BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peranan Sayur Bagi Kesehatan
Budaya makan sayuran telah ada sejak zaman dahulu, bahkan jauh sebelum ada ilmu gizi yang menyatakan dengan jelas akan manfaatnya bagi kesehatan. Menurut banyak literatur, manusia purba sudah makan produk dari tanaman lebih banyak dari daging, karena memang itulah makanan yang banyak tersedia disekitar mereka. Seiring dengan berkembangnya peradaban, budaya pertanian pun akhirnya dikembangkan. Sayur-sayuran yang kaya akan vitamin, mineral dan serat, yang semuanya penting untuk diet sehat (Anonim, 2014). Dari banyak hasil penelitian juga menunjukkan, bahwa semakin banyak makan sayuran, maka semakin besar kemampuan tubuh kita untuk menangkal penyakit. Sehingga makan Sayuran adalah sebuah keharusan bagi yang sadar akan pentingnya kesehatan (Dalimartha dan Adrian, 2011).
mengkonsumsi buah dan sayur lebih dari 569 g/hari lebih kecil kemungkinan terkena penyakit mematikan (seperti kanker) dibandingkan dengan yang mengkonsumsi buah dan sayur sebanyak 249 g/hari, baik untuk dewasa maupun anak-anak (Kim, et al., 2014). Hal ini antara lain disebabkan oleh adanya peranan oksidatif stress, antioksidan, vitamin B, fitoestrogen dan serat yang tinggi mampu menyehatkan hati dan mengurangi penyakit ginjal. Sehingga mengontrol kandungan logam berat pada sayur-sayuran tersebut seperti logam timbal sangat dibutuhkan untuk menghindari efek negatif bagi kesehatan (Yadaf, 2010; Gupta dan Sandalio, 2012).
2.2 Pencemaran Logam Berat pada Makanan, Bahan Makanan dan Tanaman
Selain itu, penggunaan pupuk yang berlebihan juga dapat menyebabkan tingginya kadar logam dalam tanaman. Melalui proses produksi, dapat disebabkan oleh penggunaan alat produksi dan bahan-bahan lain yang telah terkontaminasi oleh logam berat sehingga logam tersebut migrasi ke dalam makanan. Melalui proses pengemasan, yaitu wadah makanan yang terbuat dari kaleng dapat melepaskan unsur-unsur logam ke dalam makanan kaleng. Pelepasan unsur logam tersebut terutama akan terjadi jika bagian dalam kaleng tidak diberi lapisan pelindung yang baik atau dapat juga disebabkan karena cacat pada bagian dalam kaleng sehingga makanan kontak langsung dengan logam (Bingöl, et al, 2010; Montanari, 2015).
Faktor yang menyebabkan logam berat termasuk dalam kelompok zat pencemar adalah karena adanya sifat-sifat logam berat yang tidak dapat terurai (non degradable) dan mudah diabsorbsi. Sehingga makanan, bahan makanan dan tanaman sayuran akan menyerap logam tersebut. Akibatnya, logam-logam tersebut akan terakumulasi dan mengendap membentuk senyawa kompleks bersama bahan-bahan organik dan anorganik (Dahuri, 1996).
anak-anak, peningkatan tekanan darah pada beberapa orang dewasa. Air dalam tanah yang digunakan sebagai air minum, mengandung arsenik 0,1-1340 mg.L-1. Paparan arsenik adalah terutama melalui makanan dan air minum yang memiliki risiko tinggi kanker paru-paru, kulit, kandung kemih dan ginjal, lesi kulit seperti sebagai hiperkeratosis dan pigmentasi perubahan. Keracunan timbal berpengaruh pada gangguan neurologi, fungsi ginjal, system reproduksi, system saraf pada orang dewasa, gangguan fisiologis dan efek keracunan yang kronis pada anak (Sudarmaji, et al., 2006; Vaishaly, et al., 2015).
2.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kandungan Logam Berat Pada Tanaman
Beberapa faktor yang menyebabkan kontaminasi logam berat pada lingkungan bervariasi antara lain: kondisi geologi tanah dimana tanaman dibudidayakan, kondisi air yang digunakan untuk penyiraman, adanya kontaminan logam berat tertentu yang berasal dari kendaraan bermotor dan industri apabila lokasi pertanaman dekat dengan lokasi industri, bahkan bencana yang tidak terduga juga pemupukan yang berlebihan (Widaningrum, et al., 2007).
Sumber pencemaran logam berat pada tanaman, yaitu: 1) Tanah
Pencemaran logam berat pada tanah daratan sangat erat hubungannya dengan pencemaran udara dan air/limbah padat, dimana tanah yang tercemar akan membuat tanaman ikut tercemar (Hayati, 2010; Tanjung, 2010; Purnamisari, 2012; Doherty, et al.,2012; Yadav, et al., 2013).
Air siraman / pengairan yang tercemar logam akan diserap oleh akar tanaman bersama dengan nutrisi lainnya dan ditimbun oleh jaringan tanaman (Muchuweti, et al., 2004; Sharma, et al., 2005; Singh, et al., 2007; Suriani dan Parwanayoni, 2012;)
3) Lokasi penanaman dan udara
Jarak tanaman dari jalan raya dan industri memiliki peran dalam miningkatkan kandungan logam pada tanaman (Abbas, et al., 2010; Mulyani, 2012; Chandra, 2012).
4) Pupuk dan pestisida
Pupuk TSP mengandung unsur fosfor (P) dan unsur logam berat lainnya, seperti kadmium (Cd) dan hampir seluruhnya larut dalam air sehingga dapat segera diserap oleh tanaman (Anggi, 2013; Kusdianti, 2014; Chiroma, et al., 2014).
5) Jenis tanaman
Sebagian besar tanaman mampu menyerap logam berat, bahkan beberapa tanaman mampu menyerap logam berat diatas 100 μg/ml yang disebut juga
tanaman hiperakumulator (Paz-Alberto dan Sigua, 2012; Raharjo, et al., 2012; Susana dan Suwati, 2013).
2.3.1. Tanah
hanya tergantung pada kandungan logam dalam tanah, tetapi juga tergantung pada unsur kimia tanah, jenis logam, pH tanah dan spesies tanaman yang sensitif terhadap logam berat tertentu (Darmono, 1995).
Tabel 2.1 Kandungan logam berat dalam tanah secara alamiah
Logam Kandungan dalam tanah (rata-rata, µg/g)
As (Arsenik) 100
Co (Kobal) 8
Cu (Tembaga) 20
Pb (Timbal) 10
Zn (Seng) 50
Cd (Kadmium) 0,06
Hg (Merkuri) 0,03
Sumber: Widaningrum, et al., (2007)
Akumulasi logam berat yang berlebihan pada tanah pertanian dapat berakibat tidak hanya terhadap kontaminasi lingkungan tetapi yang lebih buruk adalah menyebabkan meningkatnya kadar logam berat pada hasil-hasil pertanian yang dipanen sehingga hal tersebut pada akhirnya berakibat terhadap penurunan mutu dan keamanan pangan nabati yang dihasilkan. Untuk melindungi konsumen, beberapa negara telah menetapkan batas aman cemaran logam berat pada makanan. Di Indonesia, Ditjen POM telah mengeluarkan Keputusan No. 03725/B/SK/VII/89 tentang Batas Maksimum Cemaran Logam dalam Makanan untuk Sayuran Segar, batas aman untuk Pb 2 mg/kg (Widaningrum, et al., 2007).
flame atomic absorption spectrometer. Ditemukan empat jenis logam berat (Cd, Pb, Cu dan Co) pada konsentrasi dua sampai 50 kali lebih tinggi dibanding Zn. Pada sampel tanah vulkanik mengandung logam berat karsinogenik yang potensial dimana tingkat yang cukup tinggi tersebut berhubungan dengan tingginya prevalensi kanker gastrointestinal atas di region Van tersebut.
2.3.2 Air
Air merupakan sumber kehidupan manusia hewan dan tumbuhan, namun, air yang tercemar oleh logam berat akan berdampak masuk ke dalam tanaman. Pencemaran logam berat oleh air disebabkan oleh pembuangan limbah rumah tangga seperti mandi dan mencuci dan pembuangan limbah industri (Singh, et al., 2007). Seperti yang terjadi di areal sub urban Varanasi, India, diketahui bahwa kontaminasi logam berat kadmium (Cd), timbal (Pb) dan nikel (Ni) terdapat pada sayuran berdaun yaitu sayuran palak atau yang lebih dikenal dengan sayuran bayam (Beta vulgaris L. var All green H1) yang umum dikonsumsi oleh orang-orang urban di India, terutama orang-orang-orang-orang miskin. Penelitian Sharma, et al., (2005) melaporkan bahwa selain pada sayuran tersebut, kontaminasi logam berat kadmium juga terdeteksi pada tanah yang diirigasi oleh air limbah pabrik yang belum mengalami perlakuan penjernihan. Pencemaran logam berat kadmium terjadi selama proses prapanen yaitu selama penanaman dan pemeliharaan.
terdeteksi kontaminasi logam berat Cd sebanyak 3,68 ppm; Cu 111 ppm, Pb 6,77 ppm dan Zn 221 ppm padahal standar Uni Eropa untuk Cd adalah hanya 0,2 ppm; Cu 20 ppm; Pb 0,3 ppm dan Zn 50 ppm (United Kingdom Guidelines) (Muchuweti, et al., 2004). Bahemuka dan Mubofu (1999) juga meneliti empat jenis logam berat (Cd, Co, Pb dan Zn) dari beberapa jenis sayuran hijau yang ditanam di sepanjang aliran sungai Sinza dan Msimbazi dengan alat Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS). Hasil menunjukkan kisaran berikut (dalam mg/ 100 g) : 0,01 s.d 0,06 untuk kadmium (Cd); 0,25 s.d 1,60 untuk kobalt (Co); 0,19 s.d 0,66 untuk timbal (Pb); dan 1,48 s.d 4,93 untuk seng (Zn). Beberapa sayuran mengandung jumlah logam berat melebihi yang diperbolehkan FAO dan WHO untuk dikonsumsi manusia.
2.3.3 Lokasi Penanaman Dan Udara
terjadi selama proses prapanen yaitu selama penanaman dan pemeliharaan, juga disebabkan pemakaian pupuk mikro yang mengandung tembaga.
Survei lapangan juga telah dilakukan oleh Cui, et al., (2004), di area dekat lokasi peleburan logam di Nanning, China Selatan untuk menganalisis kontaminasi logam berat pada sampel tanah dan sayuran serta untuk mengevaluasi kemungkinan resiko kesehatan pada masyarakat melalui rantai makanan. Tingkat kontaminasi pada tanah dan sayuran telah diukur, dan diukur pula faktor transfer (TF) dari tanah ke tanaman sayuran serta risiko kesehatannya (indeks resiko, IR). Hasil menunjukkan bahwa kedua tanah dan sayuran dari desa 1 dan 2 (V1 dan V2), dengan jarak 1500 m dan 500 m dari lokasi peleburan logam) sangat terkontaminasi logam berat apabila dibandingkan dengan tanah dan sayuran di desa yang terletak 50 km dari lokasi peleburan logam. Nilai tengah konsentrasi Cd pada sayuran di kedua desa (V1 dan V2) adalah 0,15 ppm dan 0,24 ppm sedangkan konsentrasi Pb adalah 0,45 ppm dan 0,38 ppm. Asupan Cd dan Pb melalui sayuran yang dikonsumsi memiliki risiko kesehatan yang tinggi terhadap penduduk setempat. Indeks risiko (IR) yang terukur pada kedua desa adalah 3,87 ppm dan 7,42 ppm untuk Cd dan 1,44 ppm serta 13,5 ppm untuk Pb.
2.3.4 Pengaruh Pemupukan
masing-masing pupuk. Adapun kandungan unsur hara dan logam berat dalam pupuk kompos dan pupuk NPK dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Kandungan unsur hara dan logam berat dalam pupuk kompos dan NPK No Unsur hara dan logam
berat Pupuk Kompos Pupuk NPK
1. N-total 0,37 % 15 %
Sumber : Pupuk kompos : Suriardikarta dan Setyorini (2005), dan pupuk NPK : Hardjowigeno (1992) dalam Anonim (2014).
kesehatan manusia melalui konsumsi pangan yang dihasilkan dari tanah yang tercemar logam berat tersebut (Subowo, et al., 1999).
Dalam UU No 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah di tetapkan. Dalam dunia pertanian pencemaran yang menjadi pokok perhatian adalah pencemaran yang terjadi di tanah, hal ini karena tanah merupakan media tumbuh tanaman dan yang dominan menerima dampak langsung dari pencemaran yang disebabkan oleh pupuk. Tercemarnya tanah oleh logam berat menyebabkan tanaman mengandung logam berat melebihi batas ketentuan (Widaningrum, et al., 2007).
Hasil penelitian Kusdianti, et al (2014) memperlihatkan bahwa kentang yang ditanam pada tanah yang diberikan pupuk dan pestisida di kawasan pertanian kentang Pangalengan Jawa Barat mengandung Cd melebihi ambang batas. Hal tersebut dikarenakan para petani menggunakan pupuk dan pestisida yang berlebihan, sehingga logam Cd pada pupuk dan pestisida akan meresap ke dalam tanah dan akan terakumulasi oleh tanaman.
2.4.5 Pengaruh Jenis Tanaman
Tabel 2.3 Beberapa jenis tanaman yang bersifat fitoremediasi 3. Sawi putih > bunga matahari >
gandum 5. Mikania cordata (Burm.f.) B.L.
Robinson
11,65 (Pb) Juhaeti, et al., 2005
6. Pennisetum pedicellatum 23,28 (Cd) dan 6266,20 (Zn) Keterangan: > = lebih besar kemampuan mengakumulasi logam
Pada dasarnya, setiap tumbuhan mempunyai daya toleransi yang bebeda dalam mengakumulasi logam berat (Dedy, 2013), tergantung pada fisiologis tanaman tersebut. Tanaman yang mampu mengakumulasi logam lebih dari 100 mg/kg seperti logam timbal disebut tanaman hiperakumulator (Baker, et al., 1988 dalam Widyati, 2011).
2.4 Pencemaran Timbal Pada Tanaman
Timbal merupakan salah satu logam berat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dan organisme lainnya. Pencemar timbal berasal dari berbagai kegiatan manusia diantaranya adalah kegiatan rumah tangga, dimana pencemar logam berat yang dapat berasal dari kegiatan mandi dan mencuci (sabun dan detergen), sehingga mencemari air dan tanah (Darmono, 1995). Di udara timbal sebagai gas buang kendaraan bermotor yang keluar dari knalpot dalam bentuk partikel yang sangat halus, adanya polutan timbal pada bensin yang diberikan bahan tambahan berupa Tetra Etil Lead (TEL) dan tetramethyl lead (TML) sebagai bahan additive dan upaya untuk meningkatkan angka oktan (Fahy, 1987). Industri juga berpotensi sebagai sumber pencemaran timbal yaitu semua industri yang memakai bahan baku yang mengandung timbal (Haryanti, 2013) seperti industri baterai (Fardiaz, 2005).
dan 25 mg/kg berat badan untuk bayi dan anak-anak. Mobilitas timbal di tanah dan tumbuhan cenderung lambat dengan kadar normalnya pada tumbuhan berkisar 0,5 - 3 ppm (Widaningrum, 2007). Di dalam tubuh, timbal dapat menyebabkan keracunan akut maupun kronik. Pada keracunan akut biasanya terjadi karena masuknya senyawa timbal yang larut asam. Gejala-gejala yang timbul berupa mual, muntah, sakit perut, kelainan fungsi otak, anemia berat, kerusakan ginjal bahkan kematian (Santi, 2001).
Timbal (Pb) sebagian besar diakumulasi oleh organ tanaman (terutama sayuran), yaitu daun, batang, akar dan akar umbi-umbian (bawang merah). Perpindahan timbal dari tanah ke tanaman tergantung komposisi dan pH tanah. Konsentrasi timbal yang tinggi (100-1000 mg/kg) akan mengakibatkan pengaruh toksik pada proses fotosintesis dan pertumbuhan. Timbal hanya mempengaruhi tanaman bila konsentrasinya tinggi (Charlene, 2004). Seperti penelitian Atta, et al., (2014) yang menyatakan bahwa timbal sangat berpengaruh menurunkan kecepatan pertumbuhan bunga matahari, tingginya serapan timbal oleh bunga matahari menyebabkan terhambatnya aktifitas hornon pertumbuhan, perubahan warna batang dan daun sayuran pada sayur selada air (Widowati, 2011), serta dapat menurunkan protein, vitamin A dan vitamin C sayuran air (Widowati, 2010) dan lain sebagainya. Kandungan timbal pada beberapa tanaman dapat dilihat pada Tabel 2.4.
serapan Pb oleh akar tanaman. Menurut Balai Penelitian Tanah (2002) ambang batas Pb dalam tanah adalah 12,75 mg/kg sehingga apabila kandungan logam berat Pb dalam tanah melebihi ambang batas maka logam tersebut akan masuk ke dalam tubuh manusia baik secara langsung (pemanfaatan air tanah dan pemanfaatan tanaman) maupun tidak langsung (rantai makanan).
Tabel 2.4 Kandungan timbal pada beberapa tanaman Sampel Kandungan Timbal (Pb)
(mg/kg) Referensi
Daun tsunga 6,77 Muchuweti, et al., (2004)
Ketumbar 0,150
2.5 Sayur Kubis Dan Sawi Putih
Kubis (Brassica oleracea L.) dan sawi putih (Brassica rapa L.), yang secara morfologi memiliki sifat yang sangat mirip dimana kedua tanaman ini merupakan satu genus yaitu Brassica, yang umumnya dikenal sebagai famili sawi (mustar), Brassicaceae mencakup lebih dari 300 genus dan 3000 spesies (Rukmana, et al., 2014). Taksonomi tanaman kubis dan sawi putih dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tanaman kubis dan sawi putih dapat dilihat pada Gambar 2.1. Tabel 2.5 Taksonomi tanaman kubis dan sawi putih
Kingdom Plantae Plantae
Divisi Magnoliophyta Spermatophyta
Class Magnoliopsida Magnoliopsida
Sub Class Dillenidae Magnoliophyta
Ordo Capparales Brassicales
Famili Brassicaceae Brassicaceae
Genus Brassica Brassica
Species Brassica oleraceae var. capitata alba
Brassica rapa var. pekinensis
Nama lokal Kubis Sawi putih
Sumber : Backer (1963) untuk kubis; Rubatzki dan Yamaguchi (1998) untuk sawi putih
(a) (b)
Kubis merupakan jenis sayuran yang mudah dijumpai di Indonesia karena tidak mengenal musim. Hampir 40 spesies dari Brassica tersebar diseluruh dunia. Sebagian besar tumbuh didaerah beriklim sedang, dan beberapa diantaranya bahkan tumbuh diiklim subartik. Beberapa tanaman umumnya diketahui sebagai crucifer yang sangat dikenal oleh masyarakat karena manfaatnya bagi kesehatan dan kandungan gizinya yang tinggi juga berguna bagi manusia. Beberapa diantara tanaman kubis-kubisan merupakan sayuran daun dan akar juga herba dikotil setahun dan dua-tahunan. Ketika berupa kecambah muda, berbagai tanaman kubis-kubisan akan sulit dibedakan, tetapi tidak lama kemudian masing-masing mengembangkan karakteristik yang dapat dibedakan (Vincent and Yamaguchi, 1998).
2.5.1 Mofologi Tanaman
Kubis pada bagian kepala lebih tepat digambarkan sebagai tunas akhir tunggal yang besar, yang terdiri atas daun yang saling bertumpang-tindih secara ketat, yang menempel dan melingkupi batang pendek tidak bercabang. Tinggi tanaman umumnya berkisar antara 40 dan 60 cm. Pada sebagian kultivar, pertumbuhan daun awalnya memanjang dan tiarap. Daun berikutnya secara progresif lebih pendek, lebih lebar, dan lebih tegak, dan mulai menindih daun yang lebih muda. Pembentukan daun yang terus berlangsung dan pertumbuhan daun terbawah dari daun yang saling bertumpang-tindih meningkatkan kepadatan kepala yang berkembang. Bersamaan dengan pertumbuhan daun, batang juga lambat laun memanjang dan membesar. Pertumbuhan kepala bagian dalam yang terus berlangsung melewati fase matang (keras) dapat menyebabkan pecahnya kepala. Variabel komoditas yang penting adalah ukuran kepala, kerapatan, bentuk, warna, tekstur daun, dan periode kematangan (Vincent dan Yamaguchi, 1998). Kubis mampu tumbuh di daratan rendah dan daratan tinggi dengan curah hujan rata-rata 850-900 mm (Dalimartha dan Adrian, 2011).
2.5.2 Kandungan Nutrisi
Kebanyakan genus Brassicaceae mengandung senyawa glukosinolat yang diubah oleh enzim mirosinase menjadi senyawa yang berasa pahit (Vincent dan Yamaguchi, 1998). Menurut Draghici, et al., (2013), Famili Brassicaceae merupakan sayuran yang memiliki antioksidan yang tinggi juga kaya akan mineral, vitamin, polifenol, antosianin dan glukosinolat. Kandungan gizi kubis dan sawi putih dapat dilihat pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Kandungan gizi setiap 100 g kubis dan sawi putih
No Komposisi Kubis Sawi putih
Sumber: Campbell, et al., 2012
dan kembang kol. Kubis digunakan untuk mencegah tumor membesar, mengurangi resiko timbulnya kanker (lambung, kolorektal, prostat, paru, payudara, dan kandung kemih), kadar kolesterol darah tinggi, radang sendi, borok (ulkus) di lambung dan usus duabelas jari, serta meningkatkan daya tahan tubuh. Kubis juga membantu mengatasi gatal akibat jamur Candida (candidiasis), jamur (di kulit kepala, tangan, dan kaki), sulit buang air besar, membuang racun (seperti mabuk alkohol, racun di hati, senyawa kimia berbahaya), menghilangkan keluhan pramenstruasi (premenstrual syndrome), dan meningkatkan produksi ASI (Dalimartha dan Adrian, 2011). Sawi putih juga biasa dimanfaatkan masyarakat sebagai sayur untuk dikonsumsi sehari-hari (Anonim, 2013).
2.5.3 Metode Penanaman
Cara bertanam kubis dan sawi putih tidak berbeda jauh dengan budidaya sayuran pada umumnya. Budidaya konvensional di lahan meliputi proses pengolahan lahan, penyiapan benih, teknik penanaman, penyediaan pupuk dan pestisida, serta pemeliharaan tanaman. Sawi dapat ditanam secara monokultur maupun tumpang sari (Anonim, 2012). Adapun penanaman kubis dan sawi putih dilakukan dengan cara penyiapan benih, persiapan lahan, pemupukan, penanaman, pemeliharaan, pengendalian organism pengganggu tanaman, panen dan pasca panen.
2.5.3.1 Penyiapan Benih
Sebelum benih kubis dan sawi putih disebar, direndam terlebih dahulu
selama ± 2 jam. Selanjutnya benih disebar merata pada bedengan persemaian,
dengan media semai setebal ± 7 cm dan disiram. Media semai dibuat dari pupuk
telah disebar ditutup dengan media semai, selanjutnya ditutup dengan alang-alang
atau jerami kering selama 2 - 3 hari. Bedengan persemaian diberi naungan / atap
dari screen / kassa plastik transparan. Kemudian persemaian ditutup dengan
screen untuk menghindari OPT. Setelah berumur 7 - 8 hari, bibit dipindahkan
kedalam bumbunan daun pisang / pot plastik dengan media yang sama (tanah dan
pupuk organik steril). Penyiraman dilakukan setiap hari. Bibit siap ditanam
dilapangan setelah berumur 3 - 4 minggu atau sudah memiliki 4 - 5 helai daun
muda (Edi dan Bobiho, 2010).
2.5.3.2 Persiapan Lahan
Lahan terlebih dahulu diolah dengan cangkul sedalam 20 - 30 cm supaya
gembur, setelah itu dibuat bedengan dengan arah membujur dari Barat ke Timur
agar mendapatkan cahaya penuh. Bedengan sebaiknya dibuat dengan ukuran lebar
100 - 120 cm, tinggi 30 cm dan panjang sesuai kondisi lahan. Jarak antar
bedengan ± 30 cm. Lahan yang asam (pH rendah) lakukan pengapuran dengan
kapur kalsit atau dolomite 2 - 4 minggu sebelum tanam dengan dosis 1,5 t/ha (Edi
dan Bobiho, 2010).
2.5.3.3 Pemupukan
Tiga hari sebelum tanam berikan pupuk organik (kotoran ayam yang telah
difermentasi) dengan dosis 2 - 4 kg/m2. Dua minggu setelah tanam dilakukan
pemupukan susulan Urea 150 kg/ha (15 gr/m2) dari asumsi pemupukan normal
100 – 1000 kg/ha. Agar pemberian pupuk lebih merata, pupuk Urea diaduk
dengan pupuk organik kemudian diberikan secara larikan di samping barisan
umur 10 dan 20 hari setelah tanam (Edi dan Bobiho, 2010).
2.5.3.4 Penanaman
Bibit umur 2 - 3 minggu setelah semai atau telah berdaun 3 - 4 helai,
dipindahkan pada lubang tanam yang telah disediakan dengan jarak tanam 20 x 20
cm atau sistem baris dengan jarak 15 x 10 - 15 cm. Jika ada yang tidak tumbuh
lakukan penyulaman, yaitu tindakan penggantian tanaman dengan tanaman baru.
Jenis pupuk yang diberikan adalah pupuk kandang atau kompos (Edi dan Bobiho,
2010).
2.5.3.5 Pemeliharaan
Pada musim kemarau atau di lahan kurang air perlu penyiraman tanaman.
Penyiraman ini dilakukan dari awal sampai panen. Penyiangan dilakukan 2 kali
atau disesuaikan dengan kondisi gulma, bila perlu dilakukan penggemburan dan
penggulu dan bersamaan dengan penyiangan (Edi dan Bobiho, 2010).
2.5.3.6 Pengendalian Organisme Penggangu Tanaman
Untuk mencegah hama dan penyakit yang perlu diperhatikan adalah
sanitasi dan drainase lahan. Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) utama
adalah ulat daun kubis (Plutella xylostella). Pengendalian dapat dilakukan dengan
cara pemanfaatan Diadegma semiclausuma sebagai parasitoid hama Plutella
xylostella. Jika terpaksa menggunakan pestisida, gunakan pestisida yang aman dan
mudah terurai seperti pestisida biologi, pestisida nabati atau pestisida piretroid
sintetik. Penggunaan pestisida tersebut harus dilakukan dengan benar baik
pemilihan jenis, dosis, volume semprot, cara aplikasi, interval dan waktu
aplikasinya (Edi dan Bobiho, 2010).
Kubis dapat dipanen setelah kropnya besar, penuh dan padat. Bila
pemungutan terlambat krop akan pecah dan kadang - kadang busuk. Pemungutan
dilakukan dengan memotong krop berikut sebagian batang dengan disertakan 4-5
lembar daun luar, agar krop tidak mudah rusak. Produksi kubis dapat mencapai
15-40 t/ha. Sedangkan sawi putih dipanen dengan dua cara yaitu mencabut
seluruh tanaman beserta akarnya, memotong bagian pangkal batang yang berada
di atas tanah. Umur panen sawi + 40 hari setelah tanam, sebaiknya terlebih dahulu
dilihat fisik tanaman seperti warna, bentuk dan ukuran daun (Edi dan Bobiho,
2010).
2.5.3.8 Pasca Panen
Tanaman yang baru dipanen, ditempatkan di tempat yang teduh agar tidak
cepat layu dengan cara diperciki air. Selanjutnya lakukan sortasi untuk
memisahkan bagian tanaman yang tua, busuk atau sakit. Penyimpanan bisa
menggunakan wadah berupa keranjang bambu, plastik atau karton yang berlubang
- lubang untuk menjaga sirkulasi udara (Edi dan Bobiho, 2010).
2.6 Pengaruh Pemupukan Terhadap Akumulasi Timbal Pada Tanaman
tersebut yang berdekatan dengan tanaman (Suparno, et al., 2013). Beberapa penelitian tentang pengaruh pemupukan terhadap akumulasi timbal pada tanaman dapat dilihat pada Tabel 2.7.
Pupuk yang mengandung senyawa organik akan membentuk suatu reaksi ikatan secara kompleks. Reaksi ikatan ini merupakan ikatan antara senyawa organik dengan ion logam yang tekoordinasi (Ariyanto, 2006). Suparno, et al (2013) menyebutkan bahwa pupuk yang ditambahkan pada tanaman dapat berpengaruh pada penurunan timbal terserap oleh tanaman. Hal tersebut disebabkan oleh bahan organik yang cendrung mengikat timbal membentuk kompleks khelat, sehingga jumlah timbal yang diserap tanaman semakin kecil. Tabel 2.7 Pengaruh pemupukan terhadap penyerapan timbal pada tanaman
No Tanaman Jenis pupuk Kadar Pb
(ppm)
Referensi 1. Selada Pupuk kandang 0 ton/ha 0,11 Hayati, 2010
Pupuk kandang 15 ton/ha 0,08 Pupuk kandang 30 ton/ha 0,11 Pupuk kandang 45 ton/ha 0,05
Pupuk NPK 0 ton/ha 0,14
Pupuk Ca(NO3)2 70+70 kg N.ha-1 187,42* Pupuk (NH4)2SO4 70 kg N.ha-1 141,98* Pupuk (NH4)2SO4 70+70 kg N.ha
-1 166,01*
3. Ubi jalar Kontrol 2,52 Suparno, et
al., 2013
Vermikompos 10 t/ha 1,97
Vermikompos 20 t/ha 1,57
Vermikompos 30 t/ha 1,17
Pupuk (NH4)2SO4 12,2
Khelat merupakan suatu proses reversibel pembentukan ikatan dari suatu ligan yang disebut khelator atau agen khelasi (ligan) dengan suatu ion logam membentuk suatu kompleks metal yang disebut khelat. Tipe ikatan yang terbentuk dapat berupa ikatan kovalen atau ikatan koordinasi. Senyawa tersebut memiliki gugus atom dengan pasangan elektron bebas, elektron tersebut akan digunakan dalam pembentukan ikatan dengan logam timbal, contohnya adalah khelat nitrilotriaminasetat (NTA) yang mampu bereaksi dengan logam timbal dan membentuk garam dalam bentuk endapan, sehingga akumulasi timbal pada tanaman akan menurun (Manahan, 1984; Gupta dan Sandalio, 2012). Struktur khelat nitrilotriaminasetat dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Struktur khelat nitrilotriasetat (Manahan, 1984)
dibandingkan pupuk Ca(NO3)2 dengan kandungan 15,5% N pada wortel dan anggur (Swiatkiewicz dan Gastol, 2013). Tingginya kandungan nitrogen dalam pupuk berpengaruh pada penurunan serapan logam berat oleh tanaman, salah satunya adalah nitrogen dalam bentuk nitrat (NO3), hal tersebut disebabkan oleh peningkatan pH tanah sehingga menurunkan serapan logam berat pada tanaman (Dijkshoorn, et al., 1983). Kandungan nitrogen dalam beberapa komponen pupuk dapat dilihat pada Tabel 2.8.
Tabel 2.8 Kandungan nitrogen dalam beberapa komponen pupuk
Komponen pupuk Kandungan nitrogen (%)
Ammonium nitrat 34
Sulfur berlapis urea 37
Urea 46
Ureaformaldehid 38
Menurut Camberato (2001) N organik secara alami mampu bereaksi dan membentuk nitrat. Seperti yang terlihat pada reaksi pembentukan nitrat berikut ini:
Aminisasi Ammonifikasi Nitrosomonas Nitrobakter N organik N amino N ammonium Nitrit Nitrat Keterangan:
Aminisasi : proses penguraian mikrobiologi protein menjadi persenyawaan amino
Ammonifikasi : Proses perubahan Asam amino yang sudah terbentuk dikonversi menjadi ammonia (NH3).
Nitrosomonas : bakteri yang memiliki kemampuan untuk merombak senyawa ammonia menjadi nitrit
Penelitian lainnya dilakukan oleh Hayati (2010) dengan menggunakan teknik spektrofotometri serapan atom (SSA) dengan nyala udara asetilen, memperlihatkan penurunan akumulasi timbal pada penggunaan pupuk NPK, dibanding pupuk organik dan semakin tinggi dosis pupuk akan menurunkan akumulasi logam timbal pada tanaman selada. Suparno, et al (2013) juga mengaplikasikan jenis dan dosis pupuk vermikompos yang berbeda dengan metode pengukuran timbal yang sama menemukan hasil penurunan timbal seiring bertambahnya pupuk yang diberikan.
2.7 Analisis Timbal Pada Tanaman
Analisis cemaran logam Pb menurut Kohar, et al (2005) pada tanaman adalah sebagai berikut, sampel yang telah berbentuk abu ditimbang, kemudian dilarutkan dengan HNO3 1 N, agar sampel sempurna larutan dipanaskan pada 60oC - 70 oC sampai larut homogen. Kemudian disaring dengan kertas saring whatman dan ditampung dalam wadah. Larutan sampel yang akan diukur diencerkan sampai 10 mL dengan HNO3 1 N. Sampel siap dianalisis dengan menggunakan alat AAS. Rumus untuk menghitung kadar Pb seperti tercantum dalam rumus berikut:
C = Konsentrasi (µg/ml) (dihasilkan dari perhitungan absorbansi dan berdasarkan hasil kurva kalibrasi linier)
V = Volume larutan sampel (ml) Fp = Faktor pengenceran