30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan menyajikan hasil analisa dari data
yang telah dikumpulkan di Dispenda Kota Kupang untuk
menjawab persoalan penelitian. Sistematika penyajian dimulai
dengan gambaran obyek penelitian, kemudian dilanjutkan dengan
hasil pembahasan dan peposisi dari pandangan perilaku beretika
dalam Dispenda, sehingga akan didapat bagaimana perilaku
beretika individu yang ada dalam Dispenda.
4.1 Gambaran Obyek Penelitian
4.1.1 Profil Dispenda Kota Kupang
Dinas Pendapatan Daerah Kota Kupang, yang selanjutnya
disingkat Dispenda Kota Kupang, merupakan entitas Koordinator
dan Pengelola Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Kupang. Dinas
ini awalnya terbentuk berdasarkan Keputusan Menteri Dalam
Negeri Indonesia Nomor KUPD.7/12/A-101 Tahun 1978.
Awalnya Dinas Pendapatan Daerah Kota Kupang berstatus sebagai
Suku Dinas Pendapatan Daerah Kota Administratif Kupang dan
dalam tugasnya melakukan kegiatan penagihan Pendapatan Asli
Daerah dan IPEDA pada tahun 1980 s/d 1992 Nama IPEDA
diubah menjadi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang saat itu masih gabung dengan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten
Kupang. Selanjutnya status Suku Dinas Pendapatan Daerah Kota
31
Daerah Kota Administratif Kupang pada tahun 1983 s/d 1996 yang dalam tugasnya menangani penagihan PAD dan PBB dari tahun
1992 s/d saat ini. Cabang Dinas diganti nama lagi menjadi Dinas
Pendapatan Kota Madya Kupang pada tahun 1996 s/d 1998 diganti
menjadi Dispenda Kota Kupang tahun 1998 s/d 2008 diganti lagi
menjadi Dispenkeu Kota Kupang pada tahun 2008 s/d Maret 2014
sekarang menjadi Dinas Pendapatan Daerah Kota Kupang yang
tetap dalam menangani dana kepengurusan APBD dan pendapatan
Asli Daerah lainya.
Sejak pembentukan kota Administratif Kupang menjadi
Kotamadya Daerah Tingkat II Kupang sesuai Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1996 maka dibentuklah Dinas Pendapatan Daerah
Kota Kupang dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I NTT Nomor 20 Tahun 1996. Pada perkembangannya
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah Kota Kupang Nomor
34 Tahun 2002 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja
Dinas dan Lembaga Teknik Daerah Kota Kupang sekaligus
Pemberian Porsi Tanggung Jawab Dalam Pemungutan Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB) di wilayah Kota Kupang yang bekerja sama
dengan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kupang. Selanjutnya
pada tahun 2013 berdasarkan keputusan PBB-P2 dialihkan
menjadi Pajak Daerah.
Nama-nama Pejabat yang memimpin Dinas Pendapatan Daerah
32
Tabel 4.1.1
Nama-nama Pejabat yang Memimpin Dispenda Kota Kupang
No Nama Tahun
Penugasan
Jabatan
1 Yohanes Pah Pena (1980 s/d 1983)
1. Suku Dinas Pendapatan Kota Administratif.
2 Drs. J. V. Nenobahan, SH
(1983 s/d 1998)
2. Cabang Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Kupang sampai tahun 1996 menjadi Dinas Pendapatan Daerah Kota Madya Kupang.
3 Jonas Salean,SH., M.Si
(1998 s/d 2001)
3. Dispenda Kota Kupang.
4 Winestra E. Manuhutu, S.I.P
(2001 s/d 2004)
4. Dispenda Kota Kupang.
5 Yohanes Baker, SH (2004 s/d 2005)
5. Dispenda Kota Kupang.
6 Drs. Jakob L. Tokoh, M.,Si (PH)
(2005 s/d 2008)
6. Dispenda Kota Kupang.
7 Noldi Dethan, SH (2008 s/d 2010)
7. Dispenkeu Kota Kupang.
8 Plt. Esther Muhu. Dra
(Februari 2010 s/d Juni 2010)
Dispenkeu Kota Kupang.
9 Alfred A. Lakabela,S.Pd., M.Pd
(Juni 2010 s/d maret 2013)
8. Dispenkeu Kota Kupang.
10 Drs. Ferdinandus D. Lehot
(Maret 2013 s/d Juni 2013)
33 S
u
mber : Subag Umum dan Kepegawaian Dispenda Kota Kupang, 2015
Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota
Kupang telah diubah menjadi Dinas Pendapatan Daerah Kota
Kupang yang di Kepalai oleh Jeffry Edward Pelt,SH merupakan instansi pemerintah yang melaksanakan tugas pada bidang
pendapatan dan pengelolaan keuangan daerah yang melayani
khusus pendataan, penetapan dan penagihan Pajak Daerah,
Retribusi Daerah dan pendapatan Asli Daerah (PAD) dan melakukan penyuluhan mengenai Pajak Daerah, Retribusi Daerah
dan Pendapatan Daerah lainnya serta Pajak Bumi dan Bangunan.
Kegiatan utama Kantor Dinas Pendapatan Daerah Kota Kupang adalah:
1. Perumusan kebijakan teknis di bidang pendapatan.
2. Penyelenggaraan urusan pemerintah dan pelayanan umum
dibidang pendapatan.
3. Pembianaan dan pelaksanakan tugas dibidang pendapatan.
4. Pembinaan unit pelaksanaan teknis dinas.
5. Pelaksanaan administrasi ketatausahaan yang meliputi urusan
umum, perlengkapan, keuangan, kepegawaian dan pelaporan.
6. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh walikota dibidang
pendapatan.
11 Plt.. Drs Jakob L. Tokoh, M.Si
(Juni 2013 s/d Maret 2014)
Dispenkeu Kota Kupang.
12 Jeffry E. Pelt, SH (Maret 2014 s/d
Sekarang)
34
4.1.2 Profil Responden
Responden yang diwawancarai dalam penelitian ini adalah para pegawai yang ada didalam Dispenda Kota Kupang dan beberapa
wajib pajak. Responden wawancara dalam penelitian kualitatif ini
dipilih sendiri. Dimana jumlah responden bukan mewakili
populasi akan tetapi mewakili informasi yang akan didapat. Guna
mendapatkan data yang sesuai dengan tujuan penelitian maka
wawancara dilakukan secara personal yang dibagi dalam 3
kategori yaitu: Dispenda/Q (kepala dinas, kepala bidang, kepala
seksi) selaku pihak yang bertanggung jawab dalam internal
organisasi, para staff/R dan honorer/S yang menjadi juru pungut
pajak karena dianggap sebagai pelaku (Oknum yang menjalankan
praktek Ethical Behavior), kemudian wajib pajak/T ditambahkan hanya sebagai tambahan informasi kinerja dan pelayanan dari juru
pungut pajak. Profil responden dalam wawancara dapat dilihat
dalam Tabel berikut:
Tabel 4.1.2
Profil Responden Kategori
Q,R,S
Kode Jenis kelamin Total Umur Pendidikan Lama bekerja Q Laki-laki 4 34 – 50
Tahun
SMA – S2 9 – 29 Tahun Perempuan 2 35 – 39
Tahun
S1 10 – 15 Tahun
R Laki-laki 4 32 – 44 Tahun
35
Tahun Tahun
S Laki-laki 2 27 – 32 Tahun
SMA – S1 1 – 6 Tahun Perempuan 2 29 – 30
Tahun
S1 1 – 3 Tahun Ket: Identitas responden diketahui peneliti dan pembimbing
(Sumber: Data Primer)
Profil Responden Kategori T
Nama Jenis Pajak
T1 PBB
T2 REKLAME
T3 VISCA
Ket: Identitas responden diketahui peneliti dan pembimbing (Sumber: Data Primer)
Berdasarkan tabel tersebut, peneliti berhasil mewawancarai 16
orang responden dari Dispenda Kota Kupang yang memenuhi
kriteria sebagai responden, dan profil responden yang yang peneliti peroleh ini adalah hasil pembagian dari bidang sekretariat
Dispenda Kota Kupang berdasarkan permintaan jumlah dan
permohonan jumlah responden dari peneliti, setelah didapat nama
dari para responden maka peneliti telah menyaring resoponden
yang relevan dan yang tidak relevan, dimana mayoritas responden
adalah laki-laki sebanyak 10 orang dan responden perempuan
sebanyak 6 orang.
Dilihat dari umur, bahwa rata-rata pegawai Dispenda sudah
diatas umur 25 tahun yang berarti bahwa mereka sudah dewasa
dan mampu menangkap topik percakapan dari peneliti, kemudian
hal ini didukung oleh tingkat pendidikan mayoritas responden
36
menjawab, dan menjabarkan pertanyaan didalam wawancara. Hal lain yang dinilai peneliti dapat menjawab kebutuhan penelitian
etika di Dispenda Kota Kupang adalah lama bekerja responden
yang mayoritas bekerja diatas 5 tahun, sehingga mampu
memberikan informasi, respon etika, dan cara pandang beretika
didalam kantor dengan lebih akurat.
Kemudian informasi yang didapat oleh peneliti dari hasil
wawancara kepada staff PNS dan honorer dipakai peneliti dengan
cara mengisi dan melengkapi kesenjangan dari pernyataan
masing-masing responden yang hasilnya mirip. Profil responden yang
peneliti peroleh ini memperlihatkan bahwa latar belakang
responden dari faktor jabatan dan struktural dikantor, jenis
kelamin, lama bekerja, umur dan pendidikan justru mampu menunjukan gaya beretika dan cara pandang etika yang ada
didalam kantor.
Sedangkan 3 responden yang mewakili wajib pajak diambil
oleh penulis secara acak dan yang bersedia diwawancara pada saat
peneliti melakukan observasi di Dispenda, 3 responden ini hanya
sebagai tambahan informasi akan kinerja dan pelayanan dari juru
pungut pajak.
4.2 Hasil Penelitian
Melalui 16 responden dalam hasil penelitian maka perolehan
data penelitian berkaitan dengan persoalan penelitian yang muncul pada bab 1, yang diwawancarai hanya responden Q, R, dan S,
sedangkan untuk responden T hanya sebagai dampak dari
37
4.2.1 Hasil Wawancara Persoalan Penelitian 1
Perolehan data untuk persoalan 1 hanya dengan mewawancarai
responden Q, karena telah dibagi menjadi kategori berdasarkan
informasi yang digunakan dalam menjawab tujuan penelitian.
Berikut ini adalah hasil olahan data yang bersumber dari para
38
Persoalan Penelitian 1 - Bagaimana peran para pemimpin Dispenda kota Kupang dalam menanggulangi permasalahan etis yang terjadi di internal kantor guna meningkatkan pelayanan dan perilaku etis para juru pungut pajak?
Tabel 4.2.1
Hasil Wawancara dengan Responden Kategori, Kategori dan Pola Mengenai Persoalan Penelitian 1
Pertanyaan Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 Q6 Kategori Pola
Apakah pada saat anda merekrut pegawai atau mendapat pegawai baru dalam bidang anda, anda telah mengkomunikasi kan harapan kantor kepada staff? (visi dan Misi, program atau kebijakan) dan ketika masuk ke seksi kita hanya langsung menjalank an.
39 SDM yang lemah.
keadaan dispenda dan pada saat mereka masuk kebidang juga ada pembinaa n awal, khusus etika akan dijelaskan juga, karena tiap bidang beda, karena kalau dibidang kami lebih fleksibel dari cara berpakaia n dan kondisi kerja karena dilapanga
40 hal mengenai etika
organisasi, setelah itu kepala bagian yang menjelaskan oleh kepala seksi secara fleksibel. faktor SDM Bagaimana
tanggapan anda jika ada staff yang menerima hadiah atau pemberian dari orang yang dilayani?
Menurut saya pribadi kita lihat dulu ia yang meminta atau dikasih, kalau dia yang meminta berarti dia salah, karena dia sudah menyalahi kode etik kita bahwa tidak boleh menerima suap dan sejenisnya, tetapi kalau dia dikasih karena merupakan balasan atas jasa dan pelayan yang dia berikan
Wujud terimakasih tidak masalah yang penting pelayanan dikedepankan
Kalau secara aturan itu tidak boleh, tetapi kalau orang suguhkan snack yah tidak masalah, dan selama itu kerelaan dari wajib pajak, itu tidak apa-apa.
No problem, kalau itu bukan memaksa karena kalau dikasih mungkin karena pelayanan bagus asalkan bukan minta atau paksa
Tidak masalah sepanjang itu bukan permintaan dalam arti itu adalah imbalan atas jasa yang mereka buat.
Itu dilarang tapi kalau mereka
41
yang rendah dan toleransi organisasi yang tinggi terhadap aturan yang berlaku secara tertulis. Oleh karena itu dibutuhkan tanggung jawab pribadi dari masing-pada aturan tertulis dan Apakah anda
menyiapkan buku panduan, file dsb untuk membantu staff anda dalam berperilaku etis?
Kalau tindakan etis tidak ada tang ditempel biasa (jangan merokok)
Hanya ada buku kontrol penerima dan setoran saja, selain itu tidak ada
Kalau tertulis belum ada tetapi secara lisan sering dan mungkin belum jadi kebutuhan utama.
Ini yang menarik, buku etika seharusnya tidak perlu ada karena semuanya sudah dewasa jadi seharusnya sadar kalau buku tidak ada seharusnya tau sendiri karena masing-masing sudah dewasa tetapi
dilapangan yang terjadi ada juga yang perlakuaan kurang sopan terhadap wajib pajak, dan buku saku tidak ada tapi secara lisan saja
Belum ada, tetapi dengan berlakunya UU ASN staff sendiri sudah ada penilaian khusus mulai dari kinerja hingga etika dan ASN tertulis dan tidak tertulis - Tanggung jawab pribadi
Apakah anda memperbolehkan
Masing-masing saling
Kerja sama team untuk
Saling membantu itu
Sering himbauan untuk
Saling membantu
Saling menduku
42
staff anda untuk saling membantu teman dalam tugas mereka Walaupun diluar tupoksinya?
kerja sama saling membantu
wajib saling bantu walaupun diluar tupoksi untuk keberhasilan
- Kewajiban tidak tertulis secara strategis, dan didukung oleh sikap peduli, serta kerjasama sebagai sebuah keharusan agar dapat diterapkan dengan baik.
Dari pola Bagaimana cara anda
dalam memperhatikan kinerja dan perilaku etis staff anda?
Kalau dari kinerja dan cara kerja yaitu dalam masuk keluar kantor, dan cara berpakaian
Tiap kali kerja lapangan dan administrasi jadi ada penilaian kerja atau penagihan petugas, sedangkan perilaku etis dinilai dari cara berpakaian dan disiplin dalam kantor.
Dari perilaku etis mereka saya lihat dari disiplin mereka, kalau dari kinerja mereka yaitu dari hasil kerja mereka.
Kinerja itu dari cara kerja, waktu dan hasil, sedangkan etika dilihat dari keseharian, interaksi, jadi akan nampak
Penilaian secara umum untuk hasil kerja mereka dan dari hasil kerja keluaran bidang sedangkan untuk etikanya dari pelananyan dan perbuatannya
Dilihat dari hasil kerja etika kita hanya
Sudahkah anda secara rutin mengambil keputsan etis atas laporan yang anda terima dari staff dan tindakan apa saja yang anda lakukan?
Sering saya ambil keputusan etis biasanya saya lakukan pemanggilan kepada pelaku dan kemudian
Sejauh ini dalam bidang saya masih dalam tataran biasa saja dan tidak urgent
Sudah tapi tidak selalu ada laporan, kalaupun ada orangnya saya panggi dan saya tanyai
Tidak mesti karena saya biasa akan mencari tahu apa betul atau tidak dulu dalam bentuk cerita atau bicara biasa dan
Sering dan ambil tindakan untuk pergaulan antar bidang dan pernah kejadian sampai
Tidak pernah karena itu berjenjan g
43 mengamati
lagi baru saya ambil keputusan.
kalau betul saya tegur
44
Apakah atasan anda atau kepala lainnya memiliki suatu standart etika tertentu? Dan sudahkan standart etika tersebut ditunjukan juga oleh staff?
Kayaknya tidak ada, jujur saja dibidang kami tuan rumahnya bebrapa, untuk etika saja lebih banyak telatnya dan tidak tepat waktu, kepala saja telat apalagi anak buah
Untuk atasan saya yaitu kadis biasanya komunikatif, sederhana, responsif, baik, disiplin, merangkul staff. Sedangkan 5 orang kepala lainnya disini tidak semua seperti kadis dan ada juga yang tidak komunikatif, sedangkan kalau saya sendiri standart yang saya terapkan adalah adaptif dan fleksibel. Dan kebanyakan mereka udah menunjukan hal yang sama
- Merangkul, bersahabat dan ramah tetapi lebih spesifik orang yang nilai, dan keabanyakan mengikuti hanya satu atau dua orang saja yang tidak
Kabid orangnya teliti dan kepala seksi santai tapi serius. Berpulang pada pribadi jadi tidak semua.
Kadis orangnya rendah hati, tegas. Kemanusiaan yang tinggi, bersahabat, sedangakan saya sendiri menerapkan
45
Tujuan dalam persoalan penelitian pertama adalah untuk mengetahui dan menelusuri bagaimana peran para pemimpin
Dispenda kota Kupang dalam hal ini para pejabat dalam
menanggulangi permasalahan etis yang terjadi di internal kantor
guna meningkatkan pelayanan dan perilaku etis para juru pungut
pajak. Oleh karena itu terdapat tujuh pertanyaan kepada responden
Q yang diharapkan dapat menjawab persoalan pertama.
Dari ketujuh pertanyaan tersebut, diketahui bahwa awalnya
penanaman nilai etis organisasi, serta kontrolnya ada pada
kewenangan para pemimpin. Walaupun, didalam proses
penerapannya tidaklah konsisten. Masing-masing kepala memiliki
alasan yang berbeda satu sama lain, namun alasan yang paling
sering muncul adalah karena penerapan kebijakan, dan beberapa faktor lainnya diluar kebijakan tersebut. Seperti pada hasil
wawancara dengan Q5, yaitu:
“Kalau khusus untuk pegawai baru dari dinas luar atau honor
yang baru masuk akan ada pengenalan kantor disekretariat, jadi sebelumnya mereka akan diajarkan sistem kerja dan keadaan dispenda dan pada saat mereka masuk kebidang juga ada pembinaan awal, khusus etika akan dijelaskan juga, karena tiap bidang beda, karena kalau dibidang kami lebih fleksibel dari cara berpakaian dan kondisi kerja karena dilapangan berbeda dengan bidang yang melayani di administrasi. “
Kemudian penerapan kebijakan lainnya hasil wawancara dengan
Q1 mengenai penerimaan hadiah dari wajib pajak:
“Menurut saya pribadi kita lihat dulu ia yang meminta atau
dikasih, kalau dia yang meminta berarti dia salah, karena dia sudah menyalahi kode etik kita bahwa tidak boleh menerima suap dan sejenisnya, tetapi kalau dia dikasih karena merupakan balasan atas jasa dan pelayan yang dia berikan tanpa melakukan penyelewengan pada pajak yang ada, itu tidak apa-apa.”
Rata-rata responden Q menyiratkan dalam jawaban hasil
46
tidaklah melanggar aturan dan sudah sesuai prosedur yang berlaku dimana dalam penerapannya dilapangan tergantung pada sikonnya.
Penerapan kebijakan ini tidak serta merta hanya untuk kepentingan
staff tetapi juga pada kepentingan organisasi dan kemajuan
organisasi itu sendiri. Padahal setiap staff mempunyai Tupoksi
masing-masing yang terkait dengan bidangnya. Namun penerapan
kebijakan khusus membuat mereka harus melanggar hal tersebut,
seperti yang diungkapkan oleh Q4:
“Sering himbauan untuk saling bantu walaupun diluar tupoksi
untuk keberhasilan bidang.”
Sebagai titik acuan dalam berpelayanan dan berperilaku etis
terlepas dari aturan baku di dalam organisasi sendiri, staff dan juru
pungut yang ada didalamnya berpatokan pada kesepakatan yang
terjadi didalam rapat, peraturan tertempel, aturan lisan dari kepala,
dan peraturan ASN (Aparatur Sipil Negara) yang baru mau
dilaksanakan. Seperti yang diungkapkan oleh Q6 sebagai jawaban
pada pertanyaan akan buku panduan, file dsb untuk membantu staff
dalam berperilaku etis adalah:
“Belum secara tertulis tapi secara lisan norma-norma yang ada
kita sampaikan kepada staff.”
Juga jawaban yang dikemukakan oleh Q1:
“Kalau tindakan etis tidak ada buku panduan, biasanya hanya
peraturan biasa, dan seperti peraturan-peraturan yang ditempel biasa (jangan merokok dsb, melayani dengan sopan,dsb).”
Selain itu, ada beberapa responden yang berpendapat berbeda
dari responden lainnya dimana menurut mereka peraturan tentang
etika sebenarnya bukan menjadi kebutuhan dasar utama dalam
organisasi dan etika sendiri pada umumnya sudah diketahui oleh
47
pembuatan atau perancangan file, dokumen, atau buku panduan pelayanan dan etika tidaklah penting. Seperti yang diungkapkan
oleh Q3, yaitu:
“Kalau tertulis belum ada tetapi secara lisan sering dan mungkin
belum jadi kebutuhan utama.”
Dan hasil wawancara yang dilakukan dengan Q4:
“Ini yang menarik, buku etika seharusnya tidak perlu ada karena
semuanya sudah dewasa jadi seharusnya sadar kalau buku tidak ada seharusnya tau sendiri karena masing-masing sudah dewasa tetapi dilapangan yang terjadi ada juga yang perlakuan kurang sopan terhadap wajib pajak, dan buku saku tidak ada tapi secara lisan saja.”
Penilaian kinerja dan perilaku etis staff di dalam kantor yang
dilakukan oleh semua responden dengan cara melihat dan menilai
hasil kerja akhir dari staff. Sedangkan untuk perilaku etis staff yang
menjadi standar penilaian terdiri dari dua faktor yaitu dari disiplin
kantor dalam aturan baku yang dilaksanakan staff, serta relasi staff
antara satu dengan yang lainnya sehingga tidak ada jawaban
responden yang keluar dari faktor-faktor diatas.
Hal yang sama juga terlihat dari cara responden dalam
pengambilan keputusan etis atas laporan pelanggaran etika yang mereka terima. Dimana beberapa responden mengatakan bahwa
ketika mendengar pelanggaran yang terjadi, tidak langsung
mengambil keputusan tetapi didahului dengan pengamatan,
penyelidikan, interogasi setelah itu, ditegur atau diberi peringatan.
Selain itu terdapat juga jawaban yang berbeda tentang persoalan ini
seperti yang diungkapkan oleh Q5 bahwa:
“Sering dan ambil tindakan untuk pergaulan antar bidang dan
pernah kejadian sampai kantor polisi dan akhirya staff tersebut dikeluarkan dari bidang saya karena kebetulan juga dia adalah
48
Kemudian jawaban dari Q6 yaitu:
“Tidak pernah karena itu berjenjang”.
Jawaban responden Q5 mengindikasikan bahwa permasalahan
yang mungkin terjadi sudah sangat diluar dari jangkuannya
sehingga diambil kebijakan untuk dikeluarkan dari bidangnya agar
tidak mengganggu kinerja dari staff yang lain. Sedangkan jawaban
dari Q6 dengan jelas menunjukkan bahwa tindakan kebijakan
dilakukan dibuat berdasarkan fungsi struktur mereka dalam organisasi. Maksudnya, jika ada permasalah didalam kantor
biasanya yang akan menyelesaikan adalah kepala seksi, apabila
kepala seksi tidak dapat menyelesaikan maka, dinaikan setingkat
lagi ke kepala bidang dan seterusnya. Namun biasanya
permasalahan yang terjadi tidak sampai puncak struktur, karena
masih bisa ditanggulangi di bidang masing-masing.
Beberapa responden jika ditanyakan penilaian mereka terhadap
etika atasan mereka di dalam struktur maupun penilaian secara
horisontal kepada sesama rekan mereka serta bagaimana pengaruh
efek tersebut kepada staff, maka jawaban rata-rata responden
terhadap etika adalah yang baik dan patut diteladani, bahkan efek tersebut menurun pada hampir semua staff. Bahkan terdapat satu
jawaban responden yang menuturkan bahwa perilaku yang dibawa
oleh atasan, akan diikuti oleh bawahan, sekalipun itu adalah
perilaku tidak etis, seperti yang dituturkan sebagai berikut:
“Kayaknya tidak ada, jujur saja dibidang kami tuan rumahnya beberapa, untuk etika saja lebih banyak telatnya dan tidak tepat waktu, kepala saja telat apalagi anak buah”.
Berdasarkan tujuh pertanyaan tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa peran para pemimpin Dispenda kota Kupang, dalam hal ini
49
di internal kantor guna meningkatkan pelayanan dan perilaku etis para juru pungut pajak. Melalui peraturan etika baik yang tertulis
dan lisan, tidak konsisten dalam pelaksanaannya karena faktor
SDM yang rendah dan toleransi organisasi yang tinggi terhadap
pelanggaran yang dilakukan serta, terdapat pengecualian khusus
terhadap aturan yang berlaku.
4.2.2 Hasil Wawancara Persoalan Penelitian 2
Perolehan data untuk persoalan 2 dengan mewawancarai
responden R dan S yang masuk didalam kategori berdasarkan
informasi yang dibutuhkan agar dapat menjawab tujuan penelitian.
Berikut adalah deskripsi dari hasil penelitian yang berkaitan
50
Persoalan Penelitian 2 - Apa tanggapan juru pungut pajak DISPENDA Kota Kupang dalam menanggapi perilaku etis di lingkup internal organisasi ?
Tabel 4.2.2
Hasil Wawancara dengan Responden Kategori, Kategori dan Pola Mengenai Persoalan Penelitian 2
Pertanyaan R1 R2 R3 R4 R5 R6 S1 S2 S3 S4 Kategori Pola
Apakah pada saat anda pertama kali dikerjakan didalam kantor ini, harapan organisasi telah dikomunikas ikan kepada anda? tapi kalau untuk organisasi mulai dari visi & misi, kebijakan serta disiplin kantor telah
51 kebijakan serta tujuan organisasi sering disalah artikan untuk kepentingan pihak-pihak tertentu, seperti pelegalan imbalan atas kewajiban pelayanan yang dilakukan kepada masarakat, hingga hubungan mutualisme didalam organsisasi yang sebenarnya menyalahi aturan.
Disini dilihat bahwa
kecendrungan beretika didalam organisasi melalui sudut pandang staff terhadap atasannya, sebagai patokan dimana standart etika yang Dari
52
i dengan atasan anda mengenai keputusan etis yang akan anda buat? Dan apakah anda merasa nyaman saat konsultasi? jadi harus konsultas juga dicontohi oleh bawahan, meskipun tidak semua bawahan menerapkan standart etika yang sama seperti atasan. Untuk
pengambilan keputusan dan kebijakan etis bukan hanya sekedar kewajiban secara aturan dan struktur akan tetapi juga karena adanya faktor nyaman dan kepercayaan staff kepada atasan. Selain hubungan atasan dan staff ternyata hubungan relasi antara sesama staff juga menjadi penguat bagi organisasi, tingkat
53 dalam bekerja membuat staff saling
mendukung satu dan yang lainnya demi
menyelesaikan pekerjaan mereka, tingkat kepedulian nyata bukan hanya kepada sesama staff, tetapi juga kepada aset kantor yang dalam
penggunaannya selalu sesuai dengan
peraturan.
Dari pola diatas muncul variable-variable yaitu: 1.Kurangnya
SDM 2. Pengabaian
standar etika 3.Struktural 4.Individu 5. Situasional Ketika anda
55
Pernahkah anda membantu teman anda untuk absen atau menitip absen anda?
57
aset kantor atau properti kantor yang menurut anda tidak sesuai dengan standart dan peraturan
58
Untuk persoalan penelitian 2 mengenai tanggapan juru pungut
pajak DISPENDA Kota Kupang dalam menanggapi perilaku etis
di lingkup internal organisasi, disini peneliti mengajukan sepuluh
pertanyaan kepada responden R dan S yang dalam hal ini adalah
sebagai individu pelaku etika didalam organisasi, yang diharapkan
dapat menjawab persoalan kedua. Melalui sepuluh pertanyaan tersebut, diketahui bahwa awalnya saat penerimaan staff baru atau
hasil rolling dari instansi lain, secara garis besar tujuan organisasi
yang didalamnya terdapat visi dan misi, kebijakan serta program
akan dikomunikasikan dan diarahkan oleh kepala dinas dan atasan
lainnya, seperti yang diungkapkan oleh R2:
“Sudah ada penyampaian dari kepala dinas tujuan visi dan misi
dispenda itu untuk peningkatan pelayanan dilapangan, dan tentang disiplin sudah termasuk dalam pelayanan kepada wajib pajak.”
Cara strategis lainnya yang juga biasanya dilakukan adalah
melalui ditempel, dan dikomunikasikan seperti yang diungkapkan
oleh S4 bahwa:
“Tidak, karena sudah ditempel dengan jelas untuk kantor, tapi
kalau untuk bidang biasanya ada pemberitahuan oleh kepala
bidang.”
Tanggapan staff terhadap perilaku etis didalam organisasi dinilai dari segi horisontal dimana yang dimaksudkan penulis dari
simpulan wawancara bahwa penilaian horizontal atau sejajar
sesama staff, dan juga penilaian tindakan etika secara vertikal,
dimana bukan saja atasan yang menilai mereka namun penilaian
mereka juga kepada atasan walaupun tidak diforumkan atau diberi
59
atasan menjadi patokan tingkah laku staff di dalam organisasi. Tercermin dalam pertanyaan standart apa yang dimiliki atasan
maka rata-rata responden R dan S menjawab standart etika yang
baik dan patut untuk ditiru, namun ada jawaban dari responden
lainnya yang berbeda seperti pada responden R3:
“Tidak ada karena bawahan tidak bisa menilai”.
Hal ini menunjukan bahwa responden tersebut kemungkinan
tidak terlalu mengenal gaya kepemimpinan atasannya, atau terlalu takut dan kaku untuk menelisik gaya etika pimpinannya. Jawaban
lain mengenai efek dari etika pemimpin juga ternyata tidak diikuti
oleh semua staff seperti yang dikatakan oleh S2 bahwa:
“Tepat waktu tetapi ada yang ikut, dan ada juga yang tidak.”
Untuk pengambilan keputusan etis dan kebijakan oleh staff
dilapangan atau dalam berperilaku sendiri juga dilakukan oleh staff
bukan karena paksaan aturan dan kewajiban sebagai bawahan
namun juga lebih kepada kenyamanan dan kepercayaan yang tinggi
kepada atasan, seperti yang diungkapkan oleh keseluruhan
responden R dan S. Dalam perjalanan kebijakan dan tujuan
organisasi sering disalah artikan untuk kepentingan-kepentingan pihak tertentu seperti pelegalan imbalan atas kewajiban pelayanan
oleh rata-rata responden dimana seperti yang diwakilkan oleh
responden S4 bahwa :
“Terima dan sering karena itu bagian dari ungkapan terimakasih
sebelum terima kami sudah jelaskan tapi mereka tetap berikan dan itu kami tidak minta. Dan untuk teman lainnya berkat orang berbeda jadi saya tidak tahu tapi pasti ada.”
Dengan jelas bahwa tugas juru pungut adalah pelayanan dan
60
barang atau uang, karena hakekat dan kewajibannya sudah seperti itu. Namun ada jawaban responden yang bertolak belakang dari
rata-rata jawaban responden lainnya mengenai penerimaan hadiah
dari wajib pajak dan pantauannya kepada sesama staff, yaitu seperti
yang dikatakan oleh R4:
“Tidak pernah karena dalam aturan tidak diperbolehkan dan
harus ditolak kalau ucapan terimakasih lewat sapaan saya terima, kalau barang nanti dikatakan korupsi. Sejauh ini saya tidak tahu dan saya tidak dengar. “
Dari segi pelayanan sebenarnya bukan hanya pelegalan atas
tindakan tersebut saja namun juga atas tindakan lainnya didalam
kantor seperti dalam hal mendatangani absen dimana yang
menandatangi bukan staff bersangkutan seperti yang diungkapkan
oleh S3:
“Kalau ada saya absenkan begitupula dengan saya.”
Kemudian dalam hal pelayanan di loket seperti yang diungkap oleh
R5 mengenai penggunaan kekuasaan atau jabatan yang tidak
seharusnya :
“Loket biasanya saya lihat ada yang dokumen tidak lengkap, tapi
karena posisinya bagus maka mereka bantu wajib pajak”.
Penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi lainnya
seperti yang diungkapkan oleh S4 yaitu:
“Ada, kalau dibidang saya yaitu penggelapan pajak.”
Dengan jelas perilaku-perilaku tersebut merupakan tindakan
yang menyalahi aturan. Oleh karena itu hal ini dapat dilihat sebagai
perilaku tidak profesional yang dilkukan oknum-oknum tertentu terhadap pekerjaannya terutama dalam penagihan pajak. Dalam
61
ditunjukan kearah penyalahgunaan kebijakan tersebut tersirat, karena ada beberapa pertanyaan yang menjawab sikap
profesionalisme dan kepedulian sesama staff, baik itu dalam
pekerjaan, relasi, dan penggunaan aset kantor. Dimana rata-rata
staff dapat memisahkan persoalan diluar organisasi dengan
pekerjaan didalam organisasi, sehingga pekerjaannya tidak
terganggu seperti yang diungkapkan oleh R2:
“Masalah pribadi kalaupun ada itu biasanya tidak digabung dengan urusan dinas.”
Kemudian untuk masalah beban pekerjaan sesama staff yang
diungkapkan oleh R3:
“Dalam bidang saya biasanya saling bantu.”
Dalam relasipun rata-rata staff ketika temannya mengeluhkan
beban pekrjaan mereka akan membantu, dan memberikan motivasi.
Tanggapan berikut dalam etika penggunaan aset sendiri sejauh ini dalam pantauan staff bahwa semua penggunaan masih dalam batas
kewajaran dan tidak diluar aturan.
4.2.3 Hasil Wawancara Tanggapan Perilaku Etis
Perolehan data untuk mengetahui tanggapan wajib pajak
sebagai dampak pelayanan staff juru pungut pajak dengan
mewawancarai responden T yang masuk didalam kategori
berdasarkan informasi yang dibutuhkan agar dapat menjawab
tujuan penelitian. Berikut adalah deskripsi dari hasil penelitian
62
Tanggapan Perilaku Etis dari Wajib Pajak
Tabel 4.2.3
Hasil Wawancara dengan Responden Kategori, Kategori dan Pola Mengenai Tanggapan terhadap Juru Pungut Dispenda Kota Kupang
Pertanyaan T1 T2 T3 Kategori Pola
Sejauh Mana anda mengerti tentang pajak? Dan sudahkah anda tahu mengapa anda menjadi wajib pajak?
Secara umum saya tahu bahwa kita pemilik lahan harus membayar, dan Saya sudah tahu, makanya saya harus bayar tapi yaitu kendalanya pada sistem pelayanan disini, karena ada masalah yang saya temui karena saya mau mengurus surat tanah yang baru, urusan PBB, harus ada SPPT, dan ini
Pajak adalah pembayaran orang yang mempunyai distribusi, tanah, perusahaan dan dibayarkan kepada negara. Saya tahu karena sebagai warga negara Indonesia itu adalah wajib.
Pajak bisa
melancarkan urusan perusahaan tiap tahun dalam hal ini pajak kontraktor. Dalam hal ini saya sudah tahu karena ada sosialisasi dari kantor pajak
- Kewajiban secara umum - Melancarkan urusan - Sudah Tahu - Kendala Sistem Pelayanan
63 saya memasukan
berkas saya dari 18 desember 2014 jadi sudah sekitar 6-7 bulanan, tetapi setiap kali saya kesini belum selesai, kemudian saya minta SPPT supaya bisa membayar pajak tetapi sudah setengah tahun lebih SPPT belum keluar, toh kalau saya tidak bayar pajak tidak masalah buat saya, tetai bagaimana dengan pemasukan negara? Dan saya pahami setiap kantor biasanya ada jangka waktu untuk permohonan harus selesai, dan tiap kali saya datang selalu nanti dan ngambang, bahkan surat yang saya
64 masukan
kelihatannya hilang sehingga kemarin saya ditelpon untuk di masukan lagi surat permohonan, dan disini
pelayanannya terkesan amburadul
tersebut sering terjadi, namun hal tersebut tidak membuat wajib pajak kehilangan kepercayaan kepada juru pungut pajak.
Sudahkah juru pungut pajak memberikan penyuluhan tentang pajak?
Secara pribadi penyuluhan sebanyak yang saya datang berapa kali kemari disini, namun kalau penyuluhan umum secara umum mungkin ada tapi saya yang tidak tahu, dan tiap saya datang diberikan penjelasan sedikit-sedikit
Belum pernah karena saya pendatang dan baru 5 tahun disini.
Hanya dari kantor pajak
- Sudah - Umum - Terbatas
Sebelum ditagih pajak dari anda apakah penagih pajak sudah memberikan perincian penagihan?
Dikasih lewat petugas
Ada perincian dari juru pungut
65
Apakah
sebelumnya sudah ada konfirmasi dari juru pungut pajak mengenai tanggal
penagihan?
Tidak ada, mereka biasanya langsung ke rumah, tapi terkadang juga kita yang lalai karena jatuh tempo ada di SPPT
Ada konfirmasinya dan langsung pada penagihan
Diberikan surat tagihan ke alamat kantor
- Ada - Kelalaian - Konfirmasi
Bagaimana pelayanan mereka kepada anda?
Pelayannya ramah tapi sistem dan cara kerjanya lelet
Baik saja Puas - Ramah
- Lelet - Baik - Puas Apakah anda
puas dan percaya pada pelayanan mereka?
Puas tetapi masih ragu, kalau personal baik tapi kalau kerja saya tidak puas, dan percaya pada pelayanan kalau orang kita di kupang saya percaya.
Puas dan percaya karena kejadian di tv hanya untuk waspada saja
Ya puas dan percaya karena sejauh ini belum ada faktor yang
menghilangkan kepercayaan saya
66
Untuk tanggapan wajib pajak sebagai dampak pelayanan dari
juru pungut pajak DISPENDA Kota Kupang melalui 6 pertanyaan
tersebut, diketahui bahwa rata-rata wajib pajak dikota kupang
sudah mengetahui arti dari pajak sendiri dan mengetahui dengan
jelas mengapa mereka menjadi wajib pajak. Seperti yang
diungkapkan oleh T1:
“Secara umum saya tahu bahwa kita pemilik lahan harus
membayar...”
Sebelum adanya penagihan petugas juru pungut sendiri telah
memberikan surat perincian penagihan kepada wajib pajak, baik
itu secara langsung saat penagihan dilakukan maupun pengiriman
tagihan terlebih dahulu ke perusahaan yang menjadi wajib pajak.
Seperti yang diungkapkan oleh T3 bahwa:
“Diberikan surat tagihan ke alamat kantor”
Namun kendala yang terjadi bahwa pelayanan yang didapati
oleh wajib pajak secara personal sangat memuaskan, tetapi secara
umum melalui sistem pelayanannya menimbulkan kekecewaan
67
masukan kelihatannya hilang sehingga kemarin saya ditelpon untuk di masukan lagi surat permohonan, dan disini pelayanannya terkesan amburadul.”
Meskipun hal seperti diatas dan pelayanan yang kurang
maksimal tersebut sering terjadi, namun hal itu tidak membuat
wajib pajak kehilangan kepercayaan kepada juru pungut pajak, dan sekalipun banyak pemberitaan miring terhadap pajak didalam
media. Seperti yang diungkapkan oleh T2 bahwa:
“Puas dan percaya karena kejadian di tv hanya untuk waspada saja”
4.3 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah peneliti dapatkan, maka diperoleh pembahasan seperti berikut:
Persoalan Penelitian 1- Bagaimana peran para pemimpin Dispenda kota Kupang dalam menanggulangi permasalahan etis yang terjadi di internal kantor guna meningkatkan pelayanan dan perilaku etis para juru pungut pajak?
Perilaku etis khususnya yang berada didalam suatu organisasi
biasanya terpengaruh oleh faktor budaya. Menurut Sims & Sauser
(2013) ada banyak elemen yang termasuk didalam konsep perilaku
etis dalam organisasi dan pola perilaku yang ditetapkan sehingga menjadi bagian dari budaya. Kemudian staff dispenda akan
menerima aspek budaya tersebut untuk dianut, karena budaya
adalah sistem asumsi yang dapat memiliki pengaruh kuat dalam
mengarahkan perilaku dan keyakinan pengikutnya. Budaya
68
peraturan mulai dari visi & misi, tujuan, disiplin, cara beretika, baik itu yang tertulis maupun yang tidak tetulis dimana didalam
pelaksanaan budaya tersebut bukan saja pada praktek di organisasi
dengan sesama staff, namun juga staff ke wajib pajak selaku pihak
yang dilayani.
Dalam penelitian ini, diketahui bahwa responden yang
berkedudukan sebagai atasan pada umumnya berperan dalam
membentuk nilai budaya organisasi yang akan dijabarkan baik itu
dalam bentuk lisan maupun tulisan yang didalamnya terkandung
norma internal. Persepsi yang terbentuk merupakan
penanggulangan permasalahan yang terjadi didalam internal
kantor. Hal ini secara langsung terkait dengan peran pembentukan
budaya organisasi yang ada, dan dimodifikasi sedemikian rupa sehingga nilai-nilai organisasi dan nilai pribadi nilai-nilai dapat
membentuk perilaku etis maupun tidak etis di kantor.
Secara tidak etis yang dimaksudkan misalnya yang dilakukan
oleh atasan terkait dengan pelegalan ungkapan terimakasih wajib
pajak berupa hadiah atau barang. Oleh karena itu maka pemaknaan
akan penerimaan imbalan menjadi berbeda. Akibat dari budaya
organisasi yang ditampilkan maka hasilnya adalah pandangan
tersebut dibenarkan melalui kebijakan atasan, karena menurut
mereka jika hasil penerimaan diluar pajak bukan hasil paksaan dan
minta maka itu bukanlah penyelewengan aturan. Padahal hal ini
menyalahi aturan umum secara etis. Khususnya mengenai tugas
dan peran dari penagih pajak.
Oleh karenanya, menanggapi persoalan tersebut maka seharusnya jika budaya organisasi dilakukan dengan etis akan
tercipta iklim etika yang positif sehingga menghasilkan tata kelola
69
disesuaikan dengan etika organisasi dan etika individu serta memiliki efek pada kepuasan kerja. Iklim etika adalah jenis iklim
kerja organisasi yang paling baik dipahami sebagai persepsi,
kebijakan, kepuasan kerja, komitmen organisasi, keinginan
berpindah, perilaku etis, dan perilaku dalam peran dan ekstra peran
baik secara formal dan informal, baik dan salah dari staff dispenda
terhadap praktik dan prosedur yang etis secara konsekuen dalam
kantor. (Parboteeah & Kapp, 2008).
Nilai budaya organisasi yang utama dalam organisasi tidaklah
berubah secara etis. Namun yang mengalami perubahan adalah
iklim kerja. Karena secara internal dari tahun baik itu dalam
bentuk lisan maupun tulisan khususnya norma internal berubah
berdasarkan iklim etika yang dibawa oleh pemimpin, dimana setiap kepemimpinan membawa iklim etikanya sendiri dan dapat
dirasakan oleh staff. Iklim etika yang terbentuk akibat perilaku
etis dapat dirasakan dalam kebijakan pemimpin kepada staff untuk
saling membantu staff lainnya dalam menyelesaikan pekerjaan
mereka, dan kebijakan seperti itulah yang membuat pemimpin
sebagai tolak ukur positif didalam dispenda.
Pemimpin mempunyai tugas dan tanggung jawab besar dalam
membangun segala perilaku etis di dalam kantor. Sebab segala hal
yang dilakukan oleh pemimpin adalah demonstrasi yang normatif
secara tepat melalui tindakan pribadi, hubungan interpersonal, dan
tindakan disiplin kepada pengikut melalui komunikasi dua arah yaitu penguatan dan pengambilan keputusan secara altruistik
bukan alasan egois. Sehingga perilaku etis di dalam organisasi
merupakan ukuran utama dilihat dari pemimpin karena, pemimpin
menjadi teladan dalam pelaksanaan nilai-nilai etik secara praktis,
70
niat etik yang ada dalam dirinya sebagai sebuah pertanggung jawaban moral dimana niat dan perbuatan harus selaras
(Widyastuti, 2011).
Cerminan dari perilaku pemimpin dispenda, diamati, dan ditiru
oleh para staff di dalam kantor sehingga baik dan buruknya
pemimpin dengan gayanya akan diadopsi oleh para staff. Selain
itu, penekanan yang lain dalam kantor adalah perilaku etis para
pemimpin yang dapat diamati secara langsung pada saat mereka
mengambil keputusan saat mendengar laporan dari staff lainnya.
Terutama, mengenai tindakan kecurangan etis di dalam kantor. Hal
pertama yang mereka lakukan adalah menyimak kemudian
menyelidiki, sehingga terlihat bahwa peran pemimpin secara etis
menunjukkan orang yang bermoral, jujur, integritas dan adil, telah dilakukan oleh para pemimpin dispenda.
Demikian juga dalam penilaian perilaku etis kepada staff,
dimana para pemimpin menetapkan standar etika yang jelas seperti
yang tertuang didalam disiplin kantor dan peraturan lisan,
kemudian melakukan kontrol terhadap perilaku tersebut agar staff
dapat bertanggung jawab atas perilaku etis mereka di dalam
organisasi Dispenda Kota Kupang secara internal.
Persoalan Penelitian 2 - Apa tanggapan juru pungut pajak DISPENDA Kota Kupang dalam menanggapi perilaku etis di lingkup internal organisasi ?
Etika individu biasanya mengacu pada kesadaran moral
seseorang. Oleh karena itu staff Dispenda harus tunduk pada
norma dan peraturan di dalam kantor, kemudian secara sadar
71
dan staff lainnya. Terdapat beberapa jenis emosi dasar yang memainkan peran penting dalam pelaksanaan moral dan etika
misalnya rasa bersalah, malu, marah, menyesal, bahagia, empati,
psikologi dan perilaku. Emosi dipakai sebagai motivasi, hal ini
disebabkan karena proses mengevaluasi diri dan perilaku secara
ideal atas diri sendiri terhadap penilaian orang lain akan
mendorong rasa malu dan rasa bersalah sehingga dapat
memotivasi perilaku etis (Smith et al., 2013).
Sejak pertama kali dipekerjakan atau ditempatkan di dalam
organisasi harapan organisasi mulai dari visi & misi, kebijakan
serta disiplin kantor telah disampaikan baik itu melalui pengarahan
langsung maupun melalui peraturan yang ditempel dan dipelajari
sendiri oleh staff. Pada level staff segala peraturan dan kebijakan wajib dijalankan oleh staff.
Sistem penilaian yang ada di dalam dispenda secara internal
hanya dinilai berdasarkan satu sisi saja berdasarkan aturannya.
Maksudnya hanya atasan yang dapat menilai bawahan baik itu dari
segi kinerja maupun perilaku di dalam kantor. Sedangkan bawahan
menilai atasan sifatnya tidak diforumkan atau tidak ada dalam
aturannya. Namun, perilaku atasan menjadi standar penilaian di
dalam kantor karena langsung ditiru. Sehingga dari perilaku
tersebut dapat menciptakan kinerja yang baik dari staff, dan
berdampak pada bidang dimana staff berada sehingga dampaknya
ada pada penilaian bidang oleh atasan puncak.
Terdapat 4 dimensi dalam kecerdasan emosional yang dianggap
paling lengkap dan dapat diterima untuk membentuk perilaku etis
yaitu: 1) Penilaian dan ekspresi emosi dalam diri sendiri,
72
di kantor dalam menjalankan disiplin kantor, dan yang sering terjadi adalah hubungan mutualisme didalam kantor yang
sebenarnya menyalahi aturan seperti menandatangani absen. 2)
Penilaian dan pengakuan emosi pada orang lain, dimana staff
sendiri di dalam kantor menilai cara pemimpin, dan sesama staff
dalam penggunaan jabatan dikantor dan aset kantor. 3) Regulasi
emosi dalam diri sendiri, saat dimana staff diharuskan bersikap
profesional ketika sedang mengalami masalah diluar kantor,
sehingga urusan kantor dan urusan luar tidak tercampur. 4)
Penggunaan emosi untuk memfasilitasi kinerja, disaat bekerja
terutama sesama staff dapat saling membantu, dan memberikan
motivasi kepada sesama agar dapat menyelesaiakan tugas mereka
masing-masing (Deshpande & Joseph, 2009 ; Joseph et al., 2009).
Karakteristik lain mengenai kepribadian dari individu yang
dapat menjelaskan perilaku etis adalah locus of control yang
merupakan konsep untuk menjelaskan persepsi seseorang terhadap
siapa yang menentukan nasibnya, dimana staff didalam dispenda
rata-rata dalam pengambilan keputusan dan kebijakan etis bukan
hanya sekedar kewajiban secara aturan dan struktur akan tetapi
juga karena adanya faktor nyaman dan kepercayaan staff kepada
atasan sehingga timbulnya rasa ketergantungan. Selain hubungan
atasan dan staff ternyata hubungan relasi antara sesama staff juga
menjadi penguat bagi sesama staff, tingkat kepedulian yang tinggi
akan tanggungan pekerjaan serta hal profesionalisme dalam
73
4.4 Proposisi
Mengakhiri bab IV ini penulis akan menarik proposisi berdasarkan pembahasan yang ada sebelumnya. Ada 2 proposisi
yang bisa dilahirkan.
4.4.1 Prposisi 1
Menurut (Arifiyani & Sukirno, 2012 ; Turunc et al., 2013)
bahwa dalam organisasi saat ini perilaku etis menjadi hal yang
paling penting terutama dalam proses pengambilan keputusan, atau
kebijakan karena kesalahan kecil akan membuat dampak yang
besar kedepan pada organisasi. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh peneliti dalam kasus ini, bahwa pelanggaran etis
yang terjadi didalam kantor merupakan pembenaran terhadap tindakan-tindakan pelanggaran yang dilakukan dari atasan hingga
bawahan melalui kebijakan yang diterapkan. Maka dapat dibangun
proposisi sebagai berikut:
Proposisi 1: Pelanggaran etis yang dilakukan oleh atasan, juga berdampak kepada bawahan dan kebijakan yang terjadi didalam
kantor.
Kebijakan
Pelanggaran etis Atasan
74
Pemimpin mempunyai tugas dan tanggung jawab besar dalam membangun segala perilaku etis di dalam kantor, sebab segala hal
yang dilakukan oleh pemimpin adalah demonstrasi yang normatif,
sehingga perilaku etis didalam organisasi merupakan ukuran utama
dilihat dari pemimpin karena, pemimpin menjadi teladan dalam
pelaksanaan nilai-nilai etik secara praktis. Oleh karena itu sedikit
pelanggaran etika yang dibuat atasan berdampak pada
pembentukan serta pengambilan kebijakan dan otomatis akan
diikuti oleh bawahan.
4.4.2 Proposisi 2
Cukup beralasan bila perilaku beretika individu harus mendapat
perhatian untuk mempromosikan perilaku etis dalam organisasi
dan bisnis, sehingga individu akan bersosialisasi dalam proses komitmen emosional dengan sesama karyawan serta organisasi
sehingga dampaknya bukan hanya untuk diri sendiri saja tetapi
juga untuk organisasi (Pastoriza et al., 2008 ; Cremer et al., 2010).
Didalam Dispenda ternyata ada beberapa faktor yang membuat
turunnya nilai etis yaitu kurangnya SDM, dan pengabaian standart
etika baik secara struktur maupun individu, dan pelanggaran yang
ditindak hanya bersifat situasional sehingga itu semua juga
berdampak kepada kinerja mereka. Maka dapat dibangun proposisi
sebagai berikut:
Kinerja
Organisasi Pengabaian
Etika
75
Proposisi 2: Pengabaian Etika ternyata berdampak kepada turunnya kinerja dari individu dan organisasi.
Pada level staff segala peraturan dan kebijakan wajib dijalankan
oleh staff, namun dalam perjalanannya yang sering terjadi adalah
hubungan mutualisme didalam kantor yang sebenarnya menyalahi
aturan dan beberapa kebijakan kantor yang membenarkan perilaku