• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Penderita Tb Paru Di Puskesmas Helvetia Kota Medan Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Penderita Tb Paru Di Puskesmas Helvetia Kota Medan Chapter III VI"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Teori

TB Paru

Sikap Tindakan

(2)

3.2 Kerangka Konsep

3.2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Pengetahuan, Sikap

dan Tindakan Penderita

(3)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian bersifat deskriptif. Pemilihan jenis penelitian metode cross-sectionalini disesuaikan dengan tujuan ingin mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan penderita TB paru di Puskesmas Helvetia Kota Medan.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dipilih dengan alasan Puskesmas Helvetia Kota Medan memiliki tingkat penderita TB paru yang tertinggi di antara puskesmas di Kota Medan.

4.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan September sampai November 2016.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah penderita TB paru di Puskesmas Helvetia Kota Medan.

4.3.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah pasien TB paru di Puskesmas Helvetia Kota Medan.

4.3.3 KriteriaInklusi

(4)

ii. Bersedia menjadi sampel penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan setelah penjelasan (inform consent)

4.3.4Kriteria Eksklusi

i. Tidak bersetuju menjadi sampel (inform consent)

4.3.5 Besar Sampel

Pengambilan sampel dilakukan ssecara simple random sampling.

n= Zα2 PQ

d2

n : jumlah sampel

Zα : deviat buku alfa (ditetapkan)

P : proporsi kategori variabel yang teliti, (bila tidak diketahui, ditetapkan 50%-0,5)

Q : 1-P

d : tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan, dalam penelitian ini digunakan 10%

n= (1.96) 2 x 0.5(1-0.5)

(0.1) 2

=96.040 ≈ 97

(5)

4.4 Metode Pengumpulan Data 4.4.1 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh melalui kuesioner.Kuesioner yang dipakai merupakan daftar pertanyaan yang diberikan kepada responden untuk menggali data sesuai dengan pemasalahan penelitian.

4.5 Pengolahan Data Dan Analisis Data 4.5.1 Pengolahan Data

Semua data yang telah dikumpulkan, dicatat, dikelompokkan kemudian diolah dengan menggunakan program Statistical Package For Social Science (SPSS) yang dilakukan dengan menghitung jumlah pasien TB Paru berdasarkan tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan penderita TB paru.

4.5.2 Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah analisa Univariat. 4.6 Definisi Operasional

a. Pengetahuan

Definisi operasional : Pengetahuan penderita TB paru yaitu apa yang diketahui penderita mengenai penyakit TB paru, klasifikasi TB, diagnosis TB.

i. Alat Ukur : alat ukur yang digunakan adalah kuesioner dengan 10 buah pertanyaan.

ii. Cara ukur : dilakukan dengan menggunakan angket. Setiap jawaban yang benar diberi skor 1 dan setiap jawaban yang salah diberi skor 0.

(6)

iv. Hasil ukur pengetahuan.

a. Tingkat baik,apabila skor diperoleh responden lebih besar dari 66% dari skor maksimum.

b. Tingkat baik,apabila skor diperoleh responden sebesar 33%-66% dari skor maksimum.

c. Tingkat baik,apabila skor diperoleh responden kurang dari 33%dari skor maksimum.

Dengan kata lain: 1. Tingkat Baik : 8-10 2. Tingkat Cukup : 4-7 3. Tingkat Kurang : <3

b. Sikap

Definisi operasional :sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat langsung ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.

i. Alat Ukur : alat ukur yang digunakan adalah kuesioner dengan 10 buah pertanyaan

ii. Cara ukur : dilakukan dengan menggunakan angket. Setiap jawaban yang benar diberi skor 1 dan setiap jawaban yang salah diberi skor 0

iii. Skala ukur : skala ukur yang dipakai pada penelitian ini adalah skala kategorik (ordinal)

iv. Hasil ukur sikap.

a. Tingkat baik,apabila skor diperoleh responden lebih besar dari 66% dari skor maksimum.

b. Tingkat baik,apabila skor diperoleh responden sebesar 33%-66% dari skor maksimum.

(7)

Dengan kata lain:

1. Tingkat Baik : 6-10 2. Tingkat Kurang Baik : <5

c. Tindakan

Definisi operasional: Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap untuk menjadi suatu perbuatan nyata

diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas.

i. Alat Ukur : alat ukur yang digunakan adalah kuesioner dengan 10 buah pertanyaan

ii. Cara ukur : dilakukan dengan menggunakan angket. Setiap jawaban yang benar diberi skor 1 dan setiap jawaban yang salah diberi skor 0

iii. Skala ukur : skala ukur yang dipakai pada penelitian ini adalah skala kategorik (ordinal)

iv. Hasil ukur tindakan.

a. Tingkat baik,apabila skor diperoleh responden lebih besar dari 66% dari skor maksimum.

b. Tingkat sedang,apabila skor diperoleh responden sebesar 33%-66% dari skor maksimum.

c. Tingkat kurang,apabila skor diperoleh responden kurang dari 33%dari skor maksimum.

Dengan kata lain:

(8)

BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1Hasil Penelitian

5.1.1 Distribusi Frekuensi Umur Responden

Adapun hasil penelitian berdasarkan umur adalah sebagai berikut : Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Penderita TB Berdasarkan Umur No

Dari tabel 5.1 di atas dapat diketahui bahwa responden terbanyak adalah pada kelompok umur 41-50 tahun dan >50 tahun yaitu sebanyak 62 orang (63.9). Dapat disimpulkan bahwa kelompok dewasa yang paling banyak tertular tuberkulosis.

5.1.1.1Frekuensi Jenis Kelamin Responden

Adapun hasil penelitian berdasarkan jenis kelamin adalah sebagai berikut :

(9)

5.1.1.2Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Responden

Adapun hasil penelitian berdasarkan pendidikan adalah sebagai berikut : Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Responden Penderita TB di Puskesmas

Kota Medan Berdasarkan Tingkat Pendidikan No

4 Perguruan Tinggi Jumlah tingkatpendidikan SLTA adalah yang paling terbanyak tertular tuberkulosis sebanyak 58 orang (59,8%).

5.1.1.3Distribusi Frekuensi Pekerjaan Responden

Adapun hasil penelitian berdasarkan pendidikan adalah sebagai berikut : Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Responden Penderita TB di Puskesmas

Kota Medan Berdasarkan Pekerjaan No

(10)

5.1.1.4Distribusi Frekuensi Penghasilan Responden

Adapun hasil penelitian berdasarkan pendidikan adalah sebagai berikut : Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Responden Penderita TB di Puskesmas

Kota Medan Berdasarkan Penghasilan No

Dari tabel 5.5 di atas dapat disimpulkan bahwa responden dengan tingkat penghasilan <Rp.1.050.000,- dengan tingkat penghasilan Rp.1.050.000,- - Rp.2.000.000,- adalah yang paling terbanyak. Selisih 1 orang responden antara tingkat penghasilan <Rp.1.050.000,- dengan Rp.1.050.000,- - Rp.2.000.000,-. Jumlah responden adalah sebanyak 95 orang (98%).

5.1.2 Gambaran Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Penderita TB Paru di Kota Medan

5.1.2.1Pengetahuan

Dari jawaban responden penderita TB Paru berdasarkan tingkat pengetahuan di Puskesmas Helvetia Kota Medan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Responden Penderita TB di Puskesmas Kota Medan Berdasarkan Penghasilan

No Pengetahuan

Jawaban

Responden Jumlah Benar Salah

n % n % N %

1. TB Paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri

mycobacterium tuberculosis.

52 53.6 45 46.4 97 100

2. Bakteri mycobacterium tuberculosis merupakan penyebab penyakit TB Paru.

54 55.7 43 44.3 97 100

3. Gejala yang dirasakan penderita TB Paru adalah batuk lebih dari 3 minggu, demam dan disertai influenza.

(11)

No Pengetahuan

Jawaban

Responden Jumlah Benar Salah

n % n % N %

4. Nyeri dada, sesak nafas dan batuk berdarah adalah gejala yang dirasakan penderita TB Paru.

61 62.9 36 37.1 97 100

5.

Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun dan rasa kurang enak badan bukan merupakan gejala-gejala dari TB Paru.

63 64.9 34 35.1 97 100

6. Penyakit ini tidak dapat ditularkan melalui percikan dahak dan bersin penderita TB Paru.

48 49.5 49 50.5 97 100

7. Minum obat dengan teratur bukan termasuk ke dalam pencegahan penyakit TB Paru.

48 49.5 49 50.5 97 100

8. Menutup mulut pada waktu batuk dan bersin termasuk dalam pencegahan TB Paru.

57 58.8 40 41.2 97 100

9. Pencegahan penyakit TB Paru dengan cara tidak meludah sembarang tempat.

48 49.5 49 50.5 97 100

10.

Meningkatkan daya tahan tubuh dengan makan makanan yang bergizi termasuk ke dalam pencegahan penyakit TB Paru.

32 33.0 65 67.0 97 100

(12)

Dari jawaban responden penderita TB paru berdasarkan tingkat pengetahuan di Rumah Sakit di Kota Medan dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Penderita TB Paru berdasarkan Tingkat

Pengetahuan di Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2016 No memiliki tingkat pengetahuan cukup yaitu sebanyak 48 orang (49,5%).

5.1.2.2Sikap

Sikap responden penderita TB Paru di Puskesmas Helvetia Kota Medan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5.8. Distribusi Frekuensi Sikap Responden Penderita TB Paru di Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2016

No Sikap Jawaban Responden Jumlah Benar Salah n % n % N %

1. Melalui penggunaan peralatan makan bersama dengan penderita dapat menularkan penyakit TB Paru.

39 40.2 58 59.8 97 100

2. Penyakit tuberkulosis dapat menular apabila tidak sekamar dengan penderita TB Paru.

36 37.1 61 62.9 97 100

3.

Dengan menutup mulut/hidung saat batuk/bersin dapat menghindari penularan penyakit TB Paru terhadap orang lain.

57 58.8 40 41.2 97 100

4. Tidak meludah di sembarang tempat dapat menghindari penularan penyakit TB Paru terhadap orang lain.

56 57.7 41 42.3 97 100

5. Penyakit TB Paru dapat disembuhkan melalui pengobatan teratur.

(13)

6. Dengan melakukan perbaikan

lingkungan misalnya dengan membuat ventilasi dapat membantu mengurangi penularna penyakit TB Paru.

47 48.5 50 51.5 97 100

7. Luas ruangan tidur minimal 8 m 2

, untuk tiap 2 orang dewasa atau 3 anggota keluarga.

29 29.9 68 70.1 97 100

8. Luas ventilasi yang baik adalah 10% dari luas lantai.

30 30.9 67 69.1 97 100

9. Lantai rumah yang baik adalah kedap air, terbuat dari bahan yang cukup keras, rata dan mudah dibersihkan.

20 20.6 77 79.4 97 100

10.

Pencahayaan dengan sinar matahari harus masuk ke ruangan dan menyebar merata supaya dapat mencegah kuman TB Paru berkembang biak.

32 33.0 65 67.0 97 100

Dari tabel 5.8 di atas dapat diketahui bahwa sikap responden penderita TB Paru paling banyak benar terdapat pada pernyataan Nomor 3 ’Dengan menutup mulut/hidung saat batuk/bersin dapat menghindari penularan penyakit

TB Paru terhadap orang lain’ yaitu sebanyak 57 orang (58,8%), diikuti

pernyataan Nomor 4 ‘Tidak meludah di sembarang tempat dapat menghindari

penularan penyakit TB Paru terhadap orang lain’ yaitu masing-masing sebanyak

(14)

Sikap responden Penderita TB Paru di Puskesmas Helvetia Kota Medan dapat dikatagorikan pada tabel berikut ini:

Tabel 5.9. Distribusi Frekuensi Penderita TB Paru berdasarkan Sikap di Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2016

No

Dari tabel 5.9 di atas dapat diketahui bahwa responden dengan sikap baik sebanyak 19 orang (19,6%) dan sikap kurang baik sebanyak 78 orang (80,4%). Dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden penderita TB Paru memiliki sikap kurang baik yaitu sebanyak 78 orang (80,4%).

5.1.2.3Tindakan

Tindakan responden penderita TB Paru di Puskesmas Helvetia Kota Medan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5.10. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Penderita TB Paru di Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2016

No Tindakan

Menutup mulut waktu batuk dan bersin, tidak meludah sembarang tempat, makan makanan yang bergizi dapat mencegah terkena penyakit TB Paru.

53 54.6 44 45.4 97 100

2. Dengan berobat ke puskesmas/instansi kesehatan dapat mendapat pengobatan TB Paru.

64 66.0 33 34.0 97 100

3.

Makan obat secara teratur sesuai dengan anjuran petugas kesehatan adalah anjuran yang dilakukan dalam pengobatan TB Paru..

60 61.9 37 38.1 97 100

4. Mengisolasi diri tanpa perlu berobat dapat menghindarkan penularan penyakit TB Paru.

(15)

No Tindakan

Jawaban

Responden Jumlah Benar Salah

n % n % N %

5. Membuka jendela kamar tidur setiap hari dapat menghambat pembiakan kuman TB di dalam kamar tidur.

28 28.9 69 71.1 97 100

6.

Memisahkan peralatan makanan anggota keluarga yang lain dengan pasien TB dapat menghindari penularan penyakit TB Paru.

24 24.7 73 75.3 97 100

7.

Ventilasi yang memenuhi syarat (luas ventilasi permanen 10% dari luas lantai) adalah peraturan sirkulasi udara dalam rumah yang sangat diperlukan.

27 27.8 70 72.2 97 100

8.

Apakah dengan memilih lantai rumah diplester/diubin/keramik/papan (untuk rumah panggung) dapat mencegah kuman TB berkembang biak.

29 29.9 68 70.1 97 100

9.

Dengan besar luas kamar tidur 8 m2 untuk 4 orang dapat menghindari penularan penyakit kepada anggota keluarga yang lain.

25 25.8 72 74.2 97 100

10.

Tidak perlu mengupayakan masuknya sinar matahari ke dalam rumah dengan membuka jendela rumah untuk

mencegah kuman TB paru berkembang biak.

17 17.5 80 82.5 97 100

Dari tabel 5.10 di atas dapat diketahui bahwa tindakan responden penderita TB Paru paling banyak benar terdapat pada pernyataan Nomor 2 ’Dengan berobat ke puskesmas/instansi kesehatan dapat mendapat pengobatan

TB Paru’yaitu sebanyak 64 orang (66%) dan pernyataan Nomor 3 ’ Makan obat

secara teratur sesuai dengan anjuran petugas kesehatan adalah anjuran yang dilakukan dalam pengobatan TB Paru’ yaitu sebanyak 60 orang (61,9%). Sedangkan tindakan responden paling banyak salah terdapat pada pernyataan

Nomor 10 ‘Tidak perlu mengupayakan masuknya sinar matahari ke dalam

(16)

berkembang biak’ yaitu sebanyak 80 orang (82,5%) diikuti pernyataan Nomor 6 ‘Memisahkan peralatan makanan anggota keluarga yang lain dengan pasien TB dapat menghindari penularan penyakit TB Paru’ yaitu sebesar 73 orang (75,3%)

dan Nomor 9 ‘Dengan besar luas kamar tidur 8 m2

untuk 4 orang dapat menghindari penularan penyakit kepada anggota keluarga yang lain’ yaitu masing-masing sebanyak 72 orang (74,2%), selanjutnya pernyataan Nomor 7 ‘Ventilasi yang memenuhi syarat (luas ventilasi permanen 10% dari luas lantai) adalah peraturan sirkulasi udara dalam rumah yang sangat diperlukan’ yaitu sebanyak 70 orang (72,2%), pernyataan Nomor 5 ‘Membuka jendela kamar tidur setiap hari dapat menghambat pembiakan kuman TB di dalam kamar tidur’ yaitu sebanyak 69 orang (71,1%), pernyataan Nomor 8 ‘Apakah dengan memilih lantai rumah diplester/diubin/keramik/papan (untuk rumah panggung) dapat mencegah kuman TB berkembang biak’ yaitu sebanyak 68 orang (70,1%).

Tabel 5.11. Distribusi Frekuensi Penderita TB Paru berdasarkan Tindakan No

1

Tindakan Baik

Jumlah 12

Proporsi(%) 12.4 2 Kurang Baik

Jumlah

85 97

87.6 100.0

(17)

5.2Pembahasan

Dari hasil penelitian terhadap tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan penderita TB paru di Puskesmas Helvetia Kota Medanpada tahun 2016 dengan jumlah sampel sebanyak 97 orang dengan usia 15 sampai dengan 64 tahun, maka diperoleh hasil sebagai berikut:

5.2.1 Karakteristik Responden

Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan bahwa umur responden penderita TB Paru sebagian besar berada pada kelompok usia dewasa produktif yaitu pada kelompok umur 41-500 tahun dan >50 tahun yaitu sebanyak 62 orang (63,9%), dengan jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 54 orang (55,7%). Sebagian besar responden penderita TB Paru memiliki tingkat pendidikan SLTA yaitu sebanyak 58 orang (59,8%) dan bekerja sebagai wiraswasta dan petani. Responden sebagian besar bekerja sebagai wiraswasta dan petani yaitu sebanyak 44 orang (45,4%). Tingkat penghasilan responden <Rp.1.050.000,- dengan tingkat penghasilan Rp.1.050.000,- - Rp.2.000.000,- berbeda tipis, hanya selisih 1 orang responden dengan tingkat Rp.1.050.000,- - Rp.2.000.000,- lebih banyak yaitu sebanyak 95 orang (98,0%).

5.2.2 Pengetahuan

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.7 diketahui bahwa responden dengan tingkat pengetahuan baik sebanyak 26 orang (26,8%), tingkat pengetahuan cukup sebanyak 48 orang (49,5%), dan tingkat pengetahuan kurang ada 23 orang (23,7%).

(18)

merupakan beberapa cara untuk mendapatkan informasi dan dapat menambah pengetahuan kita tentang kepatuhan meminum obat anti tuberculosis.

Berdasarkan hasil wawancara, pasien yang menjadi responden terbanyak adalah usia dewasa 35-50 tahun. Hal ini dikarenakan peneliti mengambil sampel di puskesmas yang sebagian besar pasien yang berobat berusia dewasa. Dewasa merupakan individu yang telah selesai tumbuh dan memiliki perilaku yang lebih konseptual sehingga berpengaruh dalam pencegahan penularan penyakit TB paru. Semakin bertambahnya umur seseorang, juga akan meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan seseorang terhadap pencegahan penularan penyakit TB paru yang diperolehnya terhadap orang lain.

Dari jawaban responden pada tabel 5.6 responden penderita TB Paru mengetahui bahwa gejala yang dirasakan penderita TB Paru adalah batuk lebih dari 3 minggu, demam dan disertai influenza; badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun dan rasa kurang enak badan bukan merupakan gejala-gejala dari TB Paru; nyeri dada, sesak nafas dan batuk berdarah adalah gejala yang dirasakan penderita TB Paru. Tetapi responden penderita TB Paru tidak mengetahui bahwa untuk meningkatkan daya tahan tubuh makan makanan yang bergizi termasuk ke dalam pencegahan penyakit TB Paru dan responden tidak mengetahui bahwa penyakit TB Paru dapat ditularkan melalui percikan dahak dan bersin penderita TB Paru’ yaitu sebanyak 50 orang (51%). Jadi dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan responden TB Paru di Puskesmas Helvetia Kota Medan cukup baik.

Dalam teori WHO, dijelaskan bahwa pengetahuan dipengaruhi oleh pengalaman seseorang, faktor-faktor luar orang tersebut (lingkungan), baik fisik maupun non fisik dan sosial budaya yang kemudian pengalaman tersebut diketahui, dipersepsikan, diyakini sehingga menimbulkan motivasi, sikap untuk bertindak dan pada akhirnya terjadi perwujudnya niat berupa perilaku.

(19)

menggunakan responden sebesar 33 orang yang berada di wilayah kerja Puskesmas Langsa Lama.

Penelitian ini juga didukung oleh Friska (2012), dalam penelitiannya tentang hubungan pengetahuan dan sikap dengan kepatuhan minum obat anti tuberculosis pada pasien TBParu di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Tahun 2012 yang menyatakan bahwa mayoritas responden memiliki pengetahuan cukup yaitu sebesar 50%.

5.2.3 Sikap

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang telah melibatkan faktor pendapat dan emosi seseorang. Sikap terdiri atas 3 komponen pokok, yaitu kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek, arrtinya bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek (Notoatmodjo, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.9 diketahui bahwa responden dengan sikap baik sebanyak 19 orang (19,6%) dan sikap kurang baik sebanyak 78 orang (80,4%).

Sikap sangat mempengharuhi kepatuhan seorang dalam minum obat anti tuberkulosis karena sikap artinya kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksaan motif tertentu. Dengan kata lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup (Notoatmodjo, 2010).

(20)

tuberculosis paru dapat menular apabila tidak sekamar dengan penderita TB Paru serta penyakit ini tidak dapat ditularkan melalui percikan dahak dan bersin penderita TB Paru. Jadi dapat disimpulkan bahwa sikap responden penderita TB Paru di Puskesmas Helvetia Kota Medan memiliki sikap kurang baik yaitu sebanyak 78 orang (80,4%).

Dalam menentukan sikap yang utuh, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut : mau menerima stimulus yang diberikan (objek), memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi, memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain, bahkan mengajaknya atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespon, sikap yang paling tinggi tingkatnya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya (Notoatmodjo, 2003)

Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan Gendhis (2011), yang menyatakan bahwa sikap responden TB Paru dalam pengobatan TB Paru termasuk dalam katagori baik (77,5%). Juga tidak sejalan dengan penelitian Sumiyati (2013). Perbedaan ini dikarenakan jumlah responden yang digunakan dalam penelitian ini berbeda dengan jumlah sampel yang peneliti lakukan di Puskesmas Helvetia Kota Medan.

5.2.4 Tindakan

Tindakan terbentuk melalui proses tertentu, dan berlangsung dalam interaksi manusia dengan lingkungan. Begitu pula perilaku responedn terhadap dalam upaya pencegahan penyakit tuberkulosis. Jadi sebelum terbentuk perilaku (upaya pencegahan penularan) ada beberapa hal yang melatarbelakangi seperti informasi/pengetahuan yang ia peroleh dan pemahaman atas informasi yang ia dapat tersebut sebelum ia melakukan tindakan konkrit berupa perbuatan pencegahan penularan penyakit tuberkulosis (Dwi, 2011)

(21)

Dari jawaban responden pada Tabel 5.10 diketahui bahwa responden mengerti bahwa dengan berobat ke puskesmas/instansi kesehatan dapat mendapat pengobatan TB Paru, makan obat secara teratur sesuai dengan anjuran petugas kesehatan adalah anjuran yang dilakukan dalam pengobatan TB Paru. Tetapi responden tidak mengerti bahwa masuknya sinar matahari ke dalam rumah dengan membuka jendela rumah dapat mencegah kuman TB paru berkembang biak, memisahkan peralatan makanan anggota keluarga yang lain dengan pasien TB dapat menghindari penularan penyakit TB Paru, dan dengan besar luas kamar tidur 8 m2 untuk 4 orang dapat menghindari penularan penyakit kepada anggota keluarga yang lain. Selanjutnya responden juga tidak mengerti bahwa ventilasi yang memenuhi syarat (luas ventilasi permanen 10% dari luas lantai) adalah peraturan sirkulasi udara dalam rumah yang sangat diperlukan, membuka jendela kamar tidur setiap hari dapat menghambat pembiakan kuman TB di dalam kamar tidur dan juga dengan memilih lantai rumah diplester/diubin/keramik/papan (untuk rumah panggung) dapat mencegah kuman TB berkembang biak. Jadi dapat disimpulkan bahwa tindakan responden penderita TB Paru di Puskesmas Helvetia Kota Medan adalah kurang baik.

(22)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1Kesimpulan

Dari hasil penelitian tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan penderita TB Paru di Puskesmas Helvetia Kota Medan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Mayoritas responden berada pada kelompok umur 41-500 tahun dan > 50 tahun yaitu sebanyak 62 orang (63,9%).

2. Mayoritas responden dengan jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 54 orang (55,7%).

3. Mayoritas responden berada tingkat pendidikan SLTA yaitu sebanyak 58 orang (59,8%).

4. Mayoritas responden bekerja sebagai wiraswasta dan petani yaitu sebanyak 44 orang (45,4%).

5. Tingkat penghasilan responden <Rp.1.050.000,- dengan tingkat penghasilan Rp.1.050.000,- - Rp.2.000.000,- berbeda tipis, hanya selisih 1 orang responden dengan tingkat Rp.1.050.000,- - Rp.2.000.000,- lebih banyak yaitu sebanyak 95 orang (98%).

6. Mayoritas responden memiliki tingkat pengetahuan cukup yaitu sebanyak 48 orang (49,5%).

7. Mayoritas responden penderita TB Paru memiliki sikap kurang baik yaitu sebanyak 78 orang (80,4%).

(23)

6.2Saran

1. Bagi kepala puskesmas dan petugas kesehatan

Meningkatkan edukasi pasien TB paru terhadap upaya pencegahan penularan dengan cara :

a. Diadakannya program penyuluhan secara rutin pada masyarakat terutama di daerah endemis tentang akibat dan cara pencegahan penularan penyakit TB Paru dan diadakan pelatihan terhadap kader-kader kesehatan sebagai tenaga fasilitator (tenaga kesehatan non profesional).

b. Bekerjasama dengan institusi pendidikan kesehatan untuk melaksanakan program penyuluhan

2. Pasien TB Paru

Menambah dan meningkatkan wawasan mengenai penyakit TB paru agar dapat mencegah penularan kepada orang lain

3. Peneliti lain

Gambar

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Responden Penderita TB di Puskesmas
Tabel 5.8. Distribusi Frekuensi Sikap Responden Penderita TB Paru di Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2016

Referensi

Dokumen terkait

satu dengan yang lainnya. Khusus untuk kegiatan membaca, guru membagikan bagian yang belum terbaca kepada masing- masing peserta didik. Kegiatan diakhiri dengan diskusi

dalam konteks pemikiran bahwa, Muhammad adalah tokoh historis yang harus dikaji dengan kritis, (sehingga tidak hanya menjadi mitos yang dikagumi saja, tanpa

N., 2012, Pengaruh Post Weld Heat Treatment terhadap Sifat Mekanik dan Korosi Sambungan Las Spiral Saw padaPipa Baja ASTM A252, Jurnal Energi dan Manufaktur Nomor 1

[r]

Dalam pembuatan suatu perancangan sistem informasi nilai siswa di SMA Swasta Methodist-2 Kisaran berbasis web ini penulis membatasi permasalahan yang akan dibahas meliputi

M.Khafid Anwar, 2014, Analisa Perubahan Kecepatan Terhadap Kapasitas Produksi Mesin Pemarut Dan Pemeras Ketela Sebagai Tahap Awal Proses Pembuatan Biothanol,

Minat baca masyarakat saat ini sangat kurang, hal ini dikarenakan kurangnya media yang membantu masayarakat mengenai minat baca, salah satu untuk meningkatkan

Dalam tahap pembuatan mesin pemarut sekaligus pemeras ketela ini melalui berbagai langkah yaitu mempelajari rancangan gambar mesin dengan membuat rancangan disain gambar