• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Dana Perimbangan, Pendapatan Pajak Daerah, dan Size, Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Kota di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Dana Perimbangan, Pendapatan Pajak Daerah, dan Size, Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Kota di Indonesia"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tanggal 9 Desember 2005

tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang merupakan peraturan pelaksanaan

dari Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003, Undang Undang nomor 1 Tahun

2004, dan Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 mewajibkan pemerintah

daerah, untuk menyusun kebijakan akuntansi (Pasal 97 : Kepala daerah

berdasarkan standar akuntansi pemerintahan menetapkan peraturan kepala daerah

tentang kebijakan akuntansi). Kemudian dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 13 Tahun 2006 tanggal 15 Mei 2006 tentang Pedoman Pengelolaan

Keuangan Daerah pasal 239 ayat (1) menyatakan : Kepala daerah menetapkan

peraturan kepala daerah tentang kebijakan akuntansi pemerintah daerah dengan

berpedoman pada standar akuntansi pemerintahan. (www. Bandar

Lampung.BPK.go.id)

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar

Akuntansi Pemerintahan (SAP) disebutkan bahwa pengungkapan kebijakan

akuntansi yang diterapkan akan membantu pembaca untuk dapat menghindari

kesalahpahaman dalam membaca laporan keuangan. Pengungkapan kebijakan

akuntansi dalam laporan keuangan dimaksudkan agar laporan keuangan dapat

dimengerti. Pengungkapan kebijakan tersebut merupakan bagian yang tidak

(2)

keuangan, karena terkadang perlakuan yang tidak tepat atau salah digunakan

untuk suatu komponen laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, atau

laporan lainnya yang merupakan pengungkapan kebijakan akuntansi terpilih.

Selain itu penetapan kebijakan akuntansi terpilih dimaksudkan untuk menjamin

adanya keseragaman pencatatan dalam setiap transaksi akuntansi di setiap satuan

kerja. Berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003

tentang Keuangan Negara, laporan pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran

Belanja Daerah disajikan dengan standar akuntansi yang berlaku yang telah

ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah mendapatkan pertimbangan dari

Badan Pemeriksa Keuangan, sebagaimana tertuang pada pasal 32 ayat (2).

1. Pengguna Laporan Keuangan

Terdapat beberapa kelompok utama pengguna laporan keuangan

pemerintah, namun tidak terbatas pada: 1. masyarakat; 2. wakil rakyat, lembaga

pengawas, dan lembaga pemeriksa; 3. pihak yang memberi atau berperan dalam

proses donasi, investasi, dan pinjaman; dan 4. pemerintah. Informasi yang

disajikan dalam laporan keuangan bertujuan umum untuk memenuhi kebutuhan

informasi dari semua kelompok pengguna. Dengan demikian, laporan keuangan

pemerintah tidak dirancang untuk memenuhi kebutuhan spesifik dari

masing-masing kelompok pengguna. Namun demikian, berhubung laporan keuangan

pemerintah berperan sebagai wujud akuntabilitas pengelolaan keuangan negara,

maka komponen laporan yang disajikan setidak-tidaknya mencakup jenis laporan

dan elemen informasi yang diharuskan oleh ketentuan peraturan

(3)

pendapatan pemerintah, maka ketentuan laporan keuangan yang memenuhi

kebutuhan informasi para pembayar pajak perlu mendapat perhatian. Kebutuhan

informasi tentang kegiatan operasional pemerintahan serta posisi kekayaan dan

kewajiban dapat dipenuhi dengan lebih baik dan memadai apabila didasarkan

pada basis akrual, yakni berdasarkan pengakuan munculnya hak dan kewajiban,

bukan berdasarkan pada arus kas semata. Namun, apabila terdapat ketentuan

peraturan perundang-undangan yang mengharuskan penyajian suatu laporan

keuangan dengan basis kas, maka laporan keuangan dimaksud wajib disajikan

demikian. Meskipun memiliki akses terhadap detail informasi yang tercantum di

dalam laporan keuangan, pemerintah wajib memperhatikan informasi yang

disajikan dalam laporan keuangan untuk keperluan perencanaan, pengendalian,

dan pengambilan keputusan. Selanjutnya, pemerintah dapat menentukan bentuk

dan jenis informasi tambahan untuk kebutuhan sendiri di luar jenis informasi yang

diatur dalam kerangka konseptual ini maupun standar-standar akuntansi yang

dinyatakan lebih lanjut.

2. Komponen Laporan Keuangan Berdasarkan Basis Kas menuju Akrual

Akuntansi berbasis akrual adalah suatu basis akuntansi di mana transaksi

ekonomi dan peristiwa lainnya diakui, dicatat, dan disajikan dalam laporan

keuangan pada saat terjadinya transaksi tersebut, tanpa memperhatikan waktu kas

atau setara kas diterima atau dibayarkan. Dalam akuntansi berbasis akrual, waktu

pencatatan (recording) sesuai dengan saat terjadinya arus sumber daya, sehingga

dapat menyediakan informasi yang paling komprehensif karena seluruh arus

(4)

transaksi ekonomi dan peristiwa lainnya diakui, dicatat, dan disajikan dalam

laporan keuangan pada saat terjadinya transaksi tersebut, dengan memperhatikan

waktu kas atau setara kas diterima atau dibayarkan. Pada basis ini pengakuan aset

diterima setelah aset tersebut sudah dipergunakan oleh entitas/Pemerintah Daerah.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010, penerapan Basis Kas

menuju Akrual adalah tahapan pelaporan keuangan yang dapat menjembatani

peralihan antara akuntansi berbasis kas dengan Akuntansi berbasis kas menuju

akrual. Dalam hal ini dapat di jabarkan sebagai berikut : a. Basis kas untuk

pengakuan pendapatan, belanja dan pembiayaan dalam LRA b. Basis akrual untuk

pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dalam neraca Melihat besarnya manfaat

dari laporan keuangan, maka pemerintah pusat menerbitkan aturan mengenai

kewajiban presiden dan gubernur/bupati/walikota untuk menyampaikan laporan

pertanggung jawaban pelaksanaan APBN/APBD dan transaksi ekonomi lainnya

berupa laporan keuangan yang dituangkan melalui Undang-Undang Nomor 17

Tahun 2007.

2.2 Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah

Bastian (2006) mendefinisikan kinerja sebagai prestasi yang dicapai oleh

organisasi dalam periode tertentu. Kinerja merupakan pencapaian atas apa yang

direncanakan, baik oleh pribadi maupun organisasi (Hamzah, 2008). Penelitian

yang dilakukan Azhar (2008) mengungkapkan bahwa kinerja diartikan sebagai

aktivitas terukur dari suatu entitas selama periode tertentu sebagai bagian dari

ukuran keberhasilan pekerjaan. Pengukuran kinerja (performance measurement)

(5)

khususnya kemajuan atas tujuan yang direncanakan (Westin, 1998). Perhatian

yang besar terhadap pengukuran kinerja disebabkan oleh opini bahwa pengukuran

kinerja dapat meningkatkan efisiensi, keefektifan, penghematan dan produktifitas

pada organisasi sektor publik (Halachmi, 2005).Pengukuran kinerja ini

dimaksudkan untuk mengetahui capaian kinerja yang telah dilakukan organisasi

dan sebagai alat untuk pengawasan serta evaluasi organisasi. Pengukuran kinerja

akan memberikan umpan balik sehingga terjadi upaya perbaikan yang

berkelanjutan untuk mencapai tujuan di masa mendatang (Bastian, 2006).

Penelitian yang dilakukan Mandell (1997) mengungkapkan bahwa dengan

melakukan pengukuran kinerja, pemerintah daerah memperoleh informasi yang

dapat meningkatkan kualitas pengambilan keputusan sehingga akan meningkatkan

pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Salah satu cara yang dapat

digunakan untuk mengukur kinerja keuangan pemerintah daerah dengan melihat

tingkat efisiensi pemerintah daerah tersebut (Hamzah, 2008).Matei dan Savulescu

(2009)menjelaskan bahwa efisiensi mempunyai dua makna yaitu: a) Kinerja suatu

program atau kegiatan sangat baik. b) Dampak yang maksimum berkaitan dengan

sumber daya yang dialokasikan. Pengukuran efisiensi dalam organisasi sektor

publik merupakan hal yang penting, hal ini dikarenakan kurangnya net income

sebagai gambaran akan kinerja keuangan pemerintah daerah saat ini (Hassanudin,

2009). Suatu kegiatan dikatakan efisien jika pelaksanaan pekerjaan tersebut telah

mencapai hasil (output) maksimal dengan menggunakan biaya (input) yang

terendah atau dengan biaya minimal (Hamzah, 2008). Pengelolaan keuangan yang

(6)

keputusan yang diambil berkualitas akan meningkatkan kinerja keuangan

pemerintah daerah. Government Accounting Standard Board (GASB), dalam

Concept Statements No. 2, mengungkapkan bahwa terdapat tiga kategori indikator

dalam mengukur kinerja, yaitu (1) service efforts, (2) service accomplishment, dan

(3) hubungan efforts dengan accomplishment. Penelitian Perwitasari (2010)

menjelaskan bahwa Service efforts adalah bagaimana sumber daya digunakan

untuk melaksanakan berbagai program atau pelayanan jasa yang beragam.Lebih

lanjut, service accomplishment diartikan sebagai prestasi dari program tertentu

(Perwitasari, 2010). Berdasarkan GASB (1994) bahwa penilaian efisiensi

pemerintah daerah dapat dilakukan dengan cara membandingkan antara service

efforts dengan service accomplishment. Penelitian yang dilakukan Sardjiarto

(2000) mendefinisikan Efforts atau usaha sebagai jumlah sumber daya keuangan

dan non-keuangan, dinyatakan dalam uang atau satuan lainnya, yang dipakai

dalam pelaksanaan suatu program atau jasa pelayanan. Pengukuran service efforts

meliputi pemakaian rasio yang membandingkan sumber daya keuangan dan

non-keuangan dengan ukuran lain yang menunjukkan permintaan potensial atas jasa

yang diberikan (Perwitasari, 2010). Penelitian yang dilakukan Sardjianto (2000)

mengungkapkan bahwa ukuran accomplishment atau prestasi yaitu outputs dan

outcomes. Outputs mengukur hanya sebatas kuantitas jasa yang disediakan, atau

lebih dari itu, mengukur kuantitas jasa yang disediakan yang memenuhi standar

kualitas tertentu.Sedangkan, Outcomes mengukur hasil yang muncul dari

penyediaan output tersebut. Pengukuran Outcomes menjadi bermakna jika dalam

(7)

dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengukuran

efisiensi dengan cara membandingkan antara efforts dengan outputs dapat

memberikan informasi berupa sejauh mana hasil yang didapatkan sehubungan

dengan penggunaan sejumlah sumber daya yang dipakai (Sardjiarto, 2000).

Disamping itu, para pengguna laporan keuangan diberikan pula explanatory

information atau berbagai macam informasi yang relevan dan berkaitan dengan

layanan yang diberikan dan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi

pemerintah, yang dikelompokkan dalam dua elemen yaitu: elemen di luar kontrol

pemerintah seperti kondisi demografi dan lingkungan dan elemen yang dapat

dikontrol oleh pemerintah secara signifikan seperti pola dan komposisi personalia.

Kedua elemen tersebut dapat dianalogikan sebagai elemen-elemen yang

terangkum dalam karakteristik pemerintah daerah.Berdasarkan hal tersebut, dalam

melakukan pengukuran kinerja perlu memeperhatikan faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja pemerintah daerah, salah satu faktor tersebut adalah

karakteristik pemerintah daerah. Akuntabilitas dapat terwujud salah satunya

dengan cara melakukan pelaporan kinerja melalui laporan keuangan (Mahmudi,

2007). Entitas yang mempunyai kewajiban membuat Pelaporan Kinerja

Organisasi Sektor publik dapat diidentifikasi sebagai berikut: pemerintah pusat,

pemerintah daerah, unit kerja pemerintahan, dan unit pelaksana teknis. Pelaporan

tersebut diserahkan ke masyarakat secara umum dan Dewan Perwakilan Rakyat

(DPR), sehingga masyarakat dan anggota DPR (users) bisa menerima informasi

yang lengkap dan tajam tentang kinerja program pemerintah serta unitnya (PP RI

(8)

menjadi langkah maju dalam mendemonstrasikan proses akuntabilitas.

Perbandingan pengukuran kinerja dapat dibangun atas pengukuran kinerja dan

menambah dimensi lainnya untuk akuntabilitas perbandingan dengan unit kerja

organisasi lain yang serupa. Dengan berfokus pada hasil pengukuran dan

pelaporan kinerja dapat membantu mengomunikasikan kepada publik tentang

tingkat penyelesaian unit kerja organisasi yang serupa lainnya.Lebih jauh lagi,

melalui pengembangan pertanyaan umum kepada pengguna layanan dan

kelengkapanya, perbandingan pengukuran kinerja dapat digunakan untuk

membandingkan tingkat kepuasan warga atau pengguna layanan atas pelayanan

yang diberikan oleh beberapa unit kerja organisasi.

2.3 Dana Perimbangan

Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari APBN yang

dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka

pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan bertujuan mengurangi kesenjangan

fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dan antar pemerintah

daerah.pengembangan ekonomi lokal.

Menurut Elmi (2002), secara umum tujuan pemerintah pusat melakukan

transfer dana kepada pemerintah daerah adalah: 1. Sebagai tindakan nyata untuk

mengurangi ketimpangan pembagian "kue nasional", baik vertikal maupun

horisontal. 2. Suatu upaya untuk meningkatkan efisiensi pengeluaran pemerintah

dengan menyerahkan sebagian kewenangan dibidang pengelolaan keuangan

negara dan agar manfaat yang dihasilkan dapat dinikmati oleh rakyat di daerah

(9)

Indonesia mencerminkan ketergantungan terhadap sumbangan dan bantuan dari

pemerintah pusat (Sumiyarti dan Imamy, 2005). Sejalan dengan itu, Elmi (2002)

juga menyatakan bahwa ketidakseimbangan fiskal (fiscal inbalance) yang terjadi

antara pemerintah pusat dan daerah selama ini telah menyebabkan ketergantungan

keuangan pemerintah daerah kepada bantuan dari pemerintah pusat yang

mencapai lebih dari 70 persen kecuali Propinsi DKI Jakarta.

Padahal sebenarnya bantuan dana dari pemerintah pusat tersebut hanyalah

untuk rangsangan bagi daerah agar lebih meningkatkan sumber penerimaan

pendapatan asli daerahnya, yang merupakan bagian penting dari sumber

penerimaan daerah, bukan menjadikannya sebagai prioritas utama dalam

penerimaan daerah.

2.4 Pendapatan Pajak Daerah

Berdasarkan UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan atas UU

Nomor 18 Tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah dalam Saragih

(2003), yang dimaksud dengan pajak daerah adalah “iuran wajib yang dilakukan

oleh orang pribadi dan badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang

seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan

yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah

daerah dan pembangunan daerah”. Menurut Halim (2004), “pajak daerah

merupakan pendapatan daerah yang berasal dari pajak”. Jenis-jenis pajak daerah

untuk kabupaten/kota menurut Kadjatmiko (2002:77) antara lain ialah:

1. Pajak hotel,

(10)

3. Pajak hiburan,

4. Pajak reklame,

5. Pajak penerangan jalan,

6. Pajak pengambilan bahan galian golongan C,

7. Pajak parkir

Dasar Hukum Peraturan perundangan mengenai pajak daerah mengalami

beberapa kali perubahan. Peraturan perundangan di bidang pajak daerah antara

lain UU No. 11 Drt Tahun 1957 tentang Peraturan Umum Pajak Daerah, UU No.

18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, UU No 34 Tahun

2000 tentang Perubahan atas UU No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah. Kemudian pada tahun 2009 pemerintah pusat mengeluarkan UU

No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah menggantikan UU No. 34

Tahun 2000. Objek Pajak Daerah Kabupaten/ Kota Objek pajak daerah

Kabupaten/ Kota sesuai Undang-undang nomor 1 tahun 2011 tentang Pajak Hotel,

Undang-undang nomor 2 tahun 2011 tentang Pajak Restoran, Undang-undang

nomor 3 tahun 2011 tentang Pajak Hiburan, Undang-undang nomor 4 tahun 2011

tentang Pajak Reklame, Undang-undang nomor 6 tahun 2011 tentang Pajak

Penerangan 18 Jalan, Undang-undang nomor 8 tahun 2011 tentang Pajak Parkir,

Undangundang nomor 10 tahun 2011 tentang Pajak Mineral Bukan Logam dan

Batuan, Undang-undang nomor 13 tahun 2011 tentang Pajak Air Tanah, dan

Undang-undang nomor 14 tahun 2011 tentang Pajak Bea Perolehan Hak atas

(11)

2.5 Size

Penelitian yang dilakukan Suhardjanto et al. (2010) mengacu pada Patrick

(2007) dalam menjelaskan karakteristik pemerintah daerah dengan mengambil

dua komponen, yaitu struktur organisasi dan lingkungan eksternal. Patrick (2007)

menggunakan ukuran (size) pemerintah daerah sebagai salah satu variabel dalam

menjelaskan struktur organisasi. Ukuran (size) pemerintah daerah menunjukkan

seberapa besar organisasi tersebut (Suhardjanto, dkk, 2010). Sumarjo (2010)

melakukan penelitian mengenai ukuran (size) pemerintah daerah yang diproksikan

dengan total aset. Hasil dari penelitiannya menunjukkan secara empiris bahwa

ukuran pemerintah daerah berpengaruh posotif terhadap kinerja keuangan.

Penelitian Sumarjo (2010) tersebut dapat diasumsikan bahwa semakin besar nilai

total asetnya maka akan semakin besar ukuran pemerintah daerahnya. Tuntutan

terhadap pemerintah yang mempunyai ukuran lebih besar akan lebih tinggi

daripada pemerintah yang mempunyai ukuran kecil. Hal ini akan memberikan

dampak pada kinerja keuangannya. Semakin besar ukuran pemerintah daerah

maka akan semakin besar pula sumber daya yang dimiliki untuk memberikan

pelayanan kepada masyarakat yang tentunya diharapkan akan dapat meningkatkan

kinerja pemerintah daerah tersebut.

2.6 Penelitian Terdahulu

Penelitian ini merupakan ide dan pengetahuan dari penelitian terdahulu

yang beragam. Tabel berikut akan menyajikan beberapa penelitian terdahulu

(12)

Sumarjo (2010) Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah terhadap

Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah

Kota/Kabupaten di Indonesia) Variabel ukuran (size) pemerintah daerah, leverage,

dan intergovermental revenue berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan

pemerintah daerah. Sedangkan variable Ukuran legislatif atau dewan Perwakilan

Rakyat Daerah (DPRD) dan kemakmuran (wealth) dalam penelitian ini

dinyatakan tidak terpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.

Sihite (2010) Analisis Pengaruh Desentralisasi Fiskal Dan Pendapatan Asli

Daerah Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten dan Kota Di Provinsi

Sumatera Utara Variabel PAD dan fiscal stress berpengaruh terhadap kinerja

keuangan pemerintah daerah. Sedangkan variable dana alokasi umum tidak

berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.

Sesotyaningtyas (2012) Pengaruh Leverage, Ukuran Legislatif,

Intergovermental Revenue dan Pendapatan Pajak Daerah terhadap Kinerja

Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota di Jawa) Secara simultan variable leverage, ukuran legislatif,

intergovermental revenue dan pendapatan pajak daerah memiliki pengaruh

terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah berdasarkan rasio efisiensi kinerja.

Sedangkan secara parsial, leverage, ukuran legislatif, intergovermental revenue

dan pendapatan pajak daerah berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja

keuangan pemerintah daerah berdasakan rasio efisiensi kinerja.

Kusumawardani (2012) Pengaruh Size, Kemakmuran, Ukuran Legislatif

(13)

Variabel size dan ukuran legislatif berpengaruh terhadap kinerja keuangan

pemerintah daerah di Indonesia. Sedangkan kemakmuran dan leverage tidak

berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah di Indonesia.

Julitawati, dkk (2012) Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana

Perimbangan terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi

Aceh Variable Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangansecara

simultan dan parsial memiliki pengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah

kabupaten/kota di provinsi Aceh

Surepno (2013) Pengaruh Return on Equity (ROE), Ukuran (Size) dan

Kemakmuran (Wealth) Pemerintah Daerah terhadap Kinerja Keuangan

Pemerintah di Indonesia Variabel ROE, ukuran dan kemakmuran secara parsial

berpengaruh terhadap kinerja keuangan untuk rasio efisiensi. Pada model kedua

dengan menggunakan rasio efektivitas ROE dan kemakmuran berpengaruh

terhadap kinerja keuangan.Sedangkan variable ukuran tidak berpengaruh terhadap

kinerja keuangan dengan rasio efektivitas.Secara simultan variable ROE, ukuran

dan kemakmuran berpengaruh terhadap kinerja keuangan pada kedua rasio

efisiensi dan efektivitas.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Peneliti Variabel

Penelitian Hasil Peneliti

1 Sumarjo

ukuran (size) pemerintah daerah, leverage, dan intergovermental

revenue berpengaruh terhadap

(14)

leverage, dan intergovermental revenue

disebabkan masih kecilnya peran Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap kinerja keuangan

Secara simultan variable leverage, ukuran legislatif, intergovermental revenue dan pendapatan pajak daerah memiliki pengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah berdasarkan rasio efisiensi kinerja. Sedangkan secara parsial, leverage, ukuran legislatif, rasio efisiensi kinerja.

3 Kusumawardani

Variabel size dan ukuran legislatif berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah di Indonesia. Sedangkan kemakmuran dan leverage tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah di Indonesia.

4 Sesotyaningtyas

Secara simultan variable leverage, ukuran legislatif, intergovermental revenue dan pendapatan pajak daerah memiliki pengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah berdasarkan rasio efisiensi kinerja. Sedangkan secara parsial, leverage, ukuran legislatif, rasio efisiensi kinerja.

5 Julitawati, dkk

Variable Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan secara simultan dan parsial memiliki pengaruh terhadap kinerja

(15)

Daerah, Dana

Variabel ROE, ukuran dan kemakmuran secara parsial berpengaruh terhadap kinerja keuangan untuk rasio efisiensi. Pada model kedua dengan menggunakan rasio efektivitas ROE dan kemakmuran berpengaruh terhadap kinerja keuangan. Sedangkan variable ukuran tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan dengan rasio efektivitas. Secara simultan variable ROE, ukuran dan kemakmuran berpengaruh terhadap kinerja keuangan pada kedua rasio efisiensi dan efektivitas.

2.7 Kerangka Konseptual

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan kedalam kerangka

konseptual sebagai berikut:

(16)

2.8 Hipotesis Penelitian

1. : Dana Perimbangan berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah

kabupaten/kota di Indonesia.

2. : Pendapatan Pajak Daerah berpengaruh terhadap kinerja keuangan

pemerintah kabupaten/kota di Indonesia.

3. : Size (ukuran) berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah

kabupaten/kota di Indonesia.

4. : Dana Perimbangan, Pendapatan Pajak Daerah, dan Size (ukuran)

berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota di

Gambar

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Pada hasil penelitian mengenai pemahaman guru TIK terhadap beban kerja guru TIK di keempat sekolah sampel menyatakan 3 sekolah kurang paham dan 1 sekolah

Analisis komponen utama (PCA) adalah suatu analisis untuk mereduksi data multivariat yang yang banyak menjadi suatu kombinasi linier dari variabel-variabel yang

Berdasarkan analisis Cox PH diperoleh bahwa variabel yang berpengaruh terhadap lama penyembuhan penyakit tuberkulosis di RS PKU Muhammadiyah Gamping adalah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesulitan-kesulitan siswa dalam memahami materi simulasi digital kelas X administrasi perkantoran 2 dan 3 semester genap

The Effect of Biochar and Crop Straws on Heavy Metal Bioavailability and Plant Accumulation in a Cd and Pb Polluted Soil. Ecotoxicology

Guru menjelaskan materi tentang pengertian, jenis, fungsi dan simbol estetika karya seni musik dengan Prezi Desktop yang didalamnya terdapat slide presentasi materi

By giving the increasing visibility of migrant children in Malaysian policy, the research aims to explore the tensions in pedagogic practices between the valuing of migrant workers

Pusat Pelatihan Meditasi Buddha di Jawa Tengah, dapat dilakukan. dengan sketsa tangan maupun dengan teknologi komputer