• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Budaya Kerja Dan Motivasi Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Melati Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Budaya Kerja Dan Motivasi Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Melati Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Budaya Kerja

2.1.1 Pengertian Budaya Kerja

Slocum dalam West (2000) mendefinisikan budaya sebagai asumsi-asumsi dan pola-pola makna yang mendasar yang dianggap sudah selayaknya dianut dan dimanifestasikan oleh semua pihak yang berpartisipasi dalam organisasi. Budaya diartikan juga sebagai seperangkat perilaku, perasaan dan kerangka phisikologis yang terinternalisasi sangat mendalam dan dimiliki bersama oleh anggota organisasi, sehingga untuk merubah sebuah budaya harus pula merubah paradigma orang yang telah melekat.

Menurut Sinungan (2000), budaya kerja adalah pengelolaan administrasi yang mencakup pengembangan, perencanaan, produksi, dan pelayanan suatu produk yang berkualitas dalam arti optimal, ekonomis, dan bermanfaat. Sedangkan menurut Triguno (2006), budaya kerja merupakan suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai “kerja atau bekerja”.

(2)

1. Observed behaviour regularities when people interact (keteraturan-keteraturan perilaku yang teramati apabila orang berinteraksi)

2. The norms that’s envolve in working group (Norma-norma yang berkembang dalam kelompok kerja)

3. The dominant values responsed by organization (Nilai-nilai dominan yang didukung oleh organisasi)

4. The philosophy directing the organization (Filosofi yang mengarahkan kebijakan organisasi)

5. The rule of game for getting along in the organization (Aturan permainan yang harus ditaati untuk dapat diterima sebagai anggota didalam organisasi)

Pendapat lainnya dikemukakan oleh Ndraha (2003) yang menyatakan bahwa budaya kerja merupakan sekelompok pikiran dasar atau program mental yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi kerja dan kerjasama manusia yang dimiliki oleh suatu golongan masyarakat.

(3)

organisasi tersebut, aspek-aspek kerja atau norma-norma yang ada telah mampu beradaptasi dan sesuai dengan tujuan organisasi.

Budaya berasal dari bahasa sansekerta “ budhayah” sebagai bentuk jamak dari kata dasar “budhi” yang artinya akal atau segala sesuatu yang berkaitan dengan akal pikiran. Sedangkan kata “budaya” merupakan perkembangan dari “budidaya” nilai-nilai dan sikap mental (Kepmenpan No. 25/KEP/M.PAN/04/2002). Budidaya berarti memberdayakan budi sebagaimana dalam bahasa Inggris dikenal sebagai culture

yang semula artinya mengolah atau mengerjakan sesuatu, kemudian berkembang sebagai cara manusia mengaktualisasikan nilai (value), karsa (creativity) dan hasil karyanya (performance). Budidaya juga dapat diartikan sebagai keseluruhan usaha rohani dan materi termasuk potensi-potensi maupun ketrampilan masyarakat atau kelompok manusia.

Berdasarkan beberapa teori di atas terdapat beberapa kesamaan pendapat mengenai budaya kerja. Pendapat para pakar tersebut bahwa budaya kerja merupakan sikap dan perilaku individu dari kelompok anggota organisasi dalam bekerja. Kesadaran dalam melakukan aktivitas pekerjaan tersebut didasari atas nilai-nilai yang diyakini oleh para anggota organisasi kebenarannya dan hal tersebut menjadi sifat serta kebiasaan para anggota organisasi dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan sehari-hari.

2.1.2 Tujuan dan Manfaat Budaya Kerja

(4)

untuk membangun kualitas sumber daya manusia secara terpadu berdasarkan nilai-nilai luhur yang telah disepakati dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bagi aparatur negara sendiri, tujuan yang pokok dari budaya kerja adalah : 1. Mengubah sikap dan perilaku baru sesuai dengan tuntutan yang berdasar pada

nilai-nilai yang disepakati

2. Profesional yang berarti mengerti dan mampu melaksanakan tugasnya dengan benar dan bertanggungjawab

3. Terampil, peka terhadap lingkungan, cepat bertindak, percaya diri dan mandiri melalui manajemen modern

4. Mampu berinteraksi melalui jaringan horizontal, vertikal, dan diagonal

5. Mengutamakan kerjasama dan koordinasi, sehingga efektifitas pelaksanaan tugas-tugas dapat ditingkatkan

Menurut Supriyadi dan Guno (Prasetya, 2001) budaya kerja memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan juga perilaku sumber daya manusia yang ada agar dapat meningkatkan produktivitas kerja untuk menghadapi berbagai tantangan di masa yang akan datang. Adapun manfaat nyata dari penerapan suatu budaya kerja yang baik dalam suatu lingkungan organiasasi adalah :

(5)

6. Membangun komunikasi yang lebih baik 7. Meningkatkan produktivitas kerja

8. Tanggap dengan perkembangan dunia luar

Berdasarkan pendapat para pakar di atas dapat disimpulkan bahwa manfaat utama dari budaya kerja berakibat pada meningkatnya produktifitas kerja atau kinerja pegawai. Hal ini dapat disebabkan karena penerapan budaya kerja yang ada di organisasi sudah sesuai dengan tujuan, visi, dan misi yang ada di organisasi. Jika hal tersebut terjadi maka hal tersebut akan memudahkan para pegawai untuk menerapkan budaya kerja yang berimplementasi pada produktifitas kerja organisasi.

2.1.3 Faktor-Faktor Pembentuk Budaya Kerja

Robbins (2006) menyatakan bahwa budaya kerja dibangun dan dipertahankan berdasarkan filsafat pendiri atau pemimpin perusahaan. Budaya ini sangat dipengaruhi oleh kriteria yang digunakan dalam mempekerjakan pekerjaanya. Tindakan pimpinan akan sangat berpengaruh terhadap perilaku yang dapat diterima atau yang tidak dapat diterima oleh pekerja. Bentuk sosialisasi akan tergantung pada kesuksesan yang dicapai dalam menetapkan nilai-nilai dalam proses seleksi. Namun secara perlahan nilai-nilai tersebut dengan sendirinya akan terseleksi untuk melakukan penyesuaian terhadap perubahan, yang akhirnya akan muncul budaya kerja yang diinginkan.

(6)

Gambar 2.1 Proses Terbentuknya Budaya Kerja

Sumber : Robbins (2006)

Budaya kerja bukanlah budaya perusahaan (corporate culture), budaya kerja adalah budayanya pekerja, berbeda dengan budaya perusahaan yang merupakan kumpulan perilaku yang sesuai dengan visi dan misi organisasi. Budaya kerja juga bukanlah given atau pemberian karena budaya kerja adalah sesuatu yang dibentuk sesuai dengan keinginan organisasi. Budaya kerja dianggap mampu memengaruhi sikap dan perilaku pegawai yang bekerja, disamping itu budaya kerja juga dianggap mampu memengaruhi hubungan dan suasana kerja ke arah yang lebih baik, serta mampu memengaruhi kinerja pegawai (Gunadi, 2006).

Menurut Amnuai (Ndraha, 2003), budaya kerja terbentuk begitu satuan kerja atau organisasi itu berdiri. “being developed as they learn to cope with problems of external adaptions and internal integration” artinya pembentukan budaya kerja terjadi manakala lingkungan kerja atau organisasi belajar menghadapi masalah, baik yang menyangkut perubahan-perubahan eksternal maupun internal yang menyangkut

Filsafat dari Pimpinan

Kriteria Seleksi

Budaya Kerja Pimpinan

Puncak

(7)

persatuan dan keutuhan organisasi. Perlu waktu bertahun bahkan puluhan dan ratusan tahun untuk membentuk budaya kerja.

Di Indonesia terdapat perilaku dan sikap budaya yang tercermin dari perilaku dan norma-norma kehidupan sehari-hari, hal ini tidak terlepas dari akar budaya yang dianut masyarakat atau bangsa yang bersangkutan. Perilaku dan sikap budaya dimaksud ada yang bersifat positif dan ada yang bersifat negatif bila dikaitkan dengan aktifitas atau pekerjaan seseorang.

2.1.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Budaya Kerja

Menurut Ndraha (2003), untuk mengidentifikasi budaya kerja yang berlaku di suatu organisasi maka dapat dilihat dari 2 hal, yaitu :

1. Sikap terhadap pekerjaan, yaitu kesukaan akan kerja dibandingkan dengan kegiatan lain seperti bersantai, atau semata-mata memperoleh kepuasan dari kesibukan pekerjaannya sendiri atau merasa terpaksa melakukan sesuatu hanya untuk kelangsungan hidupnya.

2. Perilaku pada waktu bekerja, seperti rajin, berdedikasi, bertanggungjawab, berhati-hati, teliti, cermat, berkemauan yang kuat untuk mempelajari tugas dan kewajibannya, suka membantu sesama karyawan, atau sebaliknya.

2.2 Teori tentang Motivasi 2.2.1 Pengertian Motivasi

(8)

orang-orang yang termotivasi akan melakukan usaha yang lebih besar daripada yang tidak melakukan. Kata motivasi berasal dari kata motivation, yang dapat diartikan sebagai dorongan yang ada pada diri seseorang untuk bertingkah laku mencapai suatu tujuan tertentu (Rivai, 2006). Motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau ketrampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang ditentukan (Siagian, 2004). Sedangkan Gerungan (2000), menambahkan bahwa motivasi adalah penggerak, alasan-alasan, atau dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan dirinya melakukan suatu tindakan/bertingkah laku.

Berdasarkan pada beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan suatu penggerak atau dorongan-dorongan yang terdapat dalam diri manusia yang dapat menimbulkan, mengarahkan, dan mengorganisasikan tingkah lakunya. Hal ini terkait dengan upaya untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakan, baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan rohani.

Istilah motivasi mengandung tiga hal yang amat penting, yaitu:

(9)

yang digerakkan terdapat keyakinan bahwa dengan tercapainya tujuan maka tujuan pribadi akan ikut pula tercapai.

b) Motivasi merupakan proses keterkaitan antara usaha dan pemuasan kebutuhan tertentu. Usaha merupakan ukuran intensitas kemauan seseorang. Apabila seseorang termotivasi, maka akan berusaha keras untuk melakukan sesuatu.

c) Kebutuhan adalah keadaan internal seseorang yang menyebabkan hasil usaha tertentu menjadi menarik. Artinya suatu kebutuhan yang belum terpuaskan menciptakan ketegangan yang pada gilirannya menimbulkan dorongan tertentu pada diri seseorang.

Menurut Gitosudarmo (1997), motivasi atau dorongan kepada karyawan untuk bersedia bekerja sama demi tercapainya tujuan bersama atau tujuan perusahaan ini terdapat dua macam yaitu : (a) motivasi finansial yaitu dorongan yang dilakukan dengan memberikan imbalan finansial kepada karyawan. Imbalan tersebut sering disebut insentif; dan (b). motivasi non finansial yaitu dorongan yang diwujudkan tidak dalam bentuk finansial, akan tetapi berupa hal-hal seperti pujian, penghargaan, pendekatan manusiawi dan lain sebagainya.

2.2.2 Teori Motivasi

a. Hierarki Kebutuhan Menurut Maslow.

(10)

kepuasan diri dan bergerak memenuhi keperluan tersebut. Lima hierarki keperluan mengikut Maslow adalah kebutuhan: (1) Faali (fisiologis) : antara lain rasa lapar, haus, perlindungan (pakaian dan perumahan), sex dan kebutuhan ragawi lain, (2) Keamanan : antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional, (3) Sosial : mencakup kasih sayang, rasa dimiliki, diterima baik, dan persahabatan, (4) Penghargaan : mencakup faktor rasa hormat internal seperti harga-diri, otonomi, dan prestasi; dan faktor hormat ekstemal seperti status, pengakuan, dan perhatian. (5) Aktualisasi diri : dorongan untuk menjadi apa yang ia mampu menjadi; mencakup pertumbuhan, mencapai potensialnya, dan pemenuhan diri.

Maslow memisahkan kelima kebutuhan sebagai kategori tinggi dan kategori rendah, Kebutuhan faali dan kebutuhan keamanan digambarkan sebagai kebutuhan kategori rendah dan kebutuhan sosial dan kebutuhan akan penghargaan, dan aktualisasi diri sebagai kebutuhan kategori tinggi. Pembedaan antara kedua kategori

ini berdasarkan alasan bahwa kebutuhan kategori tinggi dipenuhi secara internal (di dalam diri orang itu). Sedangkan kebutuhan kategori rendah terutama dipenuhi

secara eksternal (dengan upah, kontrak serikat buruh, dan masa kerja). 2.2.3 Jenis-Jenis Motivasi

(11)

Herzberg dalam Hasibuan (2005), menjelaskan bahwa motivasi pada prinsipnya berkaitan dengan kepuasan dan ketidak puasan kerja. Dalam hal ini kepuasan kerja atau perasaan positif disebut sebagai hygien. Secara terinci dikemukakan faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan dikalangan karyawan atau bawahan.

2.2.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Motivasi

Faktor motivasi dibedakan menjadi dua, yang pertama dinamakan situasi motivasi yang “subjective” atau faktor intrinsik dan yang kedua adalah faktor “objective” atau faktor ekstrinsik.

Faktor-faktor intrinsik adalah faktor-faktor yang timbul dari individu petugas dengan pekerjaanya yang sering disebut pula sebagai “job content factor”. Faktor tersebut diantaranya meliputi keberhasilan dalam melaksanakan tugas, memperoleh pengakuan atas prestasinya, memperoleh tanggung jawab yang lebih besar dan memperoleh kemajuan kedudukan melalui promosi jabatan. Sejauh mana semuanya itu dapat terpenuhi secara positif bagi petugas, maka sejauh itu pula dorongan/daya motivasinya untuk bekerja bagi tercapainya tujuan organisasi

(12)

1) Tanggung jawab (Responsibility).

Setiap orang ingin diikutsertakan dan ngin diakui sebagai orang yang berpotensi, dan pengakuan ini akan menimbulkan rasa percaya diri dan siap memikul tanggung jawab yang lebih besar.

2) Prestasi yang diraih (Achievement)

Setiap orang menginginkan keberhasilan dalam setiap kegiatan. Pencapaian prestasi dalam melakukan suatu pekerjaan akan menggerakkan yang bersangkutan untuk melakukan tugas-tugas berikutnya.

3) Pengakuan orang lain (Recognition)

Pengakuan terhadap prestasi merupakan alat motivasi yang cukup ampuh, bahkan bisa melebihi kepuasan yang bersumber dari kompensasi.

4) Pekerjaan itu sendiri (The work it self)

Pekerjaan itu sendiri merupakan faktor motivasi bagi pegawai untuk berforma tinggi. Pekerjaan atau tugas yang memberikan perasaan telah mencapai sesuatu, tugas itu cukup menarik, tugas yang memberikan tantangan bagi pegawai, merupakan faktor motivasi, karena keberadaannya sangat menentukan bagi motivasi untuk berforma tinggi.

5) Kemungkinan Pengembangan (The possibility of growth)

(13)

dan berkembang sesuai dengan rencana karirnya yang akan mendorongnya lebih giat dalam bekerja.

6) Kemajuan (Advancement)

Peluang untuk maju merupakan pengembangan potensi diri seorang pagawai dalam melakukan pekerjaan, karena setiap pegawai menginginkan adanya promosi kejenjang yang lebih tinggi, mendapatkan peluang untuk meningkatkan pengalaman dalam bekerja. Peluang bagi pengembangan potensi diri akan menjadi motivasi yang kuat bagi pegawai untuk bekerja lebih baik.

Sedangkan yang berhubungan dengan faktor ketidakpuasan dalam bekerja menurut Herzberg dalam Luthans (2003), dihubungkan oleh faktor ekstrinsik antara lain :

1). Gaji

Tidak ada satu organisasipun yang dapat memberikan kekuatan baru kepada tenaga kerjanya atau meningkatkan produktivitas, jika tidak memiliki sistem kompensasi yang realitis dan gaji bila digunakan dengan benar akan memotivasi pegawai.

2). Keamanan dan keselamatan kerja.

Kebutuhan akan keamanan dapat diperoleh melalui kelangsungan kerja. 3). Kondisi kerja

(14)

4). Hubungan kerja

Untuk dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik, haruslah didukung oleh suasana atau hubungan kerja yang harmonis antara sesama pegawai maupun atasan dan bawahan.

5). Prosedur perusahaan.

Keadilan dan kebijakasanaan dalam mengahadapi pekerja, serta pemberian evaluasi dan informasi secara tepat kepada pekerja juga merupakan pengaruh terhadap motivasi pekerja.

6). Status

Merupakan posisi atau peringkat yang ditentukan secara sosial yang diberikan kepada kelompok atau anggota kelompok dari orang lain Status pekerja memengaruhi motivasinya dalam bekerja. Status pekerja yang diperoleh dari pekerjaannya antara lain ditunjukkan oleh klasifikasi jabatan, hak-hak istimewa yang diberikan serta peralatan dan lokasi kerja yang dapat menunjukkan statusnya.

Herzberg berpendapat bahwa apabila manajer ingin memberi motivasi pada para bawahannya yang perlu ditekankan adalah faktor-faktor yang menimbulkan rasa puas, yaitu dengan mengutamakan faktor-faktor motivasional yang sifatnya intrinsik. 2.2.5 Manfaat Motivasi

(15)

tepat. Artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang ditetapkan dan dalam skala waktu yang sudah ditentukan, serta orang senang melakukan pekerjaannya.

Sesuatu yang dikerjakan dengan adanya motivasi yang mendorongnya akan membuat orang senang melakukannya. Orang pun akan merasa dihargai atau diakui, hal ini terjadi karena pekerjaannya itu betul-betul berharga bagi orang yang termotivasi, sehingga orang tersebut akan bekerja keras. Hal ini dimaklumi karena dorongan yang begitu tinggi menghasilkan sesuai target yang mereka tetapkan. Kinerjanya akan dipantau oleh individu yang bersangkutan dan tidak akan membutuhkan terlalu banyak pengawasan serta semangat juangnya akan tinggi (Arep dan Tanjung, 2003).

2.3 Teori tentang Kinerja 2.3.1 Pengertian Kinerja

Istilah kinerja sering dipadankan dengan kata dalam bahasa Inggris yakni “

performance”. Menurut The Scribner-Bantam English Dictionary tahun 1979

(16)

Kinerja merupakan pencapaian yang optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki seorang karyawan merupakan hal yang selalu menjadi perhatian para pemimpin organisasi. Menurut Robbins (2006), kinerja merupakan ukuran hasil kerja yang mana hal ini menggambarkan sejauh mana aktivitas seseorang dalam melaksanakan tugas dan berusaha dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.

Menurut Triffin dan MacCormick (1979), kinerja individu berhubungan dengan individual variable dan situational variable. Perbedaan individu akan menghasilkan kinerja yang berbeda pula. Individual variabel adalah variabel yang berasal dari dalam diri individu yang bersangkutan, misalnya kemampuan, kepentingan, dan kebutuhan-kebutuhan tertentu. Sedangkan situational variable

adalah variabel yang bersumber dari situasi pekerjaan yang lebih luas (lingkungan organisasi), misalnya pelaksanaan supervisi, karakteristik pekerjaan, hubungan dengan sekerja dan pemberian imbalan.

(17)

2.3.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja

Mangkunegara (2002), mengemukakan bahwa faktor yang memengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation).

a. Faktor Kemampuan (ability).

Karyawan yang memiliki pengetahuan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaannya sehari hari, maka ia lebih mudah untuk mencapai kinerja yang diharapkan.

b. Faktor Motivasi (motivation).

Motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang terarah untuk mencapai tujuan kerja atau organisasi.

Pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara satu karyawan dengan karyawan lainnya yang berada dibawah pengawasannya. Secara garis besar, perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor individu dan situasi kerja. Menurut Gibson et al. (1996), ada tiga perangkat variabel yang memengaruhi kinerja seseorang, yaitu:

1. Variabel Individual, terdiri dari: a) Kemampuan dan Keterampilan

(18)

b) Latar belakang

Kondisi dimasa lalu yang memengaruhi karakteristik dan sikap mental seseorang, biasanya dipengaruhi oleh faktor keturunan serta pengalaman dimasa lalu.

c) Demografis

Kondisi kependudukan yang berlaku pada individu atau karyawan, dimana lingkungan sekitarnya akan membentuk pola tingkah laku individu tersebut berdasarkan adat atau norma sosial yang berlaku.

2. Variabel Organisasional, terdiri dari: a) Sumber Daya

Sekumpulan potensi atau kemampuan organisasi yang dapat diukur dan dinilai, seperti sumber daya alam, sumber daya manusia.

b) Kepemimpinan

Suatu seni mengkoordinasi yang dilakukan oleh pimpinan dalam memotivasi pihak lain untuk meraih tujuan yang diinginkan oleh organisasi.

c) Imbalan

Balas jasa yang diterima oleh pegawai atau usaha yang telah dilakukan di dalam proses aktivitas organisasi dalam jangka waktu tertentu secara intrinsik maupun ekstrinsik.

d) Struktur

(19)

e) Desain Pekerjaan

Job Description yang diberikan kepada pegawai, apakah pegawai dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan job description.

3. Variabel Psikologis, terdiri dari: a) Persepsi

Suatu proses kognitif yang digunakan oleh seseorang untuk menafsirkan dan memahami dunia sekitarnya.

b) Sikap

Kesiapsiagaan mental yang dipelajari dan diorganisir melalui pengalaman dan mempunyai pengaruh tertentu atas cara tanggap seseorang terhadap orang lain. c) Kepribadian

Pola perilaku dan proses mental yang unik, mencirikan seseorang. d) Belajar

Proses yang dijalani seseorang dari tahap tidak tahu menjadi tahu dan memahami akan sesuatu terutama yang berhubungan dengan organisasi dan pekerjaan.

(20)

diharapkan. Sedangkan Robbin (2006), menambahkan dimensi baru yang menentukan kinerja seseorang, yaitu kesempatan. Menurutnya, meskipun seseorang bersedia (motivasi) dan mampu (kemampuan). Mungkin ada rintangan yang menjadi kendala kinerja seseorang, yaitu kesempatan yang ada, mungkin berupa lingkungan kerja tidak mendukung, peralatan, pasokan bahan, rekan kerja yang tidak mendukung prosedur yang tidak jelas dan sebagainya.

2.3.3 Penilaian Kinerja

Menurut Simamora (2004), penilaian kinerja (performance appraisal) adalah prosesnya organisasi mengevaluasi pelaksanaan kerja individu. Penilaian kinerja memberikan mekanisme penting bagi manajemen untuk digunakan dalam menjelaskan tujuan-tujuan dan standar kinerja individu di waktu berikutnya. Sedangkan menurut Rivai (2005), penilaian kinerja merupakan kajian sistematis tentang kondisi kerja karyawan yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan dengan standar kerja yang telah ditentukan perusahaan. Penilaian kinerja merupakan proses yang dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang, meliputi dimensi kinerja karyawan dan akuntabilitas.

Rivai (2005), mengemukakan pada dasarnya ada 2 (dua) model penilaian kinerja :

1. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Lalu (a) Skala Peringkat (Rating Scale)

(21)

yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala-skala tertentu, mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi.

(b) Daftar Pertanyaan (Checklist)

Metode ini menggunakan formulir isian yang menjelaskan beraneka macam tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Penilai hanya perlu kata atau pertanyaan yang mengambarkan karakteristik dan hasil kerja karyawan. Keuntungan dari cheklist adalah biaya yang murah, pengurusannya mudah, penilai hanya membutuhkan pelatihan yang sederhana dan distandarisasi. (c) Metode dengan Pilihan Terarah

Metode ini dirancang untuk meningkatkan objektivitas dan mengurangi subjektivitas dalam penilaian. Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah penilaian dengan memaksa suatu pilihan antara pernyataan-pernyataan deskriptif yang kelihatannya mempunyai nilai yang sama.

(d) Metode Peristiwa Kritis (Critical Incident Method)

Metode ini bermanfaat untuk memberi karyawan umpan balik yang terkait langsung dengan pekerjaannya.

(e) Metode Catatan Prestasi

(22)

(f) Skala Peringkat dikaitkan dengan Tingkah Laku (Behaviorally Anchored Rating Scale=BARS)

Penggunaan metode ini menuntut diambilnya 3 (tiga) langkah, yaitu : 1) Menentukan skala peringkat penilaian prestasi kerja

2) Menentukan kategori prestasi kerja dengan skala peringkat

3) Uraian prestasi kerja sedemikian rupa sehingga kecenderungan perilaku karyawan yang dinilai dengan jelas.

(g) Metode Peninjauan Lapangan (Field Review Method)

Di sini penilai turun ke lapangan bersama-sama dengan ahli dari SDM. Spesialis SDM mendapat informasi dari atasan langsung perihal karyawannya, lalu mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut.

(h) Tes dan Observasi Prestasi Kerja (Performance Test and Observation)

Karyawan dinilai, diuji kemampuannya, baik melalui ujian tertulis yang menyangkut berbagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau melalui ujian parktik yang langsung diamati oleh penilai.

(i) Pendekatan Evaluasi Komparatif (Comparative Evaluation Approach)

Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan karyawan lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis.

(23)

Penilaian diri sendiri adalah penilaian yang dilakukan oleh karyawan sendiri dengan harapan karyawan tersebut dapat lebih mengenal kekuatan-kekuatan dan kelemahan dirinya sehingga mampu mengidentifikasi aspek-aspek perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang.

b. Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management by Objective)

Merupakan suatu bentuk penilaian di mana karyawan dan penyelia bersama-sama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja karyawan secara individu di waktu yang akan datang.

c. Penilaian dengan Psikolog

Penilaian ini lazimnya dengan teknik terdiri atas wawancara, tes psikologi, diskusi-diskusi dengan penyelia-penyelia.

3. Organisasi dengan Tingkat Manajemen Majemuk

(24)

kelompok kerja. Penilaian kerja kelompok akan sangat bernilai jika penilaian dilakukan dengan bebas dan kemudian dilakukan mufakat dengan diskusi. Hasil penilaian akhir seharusnya tidak dihubungkan dengan kemungkinan adanya perbedaaan pendapat diantara penilai. Penilaian kelompok dapat menghasilkan gambaran total kinerja personel lebih tepat, tetapi kemungkinan terjadi bias dengan kecenderungan penilaian lebih tinggi sehingga menghasilkan penilaian yang merata. Penilaian atasan langsung sangat penting dari seluruh sistem penilaian kinerja. Hal ini disebabkan karena madah untuk memperoleh hasil penilaian atasan dan dapat diterima oleh akal sehat. Para atasan merupakan orang yang tepat untuk mengamati dan menilai kinerja bawahannya. Oleh sebab itu, seluruh sistem penilaian umumnya sangat tergantung pada evaluasi yang dilakukan oleh atasan (Rivai, 2005).

Mangkunegara (2002) menyatakan, kinerja dapat diukur dengan mempertimbangkan beberapa faktor sebagai berikut.

1) Kualitas, yaitu mutu pekerjaan sebagai output yang dihasilkan.

2) Kuantitas, yaitu mencakup jumlah pekerjaan yang harus diselesaikan dalam kurun waktu yang ditentukan.

3) Ketepatan waktu, yaitu menyangkut tentang kesesuaian waktu yang telah direncanakan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan

2.3.4 Tujuan Penilaian Kinerja

(25)

a. Tujuan Evaluasi.

Melalui pendekatan evaluatif, dilakukan penilaian kinerja masa lalu seorang karyawan. Evaluasi yang digunakan untuk menilai kinerja adalah rating deskriptif. Hasil evaluasi digunakan sebagai data dalam mengambil keputusan-keputusan mengenai promosi dan kompensasi sebagai penghargaan atas peningkatan kinerja karyawan.

b. Tujuan Pengembangan.

Pendekatan pengembangan diharapkan dapat meningkatkan kinerja karyawan di masa yang akan datang. Aspek pengembangan dari penilaian kinerja mendorong perbaikan karyawan dalam menjalankan pekerjaannya.

2.3.5 Manfaat Penilaian Kinerja

Manfaat penilaian kinerja yang dikemukakan oleh Mulyadi (1997), yaitu : 1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian

karyawan secara maksimum.

2. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan, seperti promosi, transfer dan pemberhentian.

3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan.

4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka menilai kinerja mereka.

(26)

2.4 Perawat

Pengertian dasar seorang perawat, yaitu seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit, injuri dan proses penuaan. Perawat professional adalah perawat yang bertanggungjawab dan berwenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya, sesuai dengan kewenangannya (Depkes RI, 2002).

Perry dan Potter (2005) mengklasifikasikan peran perawat sebagai berikut : a. Pemberi Asuhan Keperawatan

Sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat membantu klien mendapatkan kembali kesehatannya melalui penyembuhan. Perawat memfokuskan asuhan pada kebutuhan kesehatan klien secara holistic, meliputi upaya pengembalian kesehatan emosi, spiritual dan sosial.

b. Pembuat keputusan klinis

Dalam pemberian asuhan keperawatan perawat dituntut untuk dapat membuat keputusan sehingga tercapai perawatan yang efektif. Perawat juga berkolaborasi dengan klien atau keluarga dan ahli kesehatan lain.

c. Pelindung dan advokat klien

(27)

d. Manajer kasus

Sebagai manajer, perawat mengkoordinasikan dan mendelegasikan tanggung jawab asuhan keperawatan dan mengawasi tenaga kesehatan lainnya.

e. Rehabilitator

Perawat membantu klien beradaptasi semaksimal mungkin dari keadaan sakit sampai penyembuhan baik fisik maupun emosi.

f. Pemberi kenyamanan

Perawat merawat klien sebagai manusia secara utuh baik fisik maupun mental. Perawat memberi kenyamanan dengan membantu klien untuk mencapai tujuan yang terapeutik bukan memenuhi ketergantungan emosi dan fisiknya.

g. Komunikator

Peran komunikator merupakan pusat dari seluruh peran perawat yang lain. Dalam melakukan perannya, seorang perawat harus melakukan komunikasi dengan baik. Kualitas komunikasi merupakan faktor yang menentukan dalam memenuhi kebutuhan individu, keluarga dan komunitas.

h. Penyuluh atau pendidik

Perawat memberikan pengajaran kepada klien tentang kesehatan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan klien serta melibatkan sumber-sumber yang lain. i. Role model

(28)

j. Peneliti

Perawat merupakan bagian dari dunia kesehatan yang memiliki hak untuk melakukan penelitian yang berhubungan dengan bidangnya.

k. Kolaborator

Perawat dalam proses keperawatan dapat melakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan professional lainnya untuk mencapai pemenuhan kebutuhan klien.

Menurut Carolus yang dikutip dalam Zaidin (2001) perawat memiliki beberapa fungsi yaitu :

a. Fungsi Pokok

Membantu individu, keluarga, dan masyarakat baik sakit maupun sehat dalam melaksanakan kegiatan yang menunjang kesehatan, penyembuhan atau menghadapi kematian yang pada hakekatnya dapat mereka laksanakan tanpa bantuan apabila mereka memiliki kekuatan, kemauan, dan pengetahuan. Bantuan yang diberikan bertujuan menolong dirinya sendiri secepat mungkin.

b. Fungsi Tambahan

Membantu individu, keluarga, dan masyarakat dalam melaksanakan rencana pengobatan yang ditentukan oleh dokter.

c. Fungsi Kolaboratif

(29)

2.4.1 Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit

Keperawatan adalah salah satu profesi di rumah sakit yang berperan penting dalam penyelenggaraan upaya menjaga mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit. John Griffith menyatakan bahwa kegiatan keperawatan di rumah sakit dapat dibagi menjadi keperawatan klinik dan manajemen keperawatan. Kegiatan keperawatan klinik antara lain terdiri dari:

1.Pelayanan keperawatan personal, yang antara lain berupa pelayanan keperawatan umum dan atau spesifik untuk sistem tubuh tertentu, pemberian motivasi dan dukungan emosi pada pasien, pemberian obat, dan lain-lain.

2.Berkomunikasi dengan dokter dan petugas penunjang medik, mengingat perawat selalu berkomunikasi dengan pasien setiap waktu sehingga merupakan petugas yang seyogyanya paling tahu tentang keadaan pasien.

3.Menjalin hubungan dengan keluarga pasien. Komunikasi yang baik dengan keluarga atau kerabat pasien akan membantu proses penyembuhan pasien itu sendiri.

4.Menjaga lingkungan bangsal tempat perawatan. Perawat bertanggung jawab terhadap lingkungan bangsal perawatan pasien, baik lingkungan fisik, mikrobiologik, keamanan, dan lain-lain.

(30)

2.4.2 Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan menggunakan metode proses keperawatan. Proses keperawatan merupakan proses pemecahan masalah yang dinamis dalam usaha memperbaiki atau memelihara pasien sampai taraf optimum melalui suatu pendekatan yang sistematis untuk mengenal dan membantu memenuhi kebutuhan khusus pasien. Sementara itu, Yura dan Walsh menyatakan bahwa proses keperawatan adalah suatu tahapan desain tindakan yang ditujukan untuk memenuhi tujuan keperawatan meliputi: mempertahankan keadaan kesehatan pasien yang optimal, apabila kondisinya berubah kualitas tindakan keperawatan ditujukan untuk mengembalikan ke keadaan normal (Nursalam, 2001)

Kualitas pelayanan asuhan keperawatan sebenarnya merujuk kepada penampilan (Performance) dari pelayanan asuhan keperawatan. Secara umum disebutkan bahwa makin sempurna penampilan pelayanan, makin sempurna pula mutu/kualitasnya. Schroder menyatakan bahwa saat mendefinisikan kualitas asuhan keperawatan, perlu dipertimbangkan nilai-nilai dasar dan keyakinan para perawat, serta cara mereka mengorganisasi asuhan keperawatan tersebut. Intinya, latar belakang pemberian tugas dalam mutu asuhan yang berorientasi teknik, mungkin akan didefinisikan cukup berbeda dengan keperawatan yang berlatar belakang pemberian keperawatan primer (Marr, 2001).

2.4.3 Tahap-tahap Asuhan Keperawatan

(31)

pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar praktik keperawatan telah dijabarkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia yang

mengacu dalam tahapan proses keperawatan, yang meliputi : (1) Pengkajian, (2) Diagnosis keperawatan, (3) Perencanan, (4) Implementasi, (5) Evaluasi.

1. Pengkajian Asuhan Keperawatan

Pegkajian merupakan dasar utama atau langkah awal dari proses keperawatan secara keseluruhan (Gaffar, 1999). Data dikumpulkan dan di organisir secara sistematis, serta dianalisa untuk menentukan masalah keperawatan pasien. Data pada pengkajian diperoleh melalui wawancara, pemeriksaan fisik, observasi, pemeriksaan riwayat kesehatan, pemeriksaan laboratorium, maupun pemeriksaan diagnostik lain.

Kriteria pengkajian keperawatan, meliputi (Nursalam, 2002):

a. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis, observasi, pemeriksaan fisik, serta dari pemeriksaan penunjang.

b. Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim kesehatan, rekam medis, dan catatan lain.

c. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi : i. Status kesehatan klien masa lalu.

ii. Status kesehatan klien saat ini.

iii. Status biologis-psikologis-sosial-spiritual. iv. Respon terhadap terapi.

(32)

d. Kelengkapan data dasar mengandung unsur LARB (lengkap, akurat, relevan, dan baru).

2. Diagnosa Asuhan Keperawatan

Diagnosa asuhan keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau masalah kesehatan aktual atau potensial serta penyebabnya (Gaffar, 1999). Tahap diagnosa ini adalah tahap pengambilan keputusan pada proses keperawatan, yang meliputi identifikasi apakah masalah klien dapat dihilangkan, dikurangi atau dirubah masalahnya melalui tindakan keperawatan.

Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosis keperawatan (Nursalam, 2002), kriteria proses meliputi :

a. Proses diagnosis terdiri atas analisis, interpretasi data, identifikasi masalah klien, dan perumusan diagnosis keperawatan.

b. Diagnosis keperawatan terdiri atas masalah, penyebab, dan tanda atau gejala, atau terdiri atas masalah dan penyebab.

c. Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi diagnosis keperawatan.

d. Melakukan pengkajian ulang, dan merevisi diagnosis berdasarkan data terbaru. 3. Rencana Asuhan Keperawatan

(33)

Perawat membuat rencana tindakan asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan klien (Nursalam, 2002), kriteria proses meliputi:

a. Perencanaan terdiri atas penerapan prioritas masalah, tujuan, dan rencana tindakan keperawatan.

b. Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan. c. Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien. d. Mendokumentasikan rencana keperawatan.

4. Pelaksanaan (Implementasi) Asuhan Keperawatan

Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan (Nursalam, 2002), kriteria proses meliputi :

a. Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. b. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.

c. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien.

d. Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep, keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakan. e. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan

respon klien.

5. Evaluasi Asuhan Keperawatan

(34)

keakuratan, kelengkapan, kualitas adata, teratasi atau tidaknya masalah klien, dan pencapaian tujuan serta ketepatan intervesi keperawatan (Gaffar, 1999).

Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam pencapaian tujuan, dan merevisi data dasar dan perencanaan (Nursalam, 2002). kriteria proses meliputi :

a.Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan terus-menerus.

b.Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan kearah pencapaian tujuan.

c.Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat.

d.Bekerjasama dengan klien, keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan.

e.Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan. Adapun macam-macam evaluasi diantaranya :

a. Evaluasi formatif, yaitu evaluasi yang merupakan hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon klien segera pada saat dan setelah intervensi keperawatan dilaksanakan. Evaluasi ini dapat dilakukan secara spontan dan memberi kesan apa yang terjadi saat itu.

(35)

2.5 Rumah Sakit

Rumah sakit merupakan suatu institusi yang fungsi utamanya memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Tugas rumah sakit adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.

Untuk dapat menyelenggarakan upaya–upaya tersebut dan mengelola rumah sakit agar tetap dapat memenuhi kebutuhan pasien dan masyarakat yang dinamis, maka setiap komponen yang ada di rumah sakit harus terintegrasi dalam satu sistem

Pelayanan kesehatan di rumah sakit terdiri dari :

1. Pelayanan medis, merupakan pelayanan yang diberikan oleh tenaga medis yang profesional dalam bidangnya baik dokter umum maupun dokter spesialis.

2. Pelayanan keperawatan, merupakan pelayanan yang bukan tindakan medis terhadap pasien, tetapi merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan oleh perawat sesuai aturan keperawatan.

3. Pelayanan penunjang medik ialah pelayanan penunjang yang diberikan terhadap pasien, seperti : pelayanan gizi, laboratorium, farmasi, rehabilitasi medik, dan lain-lain.

(36)

Sesuai dengan Undang-Undang No. 44 tahun 2009, pembedaan tingkatan menurut kemampuan unsur pelayanan kesehatan yang dapat disediakan, ketenagaan, fisik dan peralatan, maka rumah sakit umum pemerintah pusat dan daerah diklasifikasikan menjadi :

1. Rumah Sakit Umum Klas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik luas dan subspesialistik luas.

2. Rumah Sakit Umum Klas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis sekurang-kurangnya 11 spesialistik luas dan subspesialistik terbatas.

3. Rumah Sakit Umum Klas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik dasar.

4. Rumah Sakit Umum Klas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis dasar.

2.6 Landasan Teori

Budaya kerja yang belum baik dan motivasi yang rendah terkait dengan belum optimalnya kinerja perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien. Teori motivasi yang digunakan dalam penelitian mengacu kepada

teori motivasi Herzberg dalam Hasibuan (2005), yaitu motivasi intrinsik meliputi : a) tanggung jawab, b) prestasi yang diraih, c) pengakuan orang lain, d) pekerjaan itu

(37)

Robbins (2006) menyatakan bahwa budaya kerja dibangun dan dipertahankan berdasarkan filsafat pendiri atau pemimpin perusahaan. Budaya ini sangat dipengaruhi oleh kriteria yang digunakan dalam mempekerjakan pekerjaanya. Indikator budaya kerja perawat pelaksana dalam penelitian ini, yaitu sikap terhadap pekerjaan pada waktu bekerja.

Kinerja secara teoritis dalam penelitian ini mengacu kepada teori Mangkunegara (2002), yang menyatakan bahwa kinerja dapat diukur dengan mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu kualitas dan kuantiatas. Kinerja perawat pelaksana secara kualitas dalam penelitian ini mengacu kepada tupoksi perawat, yang terdiri dari (a) pengkajian, (b) diagnosis, (c) rencana tindakan, (d) pelaksanaan tindakan dan (e) evaluasi tindakan.

Gambar 2.2 Landasan Teori

Sumber : Robbins (2006), Herzberg dalam Hasibuan (2005), Mangkunegara (2002)

Motivasi 1. Motivasi Intrinsik

a. Tanggung jawab b. Prestasi yang diraih c. Pengakuan hasil kerja

(38)

2.7 Kerangka Konsep Penelitian

Mengacu kepada landasan teori yang telah diuraikan di atas, maka dapat disusun kerangka konsep (conceptual framework) sebagai berikut :

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Budaya Kerja (X1)

.Sikap terhadap pekerjaan

Motivasi (X2) 1.Intrinsik

a. Tanggung jawab b. Prestasi kerja

c. Pengakuan hasil kerja

d. Kemungkinan pengembangan 2.Ekstrinsik

a. Gaji b. Insentif

c. Hubungan kerja d. Prosedur kerja

Kinerja

Perawat Pelaksana (Y) a. Pengkajian

b. Diagnosis

Gambar

Gambar 2.1 Proses Terbentuknya Budaya Kerja
Gambar 2.2 Landasan Teori
Gambar 2.3 Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Masyarakat Desa Namo telah menerapkan penyadapan dengan metode koakan maka permasalahan dalam penelitian ini seberapa besar jumlah produksi getah pinus yang

Rotasi ini tidak benar- benar terjadi dalam metoda powder, namun keberadaan sejumlah besar partikel kristal memiliki semua kemungkinan orientasi setara dengan rotasi ini,

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada Biro Umum Setda Provinsi NTB mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi serapan angga- ran pada Biro Umum Setda Provinsi

Terdapat 23 sektor industri di Provinsi Jawa Tengah yang laju pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan pada tingkat nasional yakni, industri makanan, industri minuman,

Penelitian ini telah menghasikan prototipe aplikasi untuk menentukan jumlah pemesanan pada barang dengan pendekatan periodic review dan peramalan permintaan menggunakan

Dengan melihat bidang-bidang pengalokasian DAK, indikator arah penggunaan alokasi DAK, dan indikator kinerja Pemerintah Daerah, yang akan diterapkan untuk

keragaman jenis yang tinggi menunjukkan bahwa suatu komunitas memiliki. kompleksitas yang tinggi karena terjadi interkasi yang tinggi antar

yang menggunakan protocol TCP/IP, dimana protocol TCP/IP digunakan untuk meneruskan packet informasi (routing) dalam jaringan LAN,MAN,WAN dan internet, atau lebih