Tiga Prinsip Berkelas Rasulullah dalam Membangun Masyarakat
Saat Rasulullah hadir di dunia, arabia sedang berada di kondisi yang kelam. Rendah tertumpuk problema dan akhlak nista. Kekaisaran romawi serta persia juga sedang menjamah jazirah itu dimana semua sinergi memberi andil dalam kebobrokan, kezhaliman dan kemusyrikkan.Wahyu pertama dari Allah Jalla Jallaluh di turunkan bukan perintah hancurkan arca berhala, atau menyatakan perang dengan romawi maupun persia. Bukan pula pemaksaan menghukum pelaku kriminal sesuai dengan syariat Islam, bukan pula menghantam kekuasaan yang jelas zhalim. Wahyu pertama adalah "Iqra", membaca. Ini indikasi bahwa gerakan Islam harus dimulai dari kesadaran ilmu yang diproyeksikan dari wahyu Allah. Pengetahuan yang mengakar kepada Tauhid akan memutuskan ada keburukan. Ilmu pula yang memutuskan ada kebaikan, lalu dari keduanya membangkitkan kepedulian, kemudian menggerakkan untuk melakukan sesuatu yang mungkin.
Arab saat itu sebagai kaum jahiliah memang membutuhkan pembersihan kemusyrikkan, stabilitas politik, penerapan syariat. Namun, Permulaan risalah Rasulullah shalallahu alaihi wassalam diperintah Allah adalah dengan dakwah. Maka, Sang Rasul mewujudkan dakwah dengan edukasi, penyadaran, dan pendidikan di daarul arqam. Memang itu yang sangat mungkin untuk dilakukan dan dicapai dengan segera. Dapat penulis katakan, Orang akan mengetahui perbuatannya buruk, bahwa satu masyarakat telah terjadi kerusakan karena di sadarkan oleh para juru dakwah yang berilmu dan berlandaskan wahyu. Banyak wahyu yang Allah turunkan terkait pergerakan Rasul berkesesuaian dan juga dengan sesuatu sebagai apa yang mungkin untuk segera di terapkan. Maka prinsip berkelas pertama dari Rasulullah adalah melakukan sesuatu yang paling mungkin dilakukan dengan keputusan ilmu dan tuntunan wahyu.
Di tengah adanya seni kemungkinan itu, ternyata ada komunikasi yang menginspirasi dan juga kesabaran. Komunikasi dakwah yang kuat dan bertujuan memotivasi untukk merealisasikan wahyu akan memberikan perasaan nikmat dari pertemuan fakta-fakta dengan rancangan serta bimbingan Allah. Maka prinsip berkelas kedua Rasul adalah kesabaran yang tidak pasif. Gesit bertaktik, tersampaikan lewat komunikasi yang teryaqinkan dengan bimbingan wahyu.
Terakhir, dalam pandangan Rasulullah idealisme adalah satu hal yang harus dipertahankan oleh seseorang. Namun, beliau ternyata juga tidak menafikkan bahwa saat seseorang melakukan dealing(kesepakatan) maka terpaksa ada pragmatisme. Sayangnya, dan ini yang menjadi prinsip ketiga dimaan sebaiknya dipahami dengan baik, adalah pragmatisme tersebut merupakan pragmatisme Islam. Maka kita dalam mensiasati perjuangan harus fokus untuk menangkan Islam saja, bukan mensukseskan keuntungan pribadi atau golongan.
Muhammad Fadhila Azka S.Th.I