• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__Full text Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pemahaman Guru TIKKKPI Mengenai Permendikbud Nomor 45 Tahun 2015 dalam Menjalankan Perannya di Kurikulum 2013: Studi Kasus di SMP Negeri kota Salatiga T1 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__Full text Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pemahaman Guru TIKKKPI Mengenai Permendikbud Nomor 45 Tahun 2015 dalam Menjalankan Perannya di Kurikulum 2013: Studi Kasus di SMP Negeri kota Salatiga T1 Full text"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Pemahaman Guru TIK/KKPI Mengenai Permendikbud Nomor 45

Tahun 2015 dalam Menjalankan Perannya di Kurikulum 2013

(Studi Kasus di SMP Negeri kota Salatiga)

ARTIKEL ILMIAH

Diajukan kepada Fakultas Teknologi Informasi

Untuk memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Komputer

Disusun Oleh :

Ahmad Musa Zaidi

702012129

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA DAN KOMPUTER

FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

(2)
(3)
(4)
(5)

1. PENDAHULUAN

Kebijakan pendidikan merupakan keseluruhan proses dan hasil perumusan langkah-langkah strategis pendidikan yang dijabarkan dari visi serta misi pendidikan dalam mewujudkan tercapainya tujuan[1]. Beberapa kebijakan pendidikan disusun oleh pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Salah satu kebijakan dalam pendidikan di Indonesia adalah kebijakan mengenai peran guru TIK dalam kurikulum 2013. Kebijakan mengenai guru TIK bertujuan untuk memaksimalkan peran dan fungsi guru TIK dalam rangka mengembangkan berbagai program pendidikan inovatif, serta untuk membantu guru, dan tenaga kependidikan lainnya dalam mendayagunakan teknologi untuk memberikan kemudahan belajar peserta didik[2]. Perubahan terkait guru TIK itu dituangkan dalam kebijakan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 68 tahun 2014. Akan tetapi, tak berselang lama ada beberapa aturan yang ditambahkan dan direvisi dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 45 tahun 2015. Perubahan ini mencakup beberapa hal signifikan, yaitu mengenai peran guru TIK dan pelaksanaan bimbingan TIK.

Perubahan kebijakan ini sangat penting untuk dipahami oleh sekolah, khususnya oleh guru TIK dalam mengimplementasikan kebijakan Permendikbud nomor 45 tahun 2015. Beberapa guru TIK belum menjalankan perannya dengan optimal sesuai dengan standar yang terdapat pada Permendikbud Nomor 45 tahun 2015. Fakta ini terbukti dari beberapa penelitian terdahulu yang pernah dilakukan. Salah satunya dilakukan oleh Saekoko yang menyimpulkan bahwa guru TIK di beberapa SMP belum melaksanakan secara optimal peran yang ada dalam Permendikbud Nomor 68 tahun 2014[3]. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Aditya yang menyatakan bahwa guru TIK di beberapa Sekolah Menengah Atas juga belum maksimal dalam menjalankan perannya sesuai Permendikbud Nomor 68 tahun 2014[4]. Pemahaman dan kesiapan guru dalam mengimplementasikan perubahan pada kurikulum ini merupakan faktor suksesnya implementasi kurikulum 2013[2]. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman guru TIK mengenai peran mereka dan bimbingan TIK sesuai Permendikbud Nomor 45 tahun 2015. Diharapkan dengan mengetahui pemahaman guru TIK terhadap Permendikbud itu, dapat memberikan gambaran kepada Sekolah Menengah Pertama di Salatiga untuk mengoptimalkan peran guru TIK pada pelaksanaan kurikulum 2013.

2. TINJAUAN PUSTAKA

(6)

persiapan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran pada pendidikan dasar dan menengah; dan c. memfasilitasi tenaga kependidikan pada SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK, atau yang sederajat dalam mengembangkan sistem manajemen sekolah berbasis TIK[5]. Kesuksesan pelaksanaan peran guru TIK yang baru sangat bergantung pada pemahaman yang mendalam dari guru TIK dalam mengimplementasikan perubahan tersebut[6]. Kebijakan ini menunjukkan bahwa peran guru TIK mengalami perubahan dari yang hanya mengajar peserta didik menjadi membimbing peserta didik, dan juga memfasilitasi sesama guru dan tenaga kependidikan. Jadi dapat disimpulkan bahwa sebenarnya keberadaan guru TIK tetap dibutuhkan, walaupun mata pelajaran TIK digantikan dengan bimbingan TIK.

Bimbingan TIK yang tertuang dalam Permendikbud Nomor 45 tahun 2015 dalam pasal 4 ayat (1) dengan isi : a. membimbing peserta didik SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK, atau yang sederajat untuk mencari, mengolah, menyimpan, menyajikan, menyebarkan data dan informasi dalam berbagai cara untuk mendukung kelancaran proses pembelajaran; b. memberikan layanan/fasilitasi sesama guru SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK, atau yang sederajat untuk mencari, mengolah, menyimpan, menyajikan, menyebarkan data dan informasi dalam berbagai cara untuk persiapan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran; c. memberikan layanan/fasilitasi bagi tenaga kependidikan SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK, atau yang sederajat untuk mengembangkan sistem manajemen sekolah berbasis TIK[5].

Pada kebijakan pasal 4 ayat (2) menjelaskan bahwa guru TIK mempunyai beban kerja membimbing paling sedikit 150 peserta didik per-semester pada satu atau lebih satuan pendidikan pada jenjang yang sama dan/atau lintas jenjang[5]. Pada kebijakaan ini juga membahas dan mengatur mengenai evaluasi hasil bimbingan peserta didik. Evaluasi hasil bimbingan diatur dalam pasal 7 dengan isi : hasil evaluasi proses bimbingan TIK peserta didik dilaporkan dalam bentuk laporan hasil bimbingan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari laporan hasil belajar (rapor) peserta didik. Adapun menurut Arifin (2012) pelaksanaan evaluasi bertujuan untuk guru mengetahui keefektifan sistem bimbingan dan potensi peserta didik, sehingga dapat melaksanakan bimbingan sesuai dengan tujuan yang diharapkan[8]

Wijayanti (2011) menyatakan tentang urgensi peningkatan kemampuan TIK oleh guru karena TIK sekarang ini digunakan untuk membantu mengemas bahan ajar dan TIK digunakan untuk membantu proses managemen pembelajaran pada semua mata pelajaran[7]. Mengingat bimbingan TIK diberikan oleh guru TIK baik kepada peserta didik, sesama guru dan tenaga kependidikan, maka diperlukan kualifikasi dengan standar tertentu yang selanjutnya diatur dalam Permendikbud Nomor 45 tahun 2015 pasal 2.

3. METODE PENELITIAN

(7)

kebijakan Permendikbud nomor 45 tahun 2015 yang berkaitan dengan peran mereka dan pelaksanaan BTIK. Penelitian dilakukan di empat SMP Negeri di Salatiga yang telah menerapkan Kurikulum 2013. Untuk menjaga privasi sekolah maka nama keempat sekolah pada penelitian ini disebutkan dengan inisial SMP A, SMP B, SMP C, dan SMP D.

Wawancara kepada empat orang guru TIK di empat SMP Negeri di Salatiga dilakukan untuk mendapatkan pemahaman guru TIK mengenai kebijakan Permendikbud Nomor 45 tahun 2015 yang berkaitan dengan perannya dan pelaksanaan bimbingan TIK. Observasi dilakukan untuk mengetahui secara langsung sejauh mana implementasi Kebijakan Permendikbud Nomor 45 tahun 2015 dilaksanakan pada sekolah tersebut.

Analisis data pada penelitian ini menggunakan model interaktif dilakukan dengan cara mengumpulkan data, mereduksi data, menyajikan data, dan menarik kesimpulan. Adapun data disajikan dalam bentuk tabulasi atau table disertai dengan deskripsi untuk membuatnya lebih mudah dipahami. Keabsahan data didapatkan melalui teknik triangulasi teknik pengambilan data yaitu dengan lebih dari satu teknik pengumpulan data[8]. Data didapatkan tidak hanya melalui wawancara namun juga melalui observasi.

4. HASIL PENELITIAN

Wawancara dilakukan kepada empat orang guru TIK di empat SMP Negeri yang ada di kota Salatiga. Wawancara dilakukan untuk mengetahui pemahaman mereka terhadap kebijakan baru yang berlaku pada Permendikbud Nomor 45 tahun 2015. Adapun hasil penelitian disajikan dalam tabel 1 berikut ini.

No Konsep SMP A SMP B SMP C SMP D

1 Peran guru TIK P P TP P

2 Bimbingan TIK

a. Bimbingan ke Peserta didik

KP KP KP KP

b. evaluasi hasil bimbingan

P P P P

c. Beban kerja guru TIK

KP SP KP KP

d. Bimbingan ke sesama guru

SP SP SP SP

e. Bimbingan ke tenaga kependidikan

P KP TP KP

(8)

Sangat Paham (SP) : Pernyataan guru sesuai dengan isi Permendikbud Nomor 45 tahun 2015 dengan penjelasan mendalam dan/atau memberi contoh pada pelaksanaan

Paham (P) : Pernyataan guru memenuhi dan sesuai dengan Permendikbud Nomor 45 tahun 2015 dengan penjelasan singkat namun tidak mendalam Kurang Paham(KP) : Pernyataan guru kurang lengkap atau kurang sesuai Permendikbud

Nomor 45 tahun 2015tetapi masih dalam lingkup kebijakan tersebut Tidak Paham (TP) : Pernyataan guru tidak sesuai dengan Permendikbud Nomor 45 tahun

2015 atau guru menyatakan tidak mengetahui perihal kebijakan

Pemahaman Guru Mengenai Perannya

Peran guru dalam Permendikbud Nomor 45 tahun 2015 adalah untuk membimbing peserta didik, memfasilitasi sesama guru dan memfasilitasi tenaga kependidikan. Pada hasil penelitian di empat sekolah mengenai pemahaman peran guru TIK menunjukkan bahwa guru TIK di SMP A, SMP B dan SMP D sudah paham akan peran guru TIK dalam Permendikbud tersebut. Guru TIK di ketiga sekolah tersebut menyatakan dalam penjelasannya bahwa peran guru TIK adalah membimbing peserta didik dan memfasilitasi sesama guru dan tenaga kependidikan. Pernyataan yang dijelaskan secara singkat dan sudah sesuai dengan yang tertera dalam kebijakan dapat dimasukkan dalam kategori paham. Akan tetapi, guru TIK di SMP C dalam hasil wawancara menunjukkan bahwa guru tidak memahami peran guru TIK dalam Permendikbud Nomor 45 tahun 2015. Guru tersebut dalam sesi wawancara memberikan pernyataan yang berbunyi, “jawaban jujur saya, saya tidak

tahu peran guru TIK untuk di Permendikbud tersebut”. Jawaban tersebut

menunjukkan bahwa guru TIK di SMP C dikategorikan tidak paham karena guru tidak bisa menjelaskan atau menyatakan tidak mengetahui mengenai peran guru TIK dalam Permendikbud.

Pemahaman Guru Mengenai bimbingan TIK

(9)

secara detail atau kurang lengkap mengenai bimbingan TIK dalam hal mencari, mengolah, dan menyajikan data ataupun infomasi dalam bidang TIK selama proses wawancara.

Evaluasi bimbingan TIK peserta didik yang diatur dalam Permendikbud Nomor 45 tahun 2015 adalah hasil evaluasi bimbingan dilaporkan dalam bentuk laporan dan diberikan bersamaan dengan hasil belajar atau rapor. Hasil wawancara mengenai pemahaman guru terhadap laporan evaluasi hasil bimbingan peserta didik di keempat sekolah menyatakan bahwa keempat sekolah sudah paham. Kesimpulan itu diambil dari pernyataan guru TIK di SMP A, SMP B, SMP C dan SMP D yang sudah memenuhi dan sesuai dengan kebijakan di Permendibud. Pernyataan guru TIK di masing-masing sekolah telah memenuhi kriteria jawaban, yaitu menjelaskan hasil evaluasi bimbingan dalam bentuk laporan dan diberikan bersamaan dengan rapor.

Pada Permendikbud Nomor 45 tahun 2015 juga mengatur beban kerja guru yaitu membimbing minimal 150 peserta didik dalam 1 semester pada satu atau lebih satuan jenjang kelas. Hasil penelitian mengenai pemahaman guru TIK terhadap beban kerja guru TIK di keempat SMP Negeri didapati hanya di SMP B yang dapat dikategorikan sangat paham. Hal tersebut terbukti dari hasil wawancara dengan guru TIK dalam pernyataannya yang berbunyi, “polanya di Permendikbud dikatakan bahwa beban kerja membimbing minimal 150 siswa per-semesternya dari tingkat kelas mana saja. Kalau disini saya sudah lebih dari 150 siswa, baik dari kelas 7, 8 dan kelas 9”. Hal ini menunjukkan guru TIK di SMP B sudah sangat paham, karena pernyataan sesuai dan dapat memberi contoh pelaksanaannya. Berbeda dengan SMP B, hasil penelitian di SMP A, SMP C dan SMP D menyatakan guru TIK kurang paham. Hal ini terlihat dari pernyataan-pernyataan mereka yang kurang lengkap dan sesuai dengan yang ada di Permendikbud Nomor 45 tahun 2015. Ketiga sekolah hanya menyampaikan bahwa beban kerja untuk membimbing sebanyak 150 peserta didik. Mereka tidak menyampaikan beban kerja membimbing 150 peserta didik dilakukan dalam kurun waktu satu semester dan dapat berasal dari satu atau lebih satuan jenjang kelas. Hal tersebut yang menyebabkan pemahaman guru TIK di SMP A, SMP C dan SMP D mengenai beban kerja guru TIK dikategorikan kurang paham.

(10)

komputer. Pernyataan keempat guru dapat dikategorikan sangat paham karena sudah sesuai dengan tugas guru TIK dalam kebijakan yang menjelaskan bimbingan TIK ke sesama guru dalam berbagai cara untuk persiapan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran. Guru-guru juga sudah dapat memberikan contoh dalam pelaksanaan bimbingan TIK yang dilakukan kepada sesama guru.

Permendikbud Nomor 45 tahun 2015 mengatur mengenai bimbingan TIK ke tenaga pendidikan untuk mengembangkan sistem manajemen sekolah berbasis TIK. Dari hasil penelitian, diketahui bahwa hanya guru TIK di SMP A yang dinyatakan paham. Wawancara yang dilakukan di SMP A mengenai bimbingan ke tenaga kependidikan menyebutkan bahwa bimbingan TIK ke tenaga kependidikan adalah dalam hal meningkatkan kemampuan tenaga kependidikan dalam manajemen sekolah di bidang TIK. Pernyataan tersebut sudah sesuai dengan isi di Permendikbud Nomor 45 walaupun dengan penjelasan yang singkat. Berbeda dengan SMP A, guru TIK di SMP B dan SMP D dinyatakan dalam kategori kurang paham. Kedua sekolah tersebut hanya menjelaskan bimbingan TIK ke tenaga kependidikan dalam hal bantuan pembuatan surat-surat dan dalam perbaikan alat teknologi. Pernyataan ini kurang lengkap dan sesuai karena dalam wawancara guru tidak membahas mengenai bimbingan TIK ke tenaga kependidikan dalam rangka untuk mengembangkan manajemen sekolah dalam bidang TIK. Sedangkan di SMP C guru menyatakan tidak mengetahui isi kebijakan mengenai bimbingan ke tenaga kependidikan. Jadi dapat disimpulkan bahwa guru di SMP C dikategorikan tidak paham mengenai bimbingan TIK ke tenaga kependidikan karena tidak menjelaskan isi kebijakan di Permendikbud Nomor 45 tahun 2015 dalam hal tersebut.

Pembahasan

(11)

Pada point pemahaman guru mengenai bimbingan TIK dalam Permendikbud Nomor 45 tahun 2015, bimbingan ke peserta didik kurang dipahami oleh keempat sekolah sampel. Kurangnya pemahaman guru TIK ini disebabkan karena kurangnya sosialisasi kebijakan mengenai BTIK di sekolah-sekolah dan keterbatasan waktu bimbingan menuntut guru seadanya saja dalam melakukan bimbingan. Ini memberi dampak bahwa bimbingan TIK hanya sebagai nama pengganti dari konsep TIK di kurikulum sebelumnya. Ini sangat disayangkan mengingat TIK di kurikulum 2013 sudah diintegrasikan dalam pembelajaran di semua mata pelajaran. Integrasi TIK di semua mata pelajaran ini sangat penting, mengingat pesatnya perkembangan teknologi, sehingga peserta didik dapat memanfaatkan TIK dengan baik dan benar sesuai keahliannya[8].

Pada bimbingan TIK ke sesama guru, hasil penelitian menunjukkan guru TIK di keempat sekolah memahami dengan baik. Akan tetapi, dalam pelaksanaan implementasi kebijakan mengenia bimbingan TIK di sekolah-sekolah belum sejalan dengan pemahaman guru TIK. Hampir di semua sekolah belum melaksanakan bimbingan TIK ke sesama guru sesuai Permendikbud Nomor 45 tahun 2015. Keempat sekolah tersebut memberikan alasan bahwa kurang maksimalnya bimbingan ke sesama guru dikarenakan tidak adanya alokasi waktu bimbingan TIK. Padahal bimbingan TIK ke sesama guru sangat penting untuk dilakukan, mengingat TIK di kurikulum 2013 diintegrasikan dalam semua mata pelajaran dan guru seharusnya memahami dan memiliki kemampuan TIK. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan Wijayanti (2011) yang menyatakan urgensi peningkatan kemampuan TIK oleh guru karena TIK sekarang ini digunakan untuk membantu mengemas bahan ajar dan TIK digunakan untuk membantu proses managemen pembelajaran[8]. Dasar inilah yang seharusnya guru TIK pahami dalam bimbingan TIK ke sesama guru dalam mengimplementasikan kurikulum 2013.

Pemahaman guru TIK mengenai bimbingan ke tenaga kependidikan mendapatkan hasil yang beragam, 1 guru TIK dinyatakan paham, 2 guru TIK dinyatakan kurang paham dan 1 guru dinyatakan tidak paham. Keberagaman dalam pemahaman guru TIK ini juga terjadi pada pelaksanaan yang berbeda-beda pada bimbingan TIK di sekolah- sekolah. SMP A, SMP B dan SMP C adalah sekolah yang sudah mejalankan bimbingan TIK ke tenaga kependidikan meskipun dilakukan secara

individual. Sedangkan di SMP D pelaksanaan bimbingan TIK ke tenaga

kependidikan masih sangat minim, hal ini disebabkan kurangnya informasi ke tenaga kependidikan tentang adanya bimbingan atau fasilitasi dalam bidang TIK oleh guru TIK.

(12)

sekolah sudah sesuai dengan pedoman kebijakan yang berlaku. Pelaksanaan beban guru ini sudah sesuai dengan pedoman beban kerja guru yang telah diatur secara terprogram dan disusun dengan mekanisme setiap peserta didik dapat bertatap muka sebanyak 5 kali dalam satu semester[7]. Ini yang menjadi acuan beban kerja guru TIK minimal membimbing sebanyak 150 peserta didik dan berasal dari satu atau lebih satuan jenjang.

Untuk hasil penelitian mengenai pemahaman guru TIK dalam pelaksanaan evaluasi hasil bimbingan di keempat sekolah sudah paham dan sesuai pedoman dalam kebijakan. Akan tetapi dalam pelaksanaannya ada hal yang menarik, salah satu sekolah tidak menjalankan sesuai kebijakan padahal guru TIK sudah paham dan pengambil kebijakan di sekolah juga sudah mengetahui. Tepatnya kejadian ini terjadi di SMP C, guru TIK menginformasikan bahwa beliau sudah memberitahu dan menjelaskan pada pihak sekolah bahwa evaluasi hasil bimbingan diberikan dalam bentuk laporan dan diberikan bersamaan dengan rapor. Guru TIK juga sudah menyodorkan salinan Permendikbud No 45 tahun 2015 yang mengatur mengenai pelaksanaan peran guru TIK, salah satunya evaluasi hasil bimbingan TIK. Pihak sekolah tetap saja bersikukuh menjalankan kebijakannya sendiri dengan hanya memberikan hasil bimbingan dalam bentuk sertifikat dan diberikan pada akhir tahun ajaran saja. Pemberian sertifikat tanpa evaluasi hasil bimbingan TIK siswa tidak sesuai dengan tujuan evaluasi yang ada dalam Permendikbud Nomor 45 tahun 2015.. Ini berbanding terbalik dengan apa yang dijelaskan Arifin (2012) yang menjelaskan pelaksanaan evaluasi bertujuan untuk guru mengetahui keefektifan sistem bimbingan dan potensi peserta didik, sehingga dapat melaksanakan bimbingan sesuai dengan tujuan yang diharapkan[8].

5. KESIMPULAN DAN SARAN

(13)

6. DAFTAR PUSTAKA

[1] Putra, Ratna. 2016. Politik Pendidikan. Jakarta: Pustaka Obor Indonesia. (Online) Diakses pada tanggal 6 April 2017 dari https://books.google.co.id [2] Mulyasa. 2014. Guru dalam Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya.

[3] Saekoko, Marfath Dalouis. 2016. Peran Guru TIK dalam Pelaksanaan Kurikulum 2013 di SMP (Studi kasus di SMP N 5 dan SMP N 2 Salatiga). Tugas Akhir S-1. Salatiga: FTI UKSW. Diakses tanggal 12 November 2016 dari http://repository.uksw.edu

[4] Aditya, Andrian Robertus Vicky. 2016. Evaluasi peran guru KKPI/TIK dalam Pelaksanaan Kurikulum 2013 pada SMA di Kota Salatiga (Studi kasus di SMA N 1 Salatiga dan SMA Kristen satya Wacana Salatiga). Artikel ilmiah S-1. Salatiga: FTI UKSW. Diakses tanggal 13 Januari 2017 dari

http://repository.uksw.edu

[5] Kemendikbud. 2015. Peraturan Menteri Nomor 45 tahun 2015. Diakses tanggal 8 November 2016 dari http://eadm.dindik.jatimprov.go.id

[6] Hidayat Rahmat. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: PT. IMTIMA

[7] Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2014. Pedoman Pelaksanaan Tugas

Guru TIK dan KKPI. Diakses tanggal 31 Maret 2017 dari

http://gerbangkurikulum.psma.kemdikbud.go.id

[8] Tohirin. 2011. Metode Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan dan Bimbingan Konseling. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada

Referensi

Dokumen terkait

Metode deskriptif adalah suatu metode yang memusatkan diri pada masalah-masalah yang ada pada masa sekarang dan masalah-masalah yang aktual dengan cara data yang

Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bunga)

penggunaan bahasa untuk menyatakan pengaduan pada konteks budaya Indonesia. Dengan memahami langkah retorika serta fitur kebahasaan dalam

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan arahan perletakan papan reklame sebagai salah satu elemen perancangan kota di jalan Hamka dan jalan By Pass Indarung dengan

Menjadi petanyaan adalah apakah ”UMN di Indonesia telah berjalan sebagaimana mestinya sebagai

Setelah mendapatkan hasil dari beberapa uji di atas, penulis dapat memberikan argumentasi bahwa alur transmisi moneter melalui jalur harga aset syariah (yang

Metode yang digunakan pada pekerjaan proyek perkerasan jalan lapis pondasi aggregat kelas A di jalan Kebun Durian–Gunung Sahilan–Gunung Sari adalah metode analisis dengan

Scheinders (dalam Desmita, 2011) juga menyebut penyesuaian diri (adjusment) pada prinsipnya adalah suatu proses yang mencakup respons mental dan tingkah laku, dengan mana