• Tidak ada hasil yang ditemukan

FILSAFAT ILMU DALAM KONTEKS FILSAFAT SEJ

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "FILSAFAT ILMU DALAM KONTEKS FILSAFAT SEJ"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

A. PENDAHULUAN

Perkembangan dan kemajuan peradaban manusia dewasa ini, tidak terlepas dari peran ilmu. Bahkan perubahan pola hidup manusia dari waktu ke waktu sesungguhnya berjalan seiring dengan sejarah kemajuan dan perkembangan ilmu. Tahap-tahap itu kita menyebut dalam konteks ini sebagai priodesasi sejarah perkembangan ilmu; sejak dari zaman klasik, zaman pertengahan, zaman modern dan zaman kontemporer. Kemajuan ilmu dan teknologi dari masa ke masa ibarat mata rantai yang tidak terputus satu sama lain. Semua kemajuan tersebut adalah buah dari perkembangan ilmu pengetahuan yang tak pernah surut dari pengkajian manusia.

Pengetahuan berawal dari rasa ingin tahu kemudian seterusnya berkembang menjadi tahu. Manusia mampu mengembangkan pengetehuan disebabkan oleh dua hal utama; yakni, pertama manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut. Kedua, yang menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuannya dengan cepat adalah kemampuan berfikir menurut suatu alur kerangka berfikir tertentu, (Husnan Sulaiman, & Munasir, 2009).

Filsafat itu adalah sebuah proses berfikir. Namun tidak semua berfikir bisa disebut filsafat. Sebab, inti filsafat adalah pemikiran yang mengunakan nalar. Filsafat juga dapat diisebut pandangan hidup seseorang atau kelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dalam segi yang luas yang menyeluruh dengan segala hubungan, (Suwardi Endaswra, 2012, Hal : 1).

(3)

memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika, (Irmayanti Meliono, dkk, 2007:1)

Berdasarkan konsepsi tersebut di atas, maka penulis berpandangan bahwa filsafat itu sebagai upaya menjinakan akal budi untuk hakekat akhir dan nyata yang ada. Bisa pula diartikan, sebagai upaya spekulatif yang menyajikan pandangan yang benar, sismatis, lengkap untuk seluruh realitas dunia dan isinya. Pandang dari filsafat diamaksudkan agar setiap orang dapat bijaksana dalam memandang kebenaran ilmu pengetahuan dengan akal dan pikiran mereka secara sehat. Namun dalam pandangan yang dimaksud dalam tulisan ini, bukan hanya filsafat dipandang dalam pandangan ilmu atau dalam istilah spesifikasi filsafat disebut filsafat ilmu, tetapi akan dipandang pula dari segi filsafat ilmu dalam konteks filsafat sejarah.

B. PEMBAHASAN 1. Pengertian Filsafat

(4)

kebenaran dalam pengertian sehari-hari. Kebijaksanaan artinya kebenaran yang diambil berdasarkan pertimbangan yang mendalam, sismatis, dan komprehensip; kebenaran yang didalamanya ada unsur kearifan (wisdom); kebenaran yang tidak hanya hasil pikiran yang jernih, tetapi juga dilandasi pertimbangan suara hati (kalbu) atau insan kamil. Demikian pula dengan cinta. Cinta maksudnya ialah menghendaki, ingin menyatu dengannya, bahkan merindukan dan melindunginya.

Sedangakan secara terminologi (istilah) sebagimana yang dikemukanakan Poedjawijatna, bahwa filsafat adalah pengetahuan yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatau yang berdasarkan akal pikiran belaka.” Sementara itu, Hasbullah Bakry, mengatakan, filsafat adalah sejenis pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta, dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia, dan sikap manusia seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.” (Abd. Rahman Pilang, 2003:1-2).

Dari kedua pendapat ahli tersebut menjelaskan suatu hal yang penting bahwa filsafat adalah pengetahuan yang diperoleh dari berfikir. Memang cirri khas filsafat adalah pengetahuan yang diperoleh dari berfikir (yang logis, tetapi tidak empiris).

2. Filsafat Ilmu

(5)

mengoperasionalkan pengembangan konsep tesis, dan teori ilmiah dari disilpin ilmu masing-masing.

Dengan demikian maka Filsafat Ilmu akan sangat menambah wawasan bagi yang menggelutinya, artinya orang yang mendalami filsafat ilmu akan berwawasan luas, baik dalam arti filosofik, teoritik, metodologic, maupun teknis operasional.

3. Filsafat Sejarah

Dikatakan oleh Ibn Khaldun bahwa dalam hakekat sejarah, terkandung pengertian observasi (nadzar), usaha untuk mencari kebenaran (tahqiq), dan keterangan yang mendalam tentang sebab dan asal benda maujudi, serta pengertian dan pengetahuan tentang substansi, essensi, dan sebab-sebab terjadinya peristiwa. Dengan demikian, sejarah benar-benar terhunjam berakar dalam filsafat, dan patut dianggap sebagai salah satu cabang filsafat.

Selanjutnya pada bagian yang lain, yaitu pada bagian satu kitab al-Ibar, Ibn Khaldun mengatakan: Ketahuilah, bahwa pembicaraan tentang persoalan ini adalah barang baru, luar biasa, dan sangat berguna. Penelitian dan penyelidikan yang mendalam telah menemukan ilmu tersebut. Ilmu pengetahuan ini tidak ada hubungannya dengan sama sekali dengan retorika, yaitu seni bicara yang meyakinkan dan berguna untuk mempengaruhi orang banyak. Juga tidak ada hubungannya dengan ilmu politik, sebab ilmu politik berbicara tentang mengatur rumah tangga atau kota, sesuai dengan ajaran etika dan hikmah-hikmah kebijaksanaan, supaya masyarakat mau mengikuti jalan menuju ke78 arah pemeliharaan keturunan. Dua jenis ilmu pengetahuan ini memang menyerupai ilmu pengetahuan kita ini dalam soal yang dibahasnya, tetapi kedua pengetahuan itu berbeda dengannya. Ia agaknya ilmu yang baru tumbuh. Sungguh aku belum pernah tahu seorang pun pernah membincangkannya dengan berbagai aspek yang dimilikinya (Ibn Khaldun, 1986: 63).

(6)

kemudian. Memang cikal bakalnya telah bersemi sejak zaman purba, misalnya dalam karya Aristoteles, Politics dan karya Plato Republic, akan tetapi bahkan termino-loginya sendiri terumuskan baru pada abad ke delapan belas (Zainab al-Khudairi, 1987: 43).

Filsafat Sejarah, dalam pengertian yang paling sederhana, seperti dikemukakan oleh al-Khudairi adalah tinjauan terhadap peristiwa-peristiwa historis secara filosofis untuk mengetahui faktor-faktor essensial yang mengendalikan perjalanan peristiwa-peristiwa historis itu, untuk kemudian mengikhtisarkan hukum-hukum umum yang tetap, yang mengarahkan perkembangan berbagai bangsa dan negara dalam berbagai masa dan generasi (Zainab al-Khudairi, 1987: 54).

Ada beberapa penulis yang berpendapat bahwa sejarah berjalan sesuai dengan suatu kerangka tertentu dan bukannya secara acak-acakan, dan filsafat sejarah adalah upaya untuk mengetahui kerangka tersebut yang diikuti sejarah dalam perjalanannya, atau arah yang ditujunya, atau pun tujuan yang hendak dicapainya. Menurut F. Laurent, sebagaimana dikutip al-Khudairi, menyatakan bahwa sejarah tidak mungkin hanya merupakan seperangkat rangkaian peristiwa yang tanpa tujuan atau makna. Dengan demikian, sejarah sepenuhnya tunduk kepada kehendak Tuhan seperti halnya peristiwa-peristiwa alam yang tunduk pada hukum-hukum yang mengendalikannya.

(7)

XIX, apa yang disebut Walsh sebagai filsafat sejarah spekulatif pada dasarnya adalah satu-satunya filsafat sejarah.

Dua arti dari kata sejarah tersebut penting karena dengan demikian membuka dua kemugkinan terhadap ruang lingkup atau bidang kajian filsafat sejarah.

Pertama, adalah suatu studi dalam bentuk kajian sejarah tradisional, yaitu perjalanan sejarah dan perkembangannya dalam pengertian yang aktual.

Kedua, adalah suatu studi mengenai proses pemikiran filosofis tentang perjalanan dan perkembangan sejarah itu sendiri.

Dalam kasus yang kedua, filsafat sejarah mengandung arti studi mengenai jalannya peristiwa sejarah, atau studi terhadap asumsi dan metode para sejarawan. Ketika seseorang berpikir tentang asumsi dan metode para sejarawan, kata Walsh, maka ketika itu ia sedang bergumul dengan filsafat sejarah kritis atau analitis. Dalam kaitan dengan filsafat sejarah ini, pembagian Walsh ke dalam filsafat sejarah kritis dan spekulatif telah diterima secara luas (Marnie Hughes-Warrington, 2008: 660).

Filsafat sejarah mengandung dua spesialisasi. Pertama, sejarah yang berusaha untuk memastikan suatu tujuan umum yang mengurus dan menguasai semua kejadian dan seluruh jalannya sejarah. Usaha ini sudah dijalankan berabad-abad lamanya. Kedua, sejarah yang bertujuan untuk menguji serta menghargai metode ilmu sejarah dan kepastian dari kesimpulan-kesimpulannya. Dalam kajian-kajian modern, filsafat sejarah menjadi suatu tema yang mengandung dua segi yang berbeda dari kajian tentang sejarah.

(8)

hukum-hukum logika, keserasian dan hubungan-hubungan antara pikiran-pikiran manusia dengan kenyataan, tabiat, realitas, dan kelayakan metode yang dipergunakan dalam mengantarkan pada pengetahuan yang benar.

Dari segi yang lain, filsafat sejarah berupaya menemukan komposisi setiap ilmu pengetahuan dan pengalaman umum manusia. Di sini perhatian lebih diarahkan pada kesimpulan dan bukannya pada penelitian tentang metode atau sarana-sarana yang digunakan seperti yang digunakan dalam metode analitis filsafat. Dalam kegiatan konstruktif, filosof sejarah bisa mencari pendapat yang paling komprehensif yang bisa menjelaskan tentang makna hidup dan tujuannya.

4. Filsafat Ilmu Dalam Kontek Filsafat Sejarah

Filsafat Ilmu memiliki empat obyek telaahan. Dua obyek menelaah substansinya, dan dua obyek lainnya menelaah instrumentasinya. Dua yang pertama (telaah substansi) adalah Fakta atau kenyataan; dan kebenaran. Sedangkan dua yang terakhir (telaah instrumentasi) adalah Uji konfirmasi; dan Logika Inferensi.

Telaah subtansi dalam filsafat ilmu yang dimaksukan adalah fakta atau kenyatan dan kebenaran, juga menjadi bagian dari telah filsafat sejarah. Antara filsafat ilmu dan filsafat sejarah kedua-duanya mengaji tentang alam, manusia, dan segala tindakanya. Sebuah fakta yang bisa dijadikan sumber kebenaran sejarah dan dapat menjadi ilmu pengetahuan, jika telah mempunyai metode dan metodologi. Olehnya itu, suatu ilmu dalam pandangan filsafat bila memenuhi tiga kreteria:

(9)

Kedua, aspek epistimologi yakni, yakni cara mendapatkan pengetahuan. Rekonstruksi mengenai kejadian dimasa lampau dilakukan secara sismatis melalui heuristic, kritik (internal dan ekternal), interpertasi, dan histografi. Cara atau metode ini tidak dapat saling dipertukakarkan urutan kerjanya. Dengan cara itu, rekonstruksi masa lalu dapat dilakukan.

Ketiga, aspek aksiologi guna atau manfaat suatu pengetahuan yang dikatakan sebagai suatu ilmu. Tujuan suatu ilmu dalam krangka ini bukan semata untuk ilmu itu sendir, melaingkan lebih luas yakni dapat member manfaat bagi kepentingan kemanusiaan. Apek ini sering menjdi bahan perdebatan, bahwa masa lalu kurang atau bahkan tidak punya konstribusi terhadap masa depan unmat manusia, (Abdurahman Hamid & Muhamad Saleh Majid, 2011: 86).

Ilmu sejarah dan ilmu filsafat merupakan dua ilmu yang berbeda, akan tetapi keduanya saling membutuhkan satu sama lain, ilmu sejarah berbicara mengenai masa lalu, sedangkan ilmu filsafat berbicara mengenai bagaimana berfikir secara rasional, analisis dan kritis, kedua ilmu ini akan sangat bersinergi dalam memecahkan masalah-masalah yang bermunculan di zaman kontemporer ini, ilmu sejarah memberikan gambaran dari masa lalu, yang mana pada masa lalu pernah terjadi bebagai macam persoalan-persoalan, baik persoalan yang meliputi masalah politik, pemerintahan, masalah sosial, ekonomi maupun masalah yang bersifat religius Sebahagian orang mengharapkan masa lalu dapat menjelaskan atau bahkan memberikan pembenaran terhadap apa yang terjadi sekarang, sebahagian yang lain berharap, dari sejarah dapat dicari akar-akar identitas bahkan orientasi kemasa depan, harapan ini termasuk fungsi sosial dari sejarah yaitu“ mengorganisasi masa lalu sebagai fungsi dari masa sekarang”

(10)

atau pelajaran dimasa sekarang yang terkait dengan permasalah yang tidak jauh berbeda dengan yang terjadi pada masa lampau, dengan demikin manusia mampu memetik sebuah pesan kontemporer dalam rangka membina kehidupan manusia moderen yang ideal.

Dengan demikian kita bisa mengambil sebuah kesimpulan bahwa tugas filsafat dalam sejarah adalah menggerakkan pemikiran manusia agar merekontruksi masa lalu sebagai pelajaran atau hikmah dimasa sekarang, dan merancang masa depan.

Menurut Murtadha Mutahhari (1986:65), sejarah dapat didefinisikan dalam tiga cara:

Pertama, pengetahuan tentang kejadian-kejadian, peristiwa-peristiwa, dan keadaan-keadaan kemanusiaan di masa lampau dalam kaitannya dengan kejadian-kejadian masa kini. Semua situasi, keadaan, peristiwa, dan episode yang terjadi pada masa kini, dinilai, dilaporkan, dan dicatat sebagai hal-hal yang terjadi hari ini oleh surat kabar-surat kabar. Namun demikian, begitu waktunya berlalu, maka semua hal itu larut bersama masa lalu dan menjadi bagian sejarah. Jadi, sejarah adalah pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa, kejadian-kejadian, dan keadaan-keadaan kemanusiaan di masa lampau. Biografi-biografi, catatan-catatan tentang peperangan dan penaklukan, dan semua babad semacam itu, yang disusun pada masa lampau, atau di masa kini, adalah termasuk dalam kategori ini.

(11)

menurut Mutahhari disebut sebagai sejarah tradisional (tarikh naqli) atau sejarah yang ditransmisikan (transmitted history).

Kedua, sejarah merupakan pengetahuan tentang hukum-hukum yang tampak menguasai kehidupan masa lampau, yang diperoleh melalui penyelidikan dan analisis atas peristiwa-peristiwa masa lampau. Dalam hal ini, bahan-bahan yang menjadi urusan sejarah tradisional, yakni peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian masa lampau, adalah bahan dasar untuk kajian ini. Kajian atau telaah terhadap sejarah dalam pengertian ini, yang berupa peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian, adalah sama halnya dengan bahan-bahan yang dikumpulkan oleh seorang ilmuwan, yang selanjutnya dianalisis dan diselidiki di laboratorium guna menemukan hukum-hukum umum tertentu.

Sejarawan dalam upaya menganalisis ini, berusaha mengungkapkan sifat sejati peristiwa-peristiwa sejarah tersebut serta hubungan sebab-akibatnya, dan akhirnya dapat menemukan hukum-hukum yang bersifat umum dan berlaku pada semua peristiwa yang serupa. Sejarah dalam pengertian ini menurut Mutahhari disebut sebagai sejarah ilmiah.

Meskipun obyek penelitian dan bahan pokok sejarah ilmiah adalah episode-episode dan peristiwa-peristiwa masa lampau, tetapi hukum-hukum yang disimpulkannya tidak hanya terbatas pada masa lampau. Hukum-hukum tersebut dapat digeneralisasikan sehingga dapat diterapkan pada masa kini dan mendatang. Segi sejarah ini menjadi sangat bermanfaat dan menjadi salah satu sumber pengetahuan bagi manusia untuk memproyek-sikan dan memperkirakan masa depan.

(12)

dikaji seorang sejawaran adalah setumpuk catatan tentang rangkaian peristiwa masa lampau. Seorang sejarawan adalah seperti seorang hakim di pengadilan, yang memutuskan suatu perkara atas dasar bukti-bukti dan petunjuk-petunjuk yang ada padanya. Dengan demikian, analisis seorang sejarawan bersifat logis dan rasional, bukan berdasarkan bukti-bukti dari luar yang dapat diuji kebenarannya.

Seorang sejarawan melakukan analisisnya di laboratorium pikiran dan akalnya, dengan peralatan logika dan penyimpulan, bukan di laboratorium fisik lahiriah dengan penelitian observasi dan pengukuran. Karena itu, pekerjaan seorang sejarawan lebih dekat dengan pekerjaan seorang filosuf ketimbang pekerjaan seorang ilmuwan. Apa yang dikatakan Mutahhari ini sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Croce ketika mengatakan bahwa sejarah adalah bentuk tertinggi dari filsafat. Bagi Croce, perbuatan berpikir adalah filsafat dan sekaligus sejarah pada waktu yang bersamaan. Karenanya, sejarah identik dengan tindakan berpikir itu sendiri. Dari paradigma ini kemudian lahirlah rumusan tentang identiknya sejarah dengan filsafat (Ahmad Syafii Maarif, 2003: 35).

Ketiga, filsafat sejarah (kesejarahan) didasarkan pada pengetahuan tentang perubahan-perubahan bertahap yang membawa masyarakat bergerak dari satu tahap ke tahap yang lain. Filsafat sejarah membahas tentang hukum-hukum yang menguasai perubahan-perubahan ini. Dengan kata lain, filsafat sejarah adalah ilmu tentang proses menjadinya (becoming) masyarakat, bukan hanya tentang maujudnya (being) saja.

(13)

Pendapat lain tentang sejarah dikemukakan oleh Hugiono dan Poerwantara bahwa dalam penulisan sejarah perlu dibedakan terlebih dahulu antara sejarah dalam kerangka ilmiah, dan sejarah dalam kerangka filosofis. Sejarah dalam kerangka ilmiah adalah sejarah sebagai ilmu, artinya sejarah sebagai salah satu bidang ilmu yang meneliti dan menyelidiki secara sistematis keseluruhan perkembangan masyarakat serta kemanusiaan di masa lampau beserta seluruh kejadian-kejadian, dengan maksud untuk menilai secara kritis seluruh hasil penelitian dan penyelidikan tersebut, untuk akhirnya dijadikan pedoman bagi penilaian dan penentuan keadaan sekarang serta arah program masa depan. Sejarah dalam kerangka filosofis adalah sejarah dalam pengertian sebagai filsafat sejarah.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Endaswra, Suwardi, 2012. Filsafat Ilmu Konsep, Sejarah, dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan, Jogjakarta: (Cet-1), Caps.

Hamid, Abdurahman & Muhamad Saleh Majid, 2011. Pengangar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: (Cet-1), Ombak.

Pilang, Abd. Rahman, 2003. Filsafat Ilmu, Makassar: Badan Penerbit UNM.

(15)

Referensi

Dokumen terkait

High diversity of birds’ species in Rajegwesi show potential attraction to be developed for ecotourism; besides other natural attraction such as beach and

Hasil pengujian hipotesis diperoleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,301 dengan p sebesar 0,000. Nilai p < 0,01 membuktikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan

MENINGKATKAN KECERDASAN KINESTETIK ANAK MELALUI RANGSANGAN AUDITIF DALAM PEMBELAJARAN TARI.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Amelioration using 2.5 t/ha manure, liming with dolomite equivalent to 20% of Al saturation, and NPK fertilizer at dose of 45 kg N - 72 kg K 2 O – 60 kg P 2 O 5 /ha improved

used for analysis of soil physical and chemical properties were as follows: bulk density (Cylinder), total porosity (calculated from bulk density and particle density),

DATA DIKJUR/PELATIHAN SATKER BIRO RENA SEMESTER I TAHUN 2016.. NO NAMA PANGKAT/NRP

Contoh bola pengganti pada olahraga tolak peluru [12] Dari aspek hasil maka dapat dilihat bahwa peningkatan hasil belajar siswa dengan pengembangan media menunjukkan

government, as well as by immigrants theselves.12 Thus when Congress eliminated the quota system, large numbers of Filipinos already wanted to come to the United