• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN MEDIA GAMBAR BERSERI DALAM M

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PEMANFAATAN MEDIA GAMBAR BERSERI DALAM M"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

PADA PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS MATERI

NARRATIVE TEXT

DI KELAS XI IPA-4 SMA NEGERI 1 PATIANROWO

NGANJUK

TAHUN PELAJARAN 2013/2014

1

Ely Saidah

1SMA Negeri 1 Patianrowo

Jl. Jl. Raya PG Lestari No.1 Patianrowo – Nganjuk 64391 ely.andrianto@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas Pembelajaran Bahasa Inggris Materi Narrative Text, khususnya peningkatan keterampilan menulis (writing skill) melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dengan media gambar berseri di Kelas XI IPA-4 SMA Negeri 1 Patianrowo – Nganjuk Tahun Pelajaran 2013/2014. Kualitas tersebut dianalisis berdasarkan aspek-aspek motivasi, aktivitas belajar, serta kompetensi siswa. Penelitian dilakukan dalam 2 siklus. Masing-masing siklus terdiri atas tahapan: perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Penulis mengambil data aktivitas siswa pada setiap siklus dengan instrumen observasi, sedangkan data hasil belajar diperoleh dari hasil permainan dan turnamen. Penulis juga mengambil data awal berupa hasil ulangan harian dan tugas untuk memetakan kemampuan awal siswa. Kesimpulan dari Penelitian adalah: 1) Penerapan metode TGT dengan memanfaatkan media gambar berseri berpengaruh positif terhadap peningkatan keterampilan menulis pada pembelajaran Bahasa Inggris materi Narrative Text di Kelas XI IPA-4 SMA Negeri 1 Patianrowo Tahun Pelajaran 2013/2014; 2) Penerapan metode TGT dengan memanfaatkan media gambar berseri dapat meningkatkan aktivitas dan motivasi belajar siswa dalam rangka peningkatan keterampilan menulis pada pembelajaran Bahasa Inggris materi Narrative Text di Kelas XI IPA-4 SMA Negeri 1 Patianrowo Tahun Pelajaran 2013/2014; 3) Penerapan metode TGT dengan memanfaatkan media gambar berseri dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam rangka peningkatan keterampilan menulis pada pembelajaran Bahasa Inggris materi

Narrative Text di Kelas XI IPA-4 SMA Negeri 1 Patianrowo Tahun Pelajaran 2013/2014. Saran dari Peneliti adalah: 1) Guru sebaiknya lebih memperhatikan karakteristik siswanya, terutama sekali dalam sistem monitoring yang lebih efektif dan efisien, sehingga guru dapat mengontrol sikap dan perilaku siswa pada saat proses berlangsung; 2) Pihak guru, sekolah serta

stakeholder lainnya sebaiknya memberikan dukungan dan kontribusi yang nyata terhadap berbagai upaya pengembangan lebih lanjut; 3) Bagi guru mitra yang akan menggunakan perangkat dan model pembelajaran ini, sebaiknya terlebih dahulu melakukan simulasi dan selalu berkonsultasi dengan peneliti, sehingga kekurangan yang terjadi pada ujicoba ini dapat teratasi sebelum mengajarkan di kelas; serta 4) Bagi peneliti lain yang hendak mengembangkan ataupun mereplikasi penelitian ini, sebaiknya mempertimbangkan berbagai keterbatasan penelitian yang telah diutarakan penulis.

Kata Kunci : Model Pembelajaran Kooperatif, Teams Games Tournament, Keterampilan Menulis, Narrative Text

Pendahuluan

Berkomunikasi adalah cara memahami dan mengungkapkan informasi, pikiran, perasaan, mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, serta budaya. Kemampuan berkomunikasi dengan Bahasa Inggris dalam pengertian yang utuh adalah

kemampuan berwacana, yakni kemampuan

memahami dan menghasilkan teks lisan dan tulis yang direalisasikan dalam keterampilan reseptif dan keterampilan produktif. Keterampilan reseptif meliputi menyimak/mendengarkan (listening) dan membaca (reading), sedangkan keterampilan produktif meliputi berbicara (speaking) dan menulis

(writing). Oleh karena itu, mata pelajaran Bahasa

Inggris diarahkan untuk mengembangkan

keterampilan-keterampilan tersebut agar (lulusan) peserta didik mampu berkomunikasi dan berwacana dalam bahasa Inggris pada tingkat literasi tertentu (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006).

Tingkat literasi tersebut mencakup performative,

functional, informational, dan epistemic. Pada tingkat

performative, peserta didik mampu membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara dengan simbol-simbol yang digunakan. Pada tingkat

(2)

membaca surat kabar, manual atau petunjuk. Pada tingkat informational, orang mampu mengakses

pengetahuan dengan kemampuan berbahasa,

sedangkan pada tingkat epistemic orang mampu mengungkapkan pengetahuan yang dimilikinya ke dalam bahasa sasaran (Wells, 1987).

Writing (menulis) merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang dirasa sering menjadi masalah bagi siswa dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris. Kegiatan menulis dalam pengajaran bahasa kedua (Bahasa Inggris) biasanya dianggap sebagai keterampilan sekunder yang nilai pentingnya terletak di bawah kemampuan menyimak, berbicara, dan membaca. Pada kenyataannya, menulis banyak digunakan sebagai cara untuk mempraktekkan unsur-unsur linguistik atau untuk mengekspresikan hal-hal yang bersifat personal bagi siswa (Ghazali, 2010:295).

Menurut Ghazali (2010:295), pengembangan

keterampilan menulis bahasa kedua, sama seperti keterampilan berbahasa lisan, yaitu memerlukan pemahaman tentang cara menggabungkan komponen-komponen linguistik (pengetahuan tentang kosakata, tata bahasa, ortografi, struktur (genre)) agar dapat menghasilkan sebuah teks.

Vygotsky (dalam Bodrova & Leong, 1996:102)

beragumentasi bahwa, “...written speech is not just oral speech on paper but represents a higher level of thinking”. Dalam konteks mengenal kata-kata baru, Bloodgood (1999) menegaskan bahwa, “...found that names serve an ongoing role, helping children make connections to letters, words, sound, reading, and writing concepts”. Oleh karena itu, melatih

memperkenalkan kosakata tentang benda-benda dan media tertentu akan menjadi bagian penting dalam membangun kemampuan bahasa dan kemampuan latihan menulis.

Oleh karenanya, usaha memperkaya kosakata, kalimat-kalimat sederhana dan pengenalan benda-benda di sekitar mereka melalui pengembangan model

assessment untuk mendeteksi kemampuan

penguasaan bahasa mesti dilakukan guna

meningkatkan kemampuan bahasa mereka.

Bersamaan dengan itu, pengembangan assessment

guna mengukur dan menilai tingkat perkembangan kemampuan bahasa mereka menjadi penting.

Masih bertalian dengan perkembangan bahasa dan gagasan berpikir, tidak terlepas dari memperkenalkan dan mengajarkan kata-kata baru secara tepat. Kekayaan gagasan berpikir pada peserta didik merupakan implikasi dari usaha mengenalkan konsep/benda yang ada di alam dan lingkungan sekitarnya. Gagasan berpikir yang telah tumbuh dan berkembang dangan baik tersebut menurut Marlin et al (2003), dapat mendukung mereka dalam mengembangkan kemampuan menulis. Bertalian

dengan hal tersebut, penelitian (Schilisselberg, 2004; Neoman, 2006; Leonard, 1976) menemukan bahwa identifikasi vocab berkorelasi dengan proses penguasaan merangkai dan menyusun beberapa vocab

yang bertalian kedalam tulisan.

Dengan demikian, keterampilan menulis (writing skill) cenderung dipengaruhi oleh penguasaan kosakata, struktur bahasa dan kemampuan siswa dalam merangkai kata menjadi sebuah teks yang berterima. Selama ketiga faktor tersebut belum dikuasai, siswa akan mengalami kesulitan dalam mengasah kemampuan menulis dalam pembelajaran Bahasa Inggris. Beban siswa akan semakin bertambah karena terdapat perbedaan secara gramatikal antara Bahasa Inggris sebagai bahasa asing dan Bahasa Indonesia sebagai bahasa utama.

Blogspot Syam-Education saat menulis artikel

Collaborative Writing: Strategi Pengajaran Menulis

dengan Menggunakan Pendekatan Proses”,

menguraikan beberapa penyebab rendahnya

keterampilan menulis (writing skill) siswa, yaitu: 1. keterampilan menulis (writing skill) cenderung

jarang diajarkan di sekolah;

2. guru kesulitan dalam merencanakan dan mengajarkan keterampilan ini;

3. guru lebih sering disibukkan dengan tindakan menjelaskan grammar serta bagian-bagian (generic structure) dari sebuah teks dibanding mengaplikasikan ke dalam sebuah tulisan siswa; 4. pembelajaran keterampilan menulis sangat

menyita waktu, baik prosesnya maupun dalam pemberian umpan balik;

5. jumlah siswa terlalu banyak dalam satu kelas menyulitkan guru membimbing siswa secara efektif;

6. siswa tidak menguasai vocabulary serta kesulitan mengorganisisr ide mereka dan menuangkannya ke dalam paragraf sederhana;

7. dalam memberikan tugas menulis guru terkadang tidak memberikan contoh dan bimbingan tentang cara menuangkan ide dan mengembangkannya pada setiap proses menulis, sehingga pembelajaran keterampilan menulis hanya bertumpu pada hasil (product oriented) bukan pada proses (proccessoriented).

Salah satu Kompetensi Dasar (KD) yang harus dikuasai siswa Kelas XI adalah kemampuan mengungkapkan makna dan langkah retorika dalam esei dengan menggunakan ragam bahasa tulis secara akurat, lancar dan berterima dalam konteks kehidupan sehari-hari dalam teks berbentuk: narrative, spoof, dan

(3)

secara klasikal / konvensional, keterampilan menulis (writing skill) siswa Kelas XI cenderung stagnan.

Stagnansi tersebut timbul karena terkendala oleh: 1) kurang bervariasinya metode atau teknik yang digunakan atau diterapkan oleh guru; 2) kurangnya media pembelajaran yang sesuai dan menarik bagi siswa; 3) kurangnya kompetensi guru dalam melaksanakan pembelajaran interaktif – inovatif khususnya yang menyangkut skill tersebut; 4) rendahnya motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran yang kurang menarik menurut mereka, 5) keterampilan siswa dalam menulis cenderung lemah karena mereka kesulitan merubah budaya lisan ke budaya tulis, tidak paham bagaimana harus memulai, lemah dalam mengorganisasi informasi kedalam teks yang akurat, serta miskin ide, gagasan dan imajinasi.

Khusus keterampilan menulis (writing skill)

narrative text, siswa Kelas XI idealnya mampu menulis narrative text sesuai dengan kaidah-kaidah penulisan yang tercakup dalam langkah-langkah retorika narrative text, yaitu: generic stucture

(susunan umun teks) yang mencakup orientation,

complication dan resolution, serta menggunakan

languangefeatures seperti simplepasttense (verb2),

action verbs, dan conjunction. Selain itu, tulisan yang dihasilkan oleh peserta didik mengandung pesan moral (moral value). Kenyataannya, banyak siswa belum memahami perbedaan-perbedaan yang ada dalam setiap teks tersebut. Siswa cenderung lemah dalam penguasaan kosakata dan grammar, serta kurang memanfaatkan waktu untuk bertanya tentang kesulitan mereka dalam memahami materi narrative text.

Peneliti berusaha mencari metode dan strategi pembelajaran yang tepat sebagai solusinya. Guru harus mampu mencari suatu teknik pembelajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi kelas. Prinsip PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan) harus dilaksanakan. Guru bukan lagi sosok yang ditakuti dan bukan pula sosok otoriter, tetapi guru harus jadi seorang fasilitator dan motor yang mampu memfasilitasi dan menggerakkan siswanya untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang mereka butuhkan.

Dibutuhkan suatu pembelajaran yang dibangun secara aktif oleh individu, bukan ditransfer dari guru kepada siswa. Salah satu model pembelajaran tersebut adalah model pembelajaran kooperatif. Model ini dapat mengembangkan respons positif dengan cara melatih sikap kepemimpinan, menghargai diri sendiri dan teman yang lain, saling bertanggungjawab, memberi kebebasan berpendapat, melibatkan siswa dalam proses pembelajaran, dan memotivasi siswa untuk mencapai prestasi belajar melalui belajar

kooperatif. Peneliti bereksperimen dengan model kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) karena dapat melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan

reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggungjawab, kejujuran, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.

Metode TGT akan diterapkan dengan media gambar berseri. Gambar berseri adalah gambar rangkaian kegiatan atau cerita yang disajikan secara berurutan. Siswa berlatih mendeskripsikan setiap gambar, hasil deskripsi dari setiap gambar apabila dirangkai akan menjadi suatu karangan yang utuh (Arsyad, 2011:119). Tizen (2008) menjelaskan bahwa gambar berseri merupakan sejumlah gambar yang menggambarkan suasana yang sedang diceritakan dan menunjukkan adanya kesinambungan antara gambar yang satu dengan gambar lainnya.

Manfaat dari penggunaan media gambar berseri (Angkowo dan Kosasih, 2007:29), antara lain: 1) membantu siswa dalam mengingat nama benda atau orang yang mereka lihat; 2) membantu mempercepat siswa dalam memahami materi, dan 3) membantu siswa dalam memahami konsep-konsep dari materi yang dipelajari. Menurut Davis (1997), guru dapat mengembangkan keinginan dalam belajar bahasa siswa melalui gambar berseri, memudahkan mereka dalam belajar bahasa, memberikan kebermaknaan belajar dengan media autentik dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat memberikan keberagaman dalam belajar bahasa dan unsur-unsur bahasa.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan, yaitu pada bulan Pebruari – Maret 2014. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Patianrowo Kabupaten Nganjuk, khususnya di Kelas XI IPA-4. Lokasi ini dipilih karena peneliti merupakan guru pengajar mata pelajaran Bahasa Inggris di kelas tersebut. Jumlah siswa Kelas XI IPA-4 adalah 36 orang yang terdiri dari 8 siswa laki-laki dan 28 siswa perempuan, dengan kemampuan siswa yang heterogen (tidak sama).

(4)

Pengambilan data dilakukan dengan cara: a) data aktivitas kelas diambil melalui observasi pada saat pelaksanaan tindakan berlangsung dengan bantuan lembar observasi; b) data hasil belajar siswa diambil setelah masing-masing siklus berlangsung dengan instrumen LKS turnamen; c) data tentang keterkaitan antara perencanaan dengan pelaksanaan didapat dari rencana pembelajaran dan observasi.

Data hasil penelitian yang telah dikumpulkan diklasifikasikan atas dua tipe data, yaitu: kualitatif dan kuantitatif. Data kuantitatif berupa nilai para siswa pada setiap siklus akan diolah dengan teknik tabulasi sesuai dengan RPP. Data kualitatif berupa hasil observasi diolah dengan cara: 1) mengklasifikasikan seluruh materi-materi data berdasarkan sumber-sumber data yang diperoleh; 2) editing, yakni penelaahan terhadap data yang telah terkumpul untuk diklasifikasikan berdasarkan satuan gejala yang diteliti; 3) melakukan pengkodean (coding) untuk diklasifikasikan sesuai dengan kebutuhan berdasarkan satuan gejala yang diteliti; dan 4) melakukan presentasi data untuk keperluan analisis.

Teknik analisis data dikembangkan berdasarkan kriteria penilaian RPP. Oleh karena itu, indikator keberhasilan tindakan yang digunakan adalah yang telah dirumuskan di RPP, ditambah dengan indikator hasil belajar siswa yang telah disepakati, yaitu: 1) KKM = 75; 2) Ketuntasan Klasikal = 80%.

Hasil Penelitian pada Siklus 1

Hasil pengamatan observer menunjukkan bahwa sebagian besar siswa di Kelas XI IPA-4 cenderung aktif terlibat dalam pembelajaran Bahasa Inggris materi narrative text pada aspek peningkatan keterampilan menulis dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament. Data analisis menunjukkan bahwa dari 36 siswa Kelas XI IPA-4, sebanyak 12 siswa (33,33%) termasuk kategori Cukup Aktif, sebanyak 7 siswa (19,44%) termasuk kategori Sangat Aktif. Meski demikian, masih terdapat 17 siswa (47,22%) yang dinilai Kurang Aktif terlibat dalam eksperimen penelitian tindakan kelas.

Gambar 1. Pie Chart Proporsi Keaktifan Siswa pada Siklus 1

Analisis data dilanjutkan pada level indikator keaktifan, antara lain: a) perhatian siswa terhadap materi pelajaran (1); b) kerjasama kelompok (2); dan c) tingkat partisipasi di turnamen (3). Apabila jumlah siswa di Kelas XI IPA-4 yang terlibat adalah 36 siswa, maka jumlah minimal pencapaian adalah 36 indikator sementara jumlah maksimal pencapaian adalah 108 indikator. Jadi, pada interval 36 – 108 tersebut diperoleh nilai tengah yaitu (108 + 36)/2 = 72 (66,67%). Total jumlah indikator yang dicapai oleh 36 siswa di Kelas XI IPA-4 pada Siklus 1 tercatat sebanyak 62 indikator (57,41%). Oleh karena 62 < 72, maka tingkat keaktifan siswa pada level indikator keaktifan terbukti masih rendah.

Analisis data secara mendalam dilanjutkan pada masing-masing indikator, dengan tujuan untuk mengetahui secara detail indikator keaktifan siswa yang paling signifikan. Hasilnya adalah sebanyak 27 siswa (75,00%) aktif menunjukkan perhatian pada materi pelajaran (1), sebanyak 24 siswa (66,67%) aktif bekerjasama dalam kelompoknya (2), serta sebanyak 11 siswa (30,56%) cenderung aktif berpartisipasi dalam pelaksanaan turnamen pada pembelajaran

Teams Games Tournament.

Gambar 2. Diagram Proporsi Keaktifan Siswa per Indikator pada Siklus 1

Analisis data hasil turnamen pada Siklus 1 menunjukkan bukti bahwa sebanyak 27 siswa di Kelas XI IPA-4 (75%) berhasil memenuhi syarat KKM (tuntas belajar), dan sebanyak 9 siswa (25%) belum memenuhi syarat KKM. Nilai rata-rata yang dicapai adalah sebesar 75,86, sehingga verifikasi nilai membuktikan bahwa sebanyak 14 siswa (38,89%) memiliki nilai diatas rata-rata, dan sebanyak 22 siswa (61,11%) memiliki nilai dibawah rata-rata.

(5)

didistribusikan ke turnamen 5 dan 6. Berdasarkan perolehan nilai mereka dalam permainan, serta komposisi siswa dalam turnamen, maka terdapat satu siswa yang mengikuti turnamen 4 meskipun nilainya dibawah rata-rata nilai permainan (games).

Analisis data hasil turnamen pada Siklus 1 membuktikan bahwa sebanyak 10 siswa (27,78%)

berhasil menempati peringkat “good” yang berarti

mendapatkan nilai 80 – 89. Temuan lain membuktikan bahwa sebanyak 2 siswa (5,55%) masih berada di

peringkat terbawah, yaitu “poor” yang berarti

mendapatkan nilai antara 60 – 69. Secara umum, hasil turnamen siswa di Kelas XI IPA-4 cenderung berada

di level “fair” (70 – 79), yaitu sebanyak 24 siswa (66,67%).

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Turnamen Siklus 1

Gambar 3. Pie Chart Komposisi Peringkat Siswa pada Siklus 1

Peneliti melakukan analisis lebih lanjut dengan menggunakan pendekatan statistik. Caranya adalah mengkonversi hasil post-test pada Siklus 1 ke dalam format interval dengan range sebesar 10. Masing-masing interval nilai dicari frekuensi (F) dan nilai tengahnya (NT), kemudian dikalikan. Hasil kali dari (F) dengan (NT) dari masing-masing interval dijumlahkan, dan hasilnya dibagi dengan total jumlah frekuensi (F). Nilai yang dihasilkan merupakan indeks ketuntasan klasikal yang dinotifikasikan dalam persen. Data pada Tabel 2. menunjukkan bahwa total nilai (F) X (NT) = 2738,0 dan total frekuensi (F) = 36, sehingga indeks ketuntasan klasikal yang diperoleh adalah = 2738,0 / 36 = 76,06; divalidasi menjadi 76,06%. Diketahui bahwa 76,06% < 80%, sehingga hasil turnamen siswa di Kelas XI IPA-4 pada Siklus 1 terbukti belum memenuhi syarat ketuntasan klasikal

sebesar 80%. Temuan ini didukung oleh bukti lain, yaitu sebanyak 30 siswa (83,33%) memiliki nilai di interval 71 – 80. Beberapa dari mereka memiliki nilai dibawah KKM = 75, ditmbah dengan 2 siswa (5,56%) memiliki nilai di interval 61 – 70.

Tabel 2. Tabulasi Ketuntasan Klasikal pada Siklus 1

Gambar 4. Histogram Distribusi Frekuensi Hasil Turnamen pada Siklus 1

Guru memberikan penghargaan kepada

kelompok belajar yang anggotanya meraih hasil baik dalam pelaksanaan turnamen serta mengumumkan siapa saja yang mendapatkan skor tertinggi. Peraih

gelar “super team” adalah kelompok belajar 1 dengan

total nilai 466,25 serta nilai rata-rata 77,71. Peraih

gelar “great team” adalah kelompok belajar 3 dengan

total nilai 455,00 serta nilai rata-rata 75,83; kelompok belajar 4 dengan total nilai 454,11 serta nilai rata-rata 75,69; kelompok belajar 5 dengan total nilai 453,75 serta nilai rata-rata 75,63; serta kelompok belajar 6 dengan total nilai 455,00 serta nilai rata-rata 75,83.

Peraih gelar “good team” adalah kelompok belajar 2

dengan total nilai 446,97 serta nilai rata-rata 74,50. Hasil pengamatan terhadap tingkat keaktifan siswa menunjukkan bahwa aspek paling lemah dari siswa adalah tingkat partisipasi di turnamen. Perhatian terhadap materi pembelajaran juga dinilai belum optimal karena jumlah siswa yang memenuhi aspek ini hanya 75%. Sementara kemampuan bekerjasama di dalam kelompok juga belum optimal karena baru 66,67%. Faktor-faktor inilah yang menjadi penyebab masih banyaknya siswa yang dinilai kurang aktif (KA) saat mengikuti proses pembelajaran.

(6)

bahwa siswa yang mengikuti turnamen 1 dan 2 terkendala oleh kesempatan serta kemampuan mereka dalam mengidentifikasi dan menentukan struktur generik dari media gambar berseri yang menceritakan

The Legend of Kesodo Feast. Khususnya siswa yang mengikuti turnamen 2, mereka cenderung butuh waktu lebih lama untuk mengidentifikasi dan menen-tukan struktur generik dari media gambar berseri.

Siswa yang mengikuti turnamen 3 dan 4 masih terkendala oleh kemampuan mereka dalam menyusun langkah retorika dan tata bahasa dengan benar. Selain itu, mereka juga belum optimal dalam penguasaan kosakata (vocabulary) serta ada indikasi demam panggung / canggung dengan penerapan metode TGT. Meski demikian, kondisi tersebut masih lebih baik daripada kondisi siswa yang mengikuti turnamen 5 dan 6, terbukti siswa tersebut kurang dapat bekerjasama di dalam kelompoknya, serta kurang berpartisipasi dalam pelaksanaan turnamen.

Nilai belum optimal di beberapa indikator kompetensi menyebabkan sebanyak 22 siswa memiliki nilai dibawah rata-rata, meskipun tercatat hanya 9 siswa yang belum memenuhi syarat KKM. Sementara itu, meski terdapat 10 siswa yang memiliki nilai antara 80 –89, dan berada di peringkat “good”,

tetapi ada tidak satupun siswa berhasil mencapai

peringkat “very good” apalagi “excellent”. Dengan

demikian, pada saat ketuntasan klasikal belum tercapai, jumlah siswa yang nilainya rendah masih banyak sedangkan yang nilainya tinggi cenderung lebih sedikit, tanpa ada yang meraih nilai tertinggi / istimewa. Banyak siswa yang nilainya mencapai KKM tapi masih banyak siswa yang nilainya dibawah rata-rata mengindikasikan bahwa banyak siswa yang nilainya hanya sedikit diatas KKM, bahkan beberapa hanya sama dengan KKM.

Kekurangan-kekurangan tersebut menurut

observer terjadi karena penggunaan media pembelajaran yang belum optimal, efektif dan efisien. Penggunaan media sangat penting dalam tahap presentasi kelas dan belajar kelompok, karena pada tahap ini siswa seharusnya diberi penguatan materi secara spesifik mengenai langkah-langkah retorika membuat sebuah narrative text dengan bantuan media gambar berseri. Aktivitas siswa di kelas cenderung kurang disiplin dan kurang efektif karena terdapat siswa yang tidak memperhatikan, canggung, ogah-ogahan, malu, bingung, tidak bisa bekerjasama, kurang pro aktif, serta cenderung beranggapan bahwa kegiatan itu hanya sebuah permainan. Selain itu, guru model hendaknya menjelaskan secara rinci aturan main dan batasan waktu dalam setiap tahapan metode TGT agar siswa tidak kebingungan dan mampu mengimplementasikan perintah yang diberikan oleh guru. Guru model juga dituntut untuk lebih bisa

mengendalikan serta mengontrol situasi dan kondisi kelas. Perlu dipahami bahwa yang bersangkutan harus memberikan bimbingan dan perhatian yang sama kepada 6 kelompok belajar yang sudah dibentuk.

Hasil Penelitian pada Siklus 2

Hasil pengamatan observer menunjukkan bahwa sebagian besar siswa di Kelas XI IPA-4 cenderung sangat aktif terlibat dalam pembelajaran Bahasa Inggris materi narrative text pada aspek peningkatan keterampilan menulis (writing skill) dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

Teams Games Tournament. Data analisis menunjukkan bahwa dari 36 siswa Kelas XI IPA-4, sebanyak 15 siswa (41,67%) termasuk kategori Cukup Aktif, sebanyak 17 siswa (47,22%) termasuk kategori Sangat Aktif. Meski demikian, masih terdapat 4 siswa (11,11%) yang dinilai Kurang Aktif terlibat dalam eksperimen penelitian tindakan kelas. Jumlah siswa yang sangat aktif meningkat tajam dari 7 siswa pada Siklus 1 menjadi 17 siswa pada Siklus 2, sedangkan julah siswa kurang aktif menurun dari 17 siswa menjadi 4 siswa saja.

Gambar 5. Pie Chart Proporsi Keaktifan Siswa pada Siklus 2

Gambar 6. Diagram Proporsi Keaktifan Siswa per Indikator pada Siklus 2

(7)

keaktifan terbukti meningkat signifikan dibandingkan pada Siklus 1 sebanyak 62. Secara rinci, sebanyak 34 siswa (94,44%) aktif menunjukkan perhatian pada materi pelajaran (1), sebanyak 30 siswa (83,33%) aktif bekerjasama dalam kelompoknya (2), serta sebanyak 21 siswa (58,33%) aktif berpartisipasi dalam pelaksanaan turnamen.

Analisis data hasil turnamen pada Siklus 2 menunjukkan bukti bahwa sebanyak 33 siswa di Kelas XI IPA-4 (91,67%) berhasil memenuhi syarat KKM (tuntas belajar), dan sebanyak 3 siswa (8,33%) belum memenuhi syarat KKM. Nilai rata-rata yang dicapai adalah sebesar 82,16, sehingga verifikasi nilai membuktikan bahwa sebanyak 13 siswa (36,11%) memiliki nilai diatas rata-rata, dan sebanyak 23 siswa (63,89%) memiliki nilai dibawah rata-rata.

Analisis data hasil permainan (games) pada Siklus 2 menunjukkan bukti bahwa nilai rata-rata yang dicapai adalah sebesar 80,32, sehingga verifikasi nilai membuktikan bahwa sebanyak 22 siswa (61,11%) memiliki nilai diatas rata-rata, dan sebanyak 14 siswa (38,89%) memiliki nilai dibawah rata-rata. Sebanyak 14 siswa dengan nilai dibawah rata-rata didistri-busikan ke turnamen 5 dan 6. Berdasarkan perolehan nilai mereka dalam permainan, serta komposisi siswa dalam turnamen per kelompok, maka terdapat tiga siswa yang mengikuti turnamen 4 meskipun nilainya dibawah rata-rata nilai permainan (games).

Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Turnamen Siklus 2

Gambar 7. Pie Chart Komposisi Peringkat Siswa pada Siklus 2

Analisis data hasil turnamen pada Siklus 2 membuktikan bahwa sebanyak 3 siswa (8,33%)

berhasil menempati peringkat “very good” yang

berarti mendapatkan nilai 90 – 99. Temuan lain

membuktikan bahwa sebanyak 9 siswa (25,00%)

berada di peringkat terbawah, yaitu “fair” yang berarti

mendapatkan nilai antara 70 – 79. Secara umum, hasil turnamen siswa di Kelas XI IPA-4 cenderung berada

di level “good” (80 – 89), yaitu sebanyak 24 siswa (66,67%).

Peneliti tetap melakukan analisis lebih lanjut dengan menggunakan pendekatan yang pernah digunakan observer saat melakukan penelitian tindakan kelas, yaitu pendekatan statistik. Caranya sama dengan yang sudah dilakukan pada Siklus 1.

Tabel 4. Tabulasi Ketuntasan Klasikal pada Siklus 2

Gambar 8. Histogram Distribusi Frekuensi Hasil Turnamen pada Siklus 2

Data pada Tabel 4. menunjukkan bahwa total nilai (F) X (NT) = 2898,00 dan total frekuensi (F) = 36, sehingga indeks ketuntasan klasikal yang diperoleh adalah = 2898,00 / 36 = 80,50; divalidasi menjadi 80,50%. Diketahui bahwa 80,50% > 80%, sehingga hasil turnamen siswa di Kelas XI IPA-4 pada Siklus 2 terbukti sudah memenuhi syarat ketuntasan klasikal sebesar 80%. Temuan ini didukung oleh bukti lain, yaitu sebanyak 17 siswa (47,22%) memiliki nilai di interval 81 – 90; sebanyak 14 siswa (38,89%) memiliki nilai di interval 71 – 80.

Guru memberikan penghargaan kepada

kelompok belajar yang anggotanya meraih hasil baik dalam pelaksanaan turnamen serta mengumumkan siapa saja yang mendapatkan skor tertinggi. Peraih

gelar “super team” adalah kelompok belajar 1 dengan

total nilai 510,28 serta nilai rata-rata 85,05; kemudian kelompok belajar 4 dengan total nilai 506,28 serta nilai rata-rata 84,38. Peraih gelar “great team” adalah

(8)

rata-rata 81,90; kelompok belajar 3 dengan total nilai 484,28 serta nilai rata-rata 80,71; serta kelompok belajar 6 dengan total nilai 488,28 serta nilai rata-rata

81,38. Peraih gelar “good team” adalah kelompok

belajar 5 dengan total nilai 477,14 serta nilai rata-rata 79,52.

Hasil pengamatan terhadap tingkat keaktifan siswa menunjukkan bahwa aspek terlemah dari siswa masih sama, yaitu tingkat partisipasi siswa saat mengikuti turnamen. Padahal, aspek tersebut cenderung meningkat secara signifikan. Perhatian terhadap materi pembelajaran dan kerjasama kelompok siswa juga dinilai meningkat. Hampir semua siswa (34 siswa) menunjukkan atensi yang bagus saat materi pelajaran dipresentasikan. Berdasarkan kondisi tersebut, masih ditemui beberapa siswa yang dinilai kurang aktif (KA) saat mengikuti proses pembelajaran meski jumlahnya cenderung berkurang dari 17 menjadi 4 siswa. Jumlah siswa sangat aktif meningkat pesat dari 7 menjadi 17 siswa, atau bertambah hampir dua kali lipat. Hal ini

membuktikan bahwa dengan mengoptimalkan

sumberdaya yang tersedia, guru mampu memotivasi siswa dalam belajar di kelas.

Nilai rata-rata turnamen meningkat dari 75,86 menjadi 82,16, yang berimplikasi pada meningkatnya jumlah siswa yang nilainya memenuhi syarat KKM = 75. Meski jumlah siswa yang nilainya dibawah rata-rata cenderung bertambah, tetapi secara umum hampir semua siswa mengalami kenaikan nilai turnamen pada Siklus 2. Bahkan nilai yang diraih siswa di fase permainan juga mengalami tren kenaikan karena nilai rata-rata pada Siklus 1 = 78,06 meningkat menjadi 80,32 pada Siklus 2.

Meskipun hanya 3 siswa yang memiliki nilai

lebih dari 90, dan berada di peringkat “very good

bahkan “excellent”, namun peringkat terendah siswa

berada di “fair”, lebih baik daripada Siklus 1 yang

berada di “poor”. Perubahan terbesar terjadi di level menengah, dimana pada Siklus 1 nilai siswa

terkonsentrasi di level “fair” yaitu sebanyak 24 siswa

di rentang 70 – 79, pada Siklus 2 konsentrasi nilai

siswa bergeser ke level “good” yaitu sebanyak 24

siswa di rentang 80 – 89. Peningkatan hasil belajar pada Siklus 2 juga terjadi pada pencapaian ketuntasan klasikal = 80%, dimana sebanyak 33 siswa berhasil mencapai KKM, serta indeks ketuntasan klasikal hasil perhitungan yang mencapai 80,50%.

Secara umum, eksperimen pada Siklus 2 relatif berhasil meningkatkan kompetensi siswa dalam hal keterampilan menulis (writing skill) pada materi

narrative text. Kuncinya adalah keberhasilan meningkatkan kemampuan siswa untuk menentukan struktur generik, menyusun langkah-langkah retorika serta mendorong siswa agar lebih meningkatkan

penguasaan terhadap kosakata (vocabulary). Hal lain yang berhasil dikelola guru model adalah waktu. Manajemen waktu sangat penting dalam kelancaran dan keberhasilan penerapan metode TGT, karena metode ini membutuhkan waktu yang lebih lama daripada metode lain yang berbasiskan model pembelajaran kooperatif.

Selama pelaksanaan tindakan dari Siklus 1 sampai dengan Siklus 2, peneliti masih menemui berbagai kendala, antara lain: 1) kemampuan siswa

bekerjasama dalam kelompok belajar dan

berpartisipasi dalam turnamen; 2) keterbatasan mengenai media pembelajaran, baik kualitas maupun kuantitas; 3) keterbatasan waktu; 4) keterbatasan biaya; serta 5) keterbatasan tenaga, pikiran dan perhatian. Beberapa kendala dapat diatasi sendiri maupun dengan meminta bantuan kepada observer, namun beberapa kendala belum dapat teratasi, misalnya: soal waktu dimana peneliti cenderung terikat dengan waktu yang sudah ditentukan di dalam RPP. Kemudian soal perhatian kepada kelompok yang berjumlah 6 kelompok belajar, dimana peneliti cenderung kesulitan membagi perhatian meskipun sudah dibantu oleh observer.

Pembahasan

Penelitian telah menghasilkan beberapa temuan yang membuktikan bahwa aspek kognitif siswa cenderung mengalami peningkatan secara signifikan, khususnya dalam keterampilan menulis sebagai keterampilan dasar siswa dalam memahami dan menguasai pembelajaran Bahasa Inggris materi

narrative text. Mulai dengan kondisi awal hingga hasil turnamen pada Siklus 2, telah menunjukkan bahwa nilai siswa cenderung meningkat, baik secara individu maupun secara kelompok.

Hasil turnamen pada Siklus 1 menunjukkan bahwa nilai tertinggi adalah 85,00 dan nilai terendah adalah 64,29, dengan nilai rata-rata sebesar 75,86. Sebanyak 27 siswa (75,00%) memiliki nilai di atas atau sama dengan KKM, serta sebanyak 9 siswa (25,00%) memiliki nilai di bawah KKM. Tingkat keberhasilan secara klasikal pada Siklus I mencapai 76,06% dari ketentuan minimal 80% (belum tercapai). Hasil turnamen pada Siklus 2 menunjukkan bahwa nilai tertinggi adalah 94,00 dan nilai terendah adalah 70,00, dengan nilai rata-rata sebesar 82,16. Sebanyak 33 siswa (91,67%) memiliki nilai di atas atau sama dengan KKM, serta sebanyak 3 siswa (8,33%) memiliki nilai di bawah KKM. Tingkat keberhasilan secara klasikal pada Siklus 2 naik mencapai 80,50% dari ketentuan minimal 80% (sudah tercapai).

(9)

tetapi juga dapat meningkatkan kemampuan penguasaan kosakata, tata bahasa, dan struktur kalimat yang berterima. Kreativitas siswa juga dapat berkembang saat menulis narrative text dengan bantuan media gambar berseri.

Penerapan metode TGT menjadi sedemikian efektif setelah dikombinasikan dengan pemanfaatan media gambar berseri. Agustin (2011) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa penggunaan media gambar berseri sangat berpengaruh positif bagi siswa. Media gambar berseri yang menarik akan membuat siswa tertarik untuk melihat serta memperhatikan jalan ceritanya mulai awal hingga akhir. Begitu siswa tertarik dan merasa senang untuk menulis, maka mereka lupa bahwa sebelumnya (pada kondisi awal sebelum penggunaan media) mereka merasa terbebani bahkan merasa takut karena tidak tahu apa yang harus ditulis. Pemanfaatan media gambar berseri pada siswa terbukti dapat membangkitkan keaktifan dan motivasi mereka untuk mampu menulis teks narrative berbahasa Inggris. Karena media gambar berseri yang menarik bisa memberikan siswa inspirasi ide-ide cerita serta penggunaan kosakatanya terkait dengan cerita yang mereka tulis.

Sejalan dengan Agustin, Puspitarukmi dkk. (2014) juga menyimpulkan bahwa penerapan metode TGT disertai dengan media gambar berseri dapat meningkatkan motivasi dan keterampilan menulis siswa. Meskipun penelitiannya tersebut tidak untuk

narrative text, tetapi untuk eksposisi, Puspitarukmi dkk. membuktikan bahwa metode TGT cukup fleksibel untuk diterapkan di berbagai mata pelajaran. Hasil penelitian pada kelas eksperimen telah menghasilkan beberapa temuan yang membuktikan bahwa aspek aktivitas dan motivasi belajar siswa cenderung mengalami peningkatan secara signifikan, khususnya dalam keterampilan menulis (writing skill) sebagai keterampilan dasar siswa dalam memahami dan menguasai pembelajaran Bahasa Inggris materi

narrative text. Hasil eksperimen pada Siklus 1 dan 2 menunjukkan adanya peningkatan keberanian dalam bekerjasama, berpartisipasi, berdiskusi dan mengeluarkan pendapat, mengidentifikasi dan menentukan struktur generik, serta menyusun langkah-langkah retorika dalam narrative text menjadi teks yang berterima.

Secara spesifik, pada level (SA) peningkatan terjadi dari 7 siswa sangat aktif menjadi 17 siswa sangat aktif. Pada level (CA) peningkatan terjadi dari 12 siswa cukup aktif menjadi 15 siswa cukup aktif. Pada level (KA) penurunan yang signifikan terjadi dari 17 siswa kurang aktif menjadi 4 siswa kurang aktif. Dengan demikian, penerapan model kooperatif

tipe Teams Games Tournament cenderung

mempengaruhi keaktifan siswa dari (KA) menjadi (CA), dan dari (CA) menjadi (SA). Salah satu yang menyebabkan tingkat keaktifan siswa cenderung meningkat adalah karena penerapan model Teams Games Tournament cenderung dapat meningkatkan motivasi belajar siswa di Kelas XI IPA-4.

Penerapan metode TGT dengan media gambar berseri dapat mendorong siswa lebih partisipatif dalam pelaksanaan turnamen. Iklim kompetisi yang terbangun dalam turnamen telah memotivasi siswa agar lebih kompetitif dengan cara menguasai materi pembelajaran. Dari 11 siswa yang berpartisipasi aktif pada Siklus 1 naik menjadi 21 siswa dalam turnamen pada Siklus 2. Siswa lebih aktif dalam bekerjasama, berdiskusi, mengeluarkan pendapat di kelompoknya masing-masing. Dari 24 siswa yang aktif bekerjasama dalam kelompok belajarnya pada Siklus 1 naik menjadi 30 siswa pada Siklus 2. Iklim kompetisi juga mendorong siswa lebih memperhatikan materi pembelajaran yang disampaikan guru. Dari 27 siswa yang aktif memperhatikan dan menyimak materi pembelajaran pada Siklus 1 naik menjadi 34 siswa pada Siklus 2.

Astuti (2010) menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT efektif meningkatkan hasil belajar siswa di Kelas XI IPS-4 SMA Negeri 2 Surakarta mata pelajaran Akuntansi. Salah satu kuncinya adalah penerapan metode TGT mampu mendorong peningkatan aktivitas dan motivasi belajar siswa, khususnya pada saat bekerjasama dan berdiskusi kelompok. Astuti juga menyoroti bahwa model permainan dan turnamen tidak hanya menjadi obyek bermain, tetapi menjadi arena berkompetisi.

Model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament dapat mempengaruhi keterampilan siswa dalam mendalami, memahami, serta meningkatkan aktivitas dan kualitas menulis pada materi narrative text. Model tersebut juga terbukti dapat memotivasi siswa dalam mendalami, memahami, serta meningkatkan aktivitas dan kualitas menulis siswa pada materi narrative text. Motivasi yang dapat ditingkatkan dengan terlibat dalam proses pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament terbukti dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Dengan kata lain, aspek afektif siswa ikut mengalami perbaikan saat mengaplikasikan model pembelajaran tersebut.

Kesempatan siswa merekonstruksi, menyusun dan menulis narrative text dengan tema cerita tertentu telah menstimulasi aspek psikomotor mereka. Kemampuan bertindak dalam kelompoknya masing-masing, menulis paragraf, berdiskusi, mengeluarkan pendapat, serta bersaing dalam turnamen merupakan

(10)

Kemampuan menjawab dan menyelesaikan soal, baik dalam permainan maupun dalam turnamen, telah mendorong peningkatan aspek kognitif siswa.

Artinya, penerapan metode TGT mampu

meningkatkan aspek kognitif, afektif dan psikomotor siswa.

Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa: 1) Penerapan metode TGT dengan memanfaatkan media gambar berseri berpengaruh positif terhadap peningkatan keterampilan menulis pada pembelajaran Bahasa Inggris materi Narrative Text di Kelas XI IPA-4 SMA Negeri 1 Patianrowo Tahun Pelajaran 2013/2014; 2) Penerapan metode TGT dengan memanfaatkan media gambar berseri dapat meningkatkan aktivitas dan motivasi belajar siswa dalam rangka peningkatan keterampilan menulis pada pembelajaran Bahasa Inggris materi Narrative Text di Kelas XI IPA-4 SMA Negeri 1 Patianrowo Tahun Pelajaran 2013/2014; 3) Penerapan metode TGT dengan memanfaatkan media gambar berseri dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam rangka peningkatan keterampilan menulis pada pembelajaran Bahasa Inggris materi Narrative Text di Kelas XI IPA-4 SMA Negeri 1 Patianrowo Tahun Pelajaran 2013/2014.

B. Saran

1. Guru sebaiknya lebih memperhatikan

karakteristik siswanya, terutama sekali dalam sistem monitoring yang lebih efektif dan efisien, sehingga guru dapat mengontrol sikap dan perilaku siswa pada saat proses berlangsung. 2. Pihak guru, sekolah serta stakeholder lainnya

sebaiknya memberikan dukungan dan kontribusi

yang nyata terhadap berbagai upaya

pengembangan lebih lanjut.

3. Bagi guru mitra yang akan menggunakan perangkat dan model pembelajaran ini, sebaiknya sebelum menggunakannya, terlebih dahulu melakukan simulasi dan selalu berkonsultasi dengan peneliti, sehingga kekurangan yang terjadi pada ujicoba ini dapat teratasi sebelum mengajarkan di kelas.

4. Bagi peneliti lain yang hendak mengembangkan ataupun mereplikasi penelitian ini, sebaiknya mempertimbangkan berbagai keterbatasan penelitian yang telah diutarakan penulis pada pembahasan sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Agustin, Hetty Dwi. 2011. Peningkatan

Kemampuan Siswa Menulis Bahasa Inggris Narrative Text dengan Media Gambar Berseri. Jurnal PTK. Tidak Dipublikasikan. SMP Negeri 3 Surakarta.

Angkowo, R., dan Kosasih, A. 2007. Optimalisasi Media Pembelajaran. Jakarta: Grasindo. Arsyad, A. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja

Grafindo Persada.

Astuti, Sri Yarsi. 2010. Efektifitas Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Akuntansi Kelas XI IPS-4 SMA Negeri 2 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010. Skripsi. Surakarta: FKIP UNS.

Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah: SK-KD SMP/MTs. Jakarta: BSNP.

Bodrova, Elena and Leong, Deborah.1996. Tools of The Mind: The Vygotskian Approach to Early Childhood Education. New Jersey: Merill Prentice Hall.

Ghazali, H.A. Syukur. 2010. Pembelajaran Keterampilan Berbahasa. Malang: Aditama. Puspitarukmi, P.S., et al. 2014. Pemanfaatan Media

Gambar Berseri dengan Metode Teams Games Tournament (TGT) untuk Meningkatkan Motivasi Belajar dan Keterampilan Menulis Eksposisi. Jurnal Penelitian Bahasa, Sastra Indonesia dan Pengajarannya, 1(3): 551 – 561.

Tizen, Ella Farida. 2008. Media Gambar. Bandung: Nujahid Press.

Wells, M.A.1987. College English. New York: Harcourt: Brace and World, Inc.

Gambar

Gambar 2.  Diagram Proporsi Keaktifan Siswa per
Tabel 1.  Rekapitulasi Hasil Turnamen Siklus 1
Gambar 5.  Pie Chart Proporsi Keaktifan Siswa
Tabel 3.  Rekapitulasi Hasil Turnamen Siklus 2

Referensi

Dokumen terkait

Abstrak: Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap kempuan berbicara anak masih belum sempurna dan kegiatan pembelajaran oleh guru kurang

Kedua, oleh karena nilai tukar barter sektor pertanian-industri berpengaruh positif terhadap pangsa PDB sektor industri, maka salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk

Alhamdulillahirabbil’alamin sembah sujud, dan syukur kepada Allah SWT berkat karunia serta kemudahan yang Engkau berikan akhirnya skripsi sederhana dengan judul ” Populasi dan Pola

Aborbansi dan konsentrasi sampel yang didapat minus bisa terjadi karena kadar Fe yang terkandung dalam sampel sangat kecil sehingga tidak terdeteksi serta tidak homogennya larutan

Berdasarkan hasil penelusuran diatas, penulis mengembangkan website Liveboard dengan menggunakan canvas, video chat, chat dan screen share dimana website

Bukti yang terakhir dapat memberikan pembuktian yang beralasan untuk menentukan bahwa dua wilayah merupakan pasar yang sama jika harga dari suatu produk yang

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah, Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang telah melimpahkan segala rahmat-Nya kepada penulis sehingga

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak n-heksana daun pucuk merah pada dosis 100, 200, dan 400 mg/kg bb dapat