saya. Tulang saya angkat Bapak Sudarto ini menjadi orang tua angkat karena Bapak ini sangat baik dan jujur terhadap keluarga Tulang saya. Saya disuruh tinggal dirumah Bapak Sudarto karena Bapak tersebut lebih tahu tentang kehidupan orang Sakai serta perubahan sistem berladang berpindah menjadi berladang menetap. Sebelum kami berangkat anak-anak tersebut datang menghampirin saya kerumah bapak Sudarto dan minta ikut foto bersama Saya.

(19)

19 Setelah selesai berfoto, Kami pun langsung pergi kerumah Bapak Sudarto orang tua angkat Tulang saya, sebelum kami naik kami dikerumunin anak-anak dan minta uang kepada saya. Lalu Tulang saya mengatakan “kasih aja demi penelitianmu”, karena orang yang berdatang ke Desa Petani untuk bertujuan penelitian di mintain uang juga. Saya pun mengasihnya uang 2 ribu per orang, setelah itu pun kami berangkat. Akhirnya kami pun sampai kerumah Bapak Sudarto dan menyampaikan maksud dan tujuan saya datang ke rumah beliau. Tidak lupa juga penulis menyertakan surat izin penelitian dari Universitas Sumatera Utara.

Selang beberapa menit kemudian beliau menanyakan kembali tentang judul yang ingin saya teliti di Desa Petani, mengapa anda mengambil judul tentang sistem berladang orang sakai? Tanya beliau kepada saya, tanpa pikir panjang saya pun menjawab pertanyaan yang beliau berikan kepada saya. Setelah lama menjelaskan judul penelitian saya kepada beliau, akhirnya beliau pun paham dengan apa yang sedang saya teliti di Desa Petani ini. Kemudian beliau juga menanyakan kembali kepada saya, apa yang harus kami bantu kepada anda? Tanya beliau kepada saya, saya pun menjawab dengan senang hati “Ya” yang saya butuhkan “pak” seperti demografi desa secara umum, sejarah Desa Petani, jumlah penduduk berdasarkan usia, mata pencaharian penduduk dan lainnya “pak” sesuai data yang diperlukan saya nantinya. Beliau pun menjawab “oke” tidak ada masalh bagi kami dan kami akan segera memberikan data tersebut kepada anda, jawab beliau kepada saya. Jika dikemudian hari ada halangan dan hambatan yang anda daptkan di lapangan harap melapor ke kapada saya “ya”, kata beliau kepada saya dan saya menjawab “oke terima kasih atas perhatiannya pak.”

(20)

20 Sekalian juga saya minta izin untuk tinggal beberapa minggu di tempat Bapak tersebut dan Bapak tersebut menjelaskan dengan senang hati saya bisa menerima anda tinggal disini.

Hari pertama saat berada di lapangan, dengan hati penuh dengan kegembiraan saya pun pergi bersama Bapak Sudarto pada Pukul 08.00 pagi ke Kantor Desa Petani untuk mengambil data tentang kependudukan serta demografi Desa Petani secara umum. Setelah saya mendapatkan data tersebut kemudian saya juga menanyakan apakah penduduk Desa Petani ini orang sakai semua atau ada penduduk pendatang?. Beliau pun menjawab dengan nada suara yang tenang “ada” tetapi orang pendatang tersebut adalah orang suku batak yang jauh dari tempat kami tinggal ini. Tidak lama kemudian saya diajak oleh Bapak Sudarto untuk bertemu dengan orang-orang pendatang tersebut. Akhirnya kami pun sampai dirumah pendatang yang bernama Ibu Silaban/Bapak Sinaga tersebut dengan jarak tempuh perjalanan setengah jam. Saya pun memperkenalkan diri dan menceritakan maksud kedatangan saya kerumah mereka. Saat mendengar saya boru Silaban mereka sangat senang karena baru ini mereka melihat boru silaban yang cantik. Lalu Ibu Silaban ini mengatakan panggil saya” namboru” ea. Jawab saya “ea namboru”.

Mereka tinggal jauh dengan orang sakai tersebut karena mereka orang-orangnya jahatnya dan mau pun tinggal dengan orang sakai tersebut karena mereka mendapatkan lahan yang murah itu hanya di Desa Petani. Saat Ibu ini cerita tentang keburukan orang sakai tersebut dengan pakai bahasa batak. Pekerjaan mereka ini adalah berladang juga, mereka mempunyai lahan 2 hektar yang ditanamin sawit. Karena Bapak Sudarto ini mau ke ladang lagi maka pun

(21)

21 permisi kepada yang punya rumah. Lalu namboru itu mengatakan “olo, ro ma hamu anon da”. Jawab saya “ea namboru” (sambil menyalam mereka).

Kami pun berangkat pulang ke Bapak Sudarto dan sampai kerumah Pukul 11.00 pagi. Setelah sampai kami pun langsung bersiap-siap untuk pergi ke ladang, sebelum berangkat kami makanan dulu. Saya dan Ibu Siti siapkan makanan dan kami pun makan sama. Selang beberapa menit kami pun siap makan dan istirahat sejenak dan langsung pergi ke ladang. Kami keladang jalan kaki dan menggunakan sampan untuk menyeberangi sungai tersebut. Setelah sampai kami pun membersihkan ladang tersebut setelah itu kami langsung menanami tanaman. Sambil bekerja kami cerita-cerita tentang sistem pertanian mereka dengan sambil bercerita capeknya pun tak terasa. Banyak pengalaman dan informasi yang bisa saya dapat dari Bapak/Ibu ini. Setelah semuanya selesai kami istirahat sejenak baru kami pulang kerumah karena matahari sudah terbenam.

Di Desa Petani ini belum masuk listrik sehingga warga tersebut memakai diesel yang dimana setiap harinya dihidupkan pada pukul 18.30 wib. Setelah sampai dirumah Bapak Sudarto langsung menghidupkan diesel dan penulis bersama ibu siap-siap untuk memasak makan malam. Lauk-pauk kami pada malam hari adalah ikan juara padi yang dimana sudah diasapin, digoreng dan disambel. Sayurnya kangkung yang ditumis. Ikan juara padi ini sangat enak apa lagi kalau digulai lebih enak lagi rasanya. Setelah kami masak, penulis pun mandi dengan menggunakan kain basah dengan menggayung air dari sungai. Keadaan sungai yang dalam membuat penulisa tidak berani untuk berenang. Pada awalnya penulis ragu untuk mandi dengan air sungai, kerena air sungai berwarna hitam kecoklatan. Selain itu mereka juga buang kecil dan besar langsung kesungai

(22)

22 tersebut. mereka juga menggosok gigi dengan mengambil air hujan yang ditampung kalau pun hujan tidak turun mereka menggunakan air bersih yang dibeli 1 derejen itu 6000. Penulis sangat tidak nyaman mandi disungai tersebut dan penulis juga sangat prihatin melihat warga tersebut karena tidak memperhatikan kebersihan tubuh dan lingkungannya. Terutama pemakaian sikat gigi yang digunakan bergantian dengan anggota keluarga lainnya, ada yang menggunakan sabuk pinang dan bahkan ada juga yang tidak menggosok gigi sehingga gigi mereka ada yang berwarna kuning.

Setelah semuanya selesai mandi kami pun makan malam bersama, sebelum kami makan kami memulai doa dengan agama kami masing-masing. Selesai makan malam bapak Sudarto langsung ke depan untuk menghidupkan TV dan selesai penulis membereskan makan malam dan langsung pergi kedepan bergabung dengan bapak Sudarto untuk menonton TV. Karena bapak Sudarto menonton siaran bola dan penulis tidak menyukai bola maka penulis permisi kepada bapak Sudarto untuk pergi jalan-jalan melihat keadaan malam bersama pacar saya. Kami pun berkeliling kampung tersebut sampai kami berjumpa dengan satu keluarga yang sedang asyik duduk di depan pintu dan kami pun menghampiri mereka dan mempersilahkan kami masuk kerumahnya. Bapak tersebut bernama subeni dan bapak choril. Kami bercerita terntang Suasana kampung tersebut dimalam hari. Ternyata sangat sepi dan gelap karena tidak adanya lampu dijalan. Setelah kami cerita panjang lebar dan waktu yang sudah menunjukkan pukul 22.00 wib kami pun permisi pulang.

Orang Sakai ini tidur dengan menggunakan tilam, kasur lipat atau tikar di depan TV. Hanya sebagian warga saja yang menggunakan tempat tidur dan tidur

(23)

23 didalam kamar. Penulis tidur dengan menggunakan kasur lipat, bantal dan selimut yang sudah dikasih sama ibu Siti. Penulis tidur di depan TV dan pacar Penulis tidur bersama anak bapak Sudarto di tempat tidur. Keadaan lantai dan dinding rumah bapak Sudarto terbuat dari papan yang tidak tertutup rapat sehingga membuat banyaknya nyamuk dan angin yang masuk.

Kegiatan pada pagi hari yang dilakukan secara rutin adalah mencari ikan disungai dengan menyelam kedalam karena kalau menggunakan sampan maka ikan-ikan tersebut pada kabur mendengar suara mesin sampan tersebut. Saya ikut bersama Bapak Sudarto dan Ibu Siti untuk mencari ikan. Suasananya sangat dingin apalagi pada saat sudah menyelam kedalam sungai tersebut sangat dingin sekali. Kami pergi pada pukul 05.00 sampai dengan hasil yang kami dapat sudah banyak.

Hasil tangkapan kami dengan melangai kebanyakan ikan-ikan juara padi yang kecil-kecil tetapi kalau menggunakan Lukah hasil tangkapannya cukup besar-besar. Selesai pulang mencari ikan kami pergi melihat lukah atau taju yang dipasang sore sebelumnya. Terdapat 3 lukah yang dipasang bapak Sudarto dan Ibu siti hasil tangkapan ikan dalam satu lukah sekitar 6-15 ekor ikan bulan-bulan. Penulis memperhatikan cara mereka dalam mengambil ikan yang teperangkap dalam lukah, memperhatikan mereka meletakkan lukah, bertanya dimana tempat meletakkan lukah agar mendapatkan banyak ikan, upan yang digunakan dan lain-lain. Ikan yang didapat dari lukah ini antara lain ikan bulan-bulan dan ikan selais.

Ibu siti pun langsung menghidupkan api untuk mengasapin ikan juara padi sambil menunggu ikan siap diasapin ibu Siti sambil mengolah ikan bulan-bulan menjadi ikan asin. Penulis pun memperhatikan cara ibu Siti dalam mengasepkan

(24)

24 ikan dan mengolah ikan menjadi ikan asin. Ibu Siti menjelaskan bahwa ikan yang diasepkan butuh semalaman sedangkan ikan asin dijemur sekitar 2-3 hari sampai ikan tersebut kering.

Pukul 11.00 bapak Sudarto bersiap-siap keladang karena ibu Siti sedang mengeringkan dan mengolah ikan maka bapak Sudarto sendiri yang pergi keladang sedangkan penulis dengan Ibu Siti menunggu ikan yang diasepin sambil bercerita. Hari pun sudah menjelang sore dan ikan pun belum siap diasepin maka apinya dimatikan dan dilanjutkan setelah pulang mencari ikan, penulis dan Ibu Siti pergi lagi untuk mencari ikan. Sore ini kami mencari ikan dengan menggunakan sampan dan hasil yang kami dapat sore ini lebih sedikit dari pada pagi hari. Mataharipun mulai terbenam kami pun pulang, ternyata bapak Sudarto sudah sampai dirumah terlebih dahulu. Ternyata bapak Sudarto sudah menghidupkan api ydan melanjutkan ikan tersebut untuk diasepin dengan menggunakan api kecil agar ikan tersebut tidak gosong.

Pada tanggal 15 Agustus penulis sudah tidak bisa lagi menahan buang air besar yang sudah beberapa hari ini penulis menahan-nahan sambil memegang batu agar tidak buang air besar. Karena penulis tidak bisa untuk buang air besar langsung kesungai tersebut. Saat ibu Siti melihat saya merintih kesakitan ibu Siti langsung menayakkan kepada penulis tentang keadaan penulis dan penulis menjawab kalau penulis sesak mau buang air besar lalu Ibu Siti langsung menyuruh penulis untuk pergi kesungai untuk buang air besar. Selesai penulis buang air besar, penulis melihat Ibu Siti sibuk membersihkan ikan yang kami ambil tadi pagi dan saya ikut membantunya.

(25)

25 Pada tanggal 17 agustus di desa petani ini merayakan hari kemerdekaan Indonesia dengan menggadakan suatu permainan. Saya ikut bagian dalam permainan tersebut, permainan yang saya ikutin adalah permainan tarik tambak ibu-ibu lawan bapak. Kami pikir kami akan kalah karena tenaga bapak-bapak tersebut lebih kuat dari pada ibu-ibu. Ternyata salah kami yang ibu-ibu ini yang menang karena cuaca saat itu hujan dan becek kami semua yang ikut tarik tambang pada berjatuhan karena licinnya. Seru habis saat mengikuti perlombaan seperti itu walaupun penulis baru bebeapa hari tapi rasanya sudah bertahun-tahun tinggal dan mengenal warga tersebut.

Besoknya saya mengalami sakit demam dan ibu Siti sangat kwatir dan mengambil daun esam dari semak-semak pinggir jalan. Ibu Siti langsung mengelolahnya dan memberikan kepada penulis agar diletakkan ke dahi agar panasnya turun dan meminumnya. Tapi penulis sangat ragu meminumnya sehingga penulis tidak meminumnya.

Pada tanggal 20 agustus saya pergi bersama pacar dan keluarga Bapak Sudarto ke Desa Bonai yang dimana Desa Bonai ini adalah bagian dari Desa petani yang dimana perumahan sosial orang sakai juga yang di dirikan oleh pemerintah. Kami pergi ketempat saudara mereka. Ternyata jauh lebih berbeda dengan keadaan orang Sakai di Desa Petani. Di Desa Bonai ini tidak lagi menggunakan air sungai untuk mandi, mencuci dan lain sebagainya. Karena setiap rumah mereka sudah memiliki air sumur yang bersih dan agak sedikit bau. Warga yang di Desa petani itu adalah pindahan dari Desa Bonai mereka pindah karena masih ingin mengalami kehidupan yang tinggal di atas air. Di Desa Bonai ini sudah memperhatikan kesehatan dan pendidikan anaknya.

(26)

26 Kami tinggal ditempat saudara bapak Sudarto karena saudaranya sakit, saudara bapak Sudarto ini guru yang mengajar di SD yang bernama ibu Lia. Ibu Lia ini menyuruh Penulis untuk menggantikan ibu itu untuk sementara saja. Penulis mengatakan kalau saya tidak membawa seragam dan sepatu untuk mengajar. Lalu ibu Lia ini menjawab dengan menggunakan kaos biasa dan sendal juga bisa kok. Penulis pun akhirnya mau dan pacar penulis pun ikut membantu untuk mengajar anak-anak SD tersebut. Anak-anaknya sangat baik dan mau diajarin, penulis mengajarkan semua mata pelajaran kecuali agama islam yang dimana saya tidak megerti. Saya sangat senang bisa mengajar mereka dan punya pengalaman untuk mengajar. Semangat mereka untuk belajar sangat tinggi dibandingkan dengan di Desa Petani. Anak-anak Di Desa petani ini tidak ada semangat untuk sekolah dan dorongan orang tua pun juga tidak ada malah mendukung anak-anaknya tidak bersekolah. Saya mengajar di sekolah selama 2 hari saja dan selanjutnya kami langsung pulang ke Desa Petani karena masih banyaknya pekerjaan tersebut belum selesai. Penulis pun sangat berterima kasih kepada ibu Lia sudah mengasih kesempatan untuk mengajar di sekolah tersebut dan kami pun berpamitan untuk pulang.

Pada pagi hari sekitar pukul 10.00 sehabis mencari ikan penulis, pacar penulis dan Ibu Siti untuk bersiap-siap ke Kantor Desa untuk mengambil data tentang Desa Petani. Kami menggunakan 2 sepeda motor ke Kantor Desa penulis dengan pacar penulis dan Ibu Siti dengan sendirinya. Akhirnya kami pun sampai dan menjumapai bapak Hendra. Bapak hendra ini menyambut kami dengan ramah dan penulis menceritakan maksud dan tujuan penulis datang kesini. Penulis menanyakan apakah bapak Hendra memiliki data wilayah Desa Petani ini.

(27)

27 Kemudian Bapak Hendra langsung mencari dan mengambil berkas tersebut antara lain peta desa petani, berita acara pemasangan Tugu Batas Desa, Berita Acara Penetapan Batas Wilayah Desa/ Kelurahan, Daftar koordinat batas Desa Petani Kecamatan Mandau, dan bentuk pilar batasan desa. Penulis meminjam sebentar berkas tersebut untuk difotocopy. Selain itu penulis juga banyak berbincang dengan Bapak Hendra mengenai keadaan masyarakat sakai di Desa Petani ini.

Setelah selesai kami pun berpamitan dan langsung pergi ke kota untuk memfotocopy berkas tersebut dan setelah selesai kami balek ke Kantor Desa untuk memulangkan berkas tersebut dan berterima kasih kepada Bapak Hendra. Kami ppun langsung pulang ke rumah karena perut sudah tidak memungkinkan lagi. Pukul 03.00 sore kami sampai dirumah dan langsung mempersiapkan untuk makan dan selesai makan kami langsung pergi mencari ikan.

Pada tanggal 24 Agustus pukul 08.00 kami pergi keladang untuk memanen ubi menggalo hasil panennya ada yang di jual dan dikonsumsi sendiri dan Ibu Siti menjelaskan kalau ubi menggalo ini rasanya enak dan penulis penasaran ingin merasakannya. Selesai kami dari ladang, kami langsung pulang. Ibu Siti langsung mengelolah ubi tersebut untuk dikonsumsi sendiri. Penulis pun ikut memantu dan penulis pun tahu tahap demi tahap dalam mengelolah ubi menggalo tersebut. ubi menggalo ini adalah makanan asli orang sakai yang rasanya hambar dan berstektur keras.

Beberapa hari penulis sudah di Desa petani ini penulis melihat keadaan sistem pertanian mereka yang sangat mengalami perubahan dan sangat berbeda dalam bertani di Desa Petani dengan bertani di sumatera utara ini. Dahulunya mereka memanfaatkan hasil hutan dan sekitarnya. Mereka juga masih menerapkan

(28)

28 pertanian ladang berpindah dengan tanaman padi dan ubi menggalo. Dulu orang sakai rata-rata memiliki lahan yang luas, tetapi pada saat perusahaan mulai membuka hutan dan belukar mereka banyak kehilangan tanahnya. Memang ada beberapa pihak membantu pengganti pada tanah penduduk yang diambil, akan tetapi lebih banyak lagi yang seenaknya mencaplok itu tanah mereka tanpa permisi dan biaya pengganti tanah juga sangat rendah dan sepihak. Sehingga warga desa Petani ini masing-masing mempunyai lahan tapi tidak sebanyak lahan mereka dulu. Mereka menjaga lahan dan mempergunakan sebaik mungkin untuk kebutuhan mereka masing-masing.

Padi yang ditanam mereka adalah padi kering yang dimana mereka langsung menanam padi tersebut dalam keadaan kering dan ubi menggalo. Untuk menghemat mereka tidak hanya memakan nasi saja tapi ubi menggalo di olah untuk dijadikan makan keseharian mereka juga.

Pada tanggal 25 Agustus Penulis beserta bapak Sudarto pergi mengunjungin rumah Bapak Adim untuk bermaksud menanyakan seputar sejarah kedatangan perusahaan-perusahaan dalam membuka hutan dan belukar tersebut sehingga lahan warga Sakai yang begitu luas menjadi sedikit, perubahan dalam sistem pertanian mereka yang dahulunya berladang-berpindah dan memanfaatkan hasil hutan dan sekarang ini mereka sudah berladang menetap. Dan mengenai keadaan mereka pada saat lahan mereka diambil oleh perusahaan dan pendatang lainnya. Ternyata apa yang diceritakan warga tersebut sama dengan yang diceritakan bapak Admin bedanya saja bapak Admin lebih jelas penjelasannya. Begitu panjang lebar bapak Admin menceritakan kebutuhan penulis tersebut sambil penulis pun merekamnya.

(29)

29 Selesai bercerita dengan bapak Admin saya melihat ibu rika dan anaknya (isteri dan anak bapak Admin) menyusun kayu dan mengikat kayu pada siang hari. Penulis bercerita dengan ibu Rika dan anaknya sambil membantunya. Pekerjaan ini tidak begitu berat, tetapi harus berhati-hati karena tangan dapat tertusuk serpihan kayu atau tertimpa kayu broti ini. Selain itu pekerjaan ini dilakukan diluar sehingga harus berhadapan dengan teriknya sinar matahari yang membuat kulit semakin hitam.

Setelah kami selesai bercerita dengan bapak Admin dan selesai membantu ibu Rika menyusun kayu dan mengikat kayu. Keluarga bapak Admin mengajak kami untuk makan terlebih dahulu sebelum pulang. Karena kurang enak untuk menolak maka kami pun makan terlebih dahulu selesai itu kami istirahat sebentar dan langsung pulang kerumah.

Besok harinya selesai kami pulang bersama mencari ikan penulis dan pacar penulis pergi berdua kerumah Bapak Hendra. Karena kami sudah tahu alamat bapak tersebut maka kami pergi berdua saja. Kami menjumpai bapak Hendra lagi untuk meminta data kependudukan Desa Petani. Bapak hendra memberikan berkas tersebut dan penulis meminjam berkas tersebut untuk di fotocopy dan permisi sama bapak Hendra untuk pamitan. Karena lebih seminggu di Desa Petani ini kami berniat untuk jalan-jalan ke kota satu harian sambil memfotocopy berkas tersebut. rasanya kangen juga dengan keadaan yang keramaian dan keributan. Kami jalan-jalan sambil makan dan minum. Pukul 15.00 kami pun berencana pulang takutnya sampai dirumah kemalaman. Sebelum kerumah kami mampir dulu kerumah Bapak Hendra untuk memulangin berkas tersebut setelah itu langsung menuju kerumah.

(30)

30 Pukul 18.00 kami sampai dirumah bapak Sudarto dan langsung beristirahat sebentar sebelum mandi. Malam harinya kami berkumpul di depan TV sambil menonton dan bapak Sudarto juga menanyakan kemana saja kami satu hari ini. Lalu kami bercerita setelah pulang dari rumah bapak Hendra kami pergi jalan-jalan kekota sambil memfotocopy berkas yang penulis pinjam. Selesai bercerita mata penulis pun sudah mulai mengantuk dan permisi terlebih dahulu untuk tidur duluan karena perjalanan satu hari ini sangat melelahkan walaupun penulis hanya duduk diam dalam boncengan abang.

Pagi-pagi kali pada pukul 06.00 ada warga yang mencariin penulis, penulis sangat terkejut ada apa sebenarnya. Ternyata warga tersebut adalah bapak ajeng guru SMP yang meminta penulis untuk menggantikan mengajar di SMP tersebut. lalu dengan senang hati penulis menerima tawaran bapak Ajeng tersebut. Sebelumnya Bapak Ajeng ini sudah permisi kepada Kepala Sekolah tidak masuk untuk beberapa hari dan akan ada penggantinya.

Penulis bersiap-siap untuk mengajar di SMP dan pacar penulis juga ikut membantu mengajarnya. Ternyata saat penulis mengajar di SD desa Bonai sangat berbeda dengan mengajar di SMP. Perbedaannya itu siswanya lebih sedikit dan anak-anaknya sangat susah diatur padahal sudah lebih besar dari anak SD tersebut dan semangat belajarnya pun tidak ada. Jam istirahat pun tiba penulis berfoto dengan siswa tersebut dan berfoto keadaan sekolah tersebut. Selama 2 hari penulis mengajarin anak SMP dan rasanya sangat lelah dibandingkan mengajarin anak SD di Desa Bonai.

Pada tanggal 30 tepat tanggal kelahiran pacar penulis pacar penulis berencana merayakan ulangtahun bersama anak-anak sakai tersebut tanda

(31)

31 perpisahan kami karena hari ini adalah hari terakhir kami di Desa Petani. Terlebih dahulu kami sudah membeli kue bolu 5 kotak. 2 kotak kami bawa ke SD Desa Bonai sambil permisi terhadap anak-anak tersebut. tidak penulis sangka mereka sedih karena kepergian saya walaupun saya hanya 2 hari mengajar tapi mereka sudah sangat senang dengan keberadaan saya. Penulis dengan siswa dan guru lainnya berfoto selesai itu kami pun pamit karena masih banyak lagi perjalanan yang akan kami kunjungin lagi.

Selesai pulang dari Desa Bonai kami langsung ke sekolah SMP Desa Petani kami membawa kue 2 kotak dan membagi-bagikan kepada siswa dan guru-guru tersebut. selesai dari situ kami juga pergi kerumah bapak Hendra dan Bapak Admin sambil membawa kue bolu dan berpamitan dan berterima kasih untuk bantuan mereka dalam membantu keperluan data-data yang saya perlukan.

Selesai dari rumah bapak Hendra dan bapak Admin kami langsung kerumah, sebelum kami berangkat kami berkumpul bersama keluarga Bapak Sudarto mengucapkan terima kasih yang sudah menerima penulis dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi penulis. Tanda ucapan terima kasih penulis, penulis memberikan sebuah bingkisan kepada keluarga bapak Sudarto dan berupa kue bolu tanda ulang tahun pacar penulis. Dan kelurga Bapak Sudarto juga tidak lupa untuk membawakan penulis ole-ole berupa ikan juara padi yang diasepkan, ikan salai dan ikan asin.

Sebelum pamit dengan keluarga bapak Sudarto penulis ingin berfoto dengan mereka tetapi ibu dan Bapak tersebut tidak mau, akhirnya penulis berfoto dengan anak-anak Bapak Sudarto.

(32)

32 Sumber : Roida Silaban, 2014 Foto 1: Penulis dengan anak sakai berfoto dipinggir

Referensi

Dokumen terkait

 Discount uang

Konsep Trust atau percaya disini diartikan sebagai berikut: Percaya akan potensi yang dimilik oleh Eka Proma sebagai perusahaan yang ahli dalam bidang PVC yang telah

Objek kajian yang cukup jauh ke belakang serta minimnya data dan fakta yang ada membuat interpretasi menjadi sangat vital dan dibutuhkan keakuratan serta analisis yang

Kiprah asimetris biasanya terlihat pada anak-anak ketika tungkai perbedaan panjang tidak lebih dari 3,7% menjadi 5,5% [38,74] Dalam upaya untuk menjaga tingkat

Pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) sektor pertanian dalam arti sempit (Tanaman Pangan, Perkebunan dan Peternakan) tahun 2005 turun menjadi hanya 1.62 persen jauh

Dari hasil semua pembahasan diatas, dan untuk menghindari terjadinya gangguan pada OLTC, maka didalam operasi OLTC maupun melakukan pemeliharaan perlu diperhatikan

pendugaan umur simpan cookies kaya serat yang diperoleh dengan metode ASLT model pendekatan kadar air kritis untuk kemasan polietilen, metalizing, dan alumunium foil

Kalau seluruh jumlah rupiah kas yang telah diterima dari pelanggan dalam suatu perioda diakui sebagai pendapatan maka biaya yang dapat ditandingkan terhadap pendapatan tersebut adalah