• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENANAMAN NILAI-NILAI BELUM BAHADAT DAN HUMA BETANG DALAM PENDIDIKAN KARAKTER ANAK SEKOLAH DASAR. Oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENANAMAN NILAI-NILAI BELUM BAHADAT DAN HUMA BETANG DALAM PENDIDIKAN KARAKTER ANAK SEKOLAH DASAR. Oleh"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENANAMAN NILAI-NILAI BELUM BAHADAT DAN HUMA BETANG DALAM PENDIDIKAN KARAKTER ANAK SEKOLAH DASAR

Oleh

I GEDE DHARMAN GUNAWAN STAHN-TP Palangka Raya email: dharman_gunawan@yahoo.co.id

Abstract

Education emphasizes the development of the intellectual aspect and excludes aspects of conscience, faith, and behavioral skills. Schools is competing to pursue the target curriculum that is marked with the material contained in the curriculum has been submitted to the students. On the one hand, teachers are pursued by time must complete the competencies in one semester, and on the other hand students are required to master the material as much as possible. This causes the students to be honed only on the cognitive aspect, while the affective and conative aspects are ignored. Such a pattern of education that has taken place in a long time resulted in the death of the student's conscience. Student characters become indifferent to the social environment, students become insensitive to the environment, and students do not realize that the purpose of life is to provide service and help each other. So the need for integration of local wisdom Dayak in character education of elementary school children by inculcating the values of philosophy Belum Bahadat and Huma Betang.

Keywords: Character Education, The Values of Belum Bahadat and Huma Betang Philosophy

I. Pendahuluan

Menurut Wahyu (2007) bahwa kearifan lokal, dalam terminology budaya, dapat diinterpretasikan sebagai pengetahuan lokal yang berasal dari budaya masyarakat, yang unik, mempunyai hubungan dengan alam dalam sejarah yang panjang, beradaptasi dengan system ekologi setempat, bersifat dinamis dan selalu terbuka dengan tambahan pengetahuan baru. Secara lebih spesifik, kearifan local dapat diartikan sebagai suatu pengetahuan local, yang unik yang berasal dari budaya atau masyarakat setempat, yang dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan pada tingkat local dalam bidang pertanian, kesehatan, penyediaan makanan, pendidikan, pengelolaan sumberdaya alam dan beragam kegiatan lainnya di dalam komunitas-komunitas. Kemampuan memaknai kearifan local oleh individu, masyarakat dan pemerintah yang diwujudkan dalam cara

(2)

berpikir, gaya hidup dan kebijakan secara berkesinambungan dalam mengelola sumber daya alam dan lingkungan dapat diharapkan untuk menghasilkan peningkatan berkehidupan yang berkualitas dalam masyarakat dan Negara. Tentunya kearifan lokal dapat diintegrasikan dalam proses pendidikan karakter anak sekolah dasar. Nilai-nilai kearifan lokal dari Belum Bahadat dan Huma Betang sangat baik untuk menjadi pedoman dalam pendidikan karakter anak sekolah dasar di Kalimantan Tengah.

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia yang bermoral baik. Tujuan Pendidikan karakter sebagai sarana pembentuk perilaku, pengayaan nilai individu dengan cara menyediakan ruang bagi figure keteladanan bagi anak dan menciptakan sebuah lingkungan kondusif bagi proses pertumbuhan berupa, kenyamanan, keamanan yang membantu suasana pengembangan diri dalam keseluruhan dimensi teknis, intelektual, psikologis, moral, sosial, estetis dan religious (Koesoema, 2010 : 135). Terlepas dari berbagai kekurangan dalam praktik pendidikan, pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai yang bersumber dari ajaran agama maupun nilai-nilai yang bersumber dari ajaran tradisional masyarakat (local genius) perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi dan pengamalan nyata dalam kehidupan generasi muda sehari-hari di masyarakat. Dalam hal ini pengembangan karakter melalui internalisasi nilai tradisional masyarakat (local genius) dan nilai-nilai agama adalah salah satu alternative yang dapat diterapkan.

Pendidikan karakter adalah usaha sengaja (sadar) untuk mewujudkan kebajikan, yaitu kualitas kemanusiaan yang baik secara objektif, bukan hanya baik untuk individu perseorangan, tetapi juga baik untuk masyarakat secara keseluruhan (Zubaedi, 2011 : 15). Menurut Koesoema (2010 : 104), pendidikan karakter merupakan dinamika pengembangan kemampuan yang berkesinambungan dalam diri manusia untuk mengadakan internalisasi nilai-nilai sehingga menghasilkan disposisi aktif, stabil dalam

(3)

diri individu. Dinamika ini membuat pertumbuhan individu semakin utuh. Unsur-unsur ini menjadi dimensi yang menjiwai proses formasi setiap hidup.

Pendidikan lebih menekankan pengembangan aspek intelektual semata dan mengesampingkan aspek hati nurani, iman, dan keterampilan berperilaku. Setiap sekolah berlomba-lomba mengejar target kurikulum yang ditandai dengan materi yang tertuang dalam kurikulum telah disampaikan kepada peserta didik. Di satu sisi, guru dikejar oleh waktu harus menyelesaikan sekian kompetensi dalam satu semester, dan di sisi lain siswa dituntut untuk menguasai materi sebanyak-banyaknya. Hal ini menyebabkan siswa hanya terasah pada aspek kognitif, sementara aspek afektif dan konatifnya terabaikan. Pola pendidikan seperti tersebut yang telah berlansung dalam waktu cukup lama berakibat pada matinya hati nurani siswa. Siswa menjadi tidak peduli pada lingkungan sosial, siswa menjadi tidak peka terhadap lingkungan sekitar, dan siswa tidak menyadari bahwa tujuan hidup adalah memberikan pelayanan dan saling menolong terhadap sesama.

Integrasi kearifan lokal dalam pendidikan karakter anak sekolah dasar dapat dilihat dari masyarakat Dayak memandang filosofi Belum Bahadat dan Huma Betang (rumah panggung yang besar) sebagai sarana penting untuk menjalani kehidupan bermasyarakat, dalam membina dan mempertahankan warisan budaya serta adat istiadat yang merupakan nilai luhur yang ditaati dan di hormati turun temurun. Betang dianggap telah membentuk dan mempersatukan masyarakat Dayak dalam satu komunitas, mereka saling berbagi dan memperbaiki satu dengan anggota lainnya, baik suka dan duka, kematian, sakit dan berbagai penderitaan lainnya mereka pikul bersama, sehingga beban terasa menjadi lebih ringan. Dalam Huma Betang (rumah panggung yang besar) inilah berlangsung pendidikan bagi putra-putri Dayak, di mana orang-orang tua menuturkan sejarah keberadaan, adat-istiadat, nilai-nilai sosial dan budaya.

II. Pembahasan

2.1 Pentingnya Pendidikan Karakter Bagi Anak Sekolah Dasar di Kalimantan Tengah

Masyarakat Dayak Kalimantan Tengah memiliki kekayaan budaya/tradisi lokal dalam pengembangan pendidikan karakter kepada anak-anak Dayak. Budaya/tradisi

(4)

local ini sarat dengan nilai-nilai kearifan lokal dan sudah diterapkan semenjak jaman nenek moyang dahulu kala hingga kini. Pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan cara berpikir dan perilaku yang membantu individu untuk hidup dan bekerja bersama sebagai keluarga, masyarakat dan bernegara dan membantu mereka untuk membuat keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan. Pendidikan karakter mencoba membantu anak untuk melaksanakan perilaku yang baik, santun dan disiplin secara terus menerus, sehingga hal-hal tersebut secara relatif menjadi mudah untuk dilakukan oleh anak serta secara relatif anak menjadi merasa tidak biasa untuk melakukan hal-hal sebaliknya.Sebagaimana diketahui, setiap manusia memiliki potensi bawaan yang akan termanisfestasi setelah dia dilahirkan, termasuk potensi yang terkait dengan karakter atau nilai-nilai kebajikan. Dalam hal ini, bahwa anak pada dasarnya memiliki potensi mencintai kebajikan, namun bila potensi ini tidak diikuti dengan pendidikan dan sosialisasi setelah anak dilahirkan, maka anak dapat berubah menjadi binatang, bahkan lebih buruk lagi. Oleh karena itu, sosialisasi dan pendidikan masyarakat yang berkaitan dengan nilai-nilai kebajikan baik di keluarga, sekolah, maupun lingkungan yang lebih luas sangat penting dalam pembentukan karakter seseorang. Dari paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan kualitas moral dan mental seseorang yang pembentukannya dipengaruhi oleh faktor bawaan (nature) dan lingkungan (nurture). Potensi karakter yang baik dimiliki anak sebelum dilahirkan, tetapi potensi tersebut harus terus-menerus dibina melalui sosialisasi dan pendidikan.

Perlu diketahui bersama, bahwa desain pendidikan karakter bergerak

dari knowing menuju doing atau acting. Salah satu penyebab ketidakmampuan

seseorang berlaku baik meskipun ia telah memiliki pengetahuan tentang kebaikan itu (moral knowing) adalah karena ia tidak terlatih untuk melakukan kebaikan (moral doing). Berangkat dari pemikiran ini maka kesuksesan pendidikan karakter sangat

bergantung pada ada tidaknya knowing, loving,dan doing atau acting dalam

penyelenggaraan pendidikan karakter. Moral Knowing sebagai aspek pertama memiliki enam unsur, yaitu Pertama, kesadaran moral (moral awareness), yaitu kesediaan

seseorang untuk menerima secara cerdas sesuatu yang seharusnya

dilakukan. Kedua, pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing moral values), yaitu mencakup pemahaman mengenai macam-macam nilai moral seperti menghormati hak hidup, kebebasan, tanggung jawab, kejujuran, keadilan, tenggang rasa, kesopanan dan

(5)

kedisiplinan.Ketiga, Penentuan sudut pandang (perspective taking), yaitu kemampuan menggunakan cara pandang orang lain dalam melihat sesuatu. Keempat, Logika moral (moral reasoning), adalah kemampuan individu untuk mencari jawaban atas pertanyaan mengapa sesuatu dikatakan baik atau buruk. Kelima, Keberanian mengambil menentukan sikap (decision making), yaitu kemampuan individu untuk memilih alternatif yang paling baik dari sekian banyak pilihan. Keenam, pengenalan diri (self knowledge), yaitu kemampuan individu untuk menilai diri sendiri. Keenam unsur adalah komponen-komponen yang harus diajarkan untuk mengisi ranah kognitif mereka. Selanjutnya, Moral Loving atau Moral Feeling merupakan penguatan aspek emosi anak untuk menjadi manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh anak, yaitu kesadaran akan jati diri, percaya diri (self esteem), kepekaan terhadap derita orang lain (emphaty), cinta kebenaran (loving the good), pengendalian diri (self control), kerendahan hati (humility).

Setelah dua aspek tersebut terwujud, maka Perilaku moral (Moral Acting)

sebagai outcome akan dengan mudah muncul baik berupa competence, will,

maupun habits. Perilaku moral adalah hasil nyata dari penerapan pengetahuan dan perasaan moral. Orang yang memiliki kualitas kecerdasan dan perasaan moral yang baik akan memiliki kecenderungan menunjukkan perilaku moral yang baik pula. Penanaman karakter pada anak merupakan proses penyesuaian kepribadian yang perlu memperhatikan bermacam-macam prinsip dasar pertumbuhan. Mekanisme penyesuaian tersebut pada dasarnya merupakan sebagian dari usaha kependidikan yang dilakukan oleh keluarga, sekolah, maupun masyarakat, serta berlangsung seumur hidup. Itulah sebabnya, perencanaan pembelajaran yang praktis, aplikatif dan memperhatikan perkembangan dan pertumbuhan anak sangat diperlukan, dalam upaya pembelajaran nilai yang membawa muatan karakter bagi anak. Salah satu nilai yang dapat dijadikan sebagai pijakan pembangunan karakter anak adalah nilai-nilai kebaikan sebuah daerah yang sudah mengakar kuat sebagai sistem budaya, yang kemudian disebut sebagai kearifan lokal. Kearifan lokal menjadi sebuah tawaran yang menarik untuk pengembangan pendidikan karakter, karena pada dasarnya pengembangan karakter harus diikuti dengan pengintegrasian jati diri kebangsaan pada diri anak, jati diri kebangsaan atau nasionalisme pasti akan berkait erat dengan jejaring kebudayaan bangsa yang menjadi basis kebudayaan nasional.

(6)

Menurut Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam membina kepribadian generasi muda. Pendidikan karakter merupakan suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Secara garis besar, jadi pengertian pendidikan karakter adalah suatu usaha pengembangan dan mendidik karakter seseorang, yaitu kejiwaan, akhlak dan budi pekerti sehingga menjadi lebih baik.

Terdapat beberapa nilai-nilai dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa, antara lain:

a. Religius, yakni Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

b. Jujur, yakni Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

c. Toleransi, yakni Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

d. Disiplin, yakni Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

e. Kerja Keras, yakni Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

f. Kreatif, yakni Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

g. Mandiri, yakni Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

h. Demokratis, yakni Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

i. Rasa Ingin Tahu, yakni Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.

(7)

j. Semangat Kebangsaan, yakni Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

k. Cinta Tanah Air, yakni Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

l. Menghargai Prestasi, yakni Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

m. Bersahabat/Komunikatif, yakni Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

n. Cinta Damai, yakni Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

o. Gemar Membaca, yakni Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

p. Peduli Lingkungan, yakni Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

q. Peduli Sosial, yakni Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

r. Tanggung Jawab, yakni Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

2.2 Penanaman Nilai-nilai Belum Bahadat bagi Anak Sekolah Dasar

Apakah yang dimaksudkan dengan belum bahadat ? Jika dilihat dari kata bahadat yang berasal dari kata dasar hadat, dalam bahasa Dayak Ngaju. Menurut Perda Propinsi Kalimantan Tengah No. 16 Tahun 2008 Belom Bahadat adalah perilaku hidup yang menjunjung tinggi kejujuran, kesetaraan, kebersamaan dan toleransi serta taat pada hukum (hukum negara, hukum adat dan hukum alam). Apabila telah mampu

(8)

melaksanakan perilaku hidup “Belom Bahadat”, maka akan teraktualisasi akan wujud “Belom Penyang Hinje Simpei” yaitu hidup berdampingan, rukun dan damai untuk kesejahteraan bersama”. Belum bahadat juga dapat dimaksudkan sebagai prinsip dasar hidup yang menjunjung tinggi nilai adat-istiadat yang menekankan nilai moral dan spiritual seperti hormat terhadap orang tua, sesama, alam semesta dan Sang Pencipta.

Sehingga belum bahadat sebagai perilaku dan sebagai prinsip dasar hidup. Dari prinsip dasar hidup inilah perilaku itu bermula. juga mencakup dua bidang yaitu bidang etika, moral dan spiritual. Yang etika dimisalkan seperti hormat terhadap orang tua, terhadap sesama, kejujuran, toleransi Sedangkan nilai moral mengungkapkan diri dalam bentuk menghormati kebersamaan hidup bermasyarakat, memandang sesama secara setara. Sedangkan penghormatan pada alam semesta tidak lepas dari sikap menghormati kepentingan hidup bermasyarakat. Sebab dampak kerusakan alam oleh sikap tidak menghormatinya, akan mendera banyak orang. Sementara penghormatan kepada Sang Pencipta berarti mematuhi jalan yang ditunjukkanNya. Jalan ini jalan menuntun anak manusia yang diciptakannya. Apabila anak manusia tidak menghormati Sang Penciptanya ia akan menyeleweng dari Jalan Sang Pencipta itu sehingga terjadi hal-hal yang dia bahadat (tidak beradat, tidak menjunjung nilai-nilai hadat). Jalan Sang Pencipta adalah jalan yang holistik. Mencakup seluruh bidang kehidupan.

Nilai-nilai yang terkandung dalam belum bahadat adalah menjunjung nilai-nilai hadat, dan mencakup hubungan antar sesama, hubungan dengan alam dan hubungan Sang Pencipta, tiga hubungan yang dirangkum oleh filosofi. Filosofi ini lahir dan berkembang dengan berpatokan pada jalan yang ditunjukkan oldeh Sang Pencipta, sebagai bentuk penghormatan kepadaNya. Kemudian menggunakan filosofi ini guna menjawab permasalahan kehidupan, lahirlah hadat. Mula-mula berbentuk kebiasaan, kemudian dalam proses perkembangnya diterima sebagai konvensi bersama, lalu konvensi ini berkembang menjadi hukum, yaitu hukum hadat. Dalam ruang dan waktu, masyarakat tidak henti berkembang, demikian pun hukum hadat berkembang menyertainya.

Penanaman nilai-nilai belum bahadat sangat bagus bagi perkembangan pendidikan karakter anak sekolah dasar di Kalimantan Tengah. Karena anak diajarkan perilaku hidup yang menjunjung tinggi kejujuran, kesetaraan, kebersamaan dan

(9)

toleransi serta taat pada hukum. Serta hidup berdampingan, rukun dan damai untuk kesejahteraan bersama.

2.3. Penanaman Nilai-nilai Huma Betang bagi Anak Sekolah Dasar

Pendidikan karakter dapat dilihat dari kearifan lokal Dayak. Dalam kehidupan orang Dayak, Huma Betang merupakan jantung kebudayaan Dayak, artinya pola kehidupan Betang itulah yang menjadi sumber bagi sistem nilai, pola berpikir dan pola berperilaku orang Dayak. Pada pririsipnya Betang adalah pusat dari seluruh aktivitas masyarakat Dayak baik itu upacara kematian, perkawinan, persidangan adat dan pendidikan. Segenap tata kelakuan dan sendi kehidupan penghuni Betang berdasarkan adat kebiasaan yang telah mendarah daging sejak zaman leluhur. Bagi masyarakat Dayak, adat (hadat) merupakan peraturan yang bukan hanya sekedar pengertian tentang peraturan, cara, tata susila dan sebagainya.

Pelaksanaan adat istiadat yang baik merupakan kehormatan bagi seluruh penghuni Huma Betang dan merupakan cermin bahwa kehidupan mereka “sarukui tuntang bahalap” hidup saling menghargai. Ungkapan tersebut menggambarkan suatu tujuan ideal yang ingin dicapai melalui pelaksanaan hukum adat dan juga menggambarkan fungsi adat-istiadat. Huma Betang adalah rumah kediaman yang dihuni oleh banyak keluarga semuanya tergolong satu kerabat, hal ini ingin memperlihatkan bahwa komunitas Betang diikat oleh sistem kekerabatan yang didasarkan atas hubungan darah. Masyarakat Dayak memandang Huma Betang (rumah panggung yang besar) sebagai sarana penting untuk menjalani kehidupan bermasyarakat dalam membina dan mempertahankan warisan budaya serta adat isitiadat yang merupakan nilai-nilai luhur yang ditaati dan dihormati turun-temurun. Huma Betang telah membentuk dan mempersatukan masyarakat Dayak dalam komunitas dan berperan penting dalam upacara-upacara adat. Keadaan dan suasana dalam huma betang membudayakan setiap warga masyarakat mengenal satu sama lain, lebih terbuka dan dekat bergaul secara harmonis serta mengurangi kecemburuan sosial.

Ciri kehidupan di Huma Betang (rumah panggung yang besar) adalah sebagai komunitas yang saling mengasihi dan memperhatikan. Di rumah panjang mereka mengalami kehidupan yang harmonis dan berkecukupan, sehingga tidak ada yang berkekurangan karena seorang dengan yang lain saling berbagi, juga tidak ada orang yang kaya atau berlebihan, karena setiap orang berusaha dan puas dengan apa yang

(10)

sungguh-sungguh mereka butuhkan. Penghuni dari rumah Betang sering memiliki berbagai latar belakang agama yang berbeda, namun mereka dapat hidup bersama dalam perbedaan keyakinan dan hidup dengan damai dan tenteram baik Kristen, Islam, Hindu/Kaharingan maupun Buddha. Orang yang mendiami rumah panjang tidak ada yang terlalu kaya dan tidak ada terlalu miskin. Tidak ditolak jika seseorang mempunyai hasil yang lebih, tetapi kelebihan tersebut untuk membantu kehidupan yang lain apabila terjadi kegagalan atau hambatan.

Sehingga nilai pendidikan karakter yang ada di dalam huma betang ada rasa kebersamaan, kesetiakawanan, kegotong-royongan, kejujuran serta pemerataan, kesejahteraan bersama yang menjadi tujuan. Betang dapat dikatakan sebagai kesepakatan sosial yang menempatkan diri dalam kebersamaan, semua daya kekuatan ditempatkan di bawah tujuan utama dari kehendak umum, dan sebagai satu kelompok semua menerima karena setiap anggota merupakan suatu bagian yang tak terpisahkan dari keseluruhan. Kehidupan Huma Betang adalah kehidupan yang demokratis dan

egaliter. Semangat gotong royong yang tinggi dinampakkan dalam

istilah panganraun atau handep. Karena itu semangat atau jiwa Betang adalah kesetiakawanan, solidaritas, keterbukaan, kejujuran dan ketulusan. Pola kehidupan Betang seperti itulah yang kemudian melahirkan semboyan populer di kalangan orang Dayak yaitu menteng, ureh, mamut (tabah, ria, berani), manjadi pintar tuntang harati (pintar dan berbudi) dan isen mulang (pantang rnundur).

Nilai-nilai pendidikan karakter dari huma betang ini sangat penting bagi pendidikan karakter anak sekolah dasar. sehingga muncul istilah Falsafah Huma Betang yang mempunyai makna, Pluralisme artinya mereka hidup dalam perbedaan sebagai kekuatan untuk membangun kebersamaan. “Handep” yaitu gotong royong, artinya saling bantu-membantu diantara sesama keluarga, namun tetap dalam konsep otonomi dalam penyelenggaraan rumah tangga. Melakukan musyawarah dalam setiap kegiatan yang menyangkut kepentingan bersama. Menghargai orang luar atau tamu dengan berusaha memberikan kepuasan kepada tamu tersebut. Warga betang mempunyai hubungan kekeluargaan yang luas karena berasal dari satu keturunan yang masih dipertahankan sebagai kekerabatan serta keterbukaannya terhadap pendatang dari luar komunitas mereka.

(11)

III. Penutup

Nilai-nilai yang terkandung dalam belum bahadat adalah menjunjung nilai-nilai hadat, dan mencakup hubungan antar sesama, hubungan dengan alam dan hubungan Sang Pencipta. Penanaman nilai-nilai belum bahadat sangat bagus bagi perkembangan pendidikan karakter anak sekolah dasar di Kalimantan Tengah. Karena anak diajarkan perilaku hidup yang menjunjung tinggi kejujuran, kesetaraan, kebersamaan dan toleransi serta taat pada hukum. Serta hidup berdampingan, rukun dan damai untuk kesejahteraan bersama.

Sedangakan Huma betang yang merupakan rumah adat bagi masyarakat Kalimantan Tengah yang banyak menyimpan nilai-nilai dalam kehidupan masyarakatnya. Nilai-nilai yang terkandung dalam Huma Betang sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat dan nilai-nilai Huma Betang tersebut menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat Kalimantan Tengah. Diperlukan upaya dan usaha dalam menanamkan dan menginternalisasikan nilai-nilai kearifan lokal dalam pendidikan anak sekolah dasar, yang dapat dilakukan dengan mensosialisasikan kearifan lokal melalui pendidikan terhadap generasi muda penerus bangsa. Melalui pendidikan berbasis kearifan lokal diharapkan mampu membentuk karakter pribadi penerus bangsa yang tidak goyah dan mudah rapuh oleh derasnya arus globalisasi dan modernisasi.

Daftar Pustaka

Adisusilo, Sutarjo. (2012). Pembelajaran Nilai Karakter. Jakarata: Rajawali Pers Koesoema, Doni. (2010). Pendidikan Karakter. Grasindo : Jakarta.

Ramli, T. (2003). Pendidikan Moral dalam keluarga. Grasindo : Jakarta.

Sudarsana, I. K. (2016, October). Peningkatan Mutu Pendidikan Agama Hindu Melalui Efektivitas Pola Interaksi Dalam Pembelajaran Di Sekolah. In SEMINAR NASIONAL AGAMA DAN BUDAYA (SEMAYA II) (No. ISBN : 978-602-71567-6-0, pp. 132-140). Fakultas Dharma Acarya IHDN Denpasar bekerjasama dengan Jayapangus Press.

Wahyu, (2007). Makna Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan di Kalimantan Selatan. Universitas Lambung Mangkurat Press. Banjarmasin.

Referensi

Dokumen terkait

Ini dilihat dari indikator dari prestasi kerja yang paling menunjang adalah mempunyai keterampilan dalam pekerjaan yang dilakukan, kualitas kerja kemapuan yang

Koloid atau dispersi koloid (sistem koloid) adalah sistem dispersi dengan ukuran partikel yang lebih besar dari laritan tapi lebih kecil dari suspensi, dengan ukuran partikel

Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa uji t sebesar 0,892 dengan signifikansi 0,376 > 0,05 Berdasarkan hasil tersebut maka H 9 yang menyatakan bahwa pengalaman kerja

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi pengangguran lulusan perguruan tinggi di Indonesia tahun 2018 dengan menggunakan analisis

Kegunaan penelitian ini, yaitu secara teoritis diharapkan mampu memberikan pengetahuan dan referensi yang berkaitan dengan mobilitas penduduk terutama pada faktor yang

Kondisi industri yang saat ini cenderung padat tekonologi (modern) hanya membutuhkan relatif sedikit tenaga kerja, sehingga ke depan daya serap industri terhadap

Kesimpulan : Efektifitas daya anthelmintik perasan dan infusa rimpang temu ireng ( Curcuma aeruginosa Roxb. ) masih di bawah piperazin citrat. Daya anthelmintik infusa rimpang

Peristiwa komunikasi dilakukan peserta yang terlibat dalam upacara me- minang yakni pihak si ujuang berperan sebagai tamu dalam hal ini adalah keluarga perempuan