• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Kelahiran Anak Pertama pada Ibu yang Melahirkan di Ruang Bersalin RSUD Kumpulan Pane Tebing Tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak Kelahiran Anak Pertama pada Ibu yang Melahirkan di Ruang Bersalin RSUD Kumpulan Pane Tebing Tinggi"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Adaptasi Pasca Melahirkan

Kelahiran bayi adalah sebuah peristiwa yang melibatkan proses fisiologis dan psikologis pada individu ibu dan keluarga. Sebagai proses fisiologis, peristiwa ini mengakhiri masa kehamilan yang telah berlangsung selama 37 – 42 minggu. Sebagai suatu proses psikologis, peristiwa ini merupakan masa transisi yang dapat menyebabkan terjadinya krisis kehidupan pada ibu dan keluarga (Arindra, 2007).

Dalam proses adaptasi pasca melahirkan terdapat 3 (tiga) periode yang meliputi: immediate puerperium, yaitu 24 jam pertama setelah melahirkan, early puerperium, yaitu setelah 24 jam hingga 1 minggu, dan late puerperium, yaitu

setelah 1 minggu sampai dengan 6 minggu post partum (May & Mahlmeister, 1994).

1. Adaptasi Fisiologis

Menurut Bowes (2003) dalam Soep (2009), yang mengutip pendapat Pillitteri faktor perubahan fisiologis ibu pada periode postpartum meliputi perubahan adaptasi fisik yang juga dapat mempengaruhi keadaan psikologis ibu, yaitu:

(2)

b. Sistem gastrointestinal. Defekasi secara normal lambat dalam minggu pertama karena adanya perubahan mobilitas usus, kehilangan cairan dan adanya gangguan rasa nyaman pada daerah perineum.

c. Suhu tubuh. Setelah melahirkan suhu menjadi 37,30C tetapi tidak melebihi 380C. Setelah 12 jam pasca partum umumnya suhu tubuh kembali normal. d. Sistem perkemihan. Pada 24 jam pertama buang air kecil kadang sulit,

kemungkinan terdapat spasme springter dan edema leher buli-buli, urin dalam jumlah besar akan dihasilkan dalam waktu 12-36 jam post partum.

e. Sistem integumen. Kloasma yang muncul pada masa hamil menghilang saat kehamilan terakhir, sedangkan hiperpigmentasi pada aeorola mamae dan linea nigra tidak menghilang.

f. Berat Badan. Pasca melahirkan berat badan menurun 4 – 5 kg tergantung dari berat badan janin.

g. Perineum. Setelah melahirkan perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang dari tekenan kepala bayi yang bergerak maju.

h. Perubahan pada Vagina. Selama tiga minggu vagina akan kembali seperti sebelum hamil dan rugae dalam vagina berangsur-angsur muncul kembali. i. Proses Involusi Vagina. Uterus mengecil dengan cepat sehingga pada hari

kesepuluh tidak teraba lagi dari luar. Seminggu sesudah plasenta lahir rahim 500 gram, dan dua minggu post partum mencapai 50 – 60 gram.

(3)

k. Sistem Endokrin. Kadar estrogen dan progresteron menurun secara mencolok setelah plasenta keluar, kadar terendahnya dicapai kira-kira satu minggu pasca partum.

l. Abdomen. Setelah hari pertama melahirkan abdomen akan menonjol dan membuat wanita tersebut tampak seperti masih hamil.

2. Adaptasi Psikologis

Seiring dengan perubahan fisiologis yang cepat dan luas yang dialami oleh wanita setelah melahirkan maka akan terjadi pula perubahan emosional (psikologis) dengan membentuk suatu adaptasi yang cukup kompleks bagi ibu. Meskipun ayah dan anggota keluarga lainnya tidak mengalami perubahan tersebut, mereka juga harus menyesuaikan secara psikologis terhadap kehadiran bayi baru lahir. Kesejahteraan psikologis ibu itu sendiri tergantung pada besar kecilnya kebahagiaan pasangan (suami) dan anggota keluarga lainnya dalam menanggapi kelahiran bayi baru.

Oleh karena itu, asuhan keperawatan yang diberikan harus membantu status fisik dan psikologis setiap pasien dan status psikologis ayah dan anggota keluarga lainnya untuk memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan komprehensif.

(4)

menjadi kakek/nenek, suami dan isteri harus saling membagi perhatian. Bila banyak anggota keluarga yang membantu merawat bayi, maka keadaan tidaklah sesulit dengan tidak ada yang membantu, sementara ibu harus ikut aktif melibatkan diri dalam merawat bayi dan membantu rumah tangga.

B. Adaptasi Psikologis Ibu

Menjadi orang tua merupakan suatu krisis tersendiri dan harus melewati masa transisi postpartum. Menurut Nelson (2000), masa transisi tersebut adalah: 1) Honeymoon

Honeymoon adalah fase setelah anak lahir dan terjadi kontak yang lama antara ibu, ayah dan anak. Masa ini dapat dikatakan sebagai psikis honeymoon yang memerlukan hal-hal romantis, masing-masing saling

memperhatikan anaknya dan menciptakan hubungan yang baru. 2) Bonding Attachment

Dimulai sejak dini begitu bayi dilahirkan. Bonding adalah suatu istilah untuk menerangkan hubungan antara ibu dan anak, sedangkan attachment adalah suatu keterikatan antara orang tua dan anak. Partisipasi suami dalam proses persalinan merupakan suatu upaya untuk meningkatkan ikatan kasih tersebut.

(5)

melahirkan) dalam pencapaian peran ibu, Marcer membagi teorinya menjadi dua pokok bahasan, yaitu:

1) Efek Stress Anterpartum

Stress anterpartum adalah komplikasi dari resiko kehamilan dan pengalaman negatif dari hidup seorang wanita. Sehingga dukungan selama kehamilan sangat diperlukan untuk mengurangi rasa ketidakpercayaan seorang calon ibu. Penelitian Marcer menunjukkan ada enam faktor yang berhubungan dengan status kesehatan ibu, yaitu:

a) Hubungan interpersonal b) Peran keluarga

c) Stress anterpartum d) Dukungan sosial e) Rasa percaya diri

f) Penguasaan rasa takut, ragu dan depresi 2) Pencapaian Peran Ibu

(6)

Perubahan yang dialami oleh ibu, selama kehamilan terkadang dapat menimbulkan stress anterpartum, sehingga perawat harus memberikan asuhan kepada ibu hamil agar ibu dapat menjalani kehamilannya secara fisiologis (normal).

Setelah ibu melewati masa kehamilan, selanjutnya ibu akan menjalani proses melahirkan. Disini ibu mulai mengalami transisi peran menjadi seorang ibu, terutama ibu yang mengalami proses kelahiran pertama sekali. Empat tahapan dalam melaksanakan peran ibu menurut Marcer adalah (Sulistyowati, 2009): 1) Anticipatory

Saat sebelum wanita menjadi ibu, dimana wanita mulai melakukan penyesuaian sosial dan psikologis dengan mempelajari segala sesuatu yang dibutuhkan menjadi seorang ibu.

2) Formal

Wanita memasuki peran ibu yang sebenarnya, bimbingan peran dibutuhkan sesuai dengan kondisi sistem sosial.

3) Informal

Dimana wanita telah mampu menemukan jalan yang unik dalam melaksanakan perannya.

4) Personal

(7)

Perubahan fisiologis pada ibu postpartum akan diikuti oleh perubahan psikologis secara simultan sehingga ibu harus beradaptasi secara menyeluruh. Menurut Rubin (1963) dalam Varney (2007) terdapat tiga tingkat psikologis ibu setelah melahirkan yaitu :

1) Tahap Perilaku Ketergantungan (Taking In)

Suatu periode yang berlangsung selama 1 – 2 hari, dimana ibu hanya berorientasi pada kebutuhan diri sendiri, tingkah laku klien pasif dengan berdiam diri dan tergantung pada orang lain. Ibu biasanya lebih mudah tersinggung dan cenderung bersifat pasif terhadap lingkungannya disebabkan faktor kelelahan, perhatian ibu tertuju pada kekhawatiran pada perubahan tubuhnya. Ibu belum mempunyai inisiatif untuk kontak dengan bayinya. Ibu sangat membutuhkan orang lain untuk membantu kebutuhannya yang utama adalah istirahat (tidur) dan makan. Nafsu makan ibu biasanya bertambah sehingga membutuhkan peningkatan nutrisi. Kurangnya nafsu makan menandakan proses pengembalian kondisi tubuh tidak berlangsung normal. Selain itu ibu mulai menyadari secara nyata pengalamannya dalam melahirkan dan akan mengulangi pengalaman-pengalaman tersebut.

Menurut Gottible, pada fase ini ibu akan mengalami ”proses

mengetahui/menemukan” yang terdiri dari :

a) Identifikasi

Ibu mengidentifikasi bagian-bagian dari bayi, gambaran tubuhnya untuk menyesuaikan dengan yang diharapkan/diimpikan.

(8)

Ibu menggambarkan bayinya mirip dengan anggota keluarga yang lain. c) Menginterpretasikan

Ibu mengartikan tingkah laku bayi dan kebutuhan yang dirasakan. Pada fase ini dikenal dengan istilah ”finger tie touch

2) Tahap antara Ketergantungan dan Mandiri (Taking Hold)

Periode ini terjadi selama hari ketiga hingga hari kesepuluh postpartum, dimana terjadi perpindahan dari keadaan ketergantungan ke keadaan ma ndiri. Perlahan-lahan tingkat energi ibu meningkat merasa lebih nyaman dan mulai berfokus pada bayi yang dilahirkan. Ibu lebih mandiri, dan pada akhirnya mempunyai inisiatif untuk merawat dirinya dan sering mengucapkan kekhawatiran tentang fungsi tubuhnya. Ibu telah mampu untuk mengendalikan fungsi eliminasi dan memperhatikan aktifitas yang dilakukannya setiap hari. Jika ibu merawat bayinya, maka ia harus memperhatikan kualitas dan kuantitas dari produksi ASI. Selain itu, disini ibu juga sangat antusias merawat bayinya, ibu berusaha untuk terampil dalam perawatan bayi baru lahir (misalnya, memeluk, menyusui ASI atau dengan botol, memandikan, atau mengganti popok).

3) Tahap Penerimaan Peran Baru (Letting Go)

(9)

beradaptasi terhadap penurunan otonomi, kemandirian dan interaksi sosial. Pada fase ini ibu mengalami 2 perpisahan, yaitu:

a) Mengerti dan menerima bentuh fisik dari bayinya

b) Melepaskan peran ibu sebelum memiliki anak, menjadi ibu yang merawat anak.

Menurut Whibley (2006) dalam Yusdiana (2009) perubahan emosi ibu postpartum secara umum antara lain adalah :

1) Thrilled & Excaited

Ibu merasakan bahwa persalinan merupakan peristiwa besar dalam hidup. Ibu terheran-heran dengan keberhasilan melahirkan seorang bayi dan selalu bercerita seputar peristiwa persalinan dan bayinya.

2) Overwhelmed

Merupakan masa kritis bagi ibu dalam 24 jam pertama untuk merawat bayinya. Ibu mulai melakukan tugas-tugas baru.

3) Let down

Status emosi ibu berubah-ubah, merasa sedikit kecewa khususnya dengan perubahan fisik dan perubahan peran.

4) Weepy

(10)

beberapa hari setelah ibu dapat merawat diri dan bayinya serta mendapat dukungan keluarga.

5) Feeling Beat Up

Merupakan masa kerja keras fisik dalam hidup dan akhirya merasa kelelahan.

C. Depresi Postpartum

Depresi postpartum pertama kali ditemukan oleh Pitt pada tahun 1988. Pitt menyebutkan, depresi postpartum adalah depresi yang bervariasi dari hari ke hari dengan menunjukkan kelelahan, mudah marah, gangguan nafsu makan, dan kehilangan libido (kehilangan selera untuk berhubungan intim dengan suami). Tingkat keparahan depresi postpartum bervariasi. Keadaan ekstrem yang paling ringan yaitu saat ibu mengalami “kesedihan sementara” yang berlangsung sangat cepat pada masa awal postpartum, ini disebut dengan the blues atau maternity blues.

Gangguan postpartum yang paling berat disebut psikosis postpartum atau melankolia. Diantara 2 keadaan ekstrem tersebut terdapat kedaan yang relatif mempunyai tingkat keparahan sedang yang disebut neurosa depresi atau depresi postpartum.

(11)

perubahan mood seperti sedih, kurang nafsu makan, mudah marah, kelelahan, sulit berkonsentrasi, perasaan tidak berharga, menyalahkan diri, dan tidak mempunyai harapan untuk masa depan.

Sedangkan menurut Beck (2001), depresi postpartum adalah episode depresi mayor yang bisa terjadi selama 12 bulan pertama setelah melahirkan. 1. Determinan Depresi Postpartum

Beberapa determinan terhadap terjadinya depresi postpartum, antara lain : a. Faktor fisiologis, berupa tidak berfungsinya kekebalan tubuh pada depresi,

gangguan tidur, perasaan sakit, dan hormon reproduksi. b. Pengalaman dalam proses melahirkan yang buruk c. Karakteristik bayi

d. Faktor psikologis, berupa tipe kepribadian, riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya, self-esteem, self efficacy, dan expectation.

e. Karakteristik sosial, berupa abusive atau dysfunctional family of origin, dukungan sosial (suami, orang tua, teman), kehilangan, status sosial ekonomi, stres dalam hidup (Tackett, 2004).

2. Faktor-Faktor Penyebab Depresi Postpartum

Menurut Beck, faktor-faktor yang menyebabkan depresi postpartum ada 13, yaitu (Varney, 2007) :

1) Depresi Prenatal

(12)

beberapa atau keseluruhan dari trimester kehamilan (Beck, 2001). Depresi prenatal ini dialami oleh 10% sampai 20% dari seluruh wanita (Department of Health New York, 2006). Paykel, Emms, Fletcher dan Rassaby (1980) dalam Hagen (1999), menyimpulkan bahwa depresi selama masa prenatal dapat menyebabkan depresi postpartum. Menurut Zuckerman, Amaro, Bauchner, Cabral (1989) dalam UNC Center for Women’s Mood Disorders (2008), mengungkapkan

bahwa depresi prenatal atau bisa juga disebut dengan depresi antenatal terjadi karena beberapa faktor, antara lain rendahnya jumlah kenaikan berat badan ibu hamil, ibu hamil yang merokok dan frekuensinya lebih sering dan juga banyak, minuman alkohol dan penggunaan zat-zat kimia lainnya, ambivalen tentang kehamilan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan status kesehatan yang buruk.

2) Stress Merawat Anak

Hal-hal yang membuat stres yang berhubungan dengan perawatan anak meliputi faktor-faktor seperti masalah kesehatan yang dialami bayi, dan kesulitan dalam perawatan bayi khususnya mengenai masalah makanan dan tidur (Beck, 2001).

3) Stress dalam Kehidupan

(13)

perubahan pekerjaan, dan krisis yang terjadi (contohnya, kecelakaan, perampokan, krisis ekonomi, dan penyakit kronis) (Beck, 2001). Hal tersebut, sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh American Psychiatric Association (APA) (2010), bahwa wanita yang mempunyai masalah-masalah berat dalam hidupnya merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya depresi postpartum.

4) Dukungan Sosial

Ibu yang baru saja mengalami proses reproduksi sangat membutuhkan dukungan psikologis dari orang-orang terdekatnya. Kurangnya dukungan dari orang-orang terdekat dapat menyebabkan penurunan psikologis seperti mudah menangis, merasa bosan, capek, tidak bergairah, dan merasa gagal yang akan menyebabkan ibu menjadi depresi (Anonim).

5) Ansietas Pranatal

Ansietas pada masa kehamilan bisa terjadi selama beberapa trimester dan kadang terjadi diseluruh masa kehamilan. Ansietas ini merupakan suatu perasaan ketakutan pada sesuatu yang akan terjadi mengenai sesuatu yang tidak jelas, ancaman yang belum jelas (Beck, 2001).

6) Kepuasan Perkawinan

(14)

gejala ini adalah masa lalu ibu tersebut, yang mungkin mengalami penolakan dari orang tuanya atau orang tua yang over protective, kecemasan yang tinggi terhadap perpisahan, dan ketidakpuasaan dalam pernikahan.

7) Temperamen Bayi

Temperamen bayi yang sulit digambarkan sebagai seorang bayi yang lekas marah, rewel, dan susah dihibur (Beck, 2001). Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Whiffen dan Gotlib (1989) dalam Hagen (1999), yang menyimpulkan bahwa temperamen sebagai salah satu penyebab terjadinya depresi postpartum.

8) Maternity Blues

Maternity blues adalah sebuah fenomena yang hanya sekilas dari perubahan suasana hati yang dimulai pada beberapa hari pertama setelah melahirkan dan paling sedikit 1 sampai 10 hari atau lebih. Keadaan tersebut ditandai dengan perasaan ingin menangis, cemas, kesulitan konsentrasi, lekas marah, dan suasana hati yang labil (Beck, 1998 dalam Beck, 2001).

9) Harga diri

Harga diri ditunjukkan kepada perasaan seorang wanita secara umum dalam hal harga diri dan penerimaan diri sendiri, artinya adalah kepercayaan diri dan kepuasan terhadap diri sendiri. Rendahnya harga diri menggambarkan negatifnya evaluasi terhadap diri sendiri dan perasaan terhadap diri seseorang atau kemampuan seseorang (Beck, 2001).

(15)

Status sosial ekonomi berhubungan dengan kejadian depresi postpartum. Semakin rendah pendapatan keluarga, semakin tinggi pula resiko terjadinya depresi postpartum. Penelitian Howell, Elizabeth, Mora, Leventhal (2006) dalam Wikipedia (2010), juga mendukung pernyataan Segre et al., bahwa wanita dengan kulit hitam dan sosial ekonomi yang rendah berpotensi lebih tinggi mengalami depresi postpartum.

11)Status Perkawinan

Status demografi ini berfokus pada kedudukan seorang wanita dalam hal pernikahan. Tingkatannya adalah tidak menikah, menikah/hidup bersama, bercerai, janda, berpisah, memiliki pasangan (Beck, 2001).

12)Kehamilan Tidak Diinginkan atau Tidak Direncanakan

Kehamilan yang tidak direncanakan, bisa disebabkan oleh perasaan ragu-ragu terhadap kehamilan yang dialami. Jika kehamilan itu direncanakan, mungkin saja 40 minggu bukanlah waktu yang cukup bagi pasangan untuk menyesuaikan diri terhadap perawatan bayi yang ada kalanya membutuhkan usaha yang cukup keras (The American College of Obstetricians and Gynecologist (ACOG), 2009).

Seorang bayi mungkin dilahirkan lebih awal dari perkiraan lahirnya, hal ini juga dapat menjadi faktor pemicu terjadinya depresi postpartum, karena jika bayi lahir lebih awal dapat menyebabkan perubahan secara tiba-tiba, baik di lingkungan rumah maupun perubahan terhadap rutinitas kerja yang tidak diharapkan oleh orang tua (ACOG, 2009).

(16)

Pendekatan Roy menegaskan bahwa individu adalah mahluk biopsikososial sebagai satu kesatuan yang memiliki mekanisme koping untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Individu selalu berinteraksi secara konstan atau selalu beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Model Adaptasi dari Roy ini dipublikasikan pertama pada tahun 1970 dengan asumsi dasar model teori ini adalah :

1. Setiap orang selalu menggunakan koping yang bersifat positif maupun negatif. Kemampuan beradaptasi seseorang dipengaruhi oleh tiga komponen yaitu, penyebab utama terjadinya perubahan, terjadinya perubahan dan pengalaman beradaptasi.

2. Individu selalu berada dalam rentang sehat-sakit, yang berhubungan erat dengan keefektifan koping yang dilakukan untuk memelihara kemampuan adaptasi.

Roy menjelaskan bahwa respon yang menyebabkan penurunan integritas tubuh akan menimbulkan suatu kebutuhan dan menyebabkan individu tersebut berespon melalui upaya atau perilaku tertentu. Setiap manusia selalu berusaha menanggulangi perubahan status kesehatan dan perawat harus merespon untuk membantu manusia beradaptasi terhadap perubahan ini.

Terdapat 3 tingkatan stimuli adaptasi pada manusia, diantaranya:

(17)

2. Stimuli kontekstual, yaitu stimulus yang dialami seseorang dan baik internal maupun eksternal yang dapat mempengaruhi, kemudian dapat dilakukan observasi, diukur secara subyektif.

3. Stimuli residual, yaitu stimulus lain yang merupakan ciri tambahan yang ada atau sesuai dengan situasi dalam proses penyesuaian dengan lingkungan yang sukar dilakukan observasi.

Aspek berikutnya yang terkait dengan kemampuan adaptasi adalah: 1. Mekanisme Koping

Pada sistem ini terdapat dua mekanisme yaitu pertama mekanisme koping bawaan yang prosesnya secara tidak disadari manusia tersebut, yang ditentukan secara genetik atau secara umum dipandang sebagai proses yang otomatis pada tubuh. Kedua yaitu mekanisme koping yang didapat dimana koping tersebut diperoleh melalui pengembangan atau pengalaman yang dipelajarinya.

2. Regulator Subsistem

Merupakan proses koping yang menyertakan subsistem tubuh yaitu saraf, proses kimiawi, dan sistem endokrin.

3. Kognator Subsistem

(18)

Sistem adaptasi memiliki empat model adaptasi yang akan berdampak terhadap respon adaptasi diantaranya, sbb:

1. Fungsi fisiologis, sistem adaptasi fisiologis diantaranya adalah oksigenasi, nutrisi, eliminasi, aktivitas dan istirahat, integritas kulit, indera, cairan dan elektrolit, fungsi neurologis dan endokrin.

2. Konsep diri, bagaimana seseorang mengenal pola-pola interaksi sosial dalam berhubungan dengan orang lain.

3. Fungsi peran, proses penyesuaian yang berhubungan dengan bagaimana peran seseorang dalam mengenal pola-pola interaksi sosial dalam berhubungan dengan orang lain.

4. Interdependen, kemampuan seseorang mengenal pola-pola tentang kasih sayang, cinta yang dilakukan melalui hubungan secara interpersonal pada tingkat individu maupun kelompok.

Terdapat dua respon adaptasi yang dinyatakan Roy yaitu:

1. Respon yang adaptif dimana terminologinya adalah manusia dapat mencapai tujuan atau keseimbangan sistem tubuh manusia.

2. Respon yang tidak adaptif dimana manusia tidak dapat mengontrol dari terminologi keseimbangan sistem tubuh manusia, atau tidak dapat mencapai tujuan yang akan diraih.

(19)

1. Adaptif

Setiap manusia tentu menginginkan agar hidupnya eksis. Untuk dapat hidup eksis ia harus senantiasa beradaptasi (menyesuaikan diri) dengan lingkungan. Dengan penyesuaian diri ia akan mengalami perubahan-perubahan ke arah yang lebih maju (modern). Sebagai makhluk hidup, manusia memiliki daya upaya untuk dapat menyesuaikan diri, baik secara aktif maupun pasif. Seseorang aktif melakukan penyesuaian diri bila terganggu keseimbangannya, yaitu antara kebutuhan dan pemenuhan. Untuk itu ia akan merespon dari tidak seimbang menjadi seimbang.

Bentuk ketidakseimbangan yang dapat muncul yaitu: bimbang/ragu, gelisah, cemas, kecewa, frustasi, pertentangan, dsb. Penyesuaian diri seseorang dengan lingkungannya dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain: jenis kelamin, umur, motivasi, pengalaman, serta kemampuan dalam mengatasi masalah. Dua bentuk ketidakseimbangan yang perlu mendapat perhatian yaitu frustasi dan konflik.

a. Frustasi

(20)

semua faktor yang berasal dari luar dirinya, yang dapat berpengaruh positif atau negatif. Faktor eksteren terbagi lagi menjadi tiga yaitu dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

b. Konflik

Konflik (pertentangan) dapat muncul apabila terjadi ketidakseimbangan dalam diri individu. Salah satu contoh: ‘Seseorang dihadapkan pada beberapa

pilihan yang harus dipilih satu, atau beberapa diantaranya’. Seseorang yang mengalami konflik dan tidak segera diatasi, dapat menimbulkan gangguan perilaku. Beberapa contoh lain untuk situasi konflik adalah sebagai berikut.

1) Approach-approach: Berhadapan dengan 2 pilihan yang menarik. 2) Avoidance-avoidance: Berhadapan dengan 2 pilihan yang tidak

diinginkan.

3) Approach-avoidance: Satu pilihan menyenangkan dan satu pilihan tidak menyenangkan.

4) Double approach avoidance conflict: banyak konflik, dan sebagainya.

2. Maladaptif

(21)

E. Faktor – Faktor yang Memengaruhi Suksesnya Masa Transisi ke Masa Menjadi Orang Tua pada Saat Post Partum

1. Respon dan Dukungan Keluarga dan Teman

Bagi ibu post partum akan sangat membutuhkan dukungan orang-orang

terdekatnya karena ia belum sepenuhnya berada pada kondisi stabil, baik fisik maupun psikologisnya. Ia masih sangat asing dengan perubahan peran barunya yang begitu fantastis terjadi dalam waktu yang begitu cepat, yaitu peran sebagai seorang “ ibu “.

2. Hubungan dari Pengalaman Melahirkan terhadap Harapan dan Aspirasi

Hal yang dialami ibu ketika melahirkan akan sangat mewarnai alam perasaannya terhadap perannya sebagai seorang ibu. Ia akhirnya menjadi tahu bahwa begitu beratnya ia harus berjuang untuk melahirkan bayinya dan hal tersebut akan memperkaya pengalaman hidupnya untuk lebih dewasa. Banyak kasus terjadi setelah seorang ibu melahirkan anaknya yang pertama, ia akan bertekad untuk lebih meningkatkan kualitas hubungannya dengan ibunya.

3. Pengaruh Budaya

(22)

F. Arti Ibu 1. Pengertian

Pengertian keluarga berarti nuclear family yaitu yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Ayah dan ibu dalam melaksanakan tanggung jawab sebagai orang tua dan mampu memenuhi tugas sebagai pendidik. Oleh sebab itu keluarga mempunyai peranan yang besar dalam mempengaruhi kehidupan seorang anak, terutama pada tahap awal maupun tahap-tahap kritisnya, dan yang paling berperan sebagai pendidik anak-anaknya adalah ibu. Peran seorang ibu dalam keluarga terutama pada anak adalah mendidik dan menjaga anak-anaknya dari usia bayi hingga dewasa, karena anak tidak jauh dari pengamatan orangtua terutama ibunya (Asfryati, 2003).

2. Peranan Ibu

Peranan ibu terhadap anak adalah sebagai pembimbing kehidupan di dunia ini. Ibu sangat berperan dalam kehidupan buah hatinya di saat anaknya masih bayi hingga dewasa, bahkan sampai anak yang sudah dilepas tanggung jawabnya atau menikah dengan orang lain seorang ibu tetap berperan dalam kehidupan anaknya (Zulkifli, 1986).

Peranan ibu antara lain:

a. Pemberi aman dan sumber kasih sayang. b. Tempat mencurahkan isi hati.

(23)

e. Pendidik segi emosional. f. Penyimpan tradisi.

Ibu mempunyai peranan dalam proses anak, yaitu sebagai berikut :

a. Ibu merupakan kelompok terkecil yang anggotanya berinteraksi to face secara tetap, dalam kelompok demikian perkembangan anak dapat diikuti dengan sesama oleh orang tuanya dan penyesuaian secara pribadi dalam hubungan sosial lebih mudah terjadi.

b. Ibu mempunyai motivasi yang kuat untuk mendidik anak karena anak merupakan cinta kasih hubungan suami istri. Motivasi yang kuat melahirkan hubungan emosional antara orang tua dan anak.

c. Karena hubungan sosial dalam keluarga itu bersifat relatif tetap maka ibu memainkan peranan sangat penting terhadap proses pertumbuhan anak.

3. Anak dalam Pola Asuh Ibu

Sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa keluarga pada hakekatnya merupakan wadah pembentukan masing-masing anggotanya, terutama anak-anak yang masih berada dalam bimbingan tanggung jawab ibunya. Dasar pemikiran dan pertimbangannya adalah sebagai berikut :

(24)

vital bagi kelangsungan hidup maupun dalam menemukan makna dan tujuan hidupnya.

b. Untuk mencapai perkembangannya seorang anak membutuhkan kasih sayang, perhatian dan rasa aman untuk berlindung dari ibunya.

Referensi

Dokumen terkait