• Tidak ada hasil yang ditemukan

AMDAL Analisis Mengenai Dampak Lingkun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "AMDAL Analisis Mengenai Dampak Lingkun"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SDA DAN LINGKUNGAN

“Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

(AMDAL)”

Dosen Pengajar : Cynthia E. V. Wuisang, ST., M.Urb.Hab.Mgt.,Ph.D Dr.Eng Herawaty Riogilang, ST., M.EnvEngSc

Destela Haurissa – 13021105016

FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN ARSITEKTUR

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

(2)
(3)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI________________________________________________________________i

BAB I PENDAHULUAN_____________________________________________________1

1.1 Latar Belakang______________________________________________________1

1.2 Rumusan Masalah___________________________________________________2

1.3 Tujuan Penulisan____________________________________________________2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA________________________________________________3

2.1 Pengertian AMDAL__________________________________________________3

2.2 Sejarah Perkembangan AMDAL di Indonesia____________________________5

2.2.1 Arus Global Pra-1972________________________________________________6 2.2.2 Komitmen Internasional (1972)________________________________________7 2.2.3 Komitmen Politik Nasional (1978-1983)_________________________________8 2.2.4 Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1983-1993)___10 2.2.5 Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup (1993-1998)___________________12 2.2.6 Era Reformasi (1998-1999)__________________________________________13 2.2.7 Pasca Reformasi (1999-2004)________________________________________15

2.3 Dasar Hukum Penyusunan AMDAL___________________________________17

2.4 Fungsi, Peran dan Manfaat AMDAL___________________________________19

2.4.1 Fungsi AMDAL___________________________________________________19 2.4.2 Peran AMDAL____________________________________________________21 2.4.3 Manfaat AMDAL__________________________________________________22

2.5 Prinsip Penerapan AMDAL__________________________________________24

2.6 Dokumen Amdal____________________________________________________27

(4)

2.6.3 Dokumen RKL____________________________________________________31 2.6.4 Dokumen RPL____________________________________________________33

2.7 Prosedur AMDAL__________________________________________________34

2.7.1 Identifikasi Dampak Penting (Penapisan) dan Pelingkupan_________________34 2.7.2 Penyusunan Kerangka Acuan (KA) Berdasarkan Pelingkupan_______________35 2.7.3 ANDAL_________________________________________________________35 2.7.4 Perencanaan dan Pemantauan Lingkungan______________________________36 2.7.5 Penyusunan Laporan AMDAL________________________________________37

2.8 Tata Laksana AMDAL______________________________________________37

2.9 Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Wajib AMDAL__________________________39

BAB III PENUTUP_________________________________________________________44

3.1 Kesimpulan________________________________________________________44

(5)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Makhluk hidup yang sesuai dan cocok dengan lingkunganya akan tetap bisa hidup dan berkembang biak, lain hal-nya dengan makhluk hidup yang tidak bisa menyesuaikan diri dengan lingkunganya ia akan mati dan tidak akan bisa berkembang biak (musnah), dan ini dinamakan seleksi alam. “Manusia modern terbentuk oleh lingkungan hidupnya dan juga membentuk lingkungan hidupnya, manusia tidak bisa berdiri sendiri tanpa atau di luar lingkungan hidupnya. Membicarakan manusia harus pula membicarakan lingkungan hidupnya. Manusia tanpa lingkungan hidupnya hanyalah abstraksi semata”. (Otto Soemarwoto:18). Dari uraian singkat diatas jelaslah bahwa manusia itu sangat tergantung dengan lingkungan hidupnya, kelangsungan hidupnya tergantung dari sebagaimana bisa ia menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan hidupnya, dan saat terjadi perubahan yang dahsyat dari lingkungan hidupnya itu akan mengancam kelangsungan hidupnya juga.

Seiring berjalanya waktu banyak pembangunan – pembangunan yang manusia buat sendiri dan itu secara tidak langsung membuat perubahan juga terhadap lingkungan hidupnya, manusia sebisa mungkin memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk kelangsungan hidupnya yang lebih baik lagi dari sebelumnya. Pola pemanfaatan sumberdaya alam harus memberi kesempatan dan peran serta aktif masyarakat, serta memikirkan dampak – dampak yang timbul akibat pemanfaatan sumber daya alam tersebut. Untuk itu di perlukan suatu pemahaman yang cukup dalam menganalisis mengenai dampak tehadap lingkungan.

Meningkatnya intensitas kegiatan penduduk dan industri perlu dikendalikan untuk mengurangi kadar kerusakan lingkungan di banyak daerah antara lain pencemaran industri, pembuangan limbah yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan kesehatan, penggunaan bahan bakar yang tidak aman bagi lingkungan, kegiatan pertanian, penangkapan ikan dan pengelolaan hutan yang mengabaikan daya dukung dan daya tampung lingkungan.

(6)

dilakukan karena setiap kegiatan pembangunan selalu menggunakan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidupnya, sehingga secara langsung(otomatis) akan terjadi perubahan lingkungan. Dengan demikian perlu pengaturan pengelolaan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup, serta cara mengeliminer dampak, supaya pembangunan-pembangunan yang lainnya dan berikutnya dapat tetap dilakukan. Hasil utama AMDAL antara lain adalah memperkirakan dampak yang diakibatkannya, pengelolaan dampak dan pemantauan dampak.

Banyak kasus lingkungan yang akhir-akhir ini terjadi, baik di tingkat Negara kita, bahkan di tingkat global dunia. Sebagai contoh kasus lumpur lapindo yang telah menjadi masalah nasional Indonesia, dan sampai ini belum tuntas penyelesainnya. Kenyataan menyatakan bahwa kasus ini menimbulkan efek yang sangat besar dari rusaknya lahan sekitar lokasi serta kerugian yang dirasakan warga masyarakat, tidak sedikit yang kehilangan rumah, lahan pertanian, pekerjaan bahkan ada pula yang sampai terpisah dengan anggota keluarganya.

1.2 Rumusan Masalah

. Permasalahan yang menjadi fokus pembahasan pada penulisan ini dirumuskan dalam satu pertanyaan besar yaitu : “Apa yang dimaksud dengan AMDAL, fungsi, tujuan dan Manfaat AMDAL serta bagaimana Pelaksanaan AMDAL di Indonesia?”

1.3 Tujuan Penulisan

(7)

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian AMDAL

Pada umumnya disetiap negara memiliki system perencanaannya sendiri-sendiri. Sistem perencanaan pembangunan ini disusun secara sistematis untuk mencapai tujuan pembangunan yang telah ditetapkan. Di indonesia pembangunan nasional disusun atas dasar pembangunan jangka pendek dan jangka panjang. Keduanya dilaksanakan secara sambung menyambung untuk dapat menciptakan kondisi sosial ekonomi yang lebih baik. Kegiatan pembangunan ini dilaksanakan dengan menggunkan apa yang disebut proyek. Seringkali proyek dibuat dalam porsi ruang lingkup yang sangat luas tetapi disusun kurang cermat. Seluruh program mungkin saja dapat diananlisis sebagai suatu proyek, tetapi pada umumnya akan lebih baik bila proyek dibuat dalam ruang lingkup yang lebih kecil yang layak ditinjau dari segi sosial, administrasi, teknis, ekonomis, dan lingkungan. Pembangunan dengan proyek yang dikaji dari aspek kelayakan lingkungan bisa disebut pembangunan berwawasan lingkungan. Pembangunan berwawasan lingkungan pada hakekatnya dilaksanakan untuk mewujudkan pembangunan berlanjut (sustainable development).

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, yang sering disingkat AMDAL, merupakan reaksi terhadap kerusakan lingkungan akibat aktivitas manusia yang semakin meningkat. Reaksi ini mencapai keadaan ekstrem sampai menimbulkan sikap yang menentang pembangunan dan penggunaan teknologi tinggi. Pembangunan yang tidak mengorbankan lingkungan dan/atau merusak lingkungan hidup adalah pembangunan yang memperhatikan dampak yang dapat diakibatkan oleh beroperasinya pembangunan tersebut. Untuk menjamin bahwa suatu pembangunan dapat beroperasi atau layak dari segi lingkungan, perlu dilakukan analisis atau studi kelayakan pembangunan tentang dampak dan akibat yang akan muncul bila suatu rencana kegiatan/usaha akan dilakukan.

(8)

Lingkungan disebutkan bahwa AMDAL merupakan kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Menurut Munn (1974) definisi umum tenyang Amdal itu adalah : “Analisis Mengenaai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah suatu kegiatan (studi) yang dilakukaan untuk meng identifikasi, memprediksi, menginterpretasikan dan mengkomunikasikan pengaruh suatu rencana kegiatan terhadap lingkungan”. Menurut Fola S. Ebisemiju (1993) bahwa Analisis Mengenai Dampak Lingkungaan atau Environmental Impact Assesment (EIA) muncul sebagai jawaban atas keprihatinan tentang daampak negaatif dari kegiatan manusia khususnya pencemaran lingkungan akibat dari kegiatan industri pada tahun 1960-an. Sejak itu, AMDAL tetap menjadi alat utama untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan manajemen yang bersih lingkungan dan selalu melekat pada tujuan pembangunan yang berkelanjutan.

AMDAL sendiri merupakan suatu kajian mengenai dampak positif dan negatif dari suatu rencana kegiatan/proyek, yang dipakai pemerintah dalam memutuskan apakah suatu kegiatan/proyek layak atau tidak layak lingkungan. Kajian dampak positif dan negatif tersebut biasanya disusun dengan mempertimbangkan aspek fisik, kimia, biologi, sosial-ekonomi, sosial budaya dan kesehatan masyarakat. Suatu rencana kegiatan dapat dinyatakan tidak layak lingkungan, jika berdasarkan hasil kajian AMDAL, dampak negatif yang timbulkannya tidak dapat ditanggulangi oleh teknologi yang tersedia. Demikian juga, jika biaya yang diperlukan untuk menanggulangi dampak negatif lebih besar daripada manfaat dari dampak positif yang akan ditimbulkan, maka rencana kegiatan tersebut dinyatakan tidak layak lingkungan. Suatu rencana kegiatan yang diputuskan tidak layak lingkungan tidak dapat dilanjutkan pembangunannya.

Dalam PP 51/1993, dikenal ada beberapa model AMDAL yaitu AMDAL Proyek Individual (seperti PP 29/1986), AMDAL Kegiatan Terpadu, AMDAL Kawasan, dan AMDAL Regional. Pengertian ketiga AMDAL menurut PP 51/1993 tersebut adalah:

(9)

kewenangan lebih dari satu instansi yang bertanggung jawab. Di dalam PP 27/1999 definisi di atas kata hasil studi diganti kajian dan dampak penting menjadi dampak besar dan penting.

2.

Analisis mengenai dampak lingkungan kawasan adalah hasil studi mengenai dampak penting usaha atau kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup dalam satu kesatuan hamparan ekosistem dan menyangkut kwenangan satu instansi yang bertanggung jawab. Di dalam PP 27/1999 definisi di atas kata hasil studi diganti kajian dan dampak penting diganti dampak besar dan penting.

3.

Analisis mengenai dampak lingkungan regional adalah hasil studi mengenai dampak penting usaha atau kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup dalam satu kesatuan hamparan ekosistem zona rencana pengembangan wilayah sesuai dengan rencana umum tata ruang daerah dan melibatkan kewenangan lebih dari satu instansi yang bertanggung jawab.

2.2 Sejarah Perkembangan AMDAL di Indonesia

Pengelolaan dan pembangunan lingkungan hidup di Indonesia relatif belum lama dan baru dirintis menjelang Pelita III. Namun demikian, dalam waktu yang pendek itu Indonesia telah banyak berbuat untuk mulai mengelola lingkungan hidupnya. Hasil utama pengembangan lingkungan hidup ini nampak pada munculnya kesadaran dan kepedulian di kalangan masyarakat. Antara lain nampak dalam peningkatan upaya swadaya masyarakat seperti tercermin dalam kegiatan nyata dan keterlibatan masyarakat umum dalam memecahkan masalah pencemaran di daerah. Padahal, 20 tahun sebelumnya, istilah lingkungan hidup itu sendiri belum begitu dikenal.

Konsep dan kebijakan lingkungan hidup selama Pembangunan Jangka Panjang (PJP) Pertama mengalami perkembangan yang sangat berarti. Selama Pelita III bidang lingkungan hidup ditangani oleh Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (Men-PPLH) dengan prioritas pada peletakan dasar-dasar kebijaksanaan “membangun tanpa merusak”, dengan tujuan agar lingkungan dan pembangunan tidak saling dipertentangkan.

(10)

kependudukan dan lingkungan hidup Pada Pelita V kebijaksanaan lingkungan hidup sebelumnya disempurnakan dengan mempertimbangkan keterkaitan tiga unsur, antara kependudukan, lingkungan hidup dan pembangunan guna mewujudkan konsep pembangunan berkelanjutan. Pembangunan hanya terlanjutkan dari generasi ke generasi apabila kebijaksanaan dalam menangani tiga bidang tersebut selalu dilakukan secara serasi menuju satu tujuan. Pada pelita VI, bidang lingkungan hidup secara kelembagaan terpisah dari bidang kependudukan dan berada di bawah Menteri Negara Lingkungan Hidup (Men-LH). Lingkungan hidup dirasakan perlu ditangani secara lebih fokus sehubungan dengan semakin luas, dalam dan kompleksnya tantangan pada era industrialisasi dan era informasi dalam PJP Kedua.

2.2.1 Arus Global Pra-1972

Periode ini menandai daya tanggap dan cikal bakal bangkitnya kesadaran lingkungan Indonesia menyongsong konferensi Lingkungan Hidup Sedunia I di Stockholm, Swedia pada bulan Juni 1972, ketika pembangunan nasional memasuki Pelita Pertama (1969-1974), Indonesia belum mengenal lembaga khusus yang menangani masalah lingkungan hidup. Dengan demikian perhatian terhadap masalah mulai nampak sebagaimana terlihat pada peraturan perundangan yang disusun beserta kebijaksanaan dan program sektoral yang dihasilkan selama periode tersebut. Peraturan perundangan itu sudah memuat ketentuan yang mengatur pemanfaatan sumber daya alam secara lestari dengan mempertimbangkan aspek konservasinya.

(11)

2.2.2 Komitmen Internasional (1972)

Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup Sedunia yang diselenggarakan pada bulan Juni 1972 di Stockholm, Swedia, dapat dianggap sebagai pengejawantahan kesadaran masyarakat internasional akan pentingnya kerja sama penanganan masalah lingkungan hidup dan sekaligus menjadi titik awal pertemuan berikutnya yang membicarakan masalah pembangunan dan lingkungan hidup. Konferensi Stockholm dengan motto “Hanya Satu Bumi” itu menghasilkan deklarasi dan rekomendasi yang dapat dikelompokkan menjadi lima bidang utama yaitu permukiman, pengelolaan sumber daya alam, pencemaran, pendidikan dan pembangunan.

Deklarasi Stockholm menyerukan perlunya komitmen, pandangan dan prinsip bersama bangsa-bangsa di dunia untuk melindungi dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup umat manusia. Konsep lingkungan hidup manusia yang diperkenalkan menekankan perlunya langkah-langkah pengendalian laju pertumbuhan penduduk, menghapuskan kemiskinan dan menghilangkan kelaparan yang diderita sebagian besar manusia di negara berkembang. Konferensi Stockholm mulai berupaya melibatkan seluruh pemerintah di dunia dalam proses penilaian dan perencanaan lingkungan hidup, mempersatukan pendapat dan kepedulian negara maju dan berkembang bagi penyelamatan bumi, menggalakkan partisipasi masyarakat serta mengembangkan pembangunan dengan pertimbangan lingkungan.

Sehubungan dengan hal tersebut, Konferensi Stockholm mengkaji ulang pola pembangunan konvensional yang selama ini cenderung merusak bumi yang berkaitan erat dengan masalah kemiskinan, tingkat pertumbuhan ekonomi, tekanan kependudukan di negara berkembang, pola konsumsi yang berlebihan di negara maju, serta ketimpangan tata ekonomi internasional. Indonesia hadir sebagai peserta konferensi tersebut dan turut menandatangani kesepakatan untuk memperhatikan segi-segi lingkungan dalam pembangunan.

(12)

program kebijaksanaan lingkungan hidup sebagaimana tertuang dalam Butir 10 Bab II GBHN 1973-1978 dan Bab 4 Repelita II. Keberadaan lembaga yang khusus mengelola lingkungan hidup dirasakan mendesak agar pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup baik di tingkat pusat maupun di daerah lebih terjamin.

Tiga tahun kemudian, Presiden mengeluarkan Keppres No. 27 Tahun 1975. Keppres ini merupakan dasar pembentukan Panitia Inventarisasi dan Evaluasi Kekayaan Alam dengan tugas pokoknya adalah menelaah secara nasional pola-pola permintaan dan persediaan serta perkembangan teknologi, baik di masa kini maupun di masa mendatang serta implikasi sosial, ekonomi, ekologi dan politis dari pola-pola tersebut.

Dalam periode ini telah dilakukan persiapan penyusunan perangkat perundangan dan kelembagaan yang menangani pengelolaan lingkungan hidup. Penyusunan RUU Lingkungan Hidup telah dimulai pada tahun 1976 disertai persiapan pembentukan kelompok kerja hukum dan aparatur dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Pada periode ini beberapa peraturan perundangan yang terkait dengan lingkungan dihasilkan oleh berbagai instansi sektoral.

Di sejumlah perguruan tinggi, perhatian terhadap lingkungan hidup juga mulai berkembang antara lain dengan dibentuknya lembaga yang bergerak di bidang penelitian masalah lingkungan, yakni Pusat Studi dan Pengelolaan Lingkungan IPB dan Pusat Studi Lingkungan ITB. Pengelolaan lingkungan hidup pada periode ini masih berupa langkah awal pemantapan kemauan politik sebagai persiapan untuk mewujudkan gagasan-gagasan dari Konferensi Stockholm tersebut. Belum adanya lembaga khusus serta perangkat peraturan perundangan yang menangani masalah lingkungan secara komprehensif merupakan kendala yang perlu penanganan segera pada waktu itu.

2.2.3 Komitmen Politik Nasional (1978-1983)

(13)

Sedangkan tugas pertamanya adalah mempersiapkan perumusan kebijaksanaan pemerintah mengenai pelaksanaan pengawasan pembangunan dan pengelolaan serta pengembangan lingkungan hidup.

Salah satu produk hukum terpenting yang dihasilkan selama periode PPLH adalah ditetapkannya UU No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup . UU ini merupakan landasan berbagai ketentuan dan peraturan mengenai masalah pengelolaan lingkungan hidup seperti perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup, analisis mengenai dampak lingkungan, baku mutu lingkungan dan lain-lain.

Penanganan masalah lingkungan hidup menuntut pengkajian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pendukungnya. Untuk itu, pada tahun 1979 dibentuk Pusat Studi Lingkungan (PSL) yang tersebar di berbagai perguruan tinggi Meskipun secara struktural tetap di bawah dan bertanggung jawab pada universitasnya masing-masing, PSL memiliki peran yang sangat besar dalam pendidikan lingkungan hidup. Hampir semua pendidikan AMDAL dilakukan PSL di bawah koordinasi PPLH (yang kemudian menjadi Men-KLH). PSL juga banyak membantu di bidang penelitian.

Pada periode PPLH pula, yakni pada 1981, penghargaan Kalpataru mulai diperkenalkan. Penghargaan dengan lambang “Pohon Kehidupan” ini diberikan kepada masyarakat yang memelihara lingkungan hidup dengan kesadaran sendiri tanpa mengharapkan imbalan dan prestasinya dinilai luar biasa.

(14)

2.2.4 Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1983-1993) UU No. 4 Tahun 1982 antara lain menggariskan bahwa manusia dan perilakunya merupakan komponen lingkungan hidup. Karena itu, perlu adanya perpaduan antara aspek kependudukan ke dalam pengelolaan lingkungan hidup. Untuk itu, berdasarkan Keppres No. 25 Tahun 1983 tentang Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, dibentuklah Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup.

Pada periode KLH ini, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1986 tentang AMDAL yang merupakan pedoman pelaksanaan suatu proyek pembangunan. Setiap proyek yang diperkirakan memiliki dampak penting diharuskan melakukan studi analsis mengenai dampak lingkungan.

Berdasarkan Keppres No. 23 Tahun 1990 dibentuk Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) yang bertugas melaksanakan pemantauan dan pengendalian kegiatan-kegiatan pembangunan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup. Pusat Studi Kependudukan (PSK) dan PSL ditumbuhkembangkan bukan hanya di perguruan tinggi negeri, tetapi juga di perguruan tinggi swasta. Saat itu tercatat 35 PSK dan 67 PSL yang tersebar di berbagai perguruan tinggi di seluruh tanah air. Keberadaan PSK dan PSL di setiap provinsi diharapkan akan dapat membantu pemerintah daerah dalam menangani persoalan lingkungan di daerahnya sesuai dengan karakteristik sosial, ekonomi, budaya dan biogeofisik setempat.

Pengembangan kelembagaan disertai upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia dilakukan melalui jalur pendidikan, khususnya pendidikan kependudukan dan lingkungan hidup, kursus-kursus dan pelatihan serta pengembanan sistem dan penyebaran informasi kependudukan dan lingkungan hidup. Peningkatan kualitas sumber daya manusia ini tidak hanya terbatas pada aparat lembaga pemikir dan pengelola lingkungan, melainkan juga kepada aparat pendidik bahkan LSM serta masyarakat luas.

(15)

program Strata 2 (Magister) dan 9 orang dalam program Strata 3 (Doktoral) di bidang kependudukan dan non-kependudukan. Saat iti, rata-rata Biro KLH memiliki 9 sarjana, bahkan di Jawa rata-rata lebih dari 15 sarjana.

Di samping jalur pendidikan formal, pendidikan kependudukan dan lingkungan hidup dilaksanakan melalui program TOT (training of trainers) bagi para dosen di perguruan tinggi negeri maupun swasta dengan tujuan menambah wawasan para dosen tersebut. Sejak tahun 1991/1992 sampai dengan 1992/1993 sejumlah 152 orang dosen perguruan tinggi negeri dan swasta telah mengikuti program ini.

Di bidang kependudukan, telah dilakukan pengembangan PSK. Penanaman wawasan lingkungan kepada para guru telah pula dilakukan melalui Penataran Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup bagi guru SD, SMP dan SMA pada tahun 1989/1990 hingga 1992/1993 di 27 Provinsi di Indonesia bekerjasama dengan Depdikbud. Sejumlah 5.108 guru telah mengikuti penataran tersebut yang terdiri atas 2.330 guru SD, 1.410 guru SMP dan 1.368 guru SMA. Di samping itu, sebanyak 4.600 orang kepala sekolah SMP dan SMA telah mengikuti penataran serupa.

Pada Pelita V tahun 1989/1990 hingga 1992/1993 materi kependudukan dan lingkungan hidup telah dimasukkan ke dalam kurikulum penjenjangan tingkat Sepada, Sepala, Sepadya dan Sespa pada pendidikan dan latihan Lembaga Adminsitrasi Negara (LAN).

Dalam Periode KLH 1988-1993 ini yang nampak gencar dilakukan adalah pemasyarakatan pembangunan berkelanjutan dan seluruh bidang kegiatan kependudukan dan lingkungan hidup pada periode tersebut ditujukan untuk menopang pembangunan berkelanjutan ini juga berkaitan dengan penyelenggaraan Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup dan Pengembangan atau yang lebih popular dengan sebutan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro pada bulan Juni 1992.

(16)

Masalah kependudukan tidak hanya dilihat dari segi demografi semata-mata (seperti: fertilitas, mortalitas dan migrasi) melainkan lebih menekankan pada unsur kualitas. Penduduk yang banyak tidak selamanya dapat dianggap sebagai beban. Kalau berkualitas, mereka dapat dijadikan modal pembangunan. Dalam kebijaksanaan tersebut, dijelaskan pula bahwa masalah kependudukan dipengaruhi pula oleh factor lingkungan hidup. Karena itu pengelolaan lingkungan hidup dilakukan sedemikian rupa sehingga daya dukungnya dapat dipertahankan baik melalui pengaturan tata ruang, penerapan AMDAL.

Produk hukum penting yang dihasilkan selama periode KLH 1988-1993 ini antara lain di bidang kependudukan, RUU Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera telah disahkan DPR pada 21 Maret 1992, yang kemudian diundangkan menjadi UU No. 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera pada tanggal 6 April 1992.

Sedangkan di bidang lingkungan hidup, telah dikeluarkan PP No. 20 Tahun 1990 tentang Baku Mutu Lingkungan dan disetujuinya RUU Penataan Ruang di DPR. Men-KLH juga mengeluarkan Keputusan Menteri No. 03 Tahun 1991 tentang Baku Mutu Limbah Cair. Seperti periode sebelumnya, berbagai kelemahan masih dihadapi baik dalam hal kebijaksanaan, kelembagaan dan peraturan perundangan, sumber daya manusia maupun pendanaan. Hal ini bukan dikarenakan kegagalan pembangunan di sektor lingkungan hidup ini, melainkan cenderung disebabkan karena semakin luas, intensif dan kompleksnya permasalahan lingkungan yang dihadapi bersamaan dengan makin pesatnya kegiatan pembangunan selama periode dasawarsa KLH tersebut.

2.2.5 Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup (1993-1998)

(17)

Pada awal periode ini berhasil diselenggarakan Rakornas I Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan 1994. Rakornas tersebut membahas dan merumuskan Kebijaksanaan dan Strategi Nasional Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam Pembangunan Jangka Panjang Kedua (1994/1995-2019/2020). Perumusan kebijaksanaan dan strategi nasional ini ditujukan untuk mengantisipasi kemungkinan penurunan kualitas lingkungan hidup di masa mendatang sehubungan titik berat pembangunan PJP II pada bidang industri.

Hasil penting dari Rakornas I tersebut adalah munculnya strategi dan kebijaksanaan satu pintu dan Sasaran Repelita Tahunan (SARLITA). SARLITA merupakan penjabaran dari program Repelita yang diharapkan dapat menjadi acuan pokok dalam penyusunan dan penilaian rencana kegiatan pembangunan tahunan, khususnya yang dibiayai oleh APBN. Penyusunan SARLITA Daerah sektor lingkungan hidup dilakukan oleh masing-masing provinsi sehingga diharapkan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi setempat. Selama kurun waktu 1994/1995 Kantor Men-LH turut menyusun program legislasi nasional yang dikoordinasikan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN). Beberapa usulan yang disampaikan oleh Kantor Men-LH tentang program legislasi nasional adalah RUU Penyempurnaan UU No. 4 Tahun 1982, RUU Penataan Ruang Kelautan, RPP Tata Cara Penetapan dan Pembayaran Biaya Pemulihan Lingkungan, Tata Cara Pengaduan, Penelitian dan Penuntutan Ganti Rugi, Pengendalian Perusakan Lingkungan, Pengendalian Pencemaran Udara, Laut, Kebisingan dan Tanah. Periode ini merupakan pancawarsa menuju pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan dengan perhatian utama diarahkan pada upaya pembinaan kemitraan kelembagaan.

2.2.6 Era Reformasi (1998-1999)

Reformasi membawa perubahan secara dramatis dalam sistem politik dan ketatanegaraan di Indonesia, sejalan dengan itu, terjadi perubahan dalam sistem kepemerintahan. Namun demikian, masalah lingkungan yang dihadapi masih berkisar pada sumber daya alam, populasi dan kerjasama regional/internasional.

(18)

Jawa. Hutan semakin menurun kualitas dan kuantitasnya akibat over exploitation dan pembakaran. Menyusutnya sumber daya hutan diikuti pula dengan menurunnya keanekaragaman hayati, hal yang sama juga terjadi di lingkungan pesisir dan laut. Kondisi ini diperburuk lagi dengan menurunnya kualitas udara akibat merebaknya industrialisasi dan perlakuan yang tidak ramah kepada atmosfer seperti semakin banyaknya polusi yang berasal dari kendaraan bermotor.

Sementara itu, aktifitas manusia menghasilkan limbah domestik, dan masalah ini mulai merambah perdesaan. Kepadatan perkotaan turut pula meningkatkan beban pencemaran pada lingkungan, dampak lain dari kepadatan kota adalah alih fungsi lahan dari pertanian menjadi permukiman dan industri.

Ledakan jumlah penduduk memunculkan kelas masyarakat miskin, yang diikuti dengan merebaknya permukiman kumuh, masalah kesehatan, gelandangan, kriminalitas, dan berbagai masalah sosial lainnya. Sementara itu, seiring dengan modernisasi, terjadi pergeseran nilai yang bersifat tradisional agraris menuju masyarakat era indusrti yang antara lain ditandai dengan perubahan pranata sosial, perubahan nilai-nilai sosial. Perpindahan penduduk dari desa ke kota mengakibatkan turunnya ketahanan ekologis perdesaan dan menaikkan tingkat kerentanan kota. Berbagai masalah sosial di atas berdampak pada melemahnya kontrol sosial, dan cenderung diikuti timbulnya masalah sosial psikologi dalam masyarakat. Sementara itu, keanekaragaman kelompok dan ketimpangan ekonomi semakin mempertinggi persaingan dan konflik kepentingan.

Berkenaan dengan itu, maka sasaran pembangunan lingkungan diarahkan pada: 1) peningkatan pengenalan jumlah dan mutu sumber daya alam serta jasa lingkungan

yang tersedia,

2) pemeliharaan kawasan konservasi,

3) peningkatan sistem pengelolaan lingkungan,

4) pengendalian pencemaran, terutama pada daerah padat penduduk dan pembangunan,

(19)

Memperhatikan sasaran tersebut, maka kebijakan lingkungan diarahkan pada 6 program pokok, yaitu:

1) inventarisasi dan evaluasi sumber daya alam dan lingkungan hidup, 2) penyelamatan hutan, tanah dan air,

3) pembinaan dan pengelolaan lingkungan hidup, 4) pengendalian pencemaran lingkungan hidup,, 5) rehabilitasi lahan kritis, dan

6) pembinaan daerah pantai.

Periode reformasi ini relatif terjadi dalam kurun waktu yang sangat pendek (1998-1999) dan Kementerian Lingkungan Hidup mengalami dua periode kepemimpinan, yaitu:

Prof. Dr. Juwono Sudarsono (1998), dan dr. Panangian Siregar (1998-1999).

2.2.7 Pasca Reformasi (1999-2004)

2.2.7.1 Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup (1999-2001)

Demi mengejar perolehan devisa negara baik pada tingkat pusat maupun daerah, pada era itu pemanfaatan sumber daya alam cenderung kurang memperhatikan kaidah-kaidah pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan dan berkeadilan. Pemanfaatan sumberdaya alam berorientasi pada kepentingan jangka pendek sehingga kurang dan tidak efisien. Di lain pihak, adanya urgensi pemulihan ekonomi cenderung menjadi sumber permasalahan.

(20)

Secara internal, langkah-langkah strategis yang diambil Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup pada masa kepemimpinan Dr. Alexander Sonny Keraf adalah:

1) menjaga dan meningkatkan hubungan kerja internal; 2) memfokuskan langkah kerja setiap unit kerja,

3) merumuskan berbagai kriteria, indikator, baku mutu dan pedoman; dan 4) melakukan inovasi bentuk-bentuk kerja sama antar sektor, antar dinas dan

stakeholders lainnya.

2.2.7.2 Kementrian Negara Lingkungan Hidup (2001-2004)

Pada awal era ini teridentifikasi bahwa penyebab kerusakan lingkungan bersumber dari:

1) lemahnya penguatan dan dukungan politik untuk pelestarian lingkungan dalam proses pengambilan keputusan,

2) rendahnya sanksi yang dijatuhkan kepada para pelanggar peraturan di bidang lingkungan, dan

3) kemiskinan.

Sebaran dampaknya masih terpusat pada perusakan hutan dan lahan, pencemaran air, urbanisasi, perusakan & pencemaran laut & pantai, dan imbas dari lingkungan global. Strategi yang ditempuh Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KNLH) pada era kepemimpinan Nabiel Makarim, MPA.MSM. ini adalah:

1) peningkatan dan perluasan aliansi strategis dalam rangka memperoleh dukungan dan kekuatan politik untuk pelestarian lingkungan,

2) pemberdayaan masyarakat sadar dan aktif berperan dalam proses pengambilan keputusan,

3) pengembangan prinsip “good governance” dalam pelestarian lingkungan hidup di kalangan pemerintah kabupaten/kota,

4) peningkatan penaatan melalui penggunaan instrumen hukum dan instrumen lainnya, dan

(21)

Pada awal era ini terjadi penggabungan antara Badan Pengendalian Dampak Lingkungan dengan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup menjadi Kementerian Negara Lingkungan Hidup.

2.2.7.3 Kementrian Negara Lingkungan Hidup (2004-Sekarang)

Pengelolaan lingkungan pada era Kabinet Indonesia Bersatu yang dimulai pada tahun 2004 menempatkan Ir. Rachmat Witoelar sebagai menteri pada Kementerian Negara Lingkungan Hidup, dilanjutkan Dr. Gusti Muhammad Hatta dan saat ini Menteri Negara yang menjabat adalah Dr. Bahlthasar Kambuaya, MBA. Visi, misi, strategi, tujuan, kebijakan, program, dan kegiatan KNLH merupakan fokus uraian pada Profil Kementerian Negara Lingkungan Hidup ini

2.3 Dasar Hukum Penyusunan AMDAL

Terdapat beberapa dasar hukum dan peraturan tentang AMDAL yang saat ini sudah tidak berlaku lagi. Beberapa peraturan dan dasar hukum dimaksud, antara lain :

1. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang AMDAL

2. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan AMDAL

3. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib dilengkapi dengan AMDAL

(22)

1. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup

2. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor. 17 Tahun 2012 tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Analisis Dampak Lingkungan Hidup dan Izin Lingkungan.

3. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

Peraturan Pemerintah diatas disusun sebagai pelaksanaan ketentuan dalam Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya ketentuan dalam Pasal 33 dan Pasal 41. Peraturan Pemerintah 27/2012 mengatur dua instrumen perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, yaitu instrumen kajian lingkungan hidup (dalam bentuk amdal dan UKL-UPL) serta instrumen Izin Lingkungan.

Penggabungan substansi tentang amdal dan izin lingkungan dalam tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa AMDAL/UKL-UPL dan izin lingkungan merupakan satu kesatuan. Sebaagaimana tercantum pada Pasal 2:

1. Setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal atau UKL-UPL wajib memiliki Izin Lingkungan.

2. Izin Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh melalui tahapan kegiatan yang meliputi:

a. penyusunan Amdal dan UKL-UPL;

b. penilaian Amdal dan pemeriksaan UKL-UPL; dan

(23)

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 merupakan pengganti PP 27 Tahun 1999 Tentang Amdal dengan penambahan berbagai pengaturan dan ketentuan perihal izin lingkungan. Beberapa pembeda dengan PP lama antara lain, proses penilaian amdal dalam PP 27/2012 ini lebih cepat, yaitu 125 hari dari 180 hari pada PP lama. Peraturan Pemerintah ini juga menambah semakin besarnya ruang bagi keterlibatan masyarakat khususnya masyarakat terkena dampak dalam hal penentuan keputusan mengenai layak tidaknya rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut. Permohonan izin lingkungan dan penerbitan izin lingkungan harus diumumkan 3 kali dalam tahap perencanaan. Dalam PP lama hanya mewajibkan satu kali pengumuman saja yaitu pada tahap sebelum menyusun kerangka acuan (KA Andal).

Dasar Hukum lainnya dalam penyusunan AMDAL antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan

2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang lalu Lintas dan Angkutan Jalan

3. PP No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

4. KepMen LH No. 12/MENLH/3/ 1994 tentang Pedoman Umum Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan

5. KepMen LH No. 13/MENLH/3/ 1994 tentang Pedoman Susunan Keanggotaan dan Tata Kerja Komisi AMDAL

6. KepMen LH No. 14/MENLH/3/ 1994 tentang Pedoman Umum Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan

7. KepMen LH No. 15/MENLH/3/ 1994 tentang Pembentukan Komisi AMDAL Terpadu

(24)

9. KepMen LH No. 54/MENLH/1 1/ 1995 tentang Pembentukan Komisi AMDAL Terpadu/ Multisektor dan Regional

10. KepMen LH No. 55/MENLH/1 1/ 1995 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Regional

11. KepMen LH No. 57/MENLH/12/ 1995 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Usaha atau Kegiatan Terpadu/Multisektor

12. KepMen LH No. 02/MENLH/1/ 1998 tentang Penetapan Pedoman Baku Mutu Lingkungan

13. KepMen LH No. 86 Tahun 2002 Tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup

2.4 Jenis – Jenis AMDAL

Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha/kegiatan.

Berikut ini adalah jenis AMDAL yang dikenal di Indonesia:

1. AMDAL Proyek Tunggal, adalah studi kelayakan lingkungan untuk usaha/kegiatan yang diusulkan hanya satu jenis kegiatan.

2. AMDAL Kawasan, adalah studi kelayakan lingkungan untuk usaha atau kegiatan yang diusulkan dari berbagai kegiatan dimana AMDAL menjadi kewenangan satu sektor yang membidanginya. Kriteria AMDAL KAWASAN :

- berbagai usaha dan/atau kegiatan yang saling terkait perencanaannya antar satu dengan lainnya

(25)

3. AMDAL Terpadu Multi Sektor, adalah studi kelayakan lingkungan untuk usaha atau kegiatan yang diusulkan dari berbagai jenis kegiatan dengan berbagai instansi teknis yang membidangi. Kriteria kegiatan terpadu meliputi :

- Berbagai usaha/kegiatan tersebut mempunyai keterkaitan dalam perencanaan dan proses produksinya

- Usaha dan kegiatan tersebut berada dalam satu kesatuan hamparan ekosistem 4. AMDAL Regional, adalah studi kelayakan lingkungan untuk usaha atau kegiatan

yang diusulkan terkait satu sama lain.

2.4.1 Pendekatan Studi AMDAL

Dalam rangka untuk mencapai efisiensi dan efektivitas pelaksanaan AMDAL, penyusunan AMDAL bagi rencana usaha dan/atau kegiatan dapat dilakukan melalui pendekatan studi AMDAL sebagai berikut:

1. Pendekatan AMDAL kegiatan tunggal

Merupakan penyusunan dan pembuatan studi AMDAL yang diperuntukan bagi satu jenis usaha dan/atau kegiatan yang mana kewenangan pembinaannya di bawah satu instansi yang membidangi jenis usaha dan/atau kegiatan tersebut. Contoh jenis usaha dan/atau kegiatan dengan pendekatan studi AMDAL kegiatan tunggal adalah pembangunan jalan tol, PLTU, lapangan golf, masjid agung, rumah sakit, sekolah, dan lain sebagainya.

2. Pendekatan AMDAL kegiatan terpadu atau multisektor

Merupakan penyusunan studi AMDAL bagi jenis usaha dan/atau kegiatan yang memiliki sistem terpadu baik dalam perencanaan, proses produksinya, maupun pengelolaannya dan melibatkan lebih dari satu instansi yang membidangi kegiatan tersebut serta berada dalam satu kesatuan hamparan ekosistem. Contoh jenis usahadan/atau kegiatan dengan pen dekatan studi AMDAL kegiatan terpadu atau multisektor adalah pembangunan hutan tanaman industri, industri pulp, permukiman terpadu, dan sebagainya.

5 (lima) prinsip utama dari konsep perumahan dan pemukiman yang berwawasan lingkungan, yaitu:

(26)

itu, perlu ditambah unsur ekosistem baik secara kuantitatif maupun kualitatif yang memperkaya peran ekosistem secara keseluruhan.

2. Penggunaan energi yang minimal Baik rencana makro maupun mikro perumahan dan permukiman harus memanfaatkan sistem iklim yang ada (secara pasif) dan perancangan bangunan yang memanfaatkan prinsip yang sama ditambah dengan sistem radian yang dapat meningkatkan efektifitasnya dibandingkan dengan sistem pasif. Pemilihan bahan bangunan, cara membangun dan rancangan bentuk dapat berpengaruh terhadap kebutuhan energi baik jangka pendek maupun panjang.

3. Pengendalian limbah dan pencemaran

Limbah yang harus dikendalikan mulai dan yang dihasilkan oleh jamban dan kamar mandi, dapur, rumah sampai akibat dan pemakaian berbagai peratatan listrik, bahan bakar fosil dan sebagainya. Limbah ini harus terkelola dengan baik dan jelas dengan prinsip produksi bersih.

4. Menjaga kelanjutan sistem sosial-budaya lokal

Gaya hidup yang berlaku sudah secara mantap diterjemahkan ke dalam berbagai tatanan dan bentuk bangunan serta peralatan yang dipakai sehari-hari. Kaidah dan pola dan warisan budaya dan pola hidup ini harus menjadi dasar awal untuk dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan baru yang diciptakan oleh pembangunan yang maju dan berhasil yang merupakan proses berlanjut.

5. Peningkatan pemahaman konsep lingkungan

Permukiman terbentuk melalui proses yang berlangsung terus. Dalam perkembangan proses ini selalu akan terjadi pergantian pemukim baik secara alami melalui proses lahir dan mati, maupun karena mobilitas penduduk antara yang datang dan pergi.

3. Pendekatan AMDAL kegiatan dalam kawasan

Merupakan penyusunan studi AMDAL bagi jenis usaha dan/ atau kegiatan yang berlokasi di dalam suatu kawasan yang telah ditetapkan atau berada dalam kawasan atau zona pengembangan wilayah yang telah ditetapkan pada satu hamparan ekosistem. Contoh jenis usaha dan/atau kegiatan dengan pendekatan studi AMDAL kegiatan dalam kawasan adalah pembangunan kawasan industri, kawasan pariwisata, dan lain sebagainya.

(27)

Merupakan penyusunan studi AMDAL bagi jenis usaha dan/ atau kegiatan yang sating terkait dan merupakan kewenangan lebih dari satu instansi. Jenis usaha dan/atau kegiatan pada pendekatan studi ini terletak lebih dari satu kewenangan administratif dan lebih dari satu hamparan ekosistem. Contoh jenis usaha dan/atau kegiatan dengan pendekatan studi AMDAL kegiatan regional adalah pembukaan dan pengelolaan lahan gambut sejuta hektar, pengelolaan lahan pantura. Reklamasi pantai utara Jakarta

2.5 Fungsi, Peran dan Manfaat AMDAL

2.5.1 Fungsi AMDAL

Pada waktu yang lampau, kebutuhan manusia akan sumber alam belum begitu besar karena jumlah manusianya sendiri masih relatif sedikit, di samping itu intensitas kegiatannya juga tidak besar. Pada saat-saat itu perubahan-perubahan pada lingkungan oleh aktifitas manusia masih dalam kemampuan alam untuk memulihkan diri secara alami. Tetapi aktifitas manusia makin lama makin besar sehingga menimbulkan perubahan lingkungan yang besar pula. Pada saat inilah manusia perlu berfikir apakah perubahan yang terjadi pada lingkungan itu tidak akan merugikan manusia. Manusia perlu memperkirakan apa yang akan terjadi akibat adanya kegiatan oleh manusia itu sendiri. AMDAL (Analisis Mengenai Danpak Lingkungan) merupakan alat untuk merencanakan tindakan preventif terhadap kerusakan lingkungan yang mungkin akan ditimbulkan oleh suatu aktifitas pembangunan yang direncanakan. Undang-undang No. 4 Tahun 1982 Pasal 1 menyatakan : “Analisis mengenai dampak lingkungan adalah hasil studi mengenai dampak suatu kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup, yang diperlukan bagi proses pngambilan keputusan”.

(28)

AMDAL merupakan cara yang efektif untuk memaksa para pemilik proyek memperhatikan kualitas lingkungan, tidak hanya memikirkan keuntungan proyek sebesar mungkin tanpa memperhatikan dampak lingkungan yang timbul. Dampak dari suatu kegiatan, baik dampak negatif maupun dampak positif harus sudah diperkirakan sebelum kegiatan itu dimulai. Dengan adanya AMDAL, pengambil keputusan akan lebih luas wawasannya di dalam melaksanakan tugasnya. Karena di dalam suatu rencana kegiatan, banyak sekali hal-hal yang akan dikerjakan, maka AMDAL harus dapat membatasi diri, hanya mempelajari hal-hal yang penting bagi proses pengambilan keputusan. AMDAL ini sangat penting bagi negara berkembang khususnya Indonesia, karena Indonesia sedang giat melakasanakan pembangunan, dan untuk melaksanakan pembangunan maka lingkungan hidup banyak berubah, dengan adanya AMDAL maka perubahan tersebut dapat diperkirakan. Dampak kegiatan terhadap lingkungan hidup dapat berupa dampak positif maupun dampak negatif, hampir tidak mungkin bahwa dalam suatu kegiatan / pembangunan tidak ada dampak negatifnya. Dampak negatif yang kemungkinan timbul harus sudah diketahui sebelumnya (dengan MDAL), di samping itu AMDAL juga membahas cara-cara untuk menanggulangi / mengurangi dampak negatif. Agar supaya jumlah masyarakat yang dapat ikut merasakan hasil pembangunan meningkat, maka dampak positif perlu dikembangkan di dalam AMDAL.

2.5.2 Peran AMDAL

Aktivitas pengelolaan lingkungan baru dapat dilakukan apabila rencana penge¬lolaan lingkungan telah disusun berdasarkan perkiraan dampak lingkungan yang akan timbul akibat dari proyek yang akan dibangun. Dalam kenyataannya nanti, apabila dampak lingkungan yang telah diperkirakan jauh berbeda dengan kenyataannya, ini dapat saja terjadi karena kesalahan-kesalahan dalam menyusun AMDAL atau pemilik proyek tidak menjalankan proyeknya sesuai AMDAL. Agar dapat dihindari kegagalan pengelolaan ini maka pemantauan haruslah dilakukan sedini mungkin, sejak awal pembangunan, secara terns menerus dan teratur.

(29)

menjadi makin parah dengan waktu. Kerusakan lingkungan ini akan membawa kita pada kehancuran

akan tetapi pembangunan juga dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Untuk menghindari ini, pembangunan harus berwawasan lingkungan sehingga menjadi berkelanjutan untuk jangka panjang. AMDAL merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan ini. Jadi, AMDAL merupakan analisis lingkungan mengenai dampak suatu proyek.

AMDAL berbeda dengan ANDAL. AMDAL merupakan keseluruhan proses pelestarian lingkungan mulai dari kerangka acuan, Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL), Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), dan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL). ANDAL sendiri merupakan telaah cermat yang mendalam tentang suatu kegiatan/proyek yang direncanakan.

2.5.3 Manfaat AMDAL

Guna AMDAL adalah untuk mejamin suatu usaha atau kegiatan pembangunan layak lingkungan. Lewat pengkajian AMDAL, sebuah rencana usaha atau kegiatan pembangunan diharapkan telah secara optimal meminimalkan kemungkinan dampak lingkungan hidup yang negatif, serta dapat memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam secara efisien. Amdal pada dasarnya bermanfaat menjamin suatu usaha atau pembangunan yang dilakukan masyarakat ataupun pemerintah layak secara lingkungan. Layak yang dimaksud adalah bahwa kegiatan tersebut tidak merusak keseimbangan lingkungan. Secara Umum AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan, ini menurut Peraturan Pemerintah PP No. 27 tahun 2013 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.

(30)

dimana para pengambil keputusan wajib mempertimbangkan hasil studi AMDAL sebelum memberikan ijin usaha/kegiatan.

Ada banyak manfaat yang bisa didapatkan dengan mengikuti Porsedur AMDAL yang benat. Berikut ini beberapa secara umum manfaat yang bisa diperoleh dari adanya AMDAL:

1) Sebagai materi/bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah.

2) Membantu proses pengambilan keputusan yang benar tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan/program.

3) Memberi masukan guna penyusunan disain secara rinci teknis dari rencana usaha dan/atau kegiatan.

4) Memberi masukan bagi penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.

5) Memberi informasi bagi masyarakat umum atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan.

6) Amdal memberikan alternatif solusi minimalisasi dampaktidak baik (negatif).

7) AMDAL digunakan untuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan/pemberi ijin usaha dan/atau kegiatan.

Selain itu ada 3 manfaat AMDAL :

a. Manfaat AMDAL bagi Pemerintah

1) Menghindari perusakan lingkungan hidup seperti timbulnya pencemaran air, pencemaran udara, kebisingan, dan lain sebagainya. Sehingga tidak mengganggu kesehatan, kenyamanan, dan keselamatan masyarakat.Menghindari konflik dengan masyarakat.

2) Menjaga agar pembangunan sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan.

3) Perwujudan tanggung jawab pemerintah dalam pengelolaan lingkungan hidup. 4) Menghindari pertentangan yang mungkin timbul, khususnya dengan

masyarakat dan proyek - proyek lain.

(31)

6) Mencegah rusaknya sumber daya alam lain yang berada diluar lokasi proyek, baik yang diolah proyek lain, masyarakat, ataupun yang belum diolah.

b. Manfaat AMDAL bagi pemrakarsa

1) Menjamin keberlangsungan usaha.

2) Menjadi referensi dalam peminjaman kredit.

3) Interaksi saling menguntungkan dengan masyarakat sekitar sebagai bukti ketaatan hukum.

c. Manfaat AMDAL bagi masyarakat

1) Mengetahui sejak dini dampak dari suatu kegiatan. 2) Melaksanakan kontrol.

3) Terlibat dalam proses pengambilan keputusan.

4) Mengetahui kewajibannya dalam hubungan dengan proyek tersebut. 5) Memahami hal ihwan mengenai proyek secara jelas akan ikut

menghindarkan timbulnya kesalahpahaman.

2.6 Prinsip Penerapan AMDAL

Dalam Peraturan penerapan AMDAL tercermin beberapa prinsip yang dianut, yaitu sebagai berikut :

a. Suatu rencana kegiatan yang diperkirakan menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup dapat dilaksanakan setelah dipertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan hidup.

Dalam prinsip ini mengandung pengertian bahwa dampak lingkungan yang harus dipertimbangkan mencakup semua aspek lingkungan, baik biofisik, sosial ekonomi maupun sosial budaya yang relevan denga rencana kegiatan yang akan dilaksanakan. Untuk mempertimbangkan dampak rencana kegiatan dalam lingkungan hidup diperlukan pengaturan mengenai prosedur administratif.

(32)

pemberian izin terhadap rencana kegiatan oleh instansi yang berwenang dibidang perizinan untuk jenis kegiatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 hanya dapat diberikan setelah adanya persetujuan atas rencana pengelolaan lingkungan dan rencana pemantauan lingkungan oleh instansi yang bertanggung jawab.”

b. AMDAL merupakan instrumen pengambilan keputusan dan merupakan bagian dari perencanaan

Sebagai instrumen pengambilan keputusan, AMDAL dapat memperluas wawasan pengambilan keputusan sehingga dapat diambil keputusan yang paling optimal dari berbagai alternatif yang tersedia. Sebagai konsekwensi kewajiban setiap orang untuk memelihara lingkungan hidup, termasuk pencegahan dan penanggulangan pencemaran dan perusakan lingkungan, maka menjadi kewajiban pemrakarsa untuk memikul biaya pencegahan dan penanggulangan dampak negatif yang ditimbulkan oleh pelaksanaan rencana kegiatannya.

c. Kriterian dan prosedur untuk menentukan apakah suatu rencana kegiatan menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup harus secara jelas dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan.

(33)

d. Prosedur AMDAL harus mencakup tata cara penilaian yang tidak memihak.

Prinsip ini berarti :

1) bahwa semua aspek lingkungan dan berbagai kepentingan yang terkait harus didudukan secara serasi dan dipertimbangkan secara imbang.

2) bahwa semua pihak yang berkepentingan dan terkait dengan pelaksanaan rencana kegiatan harus diberi hak dan kesempatan yang sama dalam proses penilaian substansi AMDAL.

3) Pengambilan keputusan harus didasarkan pada cara yang menjamin objektifitas.

e. AMDAL bersifat terbuka, kecuali yang menyangkut rahasia negara.

Setiap orang mempunyai hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Sebaliknya, setiap orang juga mempunyai kewajiban untuk memelihara lingkungan hidup, termasuk mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Hak dan kewajiban ini dapat terlaksana secara baik kalau subjek pendukung hak dan kewajiban berperan serta dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup. Hal tersebut berarti pula, bahwa hak dan kewajiban itu mempunyai hak akses terhadap keadaan dan kondisi lingkungan hidup.

f. Keputusan tentang AMDAL harus dilakukan secara tertulis dengan mengemukakan pertimbangan pengambilan keputusan.

Keputusan tertulis memberikan jaminan kepastian mengenai substansi keputusan tersebut. Jaminan kepastian ini penting bagi :

1) Pemrakarsa : dengan keputusan tertulis dia mengetahui secara pasti tentang syarat dan kewajiban yang harus dia penuhi dalam rangka pelaksanaan rencana kegiatannya, dan apabila keputusan ini bersifat merugikan kepentingannya keputusan itu dapat dipakai sebagai dasar untuk mengajukan banding atau gugatan tata usaha negara.

(34)

3) Penegak hukum : keputusan tertulis itu dapat menjadi sumber untuk mengetahui pelanggaran yang dilakukan si pemrakarsa, dan bahan dalam rangka penyidikan perkara pidana.

4) Warga masyarakat : keputusan itu dapat dipakai sebagai dasar gugatan apabila pelanggaran yang dilakukan pemrakarsa terhadap keputusan itu menimbulkan kerugian bagi warga masyarakat.

g. Pelaksanaan rencana kegiatan yang AMDAL-nya telah disetujui harus dipantau.

Pemantauan perlu dilakukan untuk mengetahui perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi akibat dilaksanakan rencana kegiatan. Hasil pemantauan perubahan lingkungan dan evaluasi hasilnya merupakan bahan masukan bagi penyusunan kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup, baik nasional maupun internasional.

h. Penerapan AMDAL dilaksanakan dalam rangka kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup yang dirumuskan secara jelas.

AMDAL merupakan suatu instrumen kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang tertuju ke arah tercapainya suatu tujuan, yaitu tetap terpeliharanya kemampuan lingkungan hidup bagi pembangunan yang berkelanjutan. Karena itu, AMDAL harus selalu mengacu kepada kebijaksanaan nasional.

i. Untuk menerapkan AMDAL sangat tergantung kepada aparat-aparat yang memadai.

Keberhasilan penerapan AMDAL sangat bergantung kepada kemampuan aparat pelaksanaannya, baik aparat administrasi, pemerintah maupun penyusun AMDAL. (Suparni, 1994 : 107)

2.7 Dokumen Amdal

Dokumen AMDAL terdiri dari :

1) Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA-ANDAL)

2) Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)

3) Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)

(35)

Dokumen KA-ANDAL disusun terlebih dahulu untuk menentukan lingkup studi dan mengidentifikasi isu-isu pokok yang harus diperhatikan dalam penyusunan ANDAL. Dokumen ini dinilai di hadapan Komisi Penilai AMDAL. Setelah disetujui isinya, kegiatan penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL barulah dapat dilaksanakan.

Dokumen ANDAL mengkaji seluruh dampak lingkungan hidup yang diperkirakan akan terjadi, sesuai dengan lingkup yang telah ditetapkan dalam KA-ANDAL. Rekomendasi pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup untuk mengantisipasi dampak-dampak yang telah dievaluasi dalam dokumen ANDAL disusun dalam dokumen RKL dan RPL.

Ketiga dokumen ini ( ANDAL, RKL, dan RPL) diajukan bersama-sama untuk dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL. Hasil penilaian inilah yang menentukan apakah rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut layak secara lingkungan atau tidak, dan apakah perlu direkomendasikan untuk diberi ijin atau tidak.

2.7.1 Dokumen KA-ANDAL

KA-ANDAL adalah suatu dokumen yang berisi tentang ruang lingkup serta kedalaman kajian ANDAL. Ruang lingkup kajian ANDAL meliputi penentuan dampak-dampak penting yang akan dikaji secara lebih mendalam dalam ANDAL dan batas-batas studi ANDAL. Sedangkan kedalaman studi berkaitan dengan penentuan metodologiyang akan digunakan untuk mengkaji dampak.

Penentuan ruang lingkup dan kedalaman kajian ini merupakan kesepakatan antara Pemrakarsa Kegiatan dan Komisi Penilai AMDAL melalui proses yang disebut dengan proses pelingkupan. Beberapa contoh isi dari KA antara lain izin tata ruang, izin prinsip lokasi, peta-peta terkait, dan lain-lain. Selain itu juga harus ada sosialisasi dengan masyarakat sekitar berupa papan pengumuman.

a. Fungsi dan Tujuan KA-ANDAL

(36)

terpadu/multisektor maupun KA-ANDAL kegiatan dalam kawasan.

1. Fungsi Dokumen KA-ANDAL

 Sebagai rujukan penting bagi pemrakarsa, instansi yang membidangi

rencana usaha dan/atau kegiatan, dan penyusun studi AMDAL tentang lingkup dan kedalaman studi ANDAL yang akan dilakukan;

 Sebagai salah satu bahan rujukan bagi penilai dokumen ANDAL untuk

mengevaluasi hasil studi ANDAL.

2. Tujuan Penyusunan KA-ANDAL

 Merumuskan lingkup dan kedalaman studi ANDAL;

 Mengarahkan studi ANDAL agar berjalan secara efektif dan efisien sesuai

dengan biaya, tenaga, dan waktu yang tersedia.

b. Dasar Pertibangan Penyusunan KA-ANDAL

1. Keanekaragaman

(37)

komponen lingkungan hidup manakah yang perlu diamati selama menyusun ANDAL.

2. Keterbatasan sumber daya

Penyusunan ANDAL acap kali dihadapkan pada keterbatasan sumber daya, seperti antara lain: keterbatasan waktu, dana, tenaga, metode, dan sebagainya. KA-ANDAL memberikan ketegasan tentang bagaimana menyesuaikan tujuan dan hasil yang ingin dicapai dalam keterbatasan sumber daya tersebut tanpa mengurangi mutu pekerjaan ANDAL. Dalam KA-ANDAL ditonjolkan upaya untuk menyusun prioritas manakah yang harus diutamakan agar tujuan ANDAL dapat terpenuhi meski sumber daya terbatas.

3. Efisiensi

Pengumpulan data dan informasi untuk kepentingan ANDAL perlu dibatasi pada faktor-faktor yang berkaitan langsung dengan kebutuhan prakiraan dan evaluasi dalam ANDAL sesuai hasil pelingkupan. Melalui cara ini ANDAL dapat dilakukan secara efisien. Penentuan masukan berupa data dan informasi yang amat relevan ini kemudian disusun dan dirumuskan dalam KA-ANDAL.

2.7.2 Dokumen ANDAL

ANDAL adalah dokumen yang berisi telaahan secara cermat terhadap dampak penting dari suatu rencana kegiatan. Dampak-dampak penting yang telah diindetifikasi di dalam dokumen KA-ANDAL kemudian ditelaah secara lebih cermat dengan menggunakan metodologi yang telah disepakati. Tujuannya untuk menentukan besaran dampak. Setelah besaran dampak diketahui, selanjutnya dilakukan penentuan sifat penting dampak dengan cara membandingkan besaran dampak terhadap kriteria dampak penting yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

(38)

pengelolaan dampak yang akan dilakukan untuk meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif. Bisa dibilang ANDAL ini merupakan isi sebenar-benarnya dari Kajian AMDAL nantinya.

Penyusunan Dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) perlu disusun sedemikian rupa sehingga dapat :

1. Langsung mengemukakan masukan penting yang bermanfat bagi pengambilan keputusan, perencanaan dan pengelolaan rencana usaha atau kegiatan;

2. Mudah dipahami isinya oleh semua pihak, termasuk masyarakat, dan mudah disarikan isinya bagi pemuatan dalam media masa, bila dipandang perlu.

3. Memuat uraian singkat tentang :

b. Rencana kegiatan atau usaha dengan berbagai kemungkinan dampak pentingnya. Baik pada tahap pra konstruksi, kontruksi maupun pasca kontruksi.

c. Keterangan mengenai kemungkinan adanya kesenjangan data informasi serta berbagai kekurangan dan keterbatasan, yang dihadapi selama menyusun ANDAL.

d. Hal lain yang dipandang sangat perlu untuk melengkapi ringkasan

Fungsi dan pedoman umum penyusunan Dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL), antara lain :

1. Pedoman Umum Penyusunan ANDAL digunakan sebagai salah satu acuan bagi penyusunann Pedoman Teknis Penyusunan ANDAL atau sebagai dasar penyusunan ANDAL bilamana Pedoman Teknis Penyusunan ANDAL usaha-usaha atau kegiatan yang bersangkutan belum ditetapkan.

2. Pdoman Umum Penyusunan ANDAL berlaku pula bagi keperluan penyusunan AMDAL Kegiatan Terpadu/Multisektor,AMDAL Kawasan dan AMDAL Regional. (Silalahi, 1995 : 157).

(39)

teknik, dan metode telaahan. Dengan demikian, ruang lingkup wilayah studi memang bertitik tolak pada ruang bagi rencana usaha dan/atau kegiatan, kemudian diperluas ke ruang ekosistem, ruang sosial dan ruang administratif yang lebih luas.

Batasan waktu kajian adalah batas waktu kajian yang akan digunakan dalam melakukan prakiraan dan evaluasi dampak dalam kajian ANDAL. Batas waktu tersebut minimal dilakukan selama umur rencana usaha dan/atau kegiatan berlangsung. Penentuan batas waktu kajian ini selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk melakukan penentuan perubahan rona lingkungan tanpa adanya rencana usaha dan/atau kegiatan atau dengan adanya rencana usaha dan/atau kegiatan.

2.7.3 Dokumen RKL

RKL adalah dokumen yang memuat upaya-upaya untuk mencegah, mengendalikan dan menanggulangi dampak penting lingkungan hidup yang bersifat negatif serta memaksimalkan dampak positif yang terjadi akibat rencana suatu kegiatan. Upaya-upaya tersebut dirumuskan berdasarkan hasil arahan dasar-dasar pengelolaan dampak yang dihasilkan dari kajian ANDAL. Jadi, RKL ini berisikan upaya dari si pemrakarsa untuk meminimalisir dampak lingkungan.

Dalam pengertian tersebut upaya pengelolaan lingkungan mencakup empat kelompok aktivitas antara lain :

a. Pengelolaan lingkungan yang bertujuan untuk menghindari atau mencegah dampak negatif lingkungan melalui pemilihan atas alternatif, tata letak lokasi dan rencana bangun proyek.

b. Pengelolan lingkungan yang bertujuan untuk menanggulangi, meminimalisasi atau mengendalikan dampak negatif baik yang timbul di saat usaha atau kegiatan beroperasi, maupun hingga saat usaha atau kegiatan terakhir.

(40)

maupun pihak lain terutama masyarakat yang turut menikmati dampak positif tersebut.

d. Pengelolaan memberikan pertimbangan ekonomi lingkungan sebagai dasar untuk memberikan kompensasi atas sumber daya tidak dapat pulih, hilang atau rusak sebagai akibat usaha atau kegiatan. (Silalahi, 1995 : 173).

Mengingat dokumen AMDAL merupakan bagian dari studi kelayakan, maka dokumen RKL hanya akan bersifat memberikan pokok-pokok arahan, prinsip-prinsip atau persyaratan untuk mencegah/mengendalikan dampak. Namun demikianlah apabila dipandang perlu dapat dilengakapi dengan acuan literatur tentang rancangan bangunan untuk mencegah/penanggulangan dampak. (Soemartono, 1996 : 175).

Setelah dikeluarkannya PP No. 51 Tahun 1993 dokumen AMDAL bersamaan dengan dokumen ANDAL. Didalam dokumen ANDAL memang tercantum pula adanya materi RKL, namun bersifat arahan dan garis besar.

Untuk membuat RKL dapat dilaksanakan dengan pengumpulan data di lapangan RKL didasarkan pada adanya dampak penting yang timbul. RKL yang akan dilaksanakan disusun dengan pendekatan teknologi, ekonomi dan institusional. Sesuai dengan prosedur penyusunan dokumen ANDAL, RKL yang bersamaan sesuai PP No. 51 Tahun 1993 dan Kep. Men LH No. 14/3/1994 maka penyusunan RKL tidak perlu melakukan studi ke lapangan.

RKL berfungsi sebagai pedoman dalam menanggulangi dampak. Dengan demikian RKL dapat mengikat semua pihak untuk ikut membantu menanggulangi kemungkinan terjadinya dampak negatif dalam pembangunan. Dalam RKL dapat dikemukakan instansi yang bertindak sebagai koordinator, dan instansi lainnya yang bertindak sebagai pengawas dan pelaksana. (Fandeli, 1995 : 49)

2.7.4 Dokumen RPL

(41)

lingkungan hidup dan dapat digunakan untuk mengevaluasi akurasi prediksi dampak yang digunakan dalam kajian ANDAL.

Pemantauan dampak lingkungan dapat pula diartikan sebagai berikut : pemantauan dampak lingkungan adalah pengulangan pengukuran pada komponen atau parameter lingkungan untuk mengetahui adanya perubahan lingkungan karena adanya pengaruh dari luar yaitu aktivitas proyek. (Husein, 1992 : 121).

Pemantauan lingkungan dapat digunakan untuk memahami fenomena-fenomena yang terjadi pada tingkatan, mulai dari tingkat proyek sampai ke tingkat kawasan atau bahkan regional; tergantung pada skala keacuhan pada masalah yang dihadapi.

Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam penyusunan dokumen rencana pemantauan lingkungan, antara lain adalah :

a. Komponen/parameter lingkungan yang dipantau hanyalah yang mengalami perubahan mendasar, atau terkena dampak penting. Dengan demikian tidak seluruh komponen lingkungan yang harus dipantau; hal-hal yang dipandang tidak penting atau tidak relevan tidak perlu dipandang.

b. Uraian tentang keterkaitan yang akan dijalin antara dokumen ANDAL, RKL dan RPL. Aspek-aspek yang dipantau perlu memperhatikan benar dampak penting yang dinyatakan dalam ANDAL, dan sifat pengelolaan dampal lingkungan yang dirumuskan dalam dokumen RKL.

c. Pemantauan dapat dilakukan pada sumber penyebab dampak dan atau terhadap komponen lingkungan yang terkena dampak.

d. Pemantauan lingkungan harus layak secara ekonomi walau aspek-aspek yang akan dipantau telah dibatasi pada hal-hal yang penting saja, namun biaya yang dikeluarkan untuk pemantauan perlu diperhatikan mengingat kegiatan pemantauan senantiasa berlangsung sepnjang usia, usaha atau kegiatan.

e. Rencana pengumpulan dan analisis data serta aspek-aspek yang akan dipantau, mencakup hal :

1. Jenis data yang dikumpulkan 2. Lokasi pemantauan

(42)

4. Metode pengumpulan data

f. Dokumen RPL perlu memuat kelembagaan pemantauan lingkungan, yang dimaksud disini adalah instansi yang bertanggung jawab sebagai penyandang dana pemantauan, pelaksanaan pemantauan, penggunaan hasil pemantauan dan pengawasan kegiatan pemantauan. (Silalahi, 1995 : 185)

2.8 Prosedur AMDAL

2.8.1 Identifikasi Dampak Penting (Penapisan) dan Pelingkupan

2.8.1.1 Penapisan (Screening)

Penapisan bertujuan untuk memilih rencana pembangunan mana yang harus dilengkapi dengan AMDAL. Dalam pasal 16 UU No.4 tahun 1982 hanya rencana proyek yang diprakirakan akan mempunyai dampak penting saja yang diwajibkan untuk dilengkapi dengan AMDAL. Proses penapisan atau kerap juga disebut proses seleksi wajib AMDAL adalah proses untuk menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib menyusun AMDAL atau tidak. Di Indonesia, proses penapisan dilakukan dengan sistem penapisan satu langkah.

Ketentuan apakah suatu rencana kegiatan perlu menyusun dokumen AMDAL atau tidak dapat dilihat pada Keputusan Menteri Negara LH Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan AMDAL.

2.8.1.2 Pelingkupan (scopping)

Pelingkupan merupakan suatu proses awal (dini) untuk menentukan lingkup permasalahan dan mengidentifikasi dampak penting (hipotetis) yang terkait dengan rencana kegiatan. Pelingkupan (scoping) ialah penentuan ruang studi ANDAL, yaitu bagian dari AMDAL yang terdiri dari ientifikasi, prakiraan dan evaluasi dampak. Untuk dapat melakukan pelingkupan haruslah dilakukan identifikasi dampak. Pada tahap pertama diusahakan untuk mengidentifikasi dampak selengkapnya.

(43)

akhir dan proses pelingkupan adalah dokumen KA-ANDAL. Saran dan masukan masyarakat harus menjadi bahan pertimbangan dalam proses pelingkupan.

2.8.2 Penyusunan Kerangka Acuan (KA) Berdasarkan Pelingkupan

Kerangka Acuan (KA) ialah uraian tugas yang harus dilaksanakan dalam stusdi ANDAL. Kerangka Acuan didasarkan dari pelingkupan sehingga KA mamuat tugas-tugas yang relevan dengan dampak penting. Dengan KA yang demikian maka studi ANDAL menjadi terfokus pada dampak penting.

Setelah KA-ANDAL selesai disusun, pemrakarsa dapat mengajukan dokumen kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal penilaian KA-ANDAL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan penyusun untuk memperbaiki / menyempurnakan kembali dokumennya.

2.8.3 ANDAL

2.8.3.1 Prakiraan Besarnya Dampak yang Teridentifikasi dalam Pelingkupan dan Tertera dalam KA

Penyusunan ANDAL dilakukan dengan mengacu pada KA-ANDAL yang telah disepakati (hasil penilaian Komisi AMDAL). Besarnya dampak haruslah diprakirakan dengan menggunakan metode yang sesuai dalam bidang yang bersangkutan. Misalnya prakiraan besarnya penduduk yang terkena proyek haruslah menggunakan metode dalam demografi.

2.8.3.2 Evaluasi Dampak

(44)

2.8.4 Perencanaan dan Pemantauan Lingkungan

2.8.4.1 Penyusunan Rencana Pengolahan Lingkungan (RKL)

Didalam Rencana pengelolaan lingkungan menguraikan prinsip dan persyaratan tindakan yang harus diambil dalam penanganan dampak. Selain itu sebagai masukan kepada kepada konsultan rekayasa tentang suatu rencana proyek/pembangunan.

2.8.4.2 Penyusunan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)

Pemantauan diperlukan sebagai sarana untuk memeriksa apakah persyaratan lingkungan dipatuhi dalam pelaksanaan proyek. Informasi yang didapat dari pemantauan juga berguna sebagai peringatan dini, baik dalam arti positif maupun negative, tetang perubahan lingkungan yang mendekati ayau melampaui nilai ambang batas serta tindakan apa yang perlu diambil. Juga ubtuk mengetahui apakah prakiraan yang dibuat dalan ANDAL sesuai dengan dampak yang terjadi. Karena itu pemantauan sering disebut post-audit dan berguna sebagai masukan untuk memperbaiki ANDAL dikemudian hari dan untuk memperbaiki kebijaksanaan lingkungan.

Metode pengelolaan dan pemantauan lingkungan juga harus menggunakan metode yang sesuai dengan bidang yang bersangkutan.

2.8.5 Penyusunan Laporan AMDAL

2.8.5.1 Ringkasan Eksekutif (executive Summary)

Merupakan laporan yang singkat dan berisi pokok permasalahan yang diperuntukkan kepada para pengambil keputusan, cara pemecahan dan rekomendasi tindakan yang harus diambil dengan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti, juga perlu table atau grafik ringkasan. Panjang laporan sekitar 10 halaman dan tidak sampai 20 halaman.

2.8.5.2 Laporan Utama (main report)

Referensi

Dokumen terkait

Richins dan Dawson (1992, h. 308) mendefinisikan materialisme sebagai “satu set keyakinan utama yang dianut tentang arti penting barang milik dalam kehidupan seseorang”. Bagi

Banyak studi yang telah dilakukan menemukan bahwa presentasi desain pesan paduan elemen visual dan verbal yang terintegrasi secara simultan dapat membantu untuk mengingat

Alat elektronika daya dapat mengkonversi tegangan searah (DC/direct current) menjadi tegangan bolak balik (AC/alternating current). Sebuah inverter

Hal ini menunjukkan bahwa patahan pada spesimen terjadi pada daerah yang dekat dengan root dari blade.. Pasangan dari blade yang patah ini yang patah tidak

Off farm sudah berkembang Pengembangan inovasi teknologi 2 Teknologi budidaya belum maju Kelembagaan pelayanan terkait pertanian sudah mulai dibentuk Pemasaran produk sdh

Jadi, yang dimaksud dengan judul di atas adalah : daya yang timbul dari bidang pekerjaan yang dilandasi keahlian tertentu, yang dilakukan oleh orang yang

Dalam Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan rancangan studi kasus, jenis penelitian kualitatif yang digunakan adalah metode pengembangan sistem yang

Visual BASIC ( Beginners All-Purpose Symbolic Instruction Code ) merupakan Bahasa pemrograman Integrated Development Environment (IDE), yaitu bahasa pemrograman visual