BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan
2.1.1. Definisi
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan
sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi
terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera
pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata) (Notoatmodjo, 2010).
2.1.2. Cara memperoleh pengetahuan (Notoadmojo, 2010)
a. Cara tradisional
1. Trial and Error
Cara ini telah digunakan sebelum adanya kebudayaan, bahkan
mungkin sebelum adanya peradaban. Rasa ingin tahu mendorong manusia
untuk mencoba hal baru yang belum diketahui kebenarannya.
2. Kekuasaan (Otoritas)
Kekuasaan yang dimaksud adalah kebiasaan-kebiasaan dan
tradisi-tradisi yang dilakukan oleh generasi sebelumnya dan diwariskan turun
temurun ke generasi-generasi berikutnya.
3. Pengalaman
Pengalaman adalah hal yang telah terjadi pada diri sendiri maupun
orang lain. Oleh sebab itu, pengalaman dapat menjadi suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan.
4. Akal Budi (Logika)
Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara
berfikir manusia pun ikut berkembang. Manusia telah mampu menggunakan
mengintegrasikan informasi yang diperoleh dan menjadikannya sebagai
pengetahuan yang baru.
b. Cara modern
Cara modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih
sistematis, logis, dan ilmiah.
2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan (Dewi & Wawan, 2010)
a. Faktor Internal
1) Pendidikan
Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal
yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup.
Menurut YB Mantra yang dikutip Notoatmodjo (2003), pendidikan dapat
mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola
hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam
pembangunan (Nursalam, 2003) pada umumnya makin tinggi pendidikan
seseorang makin mudah menerima informasi.
2) Pekerjaan
Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003), pekerjaan adalah
kebutuhan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya
dan kehidupan keluarga.
3) Umur
Menurut Elisabeth BH yang dikutip Nursalam (2003), usia adalah
umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun.
Sedangkan menurut Hurlock (1998) semakin cukup umur, tingkat
kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam dalam
berfikir dan bekerja.
Menurut Depkes RI (2009) kategori usia terbagi atas 9 yaitu:
1. Masa balita : 0-5 tahun
3. Masa remaja awal : 12-16 tahun
4. Masa remaja akhir : 17-25 tahun
5. Masa dewasa awal : 26-35 tahun
6. Masa dewasa akhir : 36-45 tahun
7. Masa lansia awal : 46-55 tahun
8. Masa lansia akhir : 56-65 tahun
9. Masa Manula : 65 tahun ke atas
b. Faktor Eksternal
1) Faktor lingkungan
Menurut Ann Mariner yang dikutip dari Nursalam (2003) lingkungan
merupakan suatu kondisi yang ada di sekitar manusia dan pengaruhnya
yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau
kelompok.
2) Sosial Budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi
dari sikap dalam menerima informasi.
2.1.4. Tingkat pengetahuan
Menurut Notoadmojo (2010), pengetahuan memiliki 6 tingkatan:
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah pelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk
mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain
b. Memahami (Comprehention)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan
materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau
materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi rea l (sebenarnya). Aplikasi
disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum,
rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang
lain.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis
ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan
(membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan
sebagainya.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
didasarkan pada suatu kreteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada.
Menurut Ircham (2008) penentuan tingkat pengetahuan responden
terbagi atas 3 kategori sebagai berikut:
a. Baik: bila subjek mampu menjawab dengan benar 76%-100%
b. Cukup: bila subjek mampu menjawab dengan benar 56%-75%
c. Kurang: Bila subjek mampu menjawab dengan benar 40%-55%
2.2. Sirkumsisi 2.2.1. Definisi
Sirkumsisi/khitan (circumcision) merupakan proses pemotongan kulit depan atau prepusium penis dengan menyisakan mukosa (lapisan dalam kulit) dari
sulcus coronarious ke arah kepala penis, yang bertujuan untuk mencegah timbulnya penumpukan smegma pada penis baik itu dengan alasan sosial, agama
maupun budaya (Schoen, 1990). Pendapat lain juga mengatakan bahwa
sirkumsisi merupakan tindakan bedah minor yang paling banyak dikerjakan di
seluruh dunia, baik oleh dokter, paramedis ataupun oleh dukun sunat (Purnomo,
2003).
2.2.2. Epidemiologi
Dalam bidang kesehatan, tidak ada ketetapan batasan umur untuk melakukan
sirkumsisi. Seringkali usia melakukan sirkumsisi dipengaruhi oleh agama
maupun budaya setempat. Di Arab Saudi anak disirkumsisi pada usia 3-7 tahun,
di Mesir antara 5 dan 6 tahun, di India 5 dan 9 tahun dan di Iran biasanya umur 4
tahun.Di Indonesia, misalnya Suku Jawa lazimnya melakukan sirkumsisi anak
pada usia sekitar 15 tahun, sedangkan Suku Sunda pada usia 4 tahun (Hermana,
2000).
Persen % Jumlah (Juta)
Angola 3.44 99 3.4
Australia 8.05 98,5 7.5
Canada 11.79 96,9 11.4
Indonesia 84.98 12 10.2
Inggris 24.22 97,3 23.6
Nigeria 28.75 50 17.6
Philipina 14.87 95 27.3
Afrika Selatan 24.22 95.5 14.6
Amerika 115.56 98 113.2
Bisa dilihat dari tabel 2.1 Indonesia hanya 10,2 juta (12%) lebih rendah
daripada negara lain. Padahal Indonesia merupakan negara dengan jumlah
penduduk beragama Islam terbanyak (WHO, 2007).
2.2.3. Anatomi Prepusium
Prepusium adalah lipatan dari kulit penis yang menutupi glans penis.
Prepusium pertama kali terbentuk pada minggu ke delapan dalam masa janin.
Dalam 16 minggu, prepusium akan menutupi glans penis. Pada tahapan ini
lapisan epidermis prepusium yang menutupi glans akan menyatu dengan
epidermis glans dan disebut frenulum. Kedua lapisan epidermis tersebut terdiri dari epitel squamous. Prepusium dan glans penis menutupi suatu celah yang kemungkinan akan menjadi kantong pada prepusium. Akhirnya ruang yang
terbentuk pada prepusium adalah hasil dari suatu proses desquamation, dan prepusium perlahan-lahan akan terpisah dengan glans.
umumnya pemisahan prepusium dengan glans penis terjadi saat pubertas
(Gairdner, 1949).
Gambar 2.1 Foreskin (McCoombe and Short, 2006)
Prepusium memiliki dua fungsi utama. Pertama, prepusium berfungsi untuk
melindungi glans penis. Kedua, prepusium adalah bagian sensoris utama pada
penis (Kim D, 2007).
2.2.4. Indikasi Sirkumsisi
a. Agama
Sirkumsisi dalam agama Yahudi dilakukan pada bayi laki-laki berumur 8
tahun. Hal ini dilakukan karena adanya suatu perjanjian antara Abraham dan
Tuhan bahwa semua bangsa Yahudi harus melakukan sirkumsisi (Johnson,
1993). Dalam agama Islam, sirkumsisi dilakukan sebagai tuntunan syariat Islam
yang dilakukan pada laki-laki maupun perempuan (Thomas, 2003).
b. Medis
1. Fimosis
Fimosis adalah keadaan dimana prepusium tidak dapat ditarik ke belakang
untuk membuka seluruh bagian glans penis (Cathcart P et al, 2006). 2. Parafimosis
Parafimosis adalah keadaan dimana prepusium dapat ditarik ke belakang,
tetapi tidak dapat kembali ke depan dan akhirnya menjepit penis sehingga
3. Balanopostitis
Balanopostitis adalah suatu inflamasi mukosa permukaan pada prepusium
yang terjadi secara akut ataupun kronik (Rickwood AM, 1999).
4. Balanitis xerotica obliterans
Balanitis xerotica obliterans adalah suatu sklerosis kronik dan proses atropi dari glans penis maupun prepusium. Keadaan ini juga menjadi faktor risiko
terjadinya suatu kanker penis dan satu-satunya indikasi absolut pada
sirkumsisi (Holman JR, 1999).
5. Indikasi yang jarang
Tumor-tumor pada prepusium, kulit frenulum yang terlalu berlebihan
maupun terlalu sedikit melekat (Holman JR, 1999).
2.2.5. Kontraindikasi
Pada sirkumsisi terdapat beberapa kontraindikasi (Hammond T, 1999):
1) Hipospadi dan kelainan kongenital penis lainnya, seperti epispadia
2) Chordee (bagian ventral penis yang mengalami angulasi)
3) Buried penis (penis yang berukuran normal namun seperti tertanam dibawah abdomen, paha, atau skrotum.
4) Bayi yang sakit dan dalam kondisi yang tidak stabil
5) Jaundice ataupun ikterus
6) Riwayat kelainan perdarahan pada keluarga
7) Fasilitas dan tenaga kesehatan yang tidak memadai
2.2.6. Prinsip dasar dalam melakukan sirkumsisi
Sirkumsisi dilakukan harus sesuai dengan beberapa prinsip dasar, yaitu:
1. Asepsis
2. Pengangkatan kulit prepusium secara adekuat
3. Hemostasis yang baik
Sirkumsisi pada neonatus (<1 bulan) dapat dikerjakan tanpa menggunakan
anastesi, sedangkan anak yang lebih besar harus dengan anastesi umum. Hal ini
dilakukan untuk menghindari terjadinya trauma psikologis (Purnomo, 2003).
Metode sirkumsisi pada anak maupun dewasa
1. Persiapan pasien
1. Rambut di sekitar penis (pubes) dicukur
2. Penis dan sekitarnya dibersihkan dengan air sabun
3. Perlu dilakukan pendekatan agar tidak cemas dan gelisah
4. Periksa apakah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap obat
dan riwayat penyakit terdahulu (Bachsinar, 1993).
2. Teknik dalam sirkumsisi
Teknik sirkumsisi yang paling sering digunakan adalah dorsumsisi dan
klasik (WHO/UNAIDS/JHPIEGO, 2008). Prosedur tindakan
sirkumsisi adalah, sebagai berikut:
1) Disinfeksi lapangan operasi dengan povidon yodium
2) Daerah operasi ditutup dengan kain steril
3) Pada anak yang lebih besar atau dewasa, pembiusan dilakukan
dengan memaki anasteri local dengan menyuntikkan obat pada
basis penis . obat anastesi disuntikkan dengan cara di bawah
kulit dan melingakar basis ilfiltrasi di bawah kulit dan
melingkari bawah kulit. Kemudian ditunggu beberapa saat dan
dinyakinkan bahwa batang penis sudah terbius.
4) Jika terjadi fimosis, dilakukan dilatasi dulu dengan klem
sehinggga prepusium dapat ditarik ke proksimal. Selanjutnya
prepusium dibebaskan dari perekatannya dengan glands penis
dan dibersihkan dari smegma atau kotoran lain.
5) Pemotongan prepusium ( B Purnomo, 2003).
petongan melingkar ke kiri dan ke kanan sepanjang sulkus koronarius glandis. Cara
ini lebih dianjurkan, karena dianggap lebih etis dibanding cara guilotin. Dengan sering berlatih melakukan cara ini, maka akan semakin terampil, sehingga hasil yang
didapat juga lebih baik ( Bachsinar, 1993).
Keuntungan dengan menggunakan teknik dorsumsisi adalah:
1) Kelebihan mukosa-kulit bisa diatur.
2) Tidak terdapat insisi mukosa yang berlebihan seperti cara guilotin.
3) Kemungkinan melukai glands penis dan merusak frenulum prepusium lebih
kecil.
4) Pendarahan mudah dilatasi, karena insisi dilakukan bertahap
Kerugian dengan menggunakan teknik dorsumsisi adalah:
1) Tekniknya lebih rumit dibandingakan cara guilotin 2) Bila tidak terbiasa, insisi tidak rata
3) Memerlukan waktu relatif lebih lama dibandingkan guilotin (Bachsinar, tahun 1993)
Cara kerja dalam melakukan teknik dorsumsisi adalah:
1) Prepsium dijepit pada jam 11, 1 dan 6
2) Prepusium diinsisi di antara jam 11 dan 1 ke arah sulkus koronarius glandis,
sisakan mukosa-kulit 2-3 mm dari bagian distal sulkus; pasanglah tali kendali
3) Insisi melingkar ke kiri dan ke kanan sejajar sulkus
4) Pada frenulum prepusim insisi dibuat agak runcing (membentuk segitiga)
5) Perdarahan dirawat
6) Buatlah tali kendali pada jam 3 dan 9
7) Lakukan penjahitan frenlum-kulit dengan jahitan berbetuk angka 8.
8) Lakukan penjahitan mukosa-kulit di sekeliling penis (Purnomo, 2003)
1) Ukurlah mukosa-kulit pada pemotongan antara jam 11 dan 1 sebagai patokan
pada insisi ke lateral
2) Pada insisi ke lateral, kulit-mukosa tak boleh terlalu ditarik karena sisa
mukosa dapat menjadi terlalu sedikit, yang mempersulit penjahitan
3) Ikatan plain cat-gut pada perwatan perdarahaan dilakukan minimal tiga kali,
untuk mencegah terlepasnya benang dari simpul
4) Pada penjahitan keliling, jahitan harus serapat mungkin, tidak boleh terdapat
tumpang tindih (Purnomo, 2003).
Gambar 2.2. Dorsumsisi (Purnomo, 2003)
Setelah dilakukan tindakan sirkumsisi, perlu diperhatikan perawatan
pascasirkumsisi. Ada beberapa perawatan yang harus dilakukan pasca operasi, yaitu:
1. Obat analgesik dan antibiotik
Segera setelah disirkumsisi sebaiknya meminum obat analgesik (penghilang
nyeri untuk menghindarkan rasa sakit setelah obat anestesi lokal yang disuntikkan
habis diserap tubuh. Umumnya obat anestesi mampu bertahan antara satu jam sampai
satu setengah jam setelah disuntikkan. Diharapkan setelah obat bius tersebut habis
Obat antibiotik juga sebaiknya diminum secara teratur (umumnya diberikan
untuk 5-10 hari) agar tidak terjadi infeksi yang pada akhirnya akan menghambat
penyembuhan luka khitan.
2. Menjaga daerah alat kelamin tetap bersih dan kering
a) Menggunakan celana yang tidak ketat untuk menghindari gesekan.
b) Membersihkan uretra eksternal secukupnya secara perlahan setiap selesai
buang air kecil tanpa mengenai bekas sirkumsisi.
c) Membersihkan penis dari bercak-bercak darah yang menggumpal seperti
borok dengan menggunakan iodine atau rivanol.
d) Jika sudah lebih dari 3 hari maka bekas luka sirkumsisi boleh dibersihkan
dengan air hangat dengan cara masukkan kassa steril ke dalam air hangat lalu peras dan bersihkan secara perlahan “bekas darah” sampai terlepas.
3. Bengkak pada alat kelamin merupakan kejadian normal
Bekas suntikan obat anestesi/bius di pangkal penis (terutama bagian atas)
terkadang dapat menimbulkan bengkak yang sebenarnya akan diserap sendiri oleh
tubuh dalam waktu 1-2 minggu. Jika dirasakan mengganggu, bengkak dapat
dikompres selama 5-10 menit dengan kassa yang dicelupkan air hangat 2 kali dalam
sehari. Perlakuan ini dapat dilakukan mulai 2 hari setelah sirkumsisi dan usahakan air
tersebut tidak mengenai lukanya.
4. Mengatur Makanan
Sebenarnya tidak ada pantangan makanan tertentu yang khusus untuk pasien sirkumsisi. Ikan, telur dan daging bukan suatu “larangan untuk dimakan” karena hal
tersebut hanyalah “mitos” yang salah dan banyak berkembang di masyarakat.
Sebaliknya kandungan vitamin dan protein yang terkandung dalam makanan tersebut
diperlukan tubuh untuk membantu proses penyembuhan luka agar lebih cepat kering.
Ikan, telur dan daging hanyalah pantangan bagi mereka yang memang “alergi”
terhadap makanan tersebut. Cirinya adalah setiap kali orang tersebut mengkonsumsi
hal tersebut sudah berlangsung lama semenjak lahir/kecil dan bukan pada saat proses
khitan saja.
5. Tidak perlu berlebihan
Biasanya orang yang terlalu khawatir akan penyembuhan luka pasca
sirkumsisi menggunakan berbagai obat ataupun salep secara berlebihan. Hal ini justru
sangat tidak dianjurkan karena bisa menjadi kotoran yang berdampak pada infeksi
bila tidak rajin dibersihkan. Selama 4-5 hari setelah sirkumsisi sebaiknya mandi
dengan cara dilap tubuhnya. Setelah waktu itu jika luka khitan sudah kering maka
diperbolehkan mandi dengan air seperti biasanya.Gunakanlah sabun secukupnya dan
tidak berlebihan agar tidak menyebabkan perih apabila mengenai bekas luka khitan.
6. Usahakan tidak bergerak terlalu aktif
Istirahat untuk beberapa hari sangat diperlukan untuk menghindari bengkak
(oedem) yang berlebihan. Kalau memang harus berjalan, tidak apa-apa seperlunya.
Yang penting jangan melakukan aktifitas yang berlebihan seperti melompat-lompat
atau berlari-lari. Hubungan seksual juga sebaiknya ditahan sampai penisnya sembuh
total, yaitu sekitar satu setengah bulan.
7. Kontrol dan Melepas Perban
Penggantian perban dapat dilakukan setiap 2-3 hari tergantung perkembangan
luka khitan. Jika anda sudah mahir hal tersebut dapat dilakukan sendiri di rumah. Jika
merasa kesulitan sebaiknya dibawa ke dokter.
Lakukan kontrol rutin ke dokter yang melakukan sirkumsisi pada hari ketiga
dan pada hari kelima-ketujuh. Apabila luka sirkumsisi sudah betul-betul kering maka
perban bisa dilepaskan secara total. Sebelumnya lakukan pemberian air hangat, baby
oil atau minyak kelapa pada perban dengan cara meneteskan secukupnya. Hal ini berguna untuk melunakkan kulit luka dan perban, sehingga mudah dilepaskan. Jika
diperlukan, pelepasan perban dapat dibantu dengan penggunaan anastesi spray untuk