Mengenal LCSA (Life Cycle Sustainability Assessment) Connecting Paper 4
Marcelina Sianipar – 21S14016
Peningkatan minat dalam pengembangan metode untuk lebih memahami dan mengatasi dampak dari siklus hidup sebuah produk semakin giat dengan adanya kesadaran global yang semakin besar akan pentingnya melindungi lingkungan; sebuah pengakuan atas risiko antara kemungkinan dampak yang terkait dengan produk baik yang diproduksi maupun yang dikonsumsi dan perlunya mempertimbangkan isu perubahan iklim dan keanekaragaman hayati dari perspektif holistik. Konsep keberlanjutan (sustainability) terdiri dari integrasi dan interaksi antara aspek lingkungan, ekonomi dan sosial (Lozano dan Huisingh 2011). Di sektor bisnis, keberlanjutan telah menjadi populer dengan triple bottom line yaitu dengan prinsip Elkington “profit, planet, people”.
Inti dari tantangan implentasi konsep keberlanjutan adalah bagaimana kinerja keberlanjutan dapat diukur terutama untuk produk dan proses dalam sebuah industri, untuk itulah Klopffer pada tahun 2007 membuat kerangka penilaian keberlanjutan yaitu Life Cycle Sustainability Assessment (LCSA) yang mengacu pada evaluasi dampak lingkungan, sosial dan ekonomi baik dampak negatif maupun benefitnya dalam proses pengambilan keputusan terhadap produk dengan memperhatikan keberlanjutan siklus hidupnya. Penilaian siklus hidup berkelanjutan (LCSA) adalah metode mengatasi keberlanjutan lingkungan, ekonomi, dan sosial dari sistem produk selama siklus hidupnya, yang menyebabkan dampak positif atau negatif. Konsep keberlanjutan Life Cycle Sustainability Assessment (LCSA) secara umum dapat dirumuskan sebagai LCSA = LCA + LCC + S-LCA, dimana LCA (Life Cycle Assessment) merupakan penilaian siklus hidup dengan prosedur yang sudah terstandar ISO 14040-44, LCC (Life Cycle Costing) yang berfokus pada dampak ekonomi siklus hidup sebuah produk dan S-LCA (Social Life Cycle Assessment) yang berfokus pada dampak sosial dan juga aspek ini yang kurang dikembangkan diantara ketiga aspek tersebut.
Berdasarkan formula LCSA yang dibuat oleh Klopffer dapat dilihat bahwa konsep LCSA merupakan gabungan dari ketiga triple bottom line. LCA mencakup penilaian seluruh siklus hidup produk, dari ekstraksi bahan baku, melalui pemrosesan bahan, penggunaan dan pembuangan di akhir masa pakai produk (“cradle to grave”). Selanjutnya mungkin terdapat pertanyaan mengapa harus menggunakan metode LCA dibandingkan metode lainnya seperti Environmental Impact Assessment (EIA) yaitu dan juga Strategic Enviromental Impact Assessment (SEA), hal ini dikarenakan LCA memberikan pendekatan yang lebih holistik terhadap aspek lingkungan dari produk. LCA dapat membantu produser lebih mengerti tentang masalah lingkungan apa yang terkait dengan suatu produk. Produser juga dapat melihat di mana dalam siklus hidup produk beban lingkungan utama muncul.
Dalam aspek ekonomi LCC adalah mitra ekonomi LCA bersama dengan Full Cost Accounting (FCA) atau Total Cost Assessment (TCA). Dibandingkan LCA, LCC secara langsung terkait dengan siklus hidup dari sistem produk untuk menilai biaya sebenarnya untuk dibandingkan dengan yang lain yang memiliki fungsi yang sama. Sangat sulit untuk menghitung biaya, terutama karena tidak mudah menghitung kerusakan yang dapat terjadi di masa depan, dan juga karena beberapa beban sulit dijelaskan dalam istilah moneter misalnya beban etis atau estetik.
keseluruhan sosio-ekonomi kinerja suatu produk sepanjang siklus hidupnya untuk semua pemangku kepentingan
Metodologi LCSA dalam UNEP, hasil LCA, LCC, dan SLCA diintegrasikan dengan seperangkat indikator pembobotan untuk mendapatkan hasil keberlanjutan siklus hidup umum yang tunggal. Dalam Halog dan Manik dijelaskan metodologi yang lebih maju melalui kombinasi kerangka LCA, LCC dan SLCA dengan analisis stakeholders dan juga memanfaatkan pemodelan berbasis agen dan dinamika sistem. Kemudian pendapat dari stakeholder ini dianalisis menggunakan metode MCDA yaitu analisis keputusan multi-kriteria untuk mendapatkan indikator utama untuk LCSA yang selanjutnya digunakan sebagai variabel kritis untuk pemodelan dinamika berbasis agen agar diperoleh hasil akhir dari keputusan yang berkelanjutan
Dalam jurnal“From LCA to Life Cycle Sustainability Assessment: concept, practice and future direction” dikatakan bahwa meskipun LCSA sering digambarkan sebagai pendekatan paling maju dalam hal penilaian keberlanjutan (Zamagni, Pesonen, dan Swarr 2013) dan implementasinya secara teoritis memungkinkan untuk mengidentifikasi trade-off antara dimensi sosial, lingkungan dan ekonomi (Heijungs, Huppes, dan Guinée 2010), namun masih ada sejumlah hambatan dalam implementasinya. Tantangan implementasi praktisnya seperti tiga metode yang terkait yaitu LCA, LCC, dan SLCA tidak memiliki tingkat kematangan yang sama karena tahapan evolusinya yang berbeda (Valdivia et al. 2012).
Meskipun LCA sudah menjadi metode standar yaitu ISO 14044 2006, namun belum ada konsensus mengenai LCC dan SLCA sehingga mengganggu ketahanan metodologis. Kedua aspek tersebut menghambat implementasi praktis LCSA dan bahkan pertimbangan dampak dalam tiga dimensi. Selain itu, panduan mengenai kategori atau indikator dampak mana yang harus disertakan juga tidak dijelaskan secara rinci, yang menciptakan hambatan lebih lanjut untuk penerapan praktis. Niemeijer dan de Groot, (2008) menyimpulkan bahwa hambatan untuk penilaian bukanlah kurangnya indikator yang bagus ataupun ilmu pengetahuan yang baik, namun tidak adanya proses seleksi indikator yang jelas. Proses seleksi yang jelas juga dapat memulai awal yang baik untuk perbaikan metodologi yang dibutuhkan dan oleh karena itu dipandang penting.
Oleh karena cakupan dari LCSA yang sangat luas maka dalam perumusan solusi dan pengambilan keputusan yang terkait dengan hasil penilaian LCSA melibatkan beragam lintas ilmu pengetahuan dan praktisi. Disamping itu hasil dari penilaian ini juga sangat bergantung pada data yang tersedia mengingat bahwa penilian LCSA didasarkan oleh data dan informasi yang terjadi di masa lampau maka akan terasa sulit untuk melakukan penilaian jika elemen-elemen penilian Menurut penulis meskipun LCSA sangat kompleks terlebih dengan menggabungkkan ketiga elemen yang sudah disebutkan sebelumnya, penilaian ini merupakan metode yang paling umum dan paling sesuai untuk menilai keberlanjutan siklus hidup. Penilaian ini akan menimbulkan evaluasi dan juga rekomendasi untuk perbaikan kawasan industri, proses dan produk yang lebih ramah lingkungan.
Referensi:
Halog, A., & Manik, Y. (2011). Advancing Integrated Systems Modelling Framework for Life Cycle Sustainability Assessment. Sustainability, pp 469-499