• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Arsitektur Perilaku Dalam Perancangan Zona Gerbang Masuk Kampus UNIMED

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Arsitektur Perilaku Dalam Perancangan Zona Gerbang Masuk Kampus UNIMED"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

DESKRIPSI TEMA

2.1 Pengertian Tema

Pendekatan studi perilaku menekankan bahwa latar belakang manusia seperti pandangan hidup, kepercayaan yang dianut, nilai-nilai dan norma-norma yang dipegang akan menentukan perilaku seseorang yang antara lain tercermin dalam cara hidup dan peran yang dipilihnya di masyarakat. Lebih lanjut, menurut Rapoport konteks kultural dan sosial ini akan menentukan sistem aktivitas atau kegiatan manusia (Haryadi, 2010).

Arsitektur perilaku merupakan gabungan dari dua kata yaitu arsitektur dan perilaku, kedua kata ini memiliki makna yang berbeda, namun ketika digabungkan menghasilkan arti yang baru. Arsitektur perilaku merupakan lingkungan binaan yang dibuat oleh manusia, dan menjadi tempat manusia melakukan kegiatannya dengan melihat dan mempertimbangkan semua aktivitas manusia secara fisik berupa interaksi manusia dengan sesamanya ataupun dengan lingkungan fisiknya yang terwujud dalam gerakan atau sikap, tidak saja dari gerakan badan atau ucapan, tetapi juga dari hasil interaksi antara desakan dan keinginan yang ada di dalam diri individu atau kelompok dengan situasi atau kondisi sekitarnya.

(2)

manusia dan tentunya tidak terlepas dari pembahasan psikologi manusia yang berhubungan antara tingkah laku manusia dengan lingkungannya.

Dalam tesisnya yang berjudul “The Street as a Human Resource in the Urban Lower-Class Environment” (suatu pengamatan mengenai hubungan antara

lingkungan fisik dan kepuasan pemenuhan kebutuhan dasar manusia), David Myhrum yang merupakan arsitek lansekap mengemukakan bahwa tidaklah mungkin menentukan kebutuhan dasar mana yang telah terpenuhi, tanpa melakukan analisis intensif dan personal dari orang yang bersangkutan. Karena pembentukan perilaku seseorang adalah suatu proses yang multideterminan. Ada pengaruh budaya dan ada faktor pengaruh lingkungan yang saling terkait satu sama lain (Laurens, 2005).

2.1.1 Kerangka studi perilaku

(3)

Gambar 2.1 Hubungan antara budaya, perilaku, sistem aktivitas dan sistem seting (Rapoport dalam Haryadi, 2010)

Terlihat dari gambar tersebut bahwa kerangka pendekatan ruang dari aspek perilaku menekankan pada keputusan setiap individu manusia atau sekelompok manusia untuk merumuskan pandangan-pandangannya terhadap dunia, merumuskan nilai-nilai kehidupan yang diyakini bersama, menjabarkannya dalam kebiasaan hidup sehari-hari yang tertuang dalam sistem kegiatan dan wadah ruangnya (sistem seting). Pendekatan ini menegaskan bahwa aspek psikologi manusia dan kultur suatu masyarakat akan menentukan bentuk aktivitas dan wadahnya (Haryadi, 2010).

Perilaku manusia jika ditinjau dari aspek psikologi dan kultur akan mengantarkan pada kemajemukan masyarakat yang ada pada suatu wilayah. Masyarakat majemuk disuatu wilayah/kota dapat dikelompokkan secara horizontal (Pelly, 2005) berdasarkan:

a) Etnik dan rasa tau asal usul keturunan. b) Bahasa daerah.

c) Adat istiadat atau perilaku.

BUDAYA PANDANGAN HIDUP NILAI YANG DIANUT HIDUP CARA AKTIVITAS SISTEM SISTEM SETING

(4)

d) Agama.

e) Pakaian, makanan, dan budaya material lainnya.

Hal ini sejalan dengan kondisi Indonesia yang memiliki beragam etnik, bahasa dan adat Istiadat. Salah satu kota di Indonesia yang mempunyai masyarakat yang beragam adalah kota Medan. Kota Medan dihuni oleh berbagai kelompok etnik. Etnik yang mendiami kota Medan adalah melayu, batak (toba, simalungun, pakpak-dairi), jawa, tionghoa, mandailing-angkola, minangkabau, karo, aceh, dan lainnya. Dari keberagaman etnik tersebut akan muncul bahasa dan agama yang beragam dari tiap-tiap etnik yang ada. Hal ini membuktikan bahwa medan merupakan kota dengan masyarakat majemuk. Perilaku yang timbul akibat keberagaman ini akan berpengaruh pada sistem aktivitas atau kegiatan manusia di dalamnya.

2.1.2 Kajianarsitekturperilaku

Dalam menciptakan suatu lingkungan binaan yang berlandaskan Arsitektur Perilaku, maka perlu dilakukan pendekatan terhadap perilaku manusia. Perilaku manusia ini berasal dari dorongan yang ada di dalam diri manusia. Dorongan ini merupakan usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya.

(5)

Roger (Notoatmodjo, 2007) sebelum seseorang menghadapi perilaku baru dalam diri mereka terjadi proses yang berurutan yaitu:

1. Awarness (kesadaran). 2. Interest (tertarik). 3. Evaluation (penilaian).

4. Rasa menimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. 5. Trial (mencoba).

6. Adopsi (mengadapsi).

Lalu lebih jauh lagi perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2007) jika dilihat dari bentuk respon stimulus yang diperoleh oleh seseorang yaitu:

1. Perilaku tertutup, respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka, respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam atau praktik yang dengan mudah diamati atau dilihat orang lain.

2.2 Kampus sebagai Analogi sebuah Kota dalam Kajian Arsitektur Lingkungan dan Perilaku

(6)

dengan "polis" (RIPK UGM, 2005). Sistem sosial di dalam suatu kampus terjadi karena adanya interaksi dari para civitas akademika dan mahasiswa serta masyarakat umum yang datang dari berbagai kelompok etnik. Etnik tersebut beragam, mulai dari melayu, batak (toba, simalungun, pakpak-dairi), jawa, tionghoa, mandailing-angkola, minangkabau, karo, aceh, dan masih banyak etnik lainnya. Dari keberagaman etnik tersebut akan muncul perilaku, bahasa serta agama yang beragam dari tiap-tiap etnik yang ada. Hal ini membuktikan bahwa kampus dapat disebut sebagai “kota” dengan masyarakat majemuk.

Perilaku individu atau kelompok orang didalam suatu komunitas merupakan urutan-urutan tindakan yang distimulir serta dipengaruhi antara lain oleh bentuk atau wujud dari ruang kota (Lynch, 1981). Ruang kota yang cocok bagi upaya peningkatan sumber daya manusia adalah ruang kota yang mampu berfungsi sebagai katalisator bagi berlangsungnya interaksi sosial.

2.3 Ruang Terbuka Publik

Semua aktifitas manusia yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya terpenuhi melalui ruang. Di dalam ruang, manusia dapat berlindung dari bahaya dan dapat mersakan perasaan aman dan tenteram. Di dalam ruang, manusia dapat berinteraksi dengan sesamanya sehingga merasakan pengakuan dan penghargaan dari orang lain, sekaligus memenuhi kebutuhannya akan keanggotaan dalam komunitas.

(7)

dimanfaatkan oleh orang banyak dan memberi kesempatan para pengguna untuk melakukan berbagai macam kegiatan (multifungsi), seperti bersantai, berolahraga, berkumpul, mengadakan perlombaan, berekreasi, upacara, dan sebagainya.

Menurut penggunaannya, ruang terbagi atas dua jenis, yaitu ruang privat dan ruang publik. Ruang privat adalah ruang yang dapat mewadahi kebutuhan-kebutuhan pribadi. Sementara ruang publik adalah ruang yang dapat mewadahi kebutuhan publik.

Ruang merupakan wadah atau seting yang dapat mempengaruhi pelaku atau pengguna. Ruang sebagai salah satu komponen arsitektur menjadi sangat penting dalam hubungan arsitektur lingkungan dan perilaku karena fungsinya sebagai wadah kegiatan manusia. Kegiatan manusia membutuhkan setting atau wadah kegiatan yang berupa ruang.

Konsepsi mengenai ruang dalam buku “Arsitektur Lingkungan dan Perilaku” dijelaskan bahwa ruang dikembangkan melalui beberapa pendekatan yang berbeda dan selalu mengalami perkembangan (Haryadi, 2010). Dimana terdapat tiga pendekatan yaitu: 1) Pendekatan ekologis; 2) Pendekatan ekonomi dan fungsional; dan 3) Pendekatan sosial-politik.

(8)

kegiatan pembangunan secara ekologis, tetapi cenderung mengesampingkan dimensi-dimensi sosial, ekonomi dan politis dari ruang.

Pendekatan fungsional dan ekonomi menekankan pada ruang sebagai wadah fungsional berbagai kegiatan. Pendekatan ini melihat faktor jarak atau lokasi menjadi penting. Pendekatan sosial-politis, menekankan pada aspek “penguasaan” ruang. Pendekatan ini melihat ruang tidak saja sebagai sarana produksi akan tetapi juga sebagai sarana untuk mengakumulasi power.

Ruang terbuka membantu meningkatkan kepercayaan masyarakat dan mampu menjadi lebih dari sekedar tempat untuk rekreasi. Ruang terbuka publik adalah lahan tidak terbangun di dalam kota dengan penggunaan tertentu. Pertama, ruang terbuka kota didefinisikan sebagai bagian dari lahan kota yang tidak ditempati oleh bangunan dan hanya dapat dirasakan keberadaanya jika sebagian atau seluruh lahannya dikelilingi pagar. Selanjutnya Rapuano mendefinisikan ruang terbuka sebagai lahan dengan penggunaan spesifik yang fungsi atau kualitas terlihat dari komposisinya (Afifatunnisa, 2012).

Pembentukan suatu ruang terbuka (Zahnd, 2012) terdiri dari: 1. Pola

(9)

kebanyakan ruang tersebut berada di daerah privat. Halaman wilayah yang dapat dipakai publik jarang ditemui.

2. Bentuk

Ruang terbuka hampir selalu dibentuk oleh bangunan-bangunan dalam lingkungannya. Sambungan ruang luar dengan yang lain didefinisikan dengan baik, sehingga ada sekuens peruangan yang jelas. Kualitas tersebut mendukung perkuatan identitas di daerahnya. Berbagai daerah ruang jalan juga diperluas oleh ruang yang berada di depan bangunan. Ruang tersebut hanya difungsikan secara privat atau semi-privat apabila dibatasi oleh pagar atau tembok kecil. Halaman kecil biasanya berada di daerah privat di belakang bangunan. Halaman di depan rumah jarang ditemukan. Di daerah zona perdagangan lebih baik dibentuk arcade sebagai ruang yang berada di antara ruang luar dan ruang dalam. Halaman besar jarang ditemukan dan biasanya hanya terletak di depan gedung publik (masjid, sekolah, hotel, kantor, dan lain-lain).

3. Ukuran

(10)

2.4 Zona Gerbang Masuk sebagai Ruang Terbuka Publik

Lingkungan memiliki estetika yang dipengaruhi oleh kesukaan (preferensi) terhadap lingkungan yang berbeda-beda, dan bahwa preferensi itu ditentukan oleh beberapa hal, yaitu:

a. Keteraturan. Semakin teratur, semakin disukai oleh manusia. b. Tekstur, yaitu kasar lembutnya suatu pemandangan.

c. Keakraban dengan lingkungan, makin dikenal suatu lingkungan makin disukai manusia.

d. Keluasan ruang pandang. e. Kemajemukan rangsang.

Rapoport mengungkapkan bahwa persoalan hubungan antara manusia dan lingkungan berpokok pada tiga pertanyaan (Haryadi, 2010) yaitu: (1) bagaimana manusia membentuk lingkungannya?; (2) Karakteristik manusia yang manakah yang relevan dengan pembentukan suatu lingkungan tertentu?; (3) bagaimana dan sejauh mana lingkungan fisik mengatur manusia?

Langkah awal dalam proses penataan kawasan zona gerbang masuk kampus sebagai ruang terbuka publik adalah dengan menentukan elemen-elemen fisik perancangan. Elemen fisik ini akan dijadikan sebagai aspek yang dieksplorasi dalam pembuatan kriteria dan perencanaan untuk menjawab permasalahan pada kawasan.

(11)

Maka elemen fisik yang akan dipakai dapat mengacu pada elemen fisik perancangan kota. Elemen fisik perancangan ruang kota terdiri dari delapan elemen perancangan (Shirvani, 1985) yaitu: 1) tata guna lahan; 2) bentuk dan massa bangunan; 3) sirkulasi dan ruang parkir; 4) ruang terbuka; 5) jalan-jalan pedestrian; 6) tanda-tanda; 7) kegiatan pendukung; dan 8) preservasi dan konservasi. Diantara 8 elemen tersebut, 5 diantaranya merupakan merupakan elemen fisik yang dapat berperan sebagai elemen perancangan zona gerbang masuk kampus yaitu:

1) tata guna lahan.

2) bentuk dan massa bangunan. 3) sirkulasi dan ruang parkir. 4) jalan-jalan pedestrian. 5) kegiatan pendukung.

(12)

Maka dari hasil penetapan elemen fisik dari Shirvani yang dapat berperan sebagai elemen perancangan zona gerbang masuk kampus, ditetapkan lima elemen-elemen dalam setting fisik yang akan dirancang pada zona gerbang masuk, yaitu:

1. Pintu Gerbang.

2. Bangunan Pendukung. 3. Jalur Pedestrian. 4. Jalur Kendaraan. 5. Street furniture.

2.4.1 Pintu gerbang

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian pintu adalah tempat untuk masuk dan keluar. Ini berarti bahwa pintu adalah suatu benda penghubung untuk melakukan aktivitas memasuki sesuatu atau keluar dari sesuatu tempat (Depdiknas, 2005).

Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa pengertian pintu adalah tempat untuk masuk dan keluar dari suatu tempat atau bangunan maka fungsi dan keberadaannya sangat diperlukan sebagai media penghubung (antara). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa fungsi pintu pada dasarnya adalah sebagai penghubung antar-ruang yang saling terpisahkan secara permanen.

(13)

Persyaratan sebuah pintu meliputi ukuran pintu yang memadai sesuai fungsi, kekokohan, penggunaan bahan material yang cocok untuk pintu pada masing-masing ruang, dan desain yang indah, sesuai, dan selaras dengan desain bangunan atau ruang tempat pintu tersebut dipergunakan.

Pintu gerbang adalah bagian dari macam-macam pintu menurut fungsinya yang berada pada posisi paling depan dari sebuah bangunan. Fungsi utama dari sebuah pintu gerbang adalah media keluar-masuk kendaraan atau manusia yang berada pada posisi terdepan sebuah bangunan dan langsung menghubungkan antar-ruang luar (jalan raya) dengan halaman depan (carport atau teras) sebuah bangunan (Choirul, 2006).

Bentuk dan desain pintu gerbang relatif sangat bervariasi mengikuti gaya dan nuansa yang terkandung di dalamnya. Bentuk pintu gerbang biasanya terdiri dari dua atau lebih daun pintu, baik lipat maupun dorong.

Bahan material utama yang digunakan pada pintu gerbang adalah besi dengan pembagian beberapa daun pintu dan sering kali dipadupadankan pula dengan material lain seperti kayu sehingga dapat memberikan sentuhan yang berbeda pada tampilan pintu secara total. Dimensi pintu gerbang pada umumnya mengadopsi ukuran standar mobil, yakni lebar 300-500 cm (atau kelipatannya untuk menampung lebih banyak mobil), dan tinggi berkisar 150-250 cm. Namun, secara umum ukuran pintu gerbang disesuaikan sesuai dengan keinginan dan kondisi keamanan lingkungan.

(14)

1. Jenis pintu gerbang menurut arah gerak. a. pintu gerbang lipat,

b. pintu gerbang sorong,

2. Jenis pintu gerbang menurut finishing dan bahan material. a. pintu gerbang besi tempa,

b. pintu gerbang cat duco polos, c. pintu gerbang stainless steel, d. pintu gerbang campuran.

3. Jenis pintu gerbang menurut motif a. pintu gerbang motif alam, b. pintu gerbang motif geometris,

c. pintu gerbang motif campuran alam dan geometris.

2.4.2 Bangunan pendukung

(15)

1. Pengorganisasian ruang merupakan susunan ruang yang ditujukan untuk mendapatkan kualitas lingkungan yang baik, dimana proses interaksi antara ruang dan penggunanya dapat dilakukan secara optimal.

2. Waktu, dalam pengorganisasian tempo atau waktu akan menyangkut aspek optimalisasi penggunaan ruang serta berkaitan dengan kemungkinan crowding. Waktu juga mempengaruhi kecenderungan pelaku untuk

mengunjungi suatu tempat. Waktu bergantung jarak, makin besar jarak makin besar waktu yang diperlukan sampai ke tujuan. Sedangkana jarak akan dirasakan semakin kecil bila ada sequence yang menarik, pemandangan indah dan jalan yang nyaman (teduh) ke tempat yang dituju. 3. Makna atau kesan, manusia bereaksi terhadap lingkungan melalui makna

lingkungan tersebut baginya. Makna biasanya diwujudkan dalam skala, warna, tekstur, detail, tanda-tanda, dekoratif.

4. Warna.

Penerapan warna dalam kasus desain adalah untuk memberikan pengaruh psikologis terhadap manusia. Pada ruang, pengaruh warna tidak hanya menimbulkan suasana panas dan dingin tetapi juga mempengaruhi kualitas ruang tersebut, seperti warna terang akan menjadikan ruang seolah-olah lebih luas dan sebaliknya.

5. Skala.

(16)

b. Untuk menciptakan suasana yang akrab maka skala yang digunakan adalah skala intim dan skala perkotaan.

c. Skala intim dapat memberikan suasana akrab dan dekat dengan sesama manusia maupun lingkungannya. Sedangkan skala perkotaan membuat manusia merasa memiliki atau kerasan pada lingkungan tersebut.

d. Jika D = jarak, dan H = tinggi, maka Skala intim (1 < D/H < 2)

Skala perkotaan (D/H = 1-2) 6. Tekstur.

a. Tekstur adalah titik kasar atau halus, titik-titik halus atau kasar yang tidak teratur pada suatu permukaan. Titik-titik ini dapat berbeda dalam ukuran, warna, bentuk, atau sifat dan karakternya.

b. Fungsi tekstur dapat memberi kesan pada persepsi manusia melalui penglihatan visual dapat menghilangkan kesan monoton.

7. Bentuk.

Bentuk adalah jalan untuk mengatur dan mengartikulasikan material di dalam ruangan, sama halnya dengan tata bahasa menyusun kata-kata ke dalam suatu bahasa.

(17)

a. Bentuk yang teratur yaitu bentuk geometris, kotak, kubus, kerucut, piramida dan sebagainya.

b. Bentuk yang lengkung, umumnya bentuk-bentuk alam. c. Bentuk yang tidak teratur.

8. Tata Ruang

Ruang sebagai salah satu komponen arsitektur merupakan elemen yang penting dalam pembahasan arsitektur perilaku. Dalam hal ini perilaku dioperasionalisasikan sebagai kegiatan manusia yang membutuhkan seting atau wadah kegiatan berupa ruang.

Ruang dirancang untuk memenuhi suatu fungsi dan tujuan tertentu. Selain itu, ruang juga dirancang untuk memenuhi fungsi yang lebih fleksibel. Masing-masing perancangan fisik ruang tersebut mempunyai variabel independen yang berpengaruh terhadap perilaku pemakainya. Ruang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia baik secara psikologis maupun emosional, dan menyangkut dimensi yang berhubungan dengan tubuh manusia, secara dimensional menyangkut kebutuhan ruang untuk kegiatan manusia.

2.4.3 Jalur pedestrian

(18)

sedangkan jalan yaitu media di atas bumi yang memudahkan manusia dalam tujuan berjalan, jadi jalur pedestrian dalam hal ini adalah pergerakan atau perpindahan orang atau manusia dari satu titik tolak ke tempat lain sebagai tujuan dengan menggunakan moda jalan kaki.

Fungsi jalur pedestrian yang disesuaikan dengan perkembangan kota adalah sebagai fasilitas pejalan kaki, sebagai unsur keindahan kota, sebagai media interaksi sosial, sebagai sarana konservasi kota dan sebagai tempat bersantai serta bermain. Kenyamanan dari pejalan kaki dalam berjalan adalah adanya fasilitas-fasilitas yang mendukung kegiatan berjalan dan dapat donikmatinya kegiatan berjalan tersebut tanpa adanya gangguan dari aktivitas lain yang menggunakan jalur tersebut.

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam desain pedestrian, yakni:

1. Keberadaan bangunan atau gedung untuk menentukan pola sirkulasi, dengan mengikuti sepanjang jalur diantara bangunan.

2. Menyesuaikan dengan topografi dan bentuk alam. 3. Hirarki jalan dibagi berdasarkan kepadatan pejalan kaki.

4. Pertimbangan lain seperti tekstur, warna, dan bahan perkerasan perlu disesuaikan untuk keselarasan dengan elemen site lainnya.

(19)

1. Paving, adalah trotoer atau hamparan yang rata. Dalam hal ini, sangat perlu untuk memperhatikan skala pola, warna, tekstur dan daya serap air larian. Material paving meliputi beton, batu bata, dan aspal. Pemilihan ukuran, pola, warna dan tekstur yang tepat akan mendukung suksesnya sebuah desain suatu jalur pedestrian di kawasan perdagangan maupun plasa.

2. Lampu, yang akan digunakan sebagai penerangan di waktu malam hari. Ada beberapa tipe lampu yang merupakan elemen pendukung perancangan kota, yaitu:

a. Lampu tingkat rendah, yaitu ketinggian dibawah pandangan mata dan berpola terbatas dengan daya kerja rendah.

b. Lampu mall dan jalur pedestrian yaitu ketinggian 1-1,5 m, serba guna berpola pencahayaan dan berkemampuan daya kerja cukup.

c. Lampu dengan maksud khusus, yaitu mempunyai ketinggian rata-rata 2-3 m, yang digunakan untuk daerah rekreasi, komersial perumahan dan industri.

d. Lampu parkir dan jalan raya, yaitu mempunyai ketinggian 3-5 m, digunakan untuk daerah rekreasi, industry dan komersial jalan raya. e. Lampu dengan tiang tinggi, yaitu mempunyai ketinggian antara 6-10 m,

di gunakan untuk penerangan bagi daerah yang luas, parker, rekreasi dan jalan layang.

3. Sign, merupakan rambu-rambu yang sifatnya untuk memberikan suatu

(20)

4. Sculpture, rambu-rambu yang sifatnya untuk memberikan suatu identitas, informasi maupun larangan, atau menarik perhatian mata (vocal point), biasanya terletak di tengah maupun di depan plasa.

5. Bollards, adalah pembatas antara jalur pedestrian dengan jalur kendaraan. Biasanya digunakan bersamaan dengan peletakkan lampu.

6. Bangku, untuk memberi ruang istirahat bila lelah berjalan, dan memberi waktu bagi pejalan kaki untuk menikmati suasana lingkungan sekitarnya. Bangku dapat terbuat dari logam, kayu, beton, atau batu.

7. Tanaman peneduh, untuk pelindung dan penyejuk pedestrian. Kriteria tanaman yang diperlukan untuk jalur pedestrian adalah:

a. Memiliki ketahanan terhadap pengaruh udara maupun cuaca. b. Bermasa daun padat

c. Jenis dan bentuk pohon berupa angsana, akasia besar, bougenville dan lainnya.

8. Telepon, biasanya disediakan bagi pejalan kaki jika ingin berkomunikasi dan sedapat mungkin didesain untuk menarik perhatian pejalan kaki.

9. Kios, shelter, dan kanopi, keberadaannya dapat untuk menghidupkan suasana pada jalur pedestrian sehingga tidak monoton. Khususnya kios untuk aktifitas jual beli, bila sewaktu-waktu dibutuhkan oleh pejalan kaki. Shelter dibangun dengan tujuan melindungi terhadap cuaca, angin dan sinar

(21)

10. Jam dan tempat sampah. Jam sebagai petunjuk waktu, bila diletakkan di ruang kota harus memperhatikan penempatannya. Karena jam dapat sebagai fokus atau landmark, sedangkan tempat sampah diletakkan di jalur pedestrian agar jalur tersebut tetap bersih. Sehingga kenyamanan pejalan kaki tetap terjaga.

Standar pedestrian berdasarkan lokasi dan berdasarkan kuantitas pejalan kaki menurut Keputusan Menteri Perhubungan No KM 65 Tahun 1993 Tentang Fasilitas Pendukung Kegiatan Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (Lampiran 1) dapat dilihat dalam Tabel 2.1 dan 2.2.

Tabel 2.1 Lebar Trotoar Berdasarkan Lokasi (Keputusan Menteri Perhubungan No KM 65 Tahun 1993)

No Lokasi Trotoar Lebar Trotoar Minimal

1 Jalan di dearah perkotaan atau kaki lima 4 meter

2 Di wilayah perkantoran 3 meter

Di wilayah Industri

Tabel 2.2 Lebar Trotoar Berdasarkan Jumlah Pemakai (Keputusan Menteri Perhubungan No KM 65 Tahun 1993)

No Jumlah Pejalan Kaki Lebar Trotoar (m)

1 6 Orang 2,3 - 5,0

2 3 Orang 1,5 - 2,3

3 2 Orang 0,9 - 1,5

(22)

Sedangkan menurut dalam SK Dirjen 43 Tahun 1997 Tentang Perekayasaan Fasilitas Pejalan Kaki Di Wilayah Kota (Lampiran 2), penetapan lebar trotoar dapat didasarkan pada penggunaan lahan disekitarnya seperti terlihat dalam Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Lebar Trotoar yang dibutuhkan Sesuai dengan Penggunaan Lahan Sekitarnya (Keputusan Dirjen Perhubungan Darat No 43 Tahun 1997) Penggunaan Lahan

Sekitarnya

Lebar Minimum (m) Lebar yang dianjurkan (m)

Permukiman 1,5 2,75

Perkantoran 2 3

Industri 2 3

Sekolah 2 3

Terminal/Stop Bis/ TPKPU 2 3

Pertokoan/Perbelanjaan 2 4

Jembatan, terowongan 1 1

Menurut SK Dirjen 43 Tahun 1997 dalam perencanaan trotoar, ketinggian maksimum trotoar adalah 25 cm, namun lebih dianjurkan menggunakan ketinggian 15 cm.

Rubenstein (Wiharnanto, 2006) menyebutkan kualitas desain pedestrian dan estetika urban space dapat dinilai melalui kriteria-kriteria berikut ini yaitu:

1. Figure Ground

(23)

lampu terhadap gedung-gedung. Beberapa kekontrasan membuat obyek menjadi jelas dan beridentitas.

2. Continuity

Continuity terjadi melalui bagian-bagian sama yang saling berentetan.

Bagian-bagian tersebut dapat saling terhubung dengan menjaga skala yang umum, bentuk, tekstur atau warna dari ruang kawasan. Misalnya dengan memberi warna khusus pada paving sehingga menimbulkan kontinuitas pada pedestrian.

3. Sequence

Merupakan kontinuitas dalam ruang atau obyek yang menunjukkan rangkaian perubahan secara visual, berupa pergerakan, suasana maupun arah. Suatu ruang yang berangkai dapat menciptakan suasana khusus. Misalnya kumpulan pohon yang menciptakan ruang tertutup (enclosure) yang kemudian diikuti ruang terbuka di belakangnya.

4. Repetition

Repetition atau pengulangan di sini meliputi bentuk, watna atau tekstur dan

(24)

5. Rhythm

Rhythm atau irama merupakan suatu rangkaian pengulangan elemen yang

disela pada jarak tertentu. Irama ini dapat diterapkan pada pola paving dengan membuat perubahan desain atau bahan pada jarak terentu

6. Size/ scale

Size atau ukuran suatu obyek atau ruang adalah relatif dan bergantung pada

jarak obyek dari pengamat. Skala merupakan ukuran relatif dan didasarkan pada tinggi rata-rata pengamat, yaitu 1,75 meter. Skala suatu ruang bergantung pada pengamat itu sendiri. Mata manusia memiliki sudut pandang 27⁰ sehingga untuk melihat bangunan harus berada pada jarak + 2 kali ketinggian bangunan.

7. Shape

Menciptakan suatu kualitas bentuk ruang tersendiri pada suatu obyek atau ruang. Menunjukkan bagaimana bentuk ruang apakah berupa garis lurus, melengkung atau menyudut.

8. Proportion

Merupakan perbandingan antara tinggi, lebar dan panjang. Perbandingan diperlukan untuk mendapatkan obyek yang besarnya berbeda dengan dimensi yang tetap sama.

(25)

Merupakan sistem yang digunakan untuk mengelompokkan warna atau ukuran. Dapat diterapkan misalnya untuk menonjolkan area di sekitar sclupture dengan mengubah ukuran atau warna pavingnya.

10. Dominance

Menunjukkan pentingnya suatu bagian dibanding bagian lainnya karena memiliki ukuran yang lebih besar atau berada pada posisi yang menonjol. Pada suatu kawasan pedestrian akan terdapat ruang yang mendomnasi, di mana di dalamnya terdapat aktivitas khusus ataupun elemen utama kawasan yang menjadi vocal point.

11. Texture dan Pattern

Tekstur dapat dilihat dari tipe material yang digunakan maupun permukaan suatu elemen. Pattern penting dalam desain untuk menambah kekontrasan dan daya tarik.

12. Transparancy

Transparansi memberikan penekanan secara visual. Penerapannya misalnya pada elemen paving melalui transparansi warna (overlap dan perubahan) sehingga membuat pola paving lebih menarik.

13. Direction

Direction atau arah merupakan elemen yang dapat mengarahkan ke suatu obyek atau area dalam suatu kawasan.

(26)

Similarity atau kesamaan dapat terjadi pada kelompok-kelompok bentuk elmen jalur pedestrian. Karakteristik ini didukung dengan adanya pengulangan, warna, bentuk, ukuran dan tekstur.

15. Volume dan Enclosure

Elemen-elemen pembentuk ruang meliputi bidang dasar, bidang atas dan bidang vertikal merupakan hal yang harus diperhatikan untk mendapatkan definisi ruang yang jelas. Bidang dasar berhubungan dengan semua benda yang ada pada permukaan horisontal. Bidang vertikal memiliki fungsi penting dalam hal pembentukan ruang dan bidang atas penting dalam memberikan definisi ketinggian suatu ruang.

16. Motion

Merupakan proses perubahan waktu atau posisi yang dapat memperkuat arah atau jarak dan memberikan rasa bentuk dalam pergerakan. Pada saat orang berjalan di jalur pedestrian, pusat perhatian atau sudut pandang terhadap suatu obyek berubah. Hal ini mengakibatkan adanya variasi pemandangan, sinar matahari dan pola banyangan tergantung pada waktu, hari maupun musimnya.

17. Time

(27)

18. Sensor

Rasa suatu tempat berupa kesan visual dan daya tarik dari suara, bau, sentuhan akan menambah dimensi pada desain ruang kota. Jalur pedestrian harus mampu menciptakan suasasa yang menarik orang, diantaranya melalui keberadaan sclupture, penataan lanscape dan aktivitas atau aktraksi yang menarik.

2.4.4 Jalur kenderaan

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 19/PRT/M/2011 Tentang Persyaratan Teknis Jalan Dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan (Lampiran 3), jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.

(28)

Dalam perencanaan zona gerbang masuk, jalur kenderaan yang akan direncanakan dapat disamakan dengan konsep jalan lingkungan sekunder dalam PP No 34 Tahun 2006. Persyaratan teknis jalan untuk jalan lingkungan sekunder didesain berdasarkan:

a. Kecepatan rencana paling rendah 10 (sepuluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 6,5 (enam koma lima) meter.

b. Diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda 3 (tiga) atau lebih.

c. Jika jalan lingkungan sekunder yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda 3 (tiga) atau lebih harus mempunyai lebar badan jalan paling sedikit 3,5 (tiga koma lima) meter.

Dalam PP No 34 Tahun 2006 disebutkan juga, bahwa kelas jalan dikelompokkan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan yaitu jalan bebas hambatan, jalan raya, jalan sedang, dan jalan kecil. Spesifikasi penyediaan prasarana jalan yang dimaksud meliputi pengendalian jalan masuk, persimpangan sebidang, jumlah dan lebar lajur, ketersediaan median, serta pagar.

(29)

Menurut Francis (Khaeriah, 2003), jalur sirkulasi (jalan) sebagai ruang publik sebaiknya mewadahi kehidupan untuk semua pengguna, sehingga jalur sirkulasi yang baik harus memiliki beberapa aspek sebagai ruang publik yaitu:

1. Kegunaan dan kebersamaan pengguna, hal ini menunjukkan bahwa jalan yang baik digunakan oleh beragam orang dan bermacam-macam aktiitas. 2. Aksesbilitas, yaitu ruang terbuka yang dapat dimasuki oleh semua orang

termasuk penyandang cacat.

3. Partisipasi dan modifikasi, dengan pengertian ini maka penduduk dapat melakukan perubahan terhadap penataan jalan dengan sistem partisipasi dalam perencanaan dan perancangan.

4. Kontrol, yang merupakan perasaan nyata dalam merawat dan menggunakan jalan yang berada dilingkungannya.

5. Manajemen lalu lintas, yaitu sistem pengaturan lalu lintas yang lebih manusiawi antara kendaraan bermotor dengan pejalan kaki.

6. Keamanan dan pengamanan, terhadap penumpang kenderaan bermotor dan pejalan. Hal ini berlaku juga sebagai kondisi keamanan lingkungan yang terjadi baik siang maupun malam hari.

7. Hubungan antara muka tanah dan jalan, dengan pengertian bahwa jalan sebagai ruang publik terkait dengan ruang privat, semi publik dan dunia publik disekitarnya.

(30)

9. Kualitas ekologi, jalan haruslah merupakan jalur sirkulasi yang mempunyai pohon/tanaman yang dapat mengurangi polusi, dan mengurangi kebisingan. 10. Nilai ekonomi yang baik, yaitu berfungsi sebagai tempat bisnis dan

investasi.

11. Kompetensi sebagai tempat untuk belajar diluar.

12. Kecintaan, yang merupakan rasa yang membangkitkan ingatan akan kerinduan untuk selalu kembali mengunjunginnya.

13. Konflik, yang merupakan tanda adanya partisipasi semua pihak sehingga terjadi proses negosiasi antar penggunanya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi suatu rancangan jalan (Hakim, 2006) antara lain:

1. Skala, merupakan perbandingan antara dua atau lebih objek dengan ukuran yang nyata. Skala yang diterapkan harus dilihat dari manusia sebagai pengguna.

2. Proporsi, merupakan hubungan antara suatu objek tunggal atau susunan komposisi yang menyangkut perbandingan antara tinggi dan lebarnya atau ukuran salah satu bagian dari bagian keseluruhan.

(31)

4. Cahaya, cahaya gelap dan terang dihasilkan karena adanya sumber energi cahaya yang mengarah ke mata manusia.

5. Iklim, iklim merupakan suatu hal yang menjadi pertimbangan, seperti Indonesia mempunyai iklim tropis yang panas sehingga membutuhkan daerah bayangan atau teduh yang banyak dan begitu pula perlindungan pada musim hujan.

6. Gerakan, gerakan mempengaruhi persepsi akan detail. Ketika sedang bergerak, tekstur sulit untuk dibedakan, peninjau hanya bersandar pada warna dan bentuk untuk membantu mengidentifikasi suatu objek.

Untuk mengontrol laju kenderaan, pada jalur kendaraan harus dibuat polisi tidur pada titik tertentu. Desain polisi tidur disesuaikan dengan Keputusan Menteri (KM) Perhubungan Nomor 3 Tahun 1994 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pemakai Jalan (Lampiran 5). Setiap polisi tidur juga akan diberi warna yang kontras dengan jalan agar memudahkan pengguna kendaraan untuk mengidentifikasi.

2.4.5 Street furniture

(32)

Street furniture, menjadi istilah yang digunakan oleh para kalangan praktisi

untuk memberikan sebutan bagi perabot jalan atau aksesoris jalan, dimana perletakkannya selalu berada di sepanjang jalan raya atau jalan lingkungan yang fungsinya sebagai fasilitas pendukung aktifitas masyarakat di jalan.

Tujuan adanya tanda-tanda (elemen perabot jalan) di ruang jalan dapat dikategorikan menjadi:

1. Orientasi, adalah tanda-tanda yang diletakkan di suatu lingkungan bisa berupa peta, petunjuk tempat dibeberapa lokasi penting.

2. Informasi, adalah semua informasi dalam bentuk tulisan yang ditujukan untuk pengguna jalan.

3. Direksional, adalah tanda-tanda yang mengarahkan seperti rambu pengarah lalu lintas.

4. Identifikasi, adalah tanda-tanda yang menginformasikan sebuah tempat tertentu.

5. Ornamental, adalah tanda-tanda yang menambah keindahan pada lingkungan tertentu seperti banner, umbul-umbul, pagar.

Kemudian perabot jalan ini mempunyai kaidah-kaidah fungsi utama maupun seni dari cara perletakkannya, fungsi tersebut yakni:

(33)

2. Fungsi seni, yaitu perletakkan perabot jalan di sepanjang jalan raya mengikuti kaidah-kaidah seni, baik cara perletakkan elemen-eleman itu sendiri maupun desain yang diharapkan mempunyai nilai seni tinggi, sekaligus mempunyai kualitas bahan yang baik.

2.5 Pemetaan Perilaku (Behavioral Map)

Behavioral map bermanfaat untuk memberikan gambaran singkat distribusi

perilaku dari keadaan ruang yang ada.

Terdapat dua karakter dari behavior map, yaitu:

1. Menganalisis tingkah laku dan kemudian menjadikannya kategori-kategori yang relevan.

2. Melakukan pengamatan empiris dari kategori-kategori perilaku tersebut.

Beberapa kategori perilaku dapat dikelompokkan untuk menyusun behavioral map. Sebelum melakukan studi empiris, dikembangkan terlebih dahulu jenis-jenis

perilaku manakah yang relevan terhadap masalah yang akan diuji. Salah satu keputusan untuk menentukan jenis perilaku mana yang relevan adalah dengan mengkategorikan perilaku yang terjadi secara kelempok atau individu. Meskipun kebanyakan behavior map memberi tekanan kepada individu, bukan tidak mungkin jika dikembangkan pula aktivitas dalam kelompok.

(34)

a. Pengumpulan perilaku-perilaku yang diamati.

b. Menggeneralisasikan perilaku-perilaku yang telah dikumpulkan menjadi kategori-kategori untuk observasi (Kategori Observasi).

c. Dari kategori observasi kemudian dikembangkan menjadi Kategori Analitis.

Behavioral mapping digambarkan sebagai cara untuk mengungkap pola-pola

ruang yang tercipta akibat hubungan timbal balik antara manusia dengan ruang, diwujudkan dalam bentuk sketsa dan diagram mengenai suatu area dimana manusia melakukan kegiatannya (Haryadi, 2010). Tujuannya adalah untuk menggambarkan perilaku dalam peta, mengidentifikasikan jenis frekuensi perilaku, serta menunjukkan kaitan perilaku dengan wujud perancangan yang spesifik. Teknik yang akan dipakai dalam melakukan pemetaan perilaku yakni Place-Centered Mapping. Teknik ini digunakan untuk mengetahui bagaimana manusia atau sekelompok manusia memanfaatkan, menggunakan dan mengakomodasikan perilakunya dalam suatu waktu pada tempat tertentu. Langkah-langkah yang harus dilakukan pada teknik ini adalah:

1. Membuat sketsa tempat atau seting yang meliputi seluruh unsur fisik yang diperkirakan mempengaruhi perilaku pengguna ruang.

(35)

3. Kemudian dalam kurun waktu tertentu, peneliti mencatat berbagai perilaku yang terjadi di tempat tersebut dengan menggunakan simbol-simbol di peta dasar yang telah disiapkan.

2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku pada Zona Gerbang Masuk

2.6.1 Aksesibilitas

Aksesibilitas didefinisikan suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan mengenai cara lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain dan mudah atau susahnya lokasi tersebut dicapai melalui sistem jaringan transportasi. Setiap lokasi geografis yang berbeda memiliki tingkat aksesibilitas yang berbeda hal ini disebabkan perbedaan kegiatan dari masing-masing tata guna lahan.

Terdapat tiga jenis bentuk akses, yaitu akses visual, simbolik dan fisik (Carr, 1992). Defenisi dari ketiga bentuk akses tersebut adalah sebagai berikut:

1. Akses Visual, jika orang dapat melihat seuah ruang sebelum memasukinya, maka mereka dapat menilai apakah mereka akan dapat merasa aman, disambut dan nyaman disana.

2. Akses Simbolik, simbol bisa digambar atau tidak. Misalnya individu dan kelompok merasa terancam, atau nyaman atau disambut akan mempengaruhi masuknya orang tersebut ke area publik.

(36)

atau berada di suatu lingkungan tanpa memandang apakah hal itu dapat dilakukan atau tidak.

Dari penjelasan Carr sebelumnya, dapat diketahui bahwa saat kita memasuki suatu bangunan atau suatu ruang kita dapat menilai apakah kita pantas berada di sana atau disambut melalui bentuk akses masuknya.

Terdapat tiga indikator pengukuran aksesibilitas yaitu jarak, waktu dan biaya. Sedangkan kriteria pengukuran untuk aksesibilitas yang ideal terdiri dari:

a. Aspek keamanan, b. Aspek kemudahan, c. Aspek kenyamanan, dan d. Aspek estetika (Pratiwi, 2014).

Jadi dapat disimpulkan bahwa aksesibilitas adalah bentuk penilaian mudah atau susahnya suatu lokasi untuk dicapai pengguna jaringan transportasi dengan mempertimbangan aspek keamanan, kemudahan dan kenyamanan.

2.6.2 Landmark

Landmark atau suatu tanda yang menyolok yang terdiri dari bangunan atau

(37)

a. Tanda Fisik, landmark merupakan obyek fisik yang dapat ditangkap dengan indera penglihatan secara mudah.

b. Informasi, Landmark merupakan gambaran dengan cepat dan pasti tentang suatu tempat kepada pengamat sehingga membentuk image fisik dan non fisik lokasi landmark dan sekitarnya.

c. Jarak, landmark harus dapat dikenali dari suatu jarak, dimana pengamat berada di luar lingkup obyek.

Selain memiliki tiga unsur penting (Yuliantoro, 2004) suatu obyek dapat dikatakan sebagai landmark jika memiliki kriteria:

1. Mempunyai karakter fisik lain dari obyek fisik disekitarnya, mempunyai unsur unik dan mudah diingat.

2. Mudah diindentifikasikan, hal ini berkaitan dengan tuntutan bahwa landmark harus mudah dikenali pengamat.

3. Mempunyai bentuk yang jelas dalam luasan atau bentang yang relatif besar. Hal ini dapat dicapai dengan membentuk kontras antara obyek landmark dengan latar belakangnya.

4. Mempunyai nilai lebih dalam suatu lingkup atau luasan tempat berupa nilai historis atau nilai estetis:

(38)

b. Nilai estetis dapat pula nilai historis menyangkut kurun waktu terbentuknya bangunan, karena nilai estetik tiap kurun waktu dapat berlainan.

Jika dinilai dari aspek bentuk, landmark dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu:

a. Distant Landmark, merupakan obyek landmark yang kelebihannya dapat dilihat dari banyak arah atau posisi dengan suatu jarak yang relatif jauh.

b. Local Landmark, meruapakan obyek fisik yang penampilan fisiknya

terlihat istimewa apabila dilihat dari arah, jarak atau jangkauan tertentu.

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa landmark merupakan elemen eksternal dan merupakan bentuk visual yang menonjol dan merupakan elemen penting karena membantu orang mengenali suatu daerah dengan kriteria fisik yang diidentifikasi, memiliki unsur unik dan mudah diingat, memiliki bentuk yang jelas, serta memiliki nilai historis atau estetis.

2.7 Studi Banding Tematik

2.7.1 Kidzania Jakarta

(39)

namun dalam ukuran anak-anak, lengkap dengan jalan raya, bangunan, ritel juga berbagai kendaran yang berjalan di sekeliling kota (Gambar 2.2).

Di kota ini, anak-anak memainkan peran orang dewasa sambil mempelajari berbagai profesi. Misalnya, menjadi seorang dokter, pilot, pekerja konstruksi, detektif swasta, arkeolog, pembalap F1 dan lebih dari 100 jenis PROFESI dan PEKERJAAN orang dewasa lainnya (Kidzania, 2007) seperti terlihat pad Gambar 2.3.

Di KIDZANIA terdapat bangunan-bangunan yang umumnya terdapat di sebuah kota, seperti Rumah Sakit, Supermarket, Salon, Teater, Kawasan Industri, dan banyak lagi seperti yang terlihat pada Gambar 2.4.

(40)

Di KIDZANIA anak-anak memiliki hak-hak untuk mewujudkan keinginan mereka, yaitu hak untuk:

a. to be (Melakukan sesuatu). b. to know (Melakukan sesuatu). c. to create (Menciptakan sesuatu). d. to share (Memberi).

e. to care (Peduli). f. to play (Bermain).

(41)

Gambar 2.4 Suasana di Dalam Kota Kidzania (Kidzania, 2007)

2.7.2 National Center for Child Health and Development, Jepang

National Center for Child Health and Development adalah suatu bangunan

yang berfungsi sebagai rumah sakit ibu dan anak yang terletak di Setagaya-ku, Tokyo. National Center for Child Health and Development dibuka pada Maret tahun 2002. National Center for Child Health and Development merupakan satu dari lima pusat kesehatan milik pemerintah Jepang. Dan merupakan satu-satunya pusat kesehatan yang hanya menangani pediatrics dan maternal health.

National Center for Child Health and Development memiliki penampilan

(42)

terlihat pada Gambar 2.5. Pemanfaatan pencahayaan dan penghawaan alami juga diterapkan pada bangunan (Gambar 2.6).

Penghargaan yang diraih National Center for Child Health and Development: a. 2002 : Display Design Award

b. 2002 : Nippon Display Federation Award c. 2002 : SDA Award

d. 2004 : Japan Institute of Healthcare Architecture Award

Gambar 2.5 Eksterior Bangunan dan Landscape National Center for Child Health and Development

(43)

Gambar 2.6 Interior National Center for Child Health and Development (Mitsuru Man Senda and Environment Design Institute, 2015)

Pada setiap contoh studi banding tema sejenis diatas keduanya menggunakan tema arsitektur perilaku dalam perancangan bangunan. Perilaku dari pengguna ditinjau dan dianalisa berdasarkan dari pola pikir serta perilaku pengguna, kemudian diterapkan dalam perancangan. Berikut merupakan hasil analisa studi banding tema sejenis dari kedua tempat tersebut yang dirangkum di dalam Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Hasil Analisa Studi Banding Tema Sejenis

No Proyek Analisa

(44)

Tabel 2.4 (Lanjutan) Sirkulasi Linear bercabang untuk memberi

kesan mengalir mengingat perilaku anak-anak yang senang mengeksplore ruang dalam hal ini miniatur kota.

2 National

Fasad Penampilan bangunan memberi kesan nyaman dan rasa aman pada anak dengan penataan landscape yang baik. Warna Penggunaan warna-warna yang

Gambar

Gambar 2.1 Hubungan antara budaya, perilaku, sistem aktivitas dan sistem seting (Rapoport dalam Haryadi, 2010)
Tabel 2.1  Lebar Trotoar Berdasarkan Lokasi (Keputusan Menteri Perhubungan No   KM 65 Tahun 1993)
Tabel 2.3  Lebar  Trotoar  yang  dibutuhkan  Sesuai  dengan  Penggunaan  Lahan   Sekitarnya (Keputusan Dirjen Perhubungan Darat No 43 Tahun 1997)
Gambar 2.2 Kidzania Jakarta
+6

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN

Oleh karena itu dilakukan pengkajian tentang perbedaan besarnya NPOPTKP dalam menghitung BPHTB terutang untuk waris dan hibah wasiat dengan bukan waris dan hibah wasiat, pemenuhan

Beberapa hal yang perlu dijadikan pedoman untuk distribusi dan transportasi bahan bakar diesel maupun campuran biodiesel adalah sbb:. • Setiap konstruksi truk atau gerbong agar

The United States Equal Opportunity Employment Commission (EEOC) defines, sexual harassment in the workplace is as unwelcome sexual advances or conduct of a sexual

[r]

• Bertahan , perubahan data yang terjadi setelah sebuah transaksi berakhir dengan baik, harus dapat bertahan bahkan jika seandainya sistem menjadi mati. • Konsisten

Adhedasar andharan asile panliten ngenani basa humor kaos Cak Cuk Surabaya bisa kadudhut: (1) unsur pambangun humor adhedasar aspek kabasan diperang dadi telu

Kriteria inklusi untuk pendaftaran termasuk GDM sesuai dengan kriteria diagnostik dari Konferensi Internasional Ketiga tentang Gestational Diabetes (2); usia kehamilan antara 28