S
emenjak keluarnya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2003 tentang ProsedurMediasi di Pengadilan,
eksistensi mediator bukan hakim
!"#$ %&'(&')*+*,!)$ )&-!.$ /*!,0*$
keberadaannya dalam pelaksanaan mediasi di Pengadilan. Hanya saja,
mengingat penyebarannya tidak
berbanding lurus dengan jumlah pengadilan di Indonesia dan persoalan regulasi yang masih belum cukup jelas pada tataran implementasi, proses mediasi di Pengadilan masih lebih banyak bertumpu pada mediator hakim.
Atas dasar Pasal 130 HIR / Pasal 154 R.Bg, kewajiban melakukan mediasi melekat pada diri seorang hakim, disamping peranannya sebagai
ajudikator yang menyelesaikan
perkara secara litigasi. Akibatnya, hakim dalam proses mediasi dapat
menjalankan fungsinya sebagai
mediator, meskipun tidak memiliki
(&')*+*,!)$1&/*!)2'3
Dalam banyak hal, eksistensi hakim sebagai mediator dipersepsi memiliki kelebihan dibandingkan mediator bukan hakim. Louise Otis dan Eric H. Reiter dalam tulisannya berjudul Mediation by Judges: A New Phenomenon in the Transformation of Justice, kelebihan itu terletak pada dua hal, yakni persepsi para pihak terhadap dan keahlian yang dimiliki oleh mediator hakim.
Meskipun demikian, mediator
hakim pun tetap harus menempuh
4&-!)*.!"5$ )&'1!(0,$ (&')*+*,!(*$
sebagaimana layaknya mediator
pada umumnya. Berdasarkan
sebuah laporan bertajuk Report 67 (1991)—Training and Accreditation of Mediators yang dibuat oleh NSW Law Reform Commission, disebutkan bahwa pelatihan merupakan sarana yang paling efektif bagi seorang praktisi untuk memperoleh kompetensi yang
dibutuhkan untuk melaksanakan
mediasi. Selain itu, pelatihan memiliki peranan penting untuk membangun kredibilitas pelaksanaan mediasi.
Urgensi pelatihan mediator
*"*$ 1&"6!/*$ (&1!,*"$ (*#"*+*,!"$
ketika menyadari potensi-potensi negatif yang ditimbulkan dalam proses mediasi yang dilakukan oleh mediator yang tidak terlatih. Pertama,
cenderung kurang mengetahui
bilamana mediasi diperlukan dan perlu dilanjutkan. Kedua, cenderung menekan para pihak untuk mencapai
Mediator Hakim Masih Jadi Tulang
Punggung Mediasi di Pengadilan
Mediasi di Pengadilan,
termasuk di Pengadilan
Agama masih lebih banyak
mengandalkan keberadaan
mediator hakim, meskipun
dimungkinkan untuk
mempergunakan mediator
non hakim. Sayangnya,
jumlah mediator hakim
bersertifikat belum
mencapai jumlah ideal
yang diharapkan.
http://lockandmar
lbor
oug
h.c
o
.uk/images/pr
actic
es/Mediation.jpg
S D M
POSTUR
kesepakatan. Ketiga, gagal untuk mempertanyakan klausula-klausula
yang tidak dapat dilaksanakan
dalam hal para pihak mencapai
kesepakatan. Keempat, tidak
berhasil memahami kebutuhan para pihak. Dan kelima, kurang memiliki teknik untuk menangani masalah ketidakseimbangan kekuatan, emosi yang berlebihan atau lainnya.
Jumlah Mediator Hakim !"#!"$%&%'($
Melihat pentingnya pelatihan dan
(&')*+*,!(*$ %!#*$ (&2'!"#$ 1&/*!)2'5$ 1!,!$ 4&-!)*.!"$ (&')*+*,!(*$ 1&/*!)2'$
sebagaimana dikembangkan oleh
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknis Mahkamah Agung selama ini menjadi sebuah keniscayaan, termasuk bagi mediator hakim.
Dewasa ini ketersediaan mediator
.!,*1$ %&'(&')*+*,!)$ /*$ -*"#,0"#!"$
Peradilan Negeri dan Peradilan
Agama masih belum sebanding
dengan jumlah hakim yang tersedia. Berdasarkan data yang dihimpun oleh redaksi, setidak-tidaknya jumlah
.!,*1$ !"#$ )&-!.$ %&'(&')*+*,!)$
mediator telah mencapai 1.697 orang.
!"#! !"#$ !"#% !"#& !"#' !"#(
Jumlah ini diperoleh dari
asumsi-asumsi sebagai berikut. Pertama,
berdasarkan laporan Mahkamah
Agung tahun 2013, jumlah hakim
%&'(&')*+*,!)$ 1&/*!)2'$ 1&"7!4!*$
642 orang. Kedua, pada tahun
2013 dan 2014, Mahkamah Agung
bekerjasama dengan Indonesian
8"()*)0)&$ 92'$ :2"+-*7)$ ;'!"(92'1!)*2"$
(IICT) dan Pusat Mediasi Nasional
<=>?@$ 1&"(&')*+*,!(*$ /0!$ !"#,!)!"$
calon hakim yang masing-masing berjumlah 250 orang. Ketiga, pada tahun yang sama Mahkamah Agung masih bekerjasama dengan IICT dan
=>?$ 1&"(&')*+*,!(*$ 1&/*!)2'$ .!,*1$
sebanyak 190 orang dari Pengadilan
Negeri, Pengadilan Agama, dan
20 orang diantaranya berasal dari Pengadilan Tata Usaha Negara.
Keempat, selama tiga tahun berturut-turut, yakni 2015, 2016, dan 2017, Mahkamah Agung bersama
=2,6!$ABC$)&-!.$1&-!,0,!"$(&')*+*,!(*$
terhadap 325 orang hakim. Dan kelima, selama dua tahun berturut-turut Mahkamah Agung bekerjasama dengan Impartial Mediator Network (IMN) serta IICT dan PMN telah
1&-!,0,!"$ (&')*+*,!(*$ )&'.!/!4$
40 orang hakim lingkungan dari Pengadilan Negeri.
Menggeser mindset hakim
menjadi mediator
Semenjak tahun 2016 Mahkamah Agung telah memiliki kurikulum mediasi tersendiri yang dibangun dengan konsep rumah mediator. Sebagaimana layaknya sebuah rumah, rancang bangun kurikulumnya terdiri atas bagian pondasi, bagian dinding, bagian langit-langit dan bagian atap. Masing-masing mewakili rumpun-rumpun kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang mediator hakim untuk dapat melakukan mediasi dengan baik dan benar.
!"#$%&#
'Pada bagian pondasi, terdapat unsur pengembangan minat dan motivasi untuk mendorong para hakim yang mengikuti pelatihan
(&')*+*,!(*$ 1&1*-*,*$ 6*D!$ 1&/*!)2'3$
Pada bagian dinding terdapat rumpun
kompetensi interpersonal dan
kompetensi proses mediasi. Masing-masing rumpun terdiri dari sejumlah mata diklat.
Pada bagian langit-langit, terdapat
rumpun kompetensi pengelolaan
mediasi, yang disamping merupakan penerapan terhadap rumpun-rumpun mata diklat di bagian dinding, juga berisi hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses mediasi, seperti teknik menyeimbangkan kekuatan, aspek budaya dan gender, maupun teknis
menjaga keberlangsungan proses
mediasi.
Sedangkan pada rumpun atap merupakan rumpun kompetensi etis dan pengembangan profesi mediator. Dengan rumpun kompetensi ini, para peserta diberikan pengalaman belajar memahami problem etis dalam melakukan mediasi dan upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk
mengembangkan kemampuannya
sebagai mediator pasca mengikuti
4&-!)*.!"$(&')*+*,!(*3
Yang menarik, kurikulum ini sudah diperkaya dengan
teknik-)&,"*,$ 1&"##&(&'$ 7!'!$ %&'+*,*'$
(mindset) dari seorang hakim
menjadi seorang mediator. Karena
betapapun, performance dan
kecakapan menjadi seorang mediator tidak sama dengan hal yang sama ketika menjadi seorang hakim di persidangan.
Diharapkan dengan bekal ini, sikap, tingkah laku, dan pendekatan hakim dalam melakukan mediasi berbeda seiring perbedaan perannya
dengan ketika menjadi seorang
hakim. Semoga.
[Mohammad Noor]