BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tanggal 9 Desember 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang merupakan peraturan pelaksanaan
dari Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003, Undang Undang nomor 1 Tahun
2004, dan Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 mewajibkan pemerintah
daerah, untuk menyusun kebijakan akuntansi (Pasal 97 : Kepala daerah
berdasarkan standar akuntansi pemerintahan menetapkan peraturan kepala daerah
tentang kebijakan akuntansi). Kemudian dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 13 Tahun 2006 tanggal 15 Mei 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah pasal 239 ayat (1) menyatakan : Kepala daerah menetapkan
peraturan kepala daerah tentang kebijakan akuntansi pemerintah daerah dengan
berpedoman pada standar akuntansi pemerintahan. (www. Bandar
Lampung.BPK.go.id)
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP) disebutkan bahwa pengungkapan kebijakan
akuntansi yang diterapkan akan membantu pembaca untuk dapat menghindari
kesalahpahaman dalam membaca laporan keuangan. Pengungkapan kebijakan
akuntansi dalam laporan keuangan dimaksudkan agar laporan keuangan dapat
dimengerti. Pengungkapan kebijakan tersebut merupakan bagian yang tidak
keuangan, karena terkadang perlakuan yang tidak tepat atau salah digunakan
untuk suatu komponen laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, atau
laporan lainnya yang merupakan pengungkapan kebijakan akuntansi terpilih.
Selain itu penetapan kebijakan akuntansi terpilih dimaksudkan untuk menjamin
adanya keseragaman pencatatan dalam setiap transaksi akuntansi di setiap satuan
kerja. Berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, laporan pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran
Belanja Daerah disajikan dengan standar akuntansi yang berlaku yang telah
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah mendapatkan pertimbangan dari
Badan Pemeriksa Keuangan, sebagaimana tertuang pada pasal 32 ayat (2).
1. Pengguna Laporan Keuangan
Terdapat beberapa kelompok utama pengguna laporan keuangan
pemerintah, namun tidak terbatas pada: 1. masyarakat; 2. wakil rakyat, lembaga
pengawas, dan lembaga pemeriksa; 3. pihak yang memberi atau berperan dalam
proses donasi, investasi, dan pinjaman; dan 4. pemerintah. Informasi yang
disajikan dalam laporan keuangan bertujuan umum untuk memenuhi kebutuhan
informasi dari semua kelompok pengguna. Dengan demikian, laporan keuangan
pemerintah tidak dirancang untuk memenuhi kebutuhan spesifik dari
masing-masing kelompok pengguna. Namun demikian, berhubung laporan keuangan
pemerintah berperan sebagai wujud akuntabilitas pengelolaan keuangan negara,
maka komponen laporan yang disajikan setidak-tidaknya mencakup jenis laporan
dan elemen informasi yang diharuskan oleh ketentuan peraturan
pendapatan pemerintah, maka ketentuan laporan keuangan yang memenuhi
kebutuhan informasi para pembayar pajak perlu mendapat perhatian. Kebutuhan
informasi tentang kegiatan operasional pemerintahan serta posisi kekayaan dan
kewajiban dapat dipenuhi dengan lebih baik dan memadai apabila didasarkan
pada basis akrual, yakni berdasarkan pengakuan munculnya hak dan kewajiban,
bukan berdasarkan pada arus kas semata. Namun, apabila terdapat ketentuan
peraturan perundang-undangan yang mengharuskan penyajian suatu laporan
keuangan dengan basis kas, maka laporan keuangan dimaksud wajib disajikan
demikian. Meskipun memiliki akses terhadap detail informasi yang tercantum di
dalam laporan keuangan, pemerintah wajib memperhatikan informasi yang
disajikan dalam laporan keuangan untuk keperluan perencanaan, pengendalian,
dan pengambilan keputusan. Selanjutnya, pemerintah dapat menentukan bentuk
dan jenis informasi tambahan untuk kebutuhan sendiri di luar jenis informasi yang
diatur dalam kerangka konseptual ini maupun standar-standar akuntansi yang
dinyatakan lebih lanjut.
2. Komponen Laporan Keuangan Berdasarkan Basis Kas menuju Akrual
Akuntansi berbasis akrual adalah suatu basis akuntansi di mana transaksi
ekonomi dan peristiwa lainnya diakui, dicatat, dan disajikan dalam laporan
keuangan pada saat terjadinya transaksi tersebut, tanpa memperhatikan waktu kas
atau setara kas diterima atau dibayarkan. Dalam akuntansi berbasis akrual, waktu
pencatatan (recording) sesuai dengan saat terjadinya arus sumber daya, sehingga
dapat menyediakan informasi yang paling komprehensif karena seluruh arus
transaksi ekonomi dan peristiwa lainnya diakui, dicatat, dan disajikan dalam
laporan keuangan pada saat terjadinya transaksi tersebut, dengan memperhatikan
waktu kas atau setara kas diterima atau dibayarkan. Pada basis ini pengakuan aset
diterima setelah aset tersebut sudah dipergunakan oleh entitas/Pemerintah Daerah.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010, penerapan Basis Kas
menuju Akrual adalah tahapan pelaporan keuangan yang dapat menjembatani
peralihan antara akuntansi berbasis kas dengan Akuntansi berbasis kas menuju
akrual. Dalam hal ini dapat di jabarkan sebagai berikut : a. Basis kas untuk
pengakuan pendapatan, belanja dan pembiayaan dalam LRA b. Basis akrual untuk
pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dalam neraca Melihat besarnya manfaat
dari laporan keuangan, maka pemerintah pusat menerbitkan aturan mengenai
kewajiban presiden dan gubernur/bupati/walikota untuk menyampaikan laporan
pertanggung jawaban pelaksanaan APBN/APBD dan transaksi ekonomi lainnya
berupa laporan keuangan yang dituangkan melalui Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2007.
2.2 Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
Bastian (2006) mendefinisikan kinerja sebagai prestasi yang dicapai oleh
organisasi dalam periode tertentu. Kinerja merupakan pencapaian atas apa yang
direncanakan, baik oleh pribadi maupun organisasi (Hamzah, 2008). Penelitian
yang dilakukan Azhar (2008) mengungkapkan bahwa kinerja diartikan sebagai
aktivitas terukur dari suatu entitas selama periode tertentu sebagai bagian dari
ukuran keberhasilan pekerjaan. Pengukuran kinerja (performance measurement)
khususnya kemajuan atas tujuan yang direncanakan (Westin, 1998). Perhatian
yang besar terhadap pengukuran kinerja disebabkan oleh opini bahwa pengukuran
kinerja dapat meningkatkan efisiensi, keefektifan, penghematan dan produktifitas
pada organisasi sektor publik (Halachmi, 2005).Pengukuran kinerja ini
dimaksudkan untuk mengetahui capaian kinerja yang telah dilakukan organisasi
dan sebagai alat untuk pengawasan serta evaluasi organisasi. Pengukuran kinerja
akan memberikan umpan balik sehingga terjadi upaya perbaikan yang
berkelanjutan untuk mencapai tujuan di masa mendatang (Bastian, 2006).
Penelitian yang dilakukan Mandell (1997) mengungkapkan bahwa dengan
melakukan pengukuran kinerja, pemerintah daerah memperoleh informasi yang
dapat meningkatkan kualitas pengambilan keputusan sehingga akan meningkatkan
pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Salah satu cara yang dapat
digunakan untuk mengukur kinerja keuangan pemerintah daerah dengan melihat
tingkat efisiensi pemerintah daerah tersebut (Hamzah, 2008).Matei dan Savulescu
(2009)menjelaskan bahwa efisiensi mempunyai dua makna yaitu: a) Kinerja suatu
program atau kegiatan sangat baik. b) Dampak yang maksimum berkaitan dengan
sumber daya yang dialokasikan. Pengukuran efisiensi dalam organisasi sektor
publik merupakan hal yang penting, hal ini dikarenakan kurangnya net income
sebagai gambaran akan kinerja keuangan pemerintah daerah saat ini (Hassanudin,
2009). Suatu kegiatan dikatakan efisien jika pelaksanaan pekerjaan tersebut telah
mencapai hasil (output) maksimal dengan menggunakan biaya (input) yang
terendah atau dengan biaya minimal (Hamzah, 2008). Pengelolaan keuangan yang
keputusan yang diambil berkualitas akan meningkatkan kinerja keuangan
pemerintah daerah. Government Accounting Standard Board (GASB), dalam
Concept Statements No. 2, mengungkapkan bahwa terdapat tiga kategori indikator
dalam mengukur kinerja, yaitu (1) service efforts, (2) service accomplishment, dan
(3) hubungan efforts dengan accomplishment. Penelitian Perwitasari (2010)
menjelaskan bahwa Service efforts adalah bagaimana sumber daya digunakan
untuk melaksanakan berbagai program atau pelayanan jasa yang beragam.Lebih
lanjut, service accomplishment diartikan sebagai prestasi dari program tertentu
(Perwitasari, 2010). Berdasarkan GASB (1994) bahwa penilaian efisiensi
pemerintah daerah dapat dilakukan dengan cara membandingkan antara service
efforts dengan service accomplishment. Penelitian yang dilakukan Sardjiarto
(2000) mendefinisikan Efforts atau usaha sebagai jumlah sumber daya keuangan
dan non-keuangan, dinyatakan dalam uang atau satuan lainnya, yang dipakai
dalam pelaksanaan suatu program atau jasa pelayanan. Pengukuran service efforts
meliputi pemakaian rasio yang membandingkan sumber daya keuangan dan
non-keuangan dengan ukuran lain yang menunjukkan permintaan potensial atas jasa
yang diberikan (Perwitasari, 2010). Penelitian yang dilakukan Sardjianto (2000)
mengungkapkan bahwa ukuran accomplishment atau prestasi yaitu outputs dan
outcomes. Outputs mengukur hanya sebatas kuantitas jasa yang disediakan, atau
lebih dari itu, mengukur kuantitas jasa yang disediakan yang memenuhi standar
kualitas tertentu.Sedangkan, Outcomes mengukur hasil yang muncul dari
penyediaan output tersebut. Pengukuran Outcomes menjadi bermakna jika dalam
dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengukuran
efisiensi dengan cara membandingkan antara efforts dengan outputs dapat
memberikan informasi berupa sejauh mana hasil yang didapatkan sehubungan
dengan penggunaan sejumlah sumber daya yang dipakai (Sardjiarto, 2000).
Disamping itu, para pengguna laporan keuangan diberikan pula explanatory
information atau berbagai macam informasi yang relevan dan berkaitan dengan
layanan yang diberikan dan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi
pemerintah, yang dikelompokkan dalam dua elemen yaitu: elemen di luar kontrol
pemerintah seperti kondisi demografi dan lingkungan dan elemen yang dapat
dikontrol oleh pemerintah secara signifikan seperti pola dan komposisi personalia.
Kedua elemen tersebut dapat dianalogikan sebagai elemen-elemen yang
terangkum dalam karakteristik pemerintah daerah.Berdasarkan hal tersebut, dalam
melakukan pengukuran kinerja perlu memeperhatikan faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja pemerintah daerah, salah satu faktor tersebut adalah
karakteristik pemerintah daerah. Akuntabilitas dapat terwujud salah satunya
dengan cara melakukan pelaporan kinerja melalui laporan keuangan (Mahmudi,
2007). Entitas yang mempunyai kewajiban membuat Pelaporan Kinerja
Organisasi Sektor publik dapat diidentifikasi sebagai berikut: pemerintah pusat,
pemerintah daerah, unit kerja pemerintahan, dan unit pelaksana teknis. Pelaporan
tersebut diserahkan ke masyarakat secara umum dan Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR), sehingga masyarakat dan anggota DPR (users) bisa menerima informasi
yang lengkap dan tajam tentang kinerja program pemerintah serta unitnya (PP RI
menjadi langkah maju dalam mendemonstrasikan proses akuntabilitas.
Perbandingan pengukuran kinerja dapat dibangun atas pengukuran kinerja dan
menambah dimensi lainnya untuk akuntabilitas perbandingan dengan unit kerja
organisasi lain yang serupa. Dengan berfokus pada hasil pengukuran dan
pelaporan kinerja dapat membantu mengomunikasikan kepada publik tentang
tingkat penyelesaian unit kerja organisasi yang serupa lainnya.Lebih jauh lagi,
melalui pengembangan pertanyaan umum kepada pengguna layanan dan
kelengkapanya, perbandingan pengukuran kinerja dapat digunakan untuk
membandingkan tingkat kepuasan warga atau pengguna layanan atas pelayanan
yang diberikan oleh beberapa unit kerja organisasi.
2.3 Dana Perimbangan
Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari APBN yang
dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan bertujuan mengurangi kesenjangan
fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dan antar pemerintah
daerah.pengembangan ekonomi lokal.
Menurut Elmi (2002), secara umum tujuan pemerintah pusat melakukan
transfer dana kepada pemerintah daerah adalah: 1. Sebagai tindakan nyata untuk
mengurangi ketimpangan pembagian "kue nasional", baik vertikal maupun
horisontal. 2. Suatu upaya untuk meningkatkan efisiensi pengeluaran pemerintah
dengan menyerahkan sebagian kewenangan dibidang pengelolaan keuangan
negara dan agar manfaat yang dihasilkan dapat dinikmati oleh rakyat di daerah
Indonesia mencerminkan ketergantungan terhadap sumbangan dan bantuan dari
pemerintah pusat (Sumiyarti dan Imamy, 2005). Sejalan dengan itu, Elmi (2002)
juga menyatakan bahwa ketidakseimbangan fiskal (fiscal inbalance) yang terjadi
antara pemerintah pusat dan daerah selama ini telah menyebabkan ketergantungan
keuangan pemerintah daerah kepada bantuan dari pemerintah pusat yang
mencapai lebih dari 70 persen kecuali Propinsi DKI Jakarta.
Padahal sebenarnya bantuan dana dari pemerintah pusat tersebut hanyalah
untuk rangsangan bagi daerah agar lebih meningkatkan sumber penerimaan
pendapatan asli daerahnya, yang merupakan bagian penting dari sumber
penerimaan daerah, bukan menjadikannya sebagai prioritas utama dalam
penerimaan daerah.
2.4 Pendapatan Pajak Daerah
Berdasarkan UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan atas UU
Nomor 18 Tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah dalam Saragih
(2003), yang dimaksud dengan pajak daerah adalah “iuran wajib yang dilakukan
oleh orang pribadi dan badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang
seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah
daerah dan pembangunan daerah”. Menurut Halim (2004), “pajak daerah
merupakan pendapatan daerah yang berasal dari pajak”. Jenis-jenis pajak daerah
untuk kabupaten/kota menurut Kadjatmiko (2002:77) antara lain ialah:
1. Pajak hotel,
3. Pajak hiburan,
4. Pajak reklame,
5. Pajak penerangan jalan,
6. Pajak pengambilan bahan galian golongan C,
7. Pajak parkir
Dasar Hukum Peraturan perundangan mengenai pajak daerah mengalami
beberapa kali perubahan. Peraturan perundangan di bidang pajak daerah antara
lain UU No. 11 Drt Tahun 1957 tentang Peraturan Umum Pajak Daerah, UU No.
18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, UU No 34 Tahun
2000 tentang Perubahan atas UU No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah. Kemudian pada tahun 2009 pemerintah pusat mengeluarkan UU
No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah menggantikan UU No. 34
Tahun 2000. Objek Pajak Daerah Kabupaten/ Kota Objek pajak daerah
Kabupaten/ Kota sesuai Undang-undang nomor 1 tahun 2011 tentang Pajak Hotel,
Undang-undang nomor 2 tahun 2011 tentang Pajak Restoran, Undang-undang
nomor 3 tahun 2011 tentang Pajak Hiburan, Undang-undang nomor 4 tahun 2011
tentang Pajak Reklame, Undang-undang nomor 6 tahun 2011 tentang Pajak
Penerangan 18 Jalan, Undang-undang nomor 8 tahun 2011 tentang Pajak Parkir,
Undangundang nomor 10 tahun 2011 tentang Pajak Mineral Bukan Logam dan
Batuan, Undang-undang nomor 13 tahun 2011 tentang Pajak Air Tanah, dan
Undang-undang nomor 14 tahun 2011 tentang Pajak Bea Perolehan Hak atas
2.5 Size
Penelitian yang dilakukan Suhardjanto et al. (2010) mengacu pada Patrick
(2007) dalam menjelaskan karakteristik pemerintah daerah dengan mengambil
dua komponen, yaitu struktur organisasi dan lingkungan eksternal. Patrick (2007)
menggunakan ukuran (size) pemerintah daerah sebagai salah satu variabel dalam
menjelaskan struktur organisasi. Ukuran (size) pemerintah daerah menunjukkan
seberapa besar organisasi tersebut (Suhardjanto, dkk, 2010). Sumarjo (2010)
melakukan penelitian mengenai ukuran (size) pemerintah daerah yang diproksikan
dengan total aset. Hasil dari penelitiannya menunjukkan secara empiris bahwa
ukuran pemerintah daerah berpengaruh posotif terhadap kinerja keuangan.
Penelitian Sumarjo (2010) tersebut dapat diasumsikan bahwa semakin besar nilai
total asetnya maka akan semakin besar ukuran pemerintah daerahnya. Tuntutan
terhadap pemerintah yang mempunyai ukuran lebih besar akan lebih tinggi
daripada pemerintah yang mempunyai ukuran kecil. Hal ini akan memberikan
dampak pada kinerja keuangannya. Semakin besar ukuran pemerintah daerah
maka akan semakin besar pula sumber daya yang dimiliki untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat yang tentunya diharapkan akan dapat meningkatkan
kinerja pemerintah daerah tersebut.
2.6 Penelitian Terdahulu
Penelitian ini merupakan ide dan pengetahuan dari penelitian terdahulu
yang beragam. Tabel berikut akan menyajikan beberapa penelitian terdahulu
Sumarjo (2010) Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah terhadap
Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah
Kota/Kabupaten di Indonesia) Variabel ukuran (size) pemerintah daerah, leverage,
dan intergovermental revenue berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan
pemerintah daerah. Sedangkan variable Ukuran legislatif atau dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) dan kemakmuran (wealth) dalam penelitian ini
dinyatakan tidak terpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.
Sihite (2010) Analisis Pengaruh Desentralisasi Fiskal Dan Pendapatan Asli
Daerah Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten dan Kota Di Provinsi
Sumatera Utara Variabel PAD dan fiscal stress berpengaruh terhadap kinerja
keuangan pemerintah daerah. Sedangkan variable dana alokasi umum tidak
berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.
Sesotyaningtyas (2012) Pengaruh Leverage, Ukuran Legislatif,
Intergovermental Revenue dan Pendapatan Pajak Daerah terhadap Kinerja
Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota di Jawa) Secara simultan variable leverage, ukuran legislatif,
intergovermental revenue dan pendapatan pajak daerah memiliki pengaruh
terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah berdasarkan rasio efisiensi kinerja.
Sedangkan secara parsial, leverage, ukuran legislatif, intergovermental revenue
dan pendapatan pajak daerah berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja
keuangan pemerintah daerah berdasakan rasio efisiensi kinerja.
Kusumawardani (2012) Pengaruh Size, Kemakmuran, Ukuran Legislatif
Variabel size dan ukuran legislatif berpengaruh terhadap kinerja keuangan
pemerintah daerah di Indonesia. Sedangkan kemakmuran dan leverage tidak
berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah di Indonesia.
Julitawati, dkk (2012) Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana
Perimbangan terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi
Aceh Variable Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangansecara
simultan dan parsial memiliki pengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah
kabupaten/kota di provinsi Aceh
Surepno (2013) Pengaruh Return on Equity (ROE), Ukuran (Size) dan
Kemakmuran (Wealth) Pemerintah Daerah terhadap Kinerja Keuangan
Pemerintah di Indonesia Variabel ROE, ukuran dan kemakmuran secara parsial
berpengaruh terhadap kinerja keuangan untuk rasio efisiensi. Pada model kedua
dengan menggunakan rasio efektivitas ROE dan kemakmuran berpengaruh
terhadap kinerja keuangan.Sedangkan variable ukuran tidak berpengaruh terhadap
kinerja keuangan dengan rasio efektivitas.Secara simultan variable ROE, ukuran
dan kemakmuran berpengaruh terhadap kinerja keuangan pada kedua rasio
efisiensi dan efektivitas.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No Peneliti Variabel
Penelitian Hasil Peneliti
1 Sumarjo
ukuran (size) pemerintah daerah, leverage, dan intergovermental
revenue berpengaruh terhadap
leverage, dan intergovermental revenue
disebabkan masih kecilnya peran Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap kinerja keuangan
Secara simultan variable leverage, ukuran legislatif, intergovermental revenue dan pendapatan pajak daerah memiliki pengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah berdasarkan rasio efisiensi kinerja. Sedangkan secara parsial, leverage, ukuran legislatif, rasio efisiensi kinerja.
3 Kusumawardani
Variabel size dan ukuran legislatif berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah di Indonesia. Sedangkan kemakmuran dan leverage tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah di Indonesia.
4 Sesotyaningtyas
Secara simultan variable leverage, ukuran legislatif, intergovermental revenue dan pendapatan pajak daerah memiliki pengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah berdasarkan rasio efisiensi kinerja. Sedangkan secara parsial, leverage, ukuran legislatif, rasio efisiensi kinerja.
5 Julitawati, dkk
Variable Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan secara simultan dan parsial memiliki pengaruh terhadap kinerja
Daerah, Dana
Variabel ROE, ukuran dan kemakmuran secara parsial berpengaruh terhadap kinerja keuangan untuk rasio efisiensi. Pada model kedua dengan menggunakan rasio efektivitas ROE dan kemakmuran berpengaruh terhadap kinerja keuangan. Sedangkan variable ukuran tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan dengan rasio efektivitas. Secara simultan variable ROE, ukuran dan kemakmuran berpengaruh terhadap kinerja keuangan pada kedua rasio efisiensi dan efektivitas.
2.7 Kerangka Konseptual
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan kedalam kerangka
konseptual sebagai berikut:
2.8 Hipotesis Penelitian
1. : Dana Perimbangan berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah
kabupaten/kota di Indonesia.
2. : Pendapatan Pajak Daerah berpengaruh terhadap kinerja keuangan
pemerintah kabupaten/kota di Indonesia.
3. : Size (ukuran) berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah
kabupaten/kota di Indonesia.
4. : Dana Perimbangan, Pendapatan Pajak Daerah, dan Size (ukuran)
berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota di