• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Keanekaragaman Bivalvia di Perairan Tanjungbalai Provinsi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Keanekaragaman Bivalvia di Perairan Tanjungbalai Provinsi Sumatera Utara"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

6

TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi Perairan Tanjungbalai

Estuaria yang merupakan daerah peralihan antara darat dan laut paling besar terkena dampaknya akibat dari pencemaran tersebut. Hal ini karena bahan-bahan tercemar baik yang berasal dari sungai sebagai akibat dari kegiatan manusia di darat misalnya perindustrian, pertambangan, limbah rumah tangga, pembuangan sampah dan sebagainya. Biasanya sungai yang menjadi tempat alternatif untuk pembuangan bahan-bahan tersebut. Sedangkan dari laut misalnya akitivitas di pelabuhan maupun tumpahan-tumpahan minyak dari kapal tangker, akan terakumulasi di daerah estuaria. Akibatnya estuaria yang sebelumnya mempunyai fungsi yang sangat penting untuk mendukung berbagai kehidupan baik organisme (sebagai tempat pemijahan, tempat tinggal dan mencari makan) maupun sebagai pendukung ekosistem lain tidak dapat berperan penting lagi. Estuaria ini dicirikan dengan daerah yang mempunyai kekeruhan cukup tinggi yang disebabkan karena adanya masukan air sungai dan resuspensi sedimen (Maslukah, 2013).

(2)

7

dan aktivitas manusia seperti kegiatan domestik, pembuangan limbah industri, dan aktivitas pelelangan ikan (Hasibuan, dkk., 2013).

Selat Malaka merupakan perairan yang sangat penting dalam menunjang perkembangan perikanan laut di perairan teritorial maupun di perairan ZEE. Perairan ini sangat subur mengingat banyaknya sungai besar dan kecil yang bermuara serta banyaknya hutan mangrove di daerah pantainya. Di pandang dari sudut geografis daerah ini sangat strategis bagi perkembangan komoditas perikanan karena wilayah ini dibatasi oleh Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Singapura (Sumiono, 2002).

Pengertian Bivalvia

Salah satu anggota Mollusca yaitu Bivalvia dapat digunakan sebagai bioindikator kualitas perairan karena Bivalvia menghabiskan seluruh hidupnya di kawasan tersebut sehingga apabila terjadi pecemaran lingkungan maka tubuh Bivalvia akan terpapar oleh bahan pencemar dan terjadi penimbunan/akumulasi. Sehingga jika ada bahan tercemar yang masuk di tubuh spesies tersebut, maka tubuh dari spesies yang tidak toleran tidak dapat bertahan hidup, dengan demikian keberadaannya dapat digunakan sebagai bioindikator. Bivalvia yang banyak terdapat di area ekosistem pesisir biasanya didominasi oleh kelas Bivalvia penggali di permukaan pantai (Nybakken, 1992).

(3)

8

mulut dilengkapi dengan labial-palp, tanpa rahang dan radula. Habitatnya adalah perairan laut, payau, danau, sungai, kolam serta rawa (Astuti, 2009).

Bivalvia adalah moluska yang secara tipikal mempunyai dua katup, dan kedua bagiannya lebih kurang simetris. Kerangkanya disusun oleh klasifikasi katup yang ada di sisi kanan dan kiri tubuh. Katupnya dikatupkan di sepanjang tepi dorsal yang disebut hinge, dan dihubungkan oleh stuktur kapur yang elastis yang disebut ligamen. Mereka ditutup dengan aksi menarik satu atau dua (kadang tiga) otot aduktor. Byssus atau kaki menonjol keluar dari anterior kerangkanya, dimana posterior dari kerangkanya adalah dimana ada tonjolan siphon. Kebanyakan kerang adalah filter feeder, tetapi ada beberapa yang scavenger (pemakan bangkai) atau bahkan predator. Di dunia, ada 10.0000 spesies kerang (Poutiers, 1998 diacu Insafitri, 2010).

Tubuh bivalvia pada dasarnya berbentuk pipih secara lateral dan seluruh tubuh tertutup dua keping cangkang yang berhubungan di bagian dorsal dengan adanya hinge ligamen yaitu semacam pita elastik yang terdiri dari bahan organik seperti zat tanduk (conchiolin) sama dengan periostrakum, bersambungan dengan cangkang. Kedua keping cangkang pada bagian dalamnya juga ditautkan oleh sebuah otot aduktor anterior dan sebuah otot aduktor posterior, yang bekerja secara antagonis dengan hinge ligamen. Bila otot aduktor rileks, ligamen berkerut, maka kedua keping cangkang akan terbuka, demikian pula sebaliknya (Suwignyo, dkk., 2005).

(4)

9

dimanfaatkan sebagai sumber protein diantaranya kerang darah (Anadara granosa), kerang hijau (Perna viridis), dan kerang tahu (Meretrix meretrix). Kerang tahu merupakan bivalvia yang banyak tersebar di wilayah pantai bersubstrat pasir dan mempunyai nilai ekonomis tinggi (Apriliani, 2012). Di alam, bivalvia berperan menjaga keseimbangan ekosistem sebagai pemakan detritus organik dan membantu menyuburkan daerah perairan pantai (Imamah, 2016).

Meretrix meretrix termasuk salah satu bivalvia yang bernilai ekonomis tinggi. Di beberapa tempat M. meretrix menjadi sumber penghasilan bagi penduduk sekitar. Kerang M. meretrix dikenal dengan beberapa nama lokal seperti kerang susu, kerang putih, kerang lamis. Keberadaan dan distribusi M. meretrix dipengaruhi oleh keadaan lingkungan dan tingkat eksploitasi. Kondisi lingkungan yang rusak karena berbagai kegiatan manusia seperti pembukaan lahan dan kegiatan tambak serta efek kegiatan urban (perkotaan) mengakibatkan menurunnya daya dukung lingkungan (Setyobudiandi, dkk., 2004).

Dalam upaya mepertahankan kelangsungan hidupnya, makhluk hidup dengan lingkungan dan cenderung untuk memilih kondisi lingkungan serta tipe habitat yang terbaik untuk tetap tumbuh dan berkembang biak. Salah satu indikasi yang menunjukkan tidak cocoknya suatu habitat bagi biota adalah rendahnya kelimpahan biota tersebut pada suatu area ataupun ketidakmampuannya berdistribusi mencapai area tersebut (Dodi, 1998 diacu Pratama, 2015).

Habitat Bivalvia

(5)

10

air. Ketidakmerataan penyebaran dan variasi tertentu kelimpahan serta komposisi spesies infauna di daerah subtidal merupakan akibat gangguan secara terus-menerus yang disebabkan oleh gerakan air atau aktivitas biologis seperti pemangsaan. Pola sebaran beberapa jenis moluska yang dominan dipengaruhi oleh substrat tempat hidup, frekuensi, serta lama ketergenangan terhadap pasang surut (Nybakken, 1992).

Beberapa faktor yang membatasi distribusi dan kepadatan jenis bivalvia di alam dapat dikategorikan ke dalam dua faktor yaitu faktor alam berupa sifat genetik dan tingkah laku ataupun kecenderungan suatu biota untuk memilih tipe habitat yang disenangi serta faktor dari luar yakni segala sesuatu yang berhubungan dengan interaksi biota dengan lingkungannya, oleh karena itu distribusi serta kepadatan bivalvia di alam dapat dijadikan indikasi cocok tidaknya suatu habitat terhadap biota tertentu (Doddy, 1998 diacu Akhrianti, dkk., 2014).

Kekerangan ada yang hidup di air tawar, darat, maupun di perairan pesisir dan laut. Namun demikian, mayoritas kekerangan hidup di perairan laut, baik di perairan pantai (dangkal) maupun di laut dalam. Jenis-jenis kekerangan laut ada yang hidup di dasar perairan (benthic) maupun di permukaan (pelagic). Mayoritas kekerangan adalah benthic, baik hidup diperairan dangkal, (littoral) maupun perairan dalam (deep zone) (Setyono, 2006).

Indeks Nilai Penting (INP)

(6)

11

lainnya atau dengan kata lain nilai penting menggambarkan kedudukan ekologis suatu jenis dalam komunitas. Indeks Nilai Penting dihitung berdasarkan penjumlahan nilai Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR) (Soerianegara dan Indrawan, 2005).

Kelimpahan Bivalvia

Potensi kerang di suatu perairan dapat dilihat dari kelimpahan, sebaran jenisnya. Adapun kelimpahan, sebaran dan keragaman jenis spesies tersebut dipengaruhi oleh karakteristik habitat seperti kondisi perairan dan jenis substrat. Habitat memiliki peranan penting bagi kelangsungan hidup biota perairan. Selain sebagai tempat hidup, habitat berperan sebagai tempat berkembang biak dan pemasok makanan. Oleh karena itu kondisi suatu habitat memiliki pengaruh yang besar terhadap kestabilan komunitas yang ada didalamnya (Simangunsong, 2010).

(7)

12

Kelimpahan organisme di dalam perairan dapat dinyatakan sebagai jumlah individu per satuan volume atau umumnya dinyatakan sebagai individu per liter. Sedangkan kelimpahannya dapat diketahui melalui analisis densitas. Densitas dapat diartikan sebagai jumlah individu per stuan area. Kelimpahan relatif adalah persentase dari jumlah individu dari suatu spesies terhadap jumlah individu dalam suatu daerah tertentu (Odum, 1993).

Menurut Russel-Hunter (1983) diacu Nybakken (1992) bivalvia tersebar di perairan pesisir seperti estuari, dengan dasar perairan lumpur bercampur pasir. Beberapa diantaranya hidup pada substrat yang lebih keras seperti lempung, kayu atau batu, air tawar serta sedikit yang hidup di daratan seperti, mussels (kepah), clamp (kerang) dan tiram yang merupakan anggota Bivalvia yang hidup di laut. Bivalvia yang hidup di daerah estuari, yaitu beberapa jenis kerang seperti Anadara granosa, Anadara gubernaculum, Scrombicularia plana, Macoma balthica, Rangia flexosa dan tiram jenis Crassostrea.

Kepadatan populasi suatu habitat sangat dipengaruhi oleh imigrasi dan natalitas yang memberikan penambahan jumlah ke dalam populasi. Emigrasi dan mortalitas akan mengurangi jumlah ke dalam populasi. Kerang dengan kepadatan 50-100 ind/m2 disebut kepadatan maksimum, kepadatan 16-50 ind/m2 disebut kepadatan sedang, dan kepadatan 7-16 ind/m2 disebut kepadatan minimum (Tuan, 2000 diacu Apriliani, 2012).

Keanekaragaman Bivalvia

(8)

13

sebagai bioindikator untuk menduga kualitas perairan dan merupakan salah satu komunitas yang memiliki keanekaragaman yang tinggi. Keanekaragaman yang tinggi di dalam komunitas manggambarkan beragamnya komunitas ini (Stowe, 1987 diacu Insafitri 2010).

Indeks keanekaragaman (H’) dapat diartikan sebagai suatu penggambaran

secara sistematik yang melukiskan struktur komunitas dan dapat memudahkan proses analisa informasi-informasi mengenai macam dan jumlah organisme. Selain itu keanekaragaman dan keseragaman biota dalam suatu perairan sangat tergantung pada banyaknya spesies dalam komunitasnya. Semakin banyak jenis yang ditemukan maka keanekaragaman akan semakin besar, meskipun nilai ini sangat tergantung dari jumlah inividu masing-masing jenis (Wilhm dan Doris, 1986).

Indeks keanekaragaman (H’) merupakan suatu angka yang tidak memiliki

satuan dengan kisaran 0 – 3. Tingkat keanekaragaman akan tinggi jika nilai H’ mendekati 3, sehingga hal ini menunjukkan kondisi perairan baik. Sebaliknya jika

nilai H’ mendekati 0 maka keanekaragaman rendah dan kondisi perairan kurang

baik (Odum, 1993).

Dominansi

(9)

14

(Soerianegara dan Indrawan, 2005). Indeks dominansi digunakan untuk melihat jenis tertentu yang jumlahnya mendominasi di suatu habitat (Ariska, 2012).

Keseragaman Bivalvia

Menurut Leviton (1982) diacu Insafitri (2010) yang dimaksud dengan indeks keseragaman adalah komposisi tiap individu pada suatu spesies yang terdapat dalam suatu komunitas. Indeks keseragaman (E) merupakan pendugaan yang baik untuk menentukan dominansi dalam suatu area. Apabila satu atau beberapa jenis melimpah dari yang lainnya, maka indeks keseragaman akan rendah.

Pola sebaran beberapa jenis Bivalvia yang dominan dipengaruhi oleh substrat tempat hidup, frekuensi, serta lama ketergenangan pasang surut. Dalam suatu habitat perairan, kondisi substrat dan kualitas perairan yang baik akan mendukung keanekaragaman Bivalvia dan adanya keseimbangan distribusi spesies (Budiman, 1985 diacu Pratami, 2005).

Parameter Lingkungan Perairan

(10)

15

Suhu

Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi badan air. Suhu juga sangat berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu (batas atas dan bawah) yang disukai bagi pertumbuhannya (Effendi, 2003).

Keanekaragaman jenis dan keadaan seluruh kehidupan pantai cenderung bervariasi dengan berubahnya suhu. Distribusi suhu di perairan estuari sebagian besar dipengaruhi oleh kedalaman yang merupakan efek masukan dari sungai dan pengaruh perubahan pasang surut. Pengaruh suhu ini dapat terjadi pada proses metabolisme, distribusi dan kelimpahan beberapa jenis, sedangkan secara tidak langsung terjadi pada proses kematian organisme akibat kehabisan air disebabkan oleh meningkatnya suhu di perairan (Nybakken, 1992).

Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu yang disukai bagi pertumbuhannya. Makin tinggi kenaikan suhu air, maka makin sedikit oksigen yang terkandung di dalamnya. Suhu yang berbahaya bagi makrozoobenthos adalah yang lebih kurang dari 35oC (Retnowati, 2003).

(11)

16

Kedalaman

Pelecypoda memilih habitat dalam lumpur dan pasir dalam laut serta danau tersebar pada kedalaman 0,01 sampai 5000 meter dan termasuk organisme dominan yang menyusun makrofauna di dasar lunak (Nybakken, 1992).

Menurut Narasimham dkk., (1988) diacu Apriliani (2012), kerang tahu mampu hidup di daerah intertidal sampai daerah subtidal dengan kedalaman sekitar 20 m. Kerang tahu menyukai habitat berupa pasir halus. Pasir halus memudahkan kerang tahu membenamkan diri. Kedalaman pembenaman diri kerang tahu tidak terlalu dalam karena kerang ini memiliki siphon yang pendek. Sehingga hal ini akan membantu dalam menyaring makanan.

Kecerahan

Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan, yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk. Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, dan padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran. Pengukuran kecerahan sebaiknya dilakukan pada saat cuaca cerah (Effendi, 2003).

pH

(12)

17

akuatik menyukai nilai pH berkisar antara 5,0-9,0 hal ini menunjukkan adanya kelimpahan dari organisme makrozoobenthos, dimana sebagian besar organisme dasar perairan seperti polychaeta, moluska dan bivalvia memiliki tingkat asosiasi terhadap derajat keasaman yang berbeda-beda (Marpaung, 2013).

Tabel 1. Pengaruh pH terhadap komunitas biologi perairan. Nilai pH Pengaruh Umum

6,0 – 6,5

Keanekaragaman benthos sedikit menurun Kelimpahan total, biomassa, dan produktifitas tidak mengalami perubahan

5,5 – 6,0

Penurunan nilai keanekaragaman benthos semakin tampak Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas masih belum mengalami perubahan yang berarti

5,0 – 5,5

Penurunan keanekaragaman dan komposi jenis benthos semakin besar.

Terjadi penurunan kelimpahan total dan biomassa benthos 4,5 – 5,0

Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis benthos semakin besar

Penurunan kelimpahan total dan biomassa benthos Sumber : Effendi (2003).

Oksigen Terlarut (DO)

DO adalah kandungan oksigen yang terlarut pada perairan. Oksigen sangat diperlukan oleh semua makhluk hidup aerob. Kerang tahu mampu hidup pada perairan dengan kandungan DO 2.01-9.24 mg/l (Setyobudiandi, dkk., 2004). Kadar oksigen terlarut juga berflukuasi secara harian (diurnal) dan musiman, tergantung pada pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi dan limbah (effluent) yang masuk ke badan air (Effendi, 2003).

(13)

18

senyawa kimia yang sangat penting untuk mendukung kehidupan organisme di dalam suatu perairan. Oksigen terlarut digunakan oleh organisme perairan dalam proses respirasi. Secara alami senyawa kimia ini terdapat dalam air laut pada kadar yang sesuai. Perubahan kadar yang terjadi tentu akan mempengaruhi kehidupan organisme yang hidup dalam perairan. Rendahnya kadar oksigen di perairan ini diduga karena masuknya bahan-bahan organik ke perairan, sehingga memerlukan banyak oksigen untuk menguraikannya. Semakin banyak buangan organik yang ada di dalam air, semakin sedikit sisa kandungan oksigen yang terlarut di dalamnya (Patty, 2015).

Oksigen terlarut dalam laut dimanfaatkan oleh organisme perairan untuk respirasi dan penguraian zat-zat organik oleh mikro-organisme. Menurunnya kadar oksigen terlarut di perairan menyebabkan terganggunya ekosistem perairan dan mengakibatkan semakin berkurangnya populasi biota (Patty, dkk., 2015).

Kandungan oksigen terlarut mempengaruhi keanekaragaman organisme dalam suatu ekosistem perairan. Perairan dengan kandungan oksigen terlarutnya sebesar 1,0-2,0 ppm maka organisme moluska masih dapat bertahan hidup karena mereka mampu beradaptasi pada kandungan oksigen yang rendah seperti halnya bivalvia dari famili Osteridae pada pasang surut mereka akan menutup cangkang dan melaakukan respirasi anaerob, karena kandungan oksigen yang rendah (Aksornkoae, 1993).

Salinitas

(14)

19

klorida dan semua bahan organik telah dioksida. Salinitas dinyatakan dalam g/kg

atau promil (‰). Nilai salinitas perairan tawar kurang dari 0,5‰, perairan payau

antara 0,5‰ -30‰ dan perairan laut 30‰-40‰. Pada perairan hipersaline, nilai

salinitas dapat menapai 40‰-80‰. Pada perairan pesisir, nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh masukan air tawar dari sungai (Effendi, 2003).

Salinitas perairan estuari biasanya lebih rendah daripada salinitas perairan sekelilingnya. Di mulut sungai, salinitas bervariasi sangat besar pada saat pergantian musim yaitu musim hujan dan musim kemarau (Arinardi, dkk., 1997). Di perairan estuari terjadi dinamika suhu yang kompleks dimana kisaran salinitas

di perairan payau sekitar 0‰ sampai 25‰ atau lebih; konsentrasi dari garam

terlarut meningkat maka suhu di perairan mengalami penurunan (Reid, 1961). Pola gradien salinitas bergantung pada musim, topografis, pasang surut dan jumlah air tawar yang masuk. Semakin tinggi tingkat penguapan air laut di suatu wilayah, maka salinitasnya semakin tinggi, dan sebaliknya pada daerah yang rendah tingkat penguapan air lautnya, maka daerah itu rendah kadar garamnya (Nybakken, 1992).

(15)

20

Nitrat, Nitrit dan Fosfat

Pada peraian alami, nitrit (NO2) biasanya ditemukan dalam jumlah yang

sangat sedikit dibandingkan dengan nitrat, karena bersifat tidak stabil dengan keberadaan oksigen. Nitrit merupakan bentuk peralihan antar amonia dan nitrat (nitrifikasi) dan antara nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi). Denitrifikasi berlangsung pada kondisi anaerob (Effendi, 2003).

Keberadaan senyawa nitrogen dalam perairan dengan kadar yang berlebihan dapat menimbulkan permasalahan pencemaran. Kandungan nitrogen yang tinggi di suatu perairan dapat disebabkan oleh limbah domestik, pertanian, peternakan dan industri. Hal ini berpengaruh terhadap kelimpahan fitoplankton sebagai pakan alami makrozoobentos (Sinaga, 2009).

Kandungan fosfat dan nitrat secara alamiah berasal dari perairan itu sendiri yaitu melalui proses-proses penguraian, pelapukan ataupun dekomposisi tumbuh-tumbuhan dan sisa-sisa organisme mati. Selain itu juga tergantung pada keadaan sekeliling diantaranya sumbangan dari daratan melalui sungai yang bermuara ke perairan, seperti buangan limbah ataupun sisa pakan dengan adanya bakteri terurai menjadi zat hara (Wattayakorn, 1988 diacu Patty, 2015).

(16)

21

terdapat di perairan merupakan hasil reduksi senyawa nitrat atau oksidasi amonia oleh mikroorganisme dan berasal dari hasil ekskresi fitoplankton. Fosfat merupakan nutrisi yang esensial bagi pertumbuhan suatu organisme perairan, namun tingginya konsentrasi fosfat di perairan mengindikasikan adanya zat pencemar. Senyawa fosfat umumnya berasal dari limbah industri, pupuk, limbah domestik dan penguraian bahan organik lainnya (Makmur, dkk., 2012).

Fosfat, nitrat dan oksigen terlarut merupakan tiga unsur senyawa kimia yang sangat penting untuk mendukung kehidupan organisme dalam suatu perairan. Fosfat dan nitrat dibutuhkan untuk mendukung organisme dalam pertumbuhan dan perkembangan hidupnya terutama fitoplankton, sedangkan oksigen terlarut digunakan oleh organisme perairan dalam proses respirasi. Secara alami ketiga senyawa kimia ini terdapat dalam air laut pada kadar yang sesuai. Perubahan kadar yang terjadi tentu akan mempengaruhi kehidupan organisme yang hidup dalam perairan (Patty, 2015).

Bahan Organik

Kelarutan oksigen di dalam air berpengaruh terhadap kesetimbangan kimia perairan dan kehidupan biota, dan akan berkurang dengan adanya bahan organik yang mudah terurai. Sehingga dapat dikatakan, semakin sedikit konsentrasi oksigen terlarut di dalam air mencirikan adanya pencemaran bahan organik yang tinggi (Makmur dkk., 2012).

(17)

22

sumber makanan bagi hewan maupun tumbuhan yang hidup di dasar perairan. Pada umumnya substrat pasir berlempung memiliki bahan organik yang cukup (Simangunsong, 2010).

Menurut Djainuddin, dkk (1994) diacu Siahaan (2006) kriteria tinggi rendahya kandungan organik substrat tanah berdasarkan persentase adalah sebagai berikut :

<1% = sangat rendah 1%-2% = rendah

2.01%-3% = sedang 3.01-5% = tinggi

>5% = sangat tinggi

Semakin halus sedimen, kemampuan dalam mengakumulasi bahan organik semakin besar. Kandungan bahan organik berhubungan dengan ukuran partikel sedimen. Pada sedimen yang halus persentase bahan organik lebih tinggi daripada dalam sedimen yang kasar. Hal ini berhubungan dengan kondisi lingkungan yang tenang sehingga memungkinkan pengendapan sedimen halus berupa lumpur yang diikuti oleh akumulasi bahan organiknya lebih tinggi (Maslukah, 2013).

Semua bahan organik mengandung karbon (C) berkombinasi dengan satu atau lebih elemen lainnya. Bahan organik berasal dari tiga sumber utama sebagai berikut :

1. Alam, misalnya fiber, miyak nabati dan hewani, lemak hewani, alkaloid, selulosa, kanji, gula, da sebagainya.

(18)

23

3. Fermentasi, misalnya alkohol, aseton, gliserol, antibiotik, dan asam : yang semuanya diperoleh melalui aktivitas mikroorganisme.

Danau dan sungai biasanya memiliki kadar bahan anorganik terlarut sepuluh kali lebih besar daripada kadar bahan organik. Air tanah memiliki kadar bahan anorganik terlarut seratus kali lebih besar daripada kadar bahan organik. Air laut memiliki kadar bahan anorganik terlarut 30.000 kali lebih besar daripada kadar bahan organik. Bahan organik dapat berasal dari pembusukan tumbuhan dan hewan yang mati atau hasil buangan limbah domestik dan industri (Effendi, 2003).

Substrat Perairan

Jenis dan ukuran substrat salah satu faktor ekologi yang mempengaruhi kandungan bahan organik dan distribusi bentos. Semakin halus tekstur substrat semakin besar kemampuannya menjebak bahan organik. Daerah yang kandungan bahan organiknya sangat tinggi berhubungan dengan daerah dimana banyak pemeliharaan kerang-kerangan (mussel), karena berhubungan erat dengan jumlah feses yang banyak dari mussel yang dipelihara (Nybakken,1992).

Substrat sangat berperan penting bagi kehidupan hewan bentik. Peranan substrat antara lain sebagai tempat tinggal, tempat mencari makan, dan tempat berlindung dari ancaman predator serta perubahan faktor fisika dan kimia terhadap hewan infauna (Apriliani, 2012).

(19)

24

memasukkan air dan saluran lainnya untuk mengeluarkan. Makin dalam kerang membenamkan diri, makin panjang sifonnya (Nontji, 2007).

Substrat dasar merupakan salah satu faktor ekologis utama yang mempengaruhi struktur komunitas makrozoobenthos. Penyebaran makrozoobenthos dapat dengan jelas berkorelasi dengan tipe substrat. Makrozoobenthos yang mempunyai sifat penggali pemakan deposit cenderung melimpah pada sedimen lumpur dan sedimen lunak yang merupakan daerah yang mengandung bahan organik yang tinggi. Substrat dasar atau tekstur tanah merupakan komponen yang sangat penting bagi kehidupan organisme. Substrat di dasar perairan akan menentukan kelimpahan dan komposisi jenis dari hewan bentos. Komposisi dan kelimpahan fauna invertebrata yang berasosiasi dengan mangrove berhubungan dengan variasi salinitas dan kompleksitas substrat (Susiana, 2011).

Gambar

Tabel 1. Pengaruh pH terhadap komunitas biologi perairan.

Referensi

Dokumen terkait

pendaftaran siswa baru agar dapat memudahkan panitia dalam proses pendaftaran maupun penyimpanan data-data calon peserta peserta didik baru, bagi calon siswa semoga

We also received other awards by several parties this year such as, The Most Recommended BlackBerry Internet Services (by SWA Network &amp; Onbee); Indonesia's Most Favorite

Dari studi tingkat kesukaan gelatik jawa terhadap bentuk-bentuk sarang dalam penelitian ini, terungkap bahwa keempat bentuk sarang yang disediakan semuanya diminati oleh

Metode ini dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana netral dengan larutan baku perak nitrat dengan penambahan larutan kalium kromat

*Segala bentuk bantuan yang melibatkan syarat pendapatan tidak layak dipertimbangkan jika Ibu Bapa atau Penjaga tidak mengisytiharkan

Hal ini berarti pembuatan keju Mozzarella dengan cara pengasaman langsung menggunakan jus jeruk nipis harus diupayakan pula konsentrasi yang tepat agar banyak protein

Jasa Raharja (Persero) pada Bagian pelayanan berkaitan dengan kelayakan Besaran Dana Santunan bagi Korban Kecelakaan Lalu Lintas Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan peran pendampingan orangtua dengan kesiapan menghadapi menarche pada siswi kelas V di SD N Bantul Timur Yogyakarta tahun