• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Skor Child Pugh dengan Komplikasi Pada Penderita Sirosis Hati pada Januari – Desember 2014 di RSUP Haji Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Skor Child Pugh dengan Komplikasi Pada Penderita Sirosis Hati pada Januari – Desember 2014 di RSUP Haji Adam Malik Medan"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sirosi Hati 2.1.1. Definisi

Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang di tandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoselular. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular, dan regenerasi nodularis parenkim hati.(Nurdjanah, 2009)

Tabel 2.1 Etiologi Sirosis Hati (Starr, dan Raines 2011)

2.1.2. Patofisiologi

Penyakit hati kronis terkait dengan kematian hepatosit, sebagaimana dibuktikan oleh kadar serum transaminase yang meningkat, menghasilkan peradangan diikuti oleh fibrosis. Sebagai hepatosit yang hilang, sehingga hati kehilangan kemampuan untuk memetabolisme bilirubin (yang dapat mengakibatkan tingkat bilirubin serum meningkat) dan untuk mensintesis protein, seperti faktor pembekuan (mengakibatkan INR tinggi) dan transaminase (yang kemudian dapat muncul di normal atau tingkat rendah). tekanan mulai dibangun

Perdarahan Genetik/Kongenital

Virus : Hepatitis B (15%) Sirosis Biliary Primer

Hepatitis C (47%) Hemocromatosis

Schistomiasis Nonalkoholik Fatty Liver Disease

Autoimun type (1,2,3) Wilson Disease

Sarkoidosis Gagal Jantung Kongestif

Toxik : Alcohol 18% Penyakit Venooklusif

(2)

6

dalam sistem portal, sehingga penyerapan trombosit limpa dan terjadi pengembangan varises esophagus.(Starr, dan Raines, 2011)

2.1.3. Gambaran Klinik

Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis dekompensata yang ditandai dengan gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat terlihat perbedaannya secara klinis . hal ini hanya dapat dibedakan melalui pemeriksaan biopsi hati.( Nurdjanah, 2009 )

Gambaran klinik :

1. Sirosis tanpa kegagalan hati dan hipertensi portal. sirosis hati ini mungkin tanpa gejala apapun, tapi di temukan secara kebetulan pada hasil biopsi atau pada pemeriksaan laparoskopi.

2. Sirosis hati dengan kegagalan faal hati dan hipertensi portal. Pada penderita ini sudah ada tanda-tanda kegagalan faal hati, misalnya adanya ikterus, perubahan sirkulasi darah, kelainan laboratorium pada hasil tes faal hati. Juga ditemukan tanda-tanda hipertensi portal, misalnya asites, splenomegali, venektasi di perut

Biasanya penderita berobat dengan keluhan utama perut membesar. Kemungkinan di susul dengan kaki membengkak. Pada umumnya penderita dengan sirosis hati timbulnya asites terlebih dahulu daripada terjadinya edema di kaki. Banyak penderita yang juga mengeluh badan lemah, nafsu makan berkurang, perut lekas kenyang. Beberapa di antaranya ada mengeluh mata menjadi kuning.( Sujono, 2002 )

(3)

7

sirosis), ginekomastia testis atrofi (pada laki-laki), dan palmar eritema. Namun, penting untuk menekankan bahwa bahkan pada pasien dengan sirosis histologis, dan pada mereka dengan hipertensi portal, tanda-tanda fisik mungkin tidak hadir.(Rockey dan Friedman, 2006)

2.1.4. Diagnosis

Pemeriksaan fisik pasien dengan sirosis dapat mengungkapkan berbagai temuan yang harus mengarah pada sasaran. Banyak pasien telah memiliki pemeriksaan serologi atau tes radiografi. Kebanyakan pasien dengan sirosis cukup parah untuk menyebabkan asites memiliki stigma tambahan pada pemeriksaan fisik sirosis.(Heidelbaugh dan Sherbondy, 2006)

Tabel 2.2 Temuan Umum Pemeriksaan Fisik pada Pasien dengan Sirosis.(Heidelbaugh dan Sherbondy, 2006)

Evaluasi laboratorium, hitung darah lengkap (CBC) dengan trombosit, dan tes waktu protrombin. Standar umum tes panel hati termasuk serum enzim transaminase aspartat (AST), alanin transaminase (ALT), alkaline phosphatase,

• Kaput medusa • Asites

• Asterixis

• Clubbing finger dan osteoatropi hipertrofik

• Gejala konstitusional, termasuk anoreksia, kelelahan kelemahan, dan penurunan berat badan

• Kontraktur Dupuytren

Fetor Hepaticus---a sweet, bau nafas tajam

• Gynecomastia • Hepatomegaly • Jaundice

Kayser-Fleischer ring—brown-green ring of copper pada kornea,

patognomonik untuk penyakit Wilson • Perubahan kuku

• Palmar erythema • Sclera ikterus

• Vascular spider (telangiectasias spider, spider angiomata) • Splenomegaly

(4)

8

dan G-Glutamyltransferase, total serum bilirubin direk dan bilirubin indirek dan serum albumin. tes skrining dianggap hemat biaya untuk mengidentifikasi metabolik atau drug-induced, tapi seperti fungsi hati lainnya tes itu adalah penggunaan terbatas dalam memprediksi tingkat peradangan dan tidak ada gunanya dalam memperkirakan keparahan fibrosis. Satu Studi menemukan bahwa jumlah trombosit kurang dari 160 Kg per mm3 memiliki sensitivitas 80 persen untuk mendeteksi sirosis pada pasien dengan hepatitis kronis.(Heidelbaugh dan Sherbondy, 2006)

Ultrasonografi, computerized tomography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI)

tidak sensitif untuk mendeteksi sirosis, dan diagnosis akhir masih mengandalkan histologi. Namun spesifisitas tinggi ketika penyebab yang jelas hadir dan pencitraan inhomogeous pada tekstur dan permukaan hati, vena sentral hati jernih, lobus kaudatus membesar, splenomegali atau vena kolateral. Namun, etiologi lain seperti trombosis vena portal, penyakit parasit atau keganasan hematologi perlu dikeluarkan, dan temuan radiografi yang normal tidak mengesampingkan sirosis kompensata. Peran utama radiografi adalah untuk deteksi dan kuantitatif komplikasi sirosis, yaitu, asites, hipertensi vena portal, dan hepatik enchepalopaty. Selain itu ada pemeriksaan lain yaitu biopsy hati. Biopsi dianggap sebagai standar emas untuk mendiagnosis sirosis.(Schuppan dan Afdhal, 2008)

2.1.5. Penatalaksanaan

(5)

9

asetamonofen, kolkisin, dan obat herbal bisa menghambat kolagenik.(Nurdjanah, 2009)

Pengobatan sirosis dekompensata. Asites ; tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 g atau 90 mmol per hari. Diet rendah garam di kombinasi dengan obat-obatan diuretik. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosisi 100-200 mg sekali sehari. Ensefalopati Hepatik ; laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan ammonia. Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil ammonia, diet protein dik kurangi sampai 0,5g/kg BB per hari, terutama di berikan yang kaya asam amino rantai cabang.

Varises Esophagus ; sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa di berikan obat penyekat beta (ptopranolol). Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau oktreotit, di teruskan dengan indakan skleroterapi atau ligasi endoskopi. Peritonitis Bacterial Spontan ; diberikan antibiotika seperti sefotaksim IV, amoksilin, atau aminoglikosida. Sindrom Hepatorenal ; mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur keseimbangan garam dan air. Transplantasi hati; terapi defenitif pada pasien sirosis dekompensata. Namun sebelum di lakukan trnasplantasi, ada beberapa kriteria yang harus di penuhi resipien dahulu.(Nurdjanah, 2009)

2.2. Komplikasi 2.2.1. Asites

Asites merupakan sebuah akumulasi dari dekompensasi cairan peritoneal biasa yang di amati pada sirosis serikat. Penyebabnya adalah multi-faktorial, tapi paling signifikan melibatkan volume dan pengaturan disregulasi pada hipertensi portal. Diagnosis pasien asites di anggap rasi bintang yang di berikan dari temuan klinis dan laboratorium, dan akhirnya di konfirmasi dengan wawasan dan dengan tampilan serta prosedur parasintesis.(Moore dan Aithal, 2006)

(6)

10

Patogenesis

Pada sirosis, sumber utama asites di sinusoidal hepatik. Oleh karena tekanan sinusoidal yang meningkat merupakan mekanisme awal yang menentukan kebocoran pada asites ke ruang peritoneal. Peningkatan tekanan sinusoidal yang merupakan hasil dari pemblokkan pada pengeluaran aliran vena hepatik serta nodul regeneratif skunder dan fibrosis. Hal penting lainnya adalah pathogenesis dari asites pada sirosis yaitu retensi cairan dan natrium yang mungkinkan untuk melakukan pengisian volume intravaskular dan pembentukan asites. Untuk keadaan tersebut juga membutuhkan gradien dari tekanan portal minimal 12 mmHg, dimana sebuah gradien pada ambang tekanan portal adalah 10 mmHg atau lebih yang telah di definisikan sebagai tanda klinis yang signifikan dengan peningkatan tekanan portal karena dapat memprediksi komplikasi yaitu asites pada sirosis.(Gines, 2004)

Gambar 2.1. The peripheral arterial vasodilatation hypothesis

for ascites formation in cirrhosis

(7)

11

2.2.2 Hepatik ensepalopati

Hepatik ensepalopati merupakan sindrom neuropsikiatrik kompleks yang di tandai dengan ganguan kognitif, kejiwaan, dan gangguan motorik akibat gagal hati kronis, yang dalam banyak kasus di masyarakat disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol berat. Gagal hati kronis berkembang dan meningkat keparahannya, saat pasien mulai mengalami gangguan tidur, perubahan suasanan hati kepribadian, dan rentang perhatian yang pendek.(Butterworth, 2003)

Patofisiologi

Beberapa kondisi berpengaruh terhadap HE pada pasien dengan gangguan hati akut maupun kronik, seperti keseimbangan nitrogen positif dalam tubuh (asupan protein yang tinggi, gangguan ginjal, perdarahan varises esofagus, dan konstipasi), gangguan elektrolit dan asam basa, (hiponatremia, hipokalemia, asidosis dan alkalosis), penggunaan obat-obatan (sedasi dan narkotika), infeksi (pneumonia, infeksi saluran kemih atau infeksi lain), dan lain-lain seperti pembedahan dan alkohol. Faktor tersering yang mencetuskan HE pada sirosis hati adalah infek

(8)

12

Gambar 2.2 Patofisiologi Ensefalopati Hepatik Sumber : (frederick, 2011)

2.2.3. Varises Esofagus

Sirosis merupakan tahap akhir dari penyakit hati kronis, adalah penyebab paling umum dari hipertensi portal. Tekanan vena portal merupakan hasil dari resistensi pembuluh darah dan aliran darah portal yang buruk. Pada sirosis keduanya dapat terjadi baik resistensi pembuluh darah dan aliran portal yang meningkat.(Dite, 2008)

Hal tersebut berkembang sebagai akibat dari peningkatan resistensi vaskular di prehepatik dan intrahepatik. Peningkatan aliran darah portal juga dapat berkontribusi, itu merupakan penyebab dominan dari hipertensi portal pada sirosis hati melalui hepatik sinusoidal. Varises gastroesopahangeal adalah manifestasi klinis yang berkaitan dengan resiko tinggi dari perdarahan gastrointestinal bagian atas dan resiko kematian yang tinggi.(Hilzenrat dan Sherker, 2012)

2.2.4. Sindrom Hepatorenal

(9)

13

Karakteristik pola hemodinamik pasien HRS antara lain: peningkatan curah jantung (cardiac output), penurunan resistensi vaskuler sistemik, dan peningkatan resistensi vaskuler renal. Menurut studi Doppler pada arteri brachial, serebri media, dan femoralis menunjukkan bahwa resistensi ekstrarenal meningkat pada pasien HRS, sementara sirkulasi splanchnic yang bertanggung jawab untuk vasodilatasi arteri dan resistensi vaskuler sistemik total menurun. Patofisiologi sindrom hepatorenal pada pasien sirosis dan ascites, dan efek ini makin besar pada HRS. Dua teori utama yang berusaha menjelaskan mekanisme tersebut adalah teori vasodilatasi arteri dan teori reflex hepatorenal. Teori pertama mengenai retensi air dan natrium pada sirosis merupakan hipotesis paling rasional. Menurut teori ini, pada fase awal saat hipertensi portal dan sirosis masih terkompensasi, gangguan pengisian arteri menyebabkan penurunan volume darah arteri dan menyebabkan aktivasi sistem vasokonstriktor endogen. Dilatasi pembuluh darah

splanchnic pada pasien hipertensi portal dan sirosis yang terkompensasi dapat

dimediasi oleh beberapa faktor, terutama oleh pelepasan vasodilator lokal seperti NO (nitric oxide). Pada fase ini, perfusi renal masih dapat dipertahankan atau mendekati batas normal karena sistem vasodilator menghambat sistem vasokonstriktor ginjal. Lalu terjadi aktivasi RAAS dan SNS yang menyebabkan sekresi hormon anti-diuretik, selanjutnya terjadi kekacauan sirkulasi. Hal ini mengakibatkan vasokonstriksi bukan hanya di pembuluh darah renal, tetapi juga di pembuluh darah otak, otot, dan ekstremitas. Namun, sirkulasi splanchnic tetap resisten terhadap efek ini karena produksi terusmenerus vasodilator lokal, yaitu NO, sehingga masih terjadi penurunan resistensi vaskuler sistemik total.

(10)

14

faktor vasodilator atau reflex hepatorenal yang mengakibatkan vasokonstriksi ginjal. Teori vasodilatasi sampai sekarang dianggap lebih menjelaskan timbulnya HRS (Gambar 2.3) keparahan sirosis, yang hasilnya menunjukkan vasodilatasi pada sirkulasi splanchnic dan vasokonstriksi. pada sirosis sampai sekarang masih belum diketahui secara jelas.(Pratama, 2011)

Gambar 2.3 Patofisiologi Sindrom Hepatorenal Sumber : (Wadei, dkk, 2006)

Konsep terjadinya HRS pernah diteliti menggunakan Doppler

ultrasonography atau plethysmography pada pasien dengan berbagai derajat SI

(11)

15

hubungan dengan system reninangiotensin-aldosteron (renin-angiotensinaldosterone system /RAAS), saraf simpatis (SNS), dan fungsi prostaglandin pada ginjal. Aktivitas sistem RAAS dan SNS meningkat Pada HRS, gambaran histologi ginjal terlihat normal, dan ginjal sering kembali ke fungsi normal setelah transplantasi hati. Hal ini menjadikan HRS merupakan kelainan patofisiologi unik yang memberikan kemungkinan untuk dipelajari hubungan antara sistem vasokonstriktor dan vasodilator pada sirkulasi renal. Faktor pencetus juga mempengaruhi timbulnya HRS, dan faktor pencetus ini dapat lebih dari satu pada seorang pasien (Gambar 2.4). Faktor pencetus yang teridentifikasi di antaranya infeksi bakteri, paracentesis volume besar tanpa infus albumin, perdarahan saluran cerna, acute alcoholic hepatitis.(Pratama, 2015)

Gambar 2.4 Hubungan Faktor Pencetus dengan Timbulnya Sindrom Hepatorenal Sumber : (Wadei, 2006)

2.2.5. Spontaneus Bakterial Peritonitis

(12)

16

Pseudomonas Aeruginosa, Enterobacter Cloacae, Citrobacter Freundii, dan Enterococcus Faecalis. Faktor penting dalam patogenesis SBP dihipotesiskan sebagai translokasi bakteri, suatu proses dimana bakteri enterik melintasi lumen usus dan menginfeksi mesenterika serta kelenjar getah bening dan kemudian melakukan perjalanan melalui sirkulasi darah dan cairan asites. Mekanisme tertentu bertepatan dengan adanya bukti bahwa patogen utama adalah bakteri gram negatif yang merupakan bakteri enterik berasal dari usus. Tiga mekanisme utama diperkirakan berkontribusi untuk translocation bakteri, perubahan dari pertahanan lokal, pertubuhan bakteri di dalam usus yang berlebihan, dan gangguan pada usus.(Horinek dan Fish, 2009)

2.3. Child Pugh

Skor Child-Pugh atau sering disebut juga skor Child-Turcotte-Pugh digunakan untuk menilai prognosis pasien dengan penyakit hepar kronik terutama sirosis hepatis. Meskipun pada awalnya skor ini hanya digunakan untukmemprediksi mortalitas pasien selama menjalani pembedahan, saat ini skor

child-pugh digunakan untuk menilai prognosis yang diperlukan untuk

transplantasi hepar serta staging secara klinis pada sirosis hepatis. Skor

Child-Pugh A menunjukkan sirosis hepatis kompensata, sedangkan B menunjukkan

sirosis hepatis dekompensata.(Setiawati, 2009)

Tabel 2.3 Skor Child-Pugh

Proposal of a Child-Turcotte-Pugh Scoring System

1 point 2 point 3 point

Ascites None Easily Controlled Poorly

Controlled

Encephalophaty None Grade 1-2 Grade 3-4

(13)

17

Prognosis Berdasarkan Skor Child Pugh

Prognosis sirosis sangat bervariasi di pengaruhi sejumlah faktor meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai. Klasifikasi child pugh, juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjali operasi, variablenya meliputi konsentrasi bilitubin, albumin, ada tidaknya asites, dan ensefalopati, juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari child A, B, dan C. klasifikasi child pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup selama 1 tahun untuk pasien dengan child A, B, dan C berturut-turut 100, 80, dan 45 %.(Nurdjanah, 2009)

Table 2.4 Klasifikasi Child Pugh Pasien Sirosis Hati dalam Terminologi Cadangan Fungsi Hati. (Nurdjanah, 2009)

Gambar

Tabel 2.2 Temuan Umum Pemeriksaan Fisik pada Pasien dengan                   Sirosis.(Heidelbaugh dan Sherbondy, 2006)
Gambar 2.1. The peripheral arterial vasodilatation hypothesis for ascites formation in cirrhosis Sumber : (gines, 2004)
Gambar 2.2  Patofisiologi Ensefalopati Hepatik  Sumber : (frederick, 2011)
Gambar 2.3    Sumber  Patofisiologi Sindrom Hepatorenal : (Wadei, dkk, 2006)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pada website ini kita akan dihadapkan dengan halaman pertama yaitu halaman index, dimana pada halaman ini terdapat link seperti link info, link band, link guest book, link gallery

Satuan Kerja : DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN Tahun Anggaran : 2015.

[r]

Website yang dibangun akan dirancang untuk menampilkan segala informasi yang berhubungan dengan produk yang ada di distro bloop. Akan terdiri dari info produk, profil dan

[r]

[r]

TREND COMPETITIONS MA PLUS AL-AQSHA TAHUN 2017 ANTAR SMP/MTs SE-KECAMATAN CIKALONG DAN SEKITARNYA SMP N 3 CIKALONG MTs

Keluarga yang harus dihubungi dalam keadaan darurat kesehatan.. Jenis asuransi kesehatan yang