• Tidak ada hasil yang ditemukan

SNMA UNAIR 2013 STRATEGI BRAIN BASED LEA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SNMA UNAIR 2013 STRATEGI BRAIN BASED LEA"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI BRAIN-BASED LEARNING DALAM

PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK

MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERPIKIR

KRITIS DAN KREATIF SISWA

Ginanjar Abdurrahman 1), Mukti Sintawati 2)

1)2)

Pendidikan Mtematika, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Yogyakarta Karangmalang, Yogyakarta-55281

1)

gigin_mipa06@yahoo.com 2)

mukti_sinta@yahoo.com

Abstract— Menurut Permen No. 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, disebutkan agar kompetensi lulusan menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif dan inovatif dalam pengambilan keputusan. Dalam kaitannya dengan kemampuan berpikir kritis dan kreatif tersebut, salah satu strategi pembelajaran yang dapat diguanakan adalah strategi pembelajaran Brain-Based Learning. Strategi Brain-Brain-Based Learning merupakan salah satu alternatif strategi pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa, karena Brain-Based Learning merupakan strategi yang memfasilitasi aktivitas pembelajaran yang melibatkan kekuatan dari kedua belahan otak. Brain-Based Learning menawarkan sebuah konsep untuk menciptakan tujuan siswa yang berorientasi pada pembelajaran untuk memaksimalkan potensi otak. Tahapan Brain-Based Learning yaitu tahapan pre-pemaparan, persiapan, inisiasi dan akuisisi, elaborasi, inkubasi dan memori, verifikasi dan pengecekan keyakinan, serta perayaan dan integrasi.

Keywords— Permen No. 23 Tahun 2006, Berpikir kritis, Berpikir kreatif, Brain-Based Learning, Strategi Pembelajaran.

I.PENDAHULUAN

Menurut Permen No. 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, disebutkan agar kompetensi lulusan menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif dan inovatif dalam pengambilan keputusan. Kemampuan berpikir kritis dan kreatif sangat diperlukan oleh siswa mengingat bahwa dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat pesat dan memungkinkan siapa saja bisa memperolah informasi secara cepat dan mudah dengan melimpah dari berbagai sumber dan tempat manapun di dunia. Hal ini mengakibatkan

cepatnya perubahan tatanan hidup serta perubahan global dalam kehidupan. Jika para siswa tidak dibekali dengan kemampuan berpikir kritis dan kreatif maka mereka tidak akan mampu mengolah menilai dan mengambil informasi yang dibutuhkannya untuk menghadapi tantangan tersebut.

Untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi, pendekatan, metode atau teknik yang banyak melibatkan siswa aktif dalam pembelajaran, baik secara mental, fisik maupun sosial. Salah satu strategi yang dapat digunakan guru untuk meningkatakan kemampuan berpikir kritis dan kreatif adalah strategi Brain-Based Learning.

II.TINJAUANPUSTAKA

1) Peranan Otak dan Memori dalam

Pembelajaran

Roger Sperry (Hernowo, 2008), menemukan dua belahan otak, yaitu otak kiri dan otak kanan yang berfungsi secara berbeda. Otak kiri berpikir secara rasional, sedangkan otak kanan berpikir secara emosional. Sejalan dengan hal tersebut, Dilip Mukerjea (Hernowo, 2008: 68) juga mengungkapkan bahwa otak kreatif adalah otak kiri dan otak kanan yang bekerja sinergis. Dalam proses pembelajaran, penggunaan otak kiri dan otak kanan tidak bisa dipisahkan, keduanya harus diseimbangkan agar pembelajaran menjadi lebih bermakna.

(2)

Penelitian berikutnya yang dilakukan oleh Jerry Levy, Ph.D (1983,1985) dari University of Chicago (Jensen, 2008: 30), menegaskan bahwa kedua bagian otak memang terlibat hampir dalam setiap aktivitas, dan waktu serta derajat keterlibatannya merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi. Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada salah satu belahan dapat mempengaruhi perkembangan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat yang sama di bagian paling jauh di belahan otak yang lain. Memang sangat baik jika mempertimbangkan kespesifikan bagian otak, tetapi mengklasifikasikan semua perilaku ke dalam cetak biru perilaku-perilaku dari belahan kiri atau kanan akan mengarah kepada interpretasi yang keliru. James Iaccino, Ph.D (1993) (Dalam Jensen, 2008: 30) mengemukakan bahwa meskipun masing-masing belahan memang mempunyai spesialisasi yang jelas, masing-masing bagian “masih membutuhkan bagian yang lainnya untuk melengkapi fungsi keseluruhannya”.

Otak juga sangat berperan dalam pembentukan memori. Berdasarkan Kamus Umum Bahasa Indonesia (Badudu & Zain, 1994: 885), memori adalah ingatan atau daya ingat. Memori ini sangat penting dalam pembelajaran. Semua yang telah kita pelajari, baik secara sadar maupun tidak sadar, tersimpan dalam memori.

2) Pendekatan Brain-Based Learning

Triune Theory merupakan sebuah temuan penting untuk mengembangkan strategi pembelajaran Brain-Based Learning dan memberdayakan seluruh potensi diri siswa. Kecenderungan umum yang terjadi di sekolah Indonesia adalah pembelajaran tradisional yang hanya memfungsikan otak kecil saja, dimana pembelajaran bersifat teacher centered dengan menjadikan siswa sebagai objek pembelajaran dengan aktifitas utamanya menghafal materi pelajaran, mengerjakan tugas guru, menerima hukuman jika melakukan kesalahan, dan kurang mendapatkan penghargaan terhadap hasil karyanya.

Pembelajaran tradisional tersebut, jika terus dipertahankan akan membawa dampak buruk bagi siswa, kondisi ini akan memunculkan sikap kegagalan dan mempertahankan diri. Siswa akan merasa yang mereka kerjakan bukan apa yang mereka inginkan.

Seorang guru sebaiknya disiapkan untuk membantu siswa dalam segala hal, dari perhatian seorang guru kepada siswa sampai peningkatan kemampuan memori (ingatan) siswa. Ketika mengajar, apakah guru memulainya dengan mengaktifkan pengetahuan awal yang membantu siswa membangun apa yang mereka telah ketahui sebelumnya, memperkuat koneksi di dalam otaknya. Apakah guru menggunakan peralatan, misalnya organisator grafik, nyanyian, atau sajak?

Strategi Brain-Based Learning membantu siswa merepresentasikan berpikir secara visual, kinestetik, dan fonetik. Teknik tersebut membutuhkan tempat dalam sebuah kotak perlengkapan, dalam hal ini, yaitu otak yang prima (pada usia yang terbaik dalam perkembangannya) untuk belajar.

Tracey Tokuhama- Espinosa mempresentasikan lima kunci konsep dalam topik yang dia bawakan. Konsep ini memberikan akses kepada kita mengenai yang sedang kita bicarakan, yaitu Brain-Based Learning: 1)Otak manusia unik seperti halnya wajah, 2)Semua otak tidak sama karena konteks dan kemampuan mempengaruhi pembelajaran, 3)Otak bisa berubah karena pengalaman, 4)Otak sangat lentur, 5)Otak mengkoneksikan informasi baru dengan informasi lama.

(3)

seberapa mampu mereka membangun pengetahuan dan pemahaman tentang suatu materi pelajaran berdasarkan pengalaman belajar yang mereka alami sendiri.

3) Berpikir Kreatif

Kreativitas seseorang dapat ditinjau dari prosesnya (Dickut, 2007). Proses untuk menghasilkan suatu produk kreatif inilah yang disebut dengan proses berpikir kreatif. McGregor (2007: 169) menyatakan bahwa berpikir kreatif adalah salah satu jenis berpikir yang mengarah pada pemerolehan wawasan baru, pendekatan baru, perspektif baru, atau cara baru dalam memahami sesuatu. Biasanya, berpikir kreatif akan terjadi jika siswa diberi soal-soal atau masalah-masalah yang menantang.

Sedangkan Johnson (2010: 214) berpendapat bahwa berpikir kreatif merupakan sebuah kebiasaan dari pikiran yang dilatih dengan memerhatikan intuisi, menghidupkan imajinasi, mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan baru, membuka sudut pandang yang menakjubkan, dan membangkitkan ide-ide yang tak terduga. Johnson (2010,. 215) juga menyatakan bahwa untuk dapat berpikir kreatif, tentunya membutuhkan ketekunan, disiplin diri, meliputi aktivitas mental sebagai berikut:

1. Mengajukan pertanyaan;

2. Mempertimbangkan informasi baru dan ide yang tak lazim dengan pikiran terbuka; 3. Membangun keterkaitan, khususnya di

antara hal-hal yang berbeda;

4. Menghubung-hubungkan berbagai hal yang bebas;

5. Menerapkan imajinasi pada setiap situasi untuk menghasilkan hal baru dan berbeda; 6. Mendengarkan intuisi.

4) Berpikir Kritis

Renstein dan Lander (1990:80) menyatakan bahwa berpikir kritis adalah proses memahami bagaimana jalannya proses berpikir dan pembelajaran, menggunakan kemampuan yang lebih tinggi untuk memahami permasalahan, menganalisa, menyintesis, dan menilai suatu ide secara logis.

Orlich, Harder, Callahan, dkk (2007: 291) menyatakan bahwa untuk dapat memiliki kemampuan berpikir kritis yang baik peserta didik harus belajar mengidentifikasi persoalan, mengidentifikasi hubungan antar elemen, menyimpulkan implikasi, menduga alasan, mengombinasikan elemen bebas untuk membentuk pola pikir baru (kreatifitas), dan membuat interpretasi asli.

Beberapa hal yang menjadi ciri khas dari pemikir kritis itu sendiri adalah:

1. Mampu membuat simpulan dan solusi yang akurat, jelas, dan relevan terhadap kondisi yang ada.

2. Berpikir terbuka dengan sistematis dan mempunyai asumsi, implikasi, dan konsekuensi yang logis.

3. Berkomunikasi secara efektif dalam menyelesaikan suatu masalah yang kompleks

Berpikir kritis merupakan cara untuk membuat pribadi yang terarah, disiplin, terkontrol, dan korektif terhadap diri sendiri. Hal ini tentu saja membutuhkan kemampuan komunikasi efektif dan metode penyelesaian masalah serta komitmen untuk mengubah paradigma egosentris dan sosiosentris kita.

III. PEMBAHASAN

Kemampuan berpikir kritis dan kreatif tidak otomatis dimiliki oleh siswa, hal ini dikarenakan siswa jarang melakukan transfer sendiri keterampilan berpikir ini, sehingga perlu peran guru dalam mengembangkan kemampuan ini. Salah satu cara yang dapat digunakan guru untuk memingkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif adalah dengan menerapkan pembelajaran yang melibatkan kemampuan otak atau disebut dengan Brain-Based Learning.

Jalaluddin Rakhmad (2005) dalam buku Belajar Cerdas, menyatakan bahwa belajar itu harus berbasis otak. Dengan kata lain revolusi belajar dimulai dari otak. Sebenarnya para guru telah menyadari bahwa pembelajaran berpikir agar anak menjadi cerdas, kritis, dan kreatif serta mampu memecahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupan mereka sehari-hari adalah penting. Kesadaran ini juga telah mendasari pengembangan kurikulum yang kini lebih mengedepankan pembelajaran konstekstual.

Brain-Based Learning adalah pembelajaran yang mengoptimalkan kemampuan otak secara keseluruhan. Di dalam Brain-Based Learning terdapat tujuh tahapan dasar pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa.

Tahap-tahap Pembelajaran Brain-Based Learning (Jensen, 2008: 484):

a. Tahap Pra-Pemaparan

Fase ini memberikan ulasan pada otak tentang pembelajaran baru. Pra-pemaparan membantu otak membangun peta konseptual yang lebih baik.

(4)

tentang materi tersebut sebelum pembelajaran berlangsung. Semakin banyak informasi/ latar belakang yang mereka miliki semakin banyak koneksi yang dapat mereka buat.

• Temukanlah ketertarikan dan latarbelakang siswa, mulailah dari tempat dimana siswa berada pada dasar pengetahuan mereka.

• Gunakan sarana pendukung / media belajar yang penuh dengan warna. Contohnya pada materi kubus dan balok, buatlah jaring-jaring dan model bentuk kubus dan balok dengan warna-warna yang menarik.

• Doronglah nutrisi otak yang baik, jika proses pembelajaran berlangsung lebih dari 45 menit, pastikan siswa mendapat air minum yang cukup.

• Rencanakanlah strategi “membangun” otak, misalnya melakukan relaksasi atau peregangan setiap jam.

b. Tahap Persiapan

Otak dapat belajar paling baik dari pengalaman konkret terlebih dahulu. Pada tahap ini, guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan penjelasan awal tentang materi yang akan dipelajari dan mengaitkannya dalam kehidupan sehari-hari.

c. Tahap Inisiasi dan Akusisi

Tahap ini merupakan tahap penciptaan koneksi atau pada saat neuron-neuron berhubungan. Sumber untuk akusisi ini bisa meliputi diskusi, pengalaman praktis, proyek-proyek kelompok, dll. Pada tahap ini siswa diberi permasalahan. Biarkan siswa merasa kewalahan sementara dengan memberikan soal-soal yang menantang, hal ini akan diikuti dengan antisipasi, keingintahuan, dan pencarian untuk menemukan makna bagi dirinya-sendiri sehingga akan memacu proses berpikir kritis dan kreatif siswa.

d. Tahap Elaborasi

Tahap ini memastikan siswa tidak hanya sekadar mengulang informasi dari fakta-fakta yang ada secara mekanik, tetapi juga membangun jalur neural yang kompleks dalam otak mereka sehingga dapat menghubungkan subjek-subjek menjadi bermakna.

Pada tahap ini siswa dilatih untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatifnya karena elaborasi memberikan kesempatan pada otak kita untuk menyortir, menyelidiki,

menganalisis, menguji dan memperdalam pembelajaran.

• Biarkan siswa mengeksplorasi permasalahan yang diberikan melalui sumber-sumber belajar seperti buku, jurnal, internet, dll.

• Setelah kegiatan berdiskusi, koordinasikan siswa untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok, sedangkan peserta didik yang lain memperhatikan, memberikan komentar dan pendapat, atau memberikan pertanyaan. Dari presentasi ini, diharapkan peserta didik dapat mengembangkan pertanyaan-pertanyaan dan menemukan jawaban yang tepat dari

permasalahan yang diberikan.

e. Tahap Inkubasi dan Memasukkan Memori

Tahap ini menekankan pentingnya waktu untuk istirahat dan waktu untuk mengulang kembali. Otak belajar efektif dari waktu ke waktu, bukan langsung dalam satu waktu.

• Sediakan waktu untuk perenungan tanpa bimbingan/waktu istirahat.

• Biarkan siswa melakukan peregangan /relaksasi.

• Sediakan waktu dan tempat bagi siswa untuk mendengarkan musik.

f. Tahap Verifikasi

Tahap ini penting untuk siswa dan guru. Pembelajaran paling baik diingat oleh siswa ketika mereka memiliki model atau metafora yang berkaitan dengan konsep/materi yang telah dipelajari. Pada tahap ini biarkan siswa membuat mind-mapping/model/metafora tentang materi yang telah dipelajari sesuai dengan kreativitas mereka.

• Berikan soal-soal materi pelajaran yang memfasilitasi kemampuan berpikir siswa dari mulai tahap pengetahuan (knowledge) sampai tahap evaluasi menurut tahapan berpikir berdasarkan taxonomy bloom.

• Siswa membuat tulisan tentang apa yang sudah mereka pelajari (misalnya artikel, rangkuman, essay, dll).

g. Tahap perayaan dan integrasi

(5)

IV.KESIMPULAN

1. Strategi Brain-Based Learning merupakan salah satu strategi pembelajaran yang menawarkan sebuah konsep untuk menciptakan pembelajaran dengan berorientasi pada upaya pemberdayaan seluruh potensi otak siswa.

2. Strategi Brain-Based Learning membantu siswa merepresentasikan berpikir secara visual, kinestetik, dan fonetik. Stratetgi ini membutuhkan otak yang prima untuk belajar.

3. Dengan menerapkan pembelajaran yang memperhatikan kebutuhan otak diharapkan dapat menstimulasi proses kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa, karena revolusi belajar dimulai dari otak.

DAFTARPUSTAKA

Badudu, J. S., & Zain, S. M. (1994). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Dickhut, J. E. (2007). A Brief Review of Creativity.[Online].Tersedia://deseretnews.c om/dn/view/0,1249,510054502,00.html. [30 Juli 2013].

Hernowo. (2008). Menjadi Guru yang Mau dan Mampu Mengajar Secara Menyenangkan. Bandung: MLC.

Jensen, E. (2008). Pembelajaran Berbasis Kemampuan Otak: Cara Baru dalam Pengajaran dan Pelatihan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Johnson, Steven. (2010). Where Good Ideas Come

From. New York: Riverhead books. McGregor, D. (2007). Developing Thinking Developing

Learning. Poland: Open University Press. Orlich, D. C., Harder, J. R., Callahan R. C., et al.

(2007). Teaching strategies. A guide to

effective instruction. Boston: Houghton

Miffling Company.

Rahmat, J. 2005. Belajar Cerdas: Belajar Berbasis

Otak. Bandung: Mizan Leraning Center

(MLC).

Renstein, A. & Lander, G. H. (1990). Developing critical thinking in college programs.

Journal of Scientific. Exploration, vol. 4,

Referensi

Dokumen terkait

(2) Penerapan SKKNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat disusun dalam kemasan kualifikasi nasional, okupasi atau jabatan nasional, klaster kompetensi

lanjut pada jaringan gingiva, serta pada penyakit periodontitis kronis akan terjadi. kehilangan tulang alveolar yang progresif dan apabila tidak dilakukan

Erna Ratnaningsih dan Umi Lasmina, Hukum Keluarga, Masalah Perempuan, dan Anak, (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, Cet. 119 bisa juga dilihat dalam Varia.. Suami, istri dan

trahisons pour transférer le sens de langue source dans le texte cible selon le contexte. culturel et

Hariandja, Marihot Tua Effendi, 2002.Manajemen Sumber Daya Manusia, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.. Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara,

ini disebabkan pada sumur produksi minyak bumi memiliki kandungan NaCl yang.. besar dibandingkan garam- garam lainnya, pH media berada pada rentang

Dengan adanya aplikasi administrasi parkir dengan menggunakan Visual Basic 6.0 diharapkan dapat mempermudah pembukuan dan perhitungan tarif parkir yang sesuai

Kreatif Jakarta (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016.