• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROPOSAL SKRIPSI OJK PENGELOLA STATUTER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PROPOSAL SKRIPSI OJK PENGELOLA STATUTER"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS GADJAH MADA

FAKULTAS HUKUM

USULAN PENELITIAN UNTUK PENULISAN HUKUM :

ANALISIS YURIDIS PENETAPAN PENGELOLA STATUTER BAGI PERUSAHAAN ASURANSI OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN

Diajukan Oleh

YOGYAKARTA

2017

Nama : Rizki Binarwati

NIM : 14/362990/HK/19924

(2)

HALAMAN PERSETUJUAN

Usulan penelitian untuk penelitian hukum ini telah disetujui oleh Dosen Pembimbing, pada hari ………… tanggal ………

Penyusun

Rizki Binarwati

No. Mahasiswa : ...

Menyetujui

Dosen Pembimbing

Laurensia Andrini S.H., LL.M. NIP : ...

(3)

Asuransi telah menjadi suatu kegiatan usaha yang berkembang dengan pesat karena dirasakan banyak memberikan manfaat bagi dunia usaha dan masyarakat. Manfaat yang paling utama adalah berupa rasa nyaman karena aset yang dianggap berharga telah ditanggung atau dijamin kerugiannya jika sesuatu risiko menimpanya. Aset yang berharga seperti sumber daya manusia, kesehatan, rumah, motor, mobil, kapal, pesawat, pabrik, mesin, gedung, kontrak bisnis, dan lain sebagainya seringkali tidak mudah untuk diperoleh atau dipertahankan. 1Asuransi adalah perjanjian antar dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:

1) Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau

2) Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.2

Dewasa ini semakin bertambah jumlah jenis-jenis asuransi yang ditawarkan oleh perusahaan asuransi di Indonesia diantaranya adalah :3

a) Asuransi Jiwa b) Asuransi Kesehatan c) Asuransi Kendaraan

d) Asuransi kepemilikan Rumah Dan Properti e) Asuransi Pendidikan

1 Kornelius Simanjuntak, Brian Amy Prasetyo, 2011, Hukum Asuransi, Depok, Djokosoetono Research Center Fakultas Hukum Indonesia, Hlm. 8.

2 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 337, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5618).

(4)

f) Asuransi Bisnis g) Asuransi Umum h) Asuransi Kredit i) Asuransi Kelautan j) Asuransi Perjalanan.

Selain sebagai jaminan untuk hari tua asuransi juga merupakan salah satu cara masyarakat masa kini untuk berinvestasi dengan resiko yang dianggap tidak telalu besar. Hal ini melahirkan situasi persainagn usaha yang keras, sehingga ada kekhawatiran bahwa para pelaku usaha akan “menghalalkan segala cara” untuk mengalahkan kompetitornya.4 Kemunculan berbagi jenis asuransi ini adalah salah satu cara dari perusahaan asuransi untuk menggaet nasabah untuk menggunakan produk asuransinya. Semakin banyak nasabah atau konsumen yang menggunakan produk asuransi atau yang biasa disebut pemegang polis dalam dunia perasuransian maka disitu pula akan semakin banyak masyarakat atau konsumen yang akan merugi apabila perusahaan asuransi tempat ia membayar premi mengalami kegagalan atau bahkan sampai pailit.

Pihak yang bertugas untuk melindungi konsumen dalam sektor jasa keuangan adalah Otoritas Jasa Keuangan selanjutnya dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan dijelaskan lebih lanjut mengenai Perlindungan Konsumen di sektor jasa keuangan bertujuan untuk menciptakan sistem perlindungan Konsumen yang andal, meningkatkan pemberdayaan Konsumen, dan menumbuhkan kesadaran Pelaku Usaha Jasa Keuangan mengenai pentingnya perlindungan Konsumen sehingga mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat pada sektor jasa keuangan.5

Hasil nyata yang diharapkan antara lain Pelaku Usaha Jasa Keuangan memperhatikan aspek kewajaran dalam menetapkan biaya atau harga produk dan/atau layanan, fee-based pricing minimum yang tidak merugikan Konsumen, serta kesesuaian produk dan/atau layanan yang ditawarkan dengan kebutuhan dan kemampuan Konsumen. Penerapan market conduct diterapkan

4 Kornelius Simanjuntak, Brian Amy Prasetyo, 2011, Hukum Asuransi, Depok, Djokosoetono Research Center Fakultas Hukum Indonesia, Hlm. 10.

(5)

secara seimbang antara menumbuhkembangkan sektor jasa keuangan dengan pemenuhan hak dan kewajiban Konsumen untuk meningkatkan kepercayaan Konsumen. Market Conduct adalah perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dalam mendesain, menyusun dan menyampaikan informasi, menawarkan, membuat perjanjian, atas produk dan/atau layanan serta penyelesaian sengketa dan penanganan pengaduan. Sehubungan dengan itu, upaya perlindungan Konsumen dan/atau masyarakat diarahkan untuk mencapai dua tujuan utama. Pertama, meningkatkan kepercayaan dari investor dan Konsumen dalam setiap aktivitas dan kegiatan usaha di sektor jasa keuangan (Market Confidence); dan Kedua, memberikan peluang dan kesempatan untuk perkembangan bagi Pelaku Usaha Jasa Keuangan secara adil, efisien dan transparan dan di sisi lain Konsumen memiliki pemahaman hak dan kewajiban dalam berhubungan dengan Pelaku Usaha Jasa Keuangan mengenai karakteristik, layanan, dan produk (Level Playing Field). Dalam jangka panjang, industri keuangan sendiri juga akan mendapat manfaat yang positif untuk memacu peningkatan efisiensi sebagai respon dari tuntutan pelayanan yang lebih prima terhadap pelayanan jasa keuangan.6

Untuk mencapai tujuan itu, Otoritas Jasa Keuangan memliki kewenangan yang luas, yaitu :

a. menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;

b. mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;

c. melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;

d. memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu;

e. melakukan penunjukan pengelola statuter;

(6)

f. menetapkan penggunaan pengelola statuter;

g. menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan

5) persetujuan melakukan kegiatan usaha;

6) pengesahan;

7) persetujuan atau penetapan pembubaran; dan

8) penetapan lain,

sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.7

Salah satu kewenangan dari Otoritas Jasa Keuangan yang ada dalam pasal 9 huruf e dan f yaitu melakukan penunjukan dan menetapkan penggunaan pengelola statuter. Pengelola Statuter adalah Pihak yang ditunjuk oleh Otoritas Jasa Keuangan untuk mengambil alih kepengurusan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah.8 Pengelola statuter disini menggantikan kepengurusan yang dilakukan oleh Direksi dan Dewan Komisaris yang mana ketika Pengelola Statuter masuk dan mengambil alih kepengurusan maka Dewan Komisaris dan Direksi akan ex-officio menjadi non aktif atau tidak dapat lagi melakukan tindakan selaku jabatannya tersebut.9

7 Pasal 8 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lemabaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253).

8 Pasal 1 angka 33 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 337, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5618).

(7)

Aturan mengenai Perusahaan sendiri di Indonesia diatur dalam Undang-Undang nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas di dalam pasal 94 dan 111 Undang-Undang tersebut menyatakan bahwa pengangkatan Anggota Direksi dan juga Anggota Dewan Komisaris adalah kewenangan RUPS yang mana dijelaskan lebih lanjut dalam penjelasan pasal 94 tersebut ditulis bahwa Kewenangan RUPS tidak dapat dilimpahkan kepada organ Perseroan lainnya atau pihak lain. Oleh karena itu menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Otoritas Jasa Keuangan tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penetapan Pengelola Statuter yang mana Pengelola Statuter ini menggantikan posisi Direksi dan juga Dewan Komisaris suatu Perusahaan Asuransi.

Oleh karena itu peneliti akan mengangkat tema mengenai Penetapan Pengelola Statuter oleh Otoritas Jasa Keuangan bagi Perusahaan Asuransi yang mana penulis anggap perlu dilakukan untuk memperoleh kejalasan dikarenakan di dalam norma masih terdapat pertentangan antara Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan dan Undang-Undang Perseroan Terbatas mengenai penetapan pengelola statuter

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, terdapat dua permasalahan yang dapat dirumuskan yaitu:

a. Bagaimana urgensi pemberian kewenangan Otoritas Jasa Keuangan untuk melakukan Penetapan Pengelola Statuter bagi Perusahaan Asuransi ?

b. Bagaimana Otoritas Jasa Keuangan dapat menetapkan Pengelola Statuter bagi Perusahaan Asuransi ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Subjektif

(8)

Penelitian dan penulisan ini bertujuan untuk memenuhi Mata Kuliah Penulisan Hukum atau Tugas Akhir Kuliah S-1 dari Penulis di Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada.

2. Tujuan Objektif

a. Untuk mengetahui alasan atau urgensi pemberian kewenangan Otoritas Jasa Keuangan untuk menetapkan Pengelola Statuter bagi Perusahaan Asuransi.

b. Untuk mengetahui bagaimana praktik pelaksanaan Penetapan Pengelola Statuter dapat terjadi dalam Perusahaan Asuransi sekaligus mencari tahu apa hambatan dan kendala yang dialami oleh Otoritas Jasa Keuangan dalam melaksanakan Penetapan Pengelola Statuter bagi Perusahaan Asuransi.

D. Keaslian Penelitiaan

(9)

1. Tinjauan Yurisdis Penjaminan Dana Nasabah Di Perusahaan Asuransi Berdasarkan Undang-undang No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian diajukan oleh Abraham Linggi Tolla pada tahun 2015. Penulisan hukum yang dilakukan oleh Abraham berfokus pada bentuk perlindungan nasabah Perusahaan Asuransi dan untuk mengetahui faktor-faktor penghambat dan solusi terkait dengan implementasi penjaminan dana nasabah di Perusahaan Asuransi berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian penulisan ini berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti karena fokus pada penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah mengenai penetapan pengelola statuter bagi Perusahaan asuransi sama – sama berawal dari perlindungan konsumen yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan namun berbeda pada fokus penelitiannya.

2. Fungsi Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pengawasan Industri Jasa Keuangan Di Indonesia Berdasar Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Diajukan Oleh Afif Amrullah pada tahun 2014.

Penelitian dan penulisan hukum yang dilakukan oleh Afif membahas mengenai fungsi Otoritas Jasa Keuangan dalam melakukan pengawasan terhadap industri Jasa Keuangan yang ada di Indonesia secara umum karena memang slah satu fungsi utama dari Otoritas Jasa Keuangan adalah untk mengawasi Lembaga Jasa Keuangan yang ada di Indonesia hal ini berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan oleh Peneliti karena fokus pada penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah mengenai penetapan pengelola statuter bagi Perusahaan asuransi dan lebih lanjut mengenai apa kendala yang dihadapi oleh Otoritas Jasa Keuangan dalam menetapkan Pengelola Statuter.

E. Manfaat Penelitian

(10)

1. Manfaat Akademis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dan kontribusi yang berguna mengenai perlindungan konsumen yang diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan dengan cara penetapan Pengelola Statuter bagi Lembaga Jasa Keuangan khususnya perusahaan asuransi dan dapat berguna untuk perkembangan ilmu hukum khususnya Hukum Dagang.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan berharga kepada pihak-pihak yang terlibat dalam penetuan kebijakan mengenai penyelamatan perusahaan melalui Pengelola Statuter khususnya terhadap pihak-pihak yang berhubungan langsung dengan pengaturan bagi Lembaga Jasa Keuangan agar kedepannya konsumen yang menggunakan jasa keuangan dapat dengan aman dan tenang berinvestasi dan berkegiatan di dalam Lembaga Jasa Keuangan.

F. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Umum Tentang Pengelola Statuter a. Pengertian

Pengelola Statuter adalah Pihak yang ditunjuk oleh Otoritas Jasa Keuangan untuk mengambil alih kepengurusan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah. 10

Yang dimaksud dengan “pengelola statuter” adalah orang perseorangan atau badan hukum yang ditetapkan OJK untuk melaksanakan kewenangan OJK. Pengelola statuter melaksanakan kewenangan OJK,

(11)

antara lain, untuk memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan, mencegah dan mengurangi kerugian Konsumen, masyarakat, dan sektor jasa keuangan, dan/atau pemberantasan kejahatan keuangan yang dilakukan pihak tertentu di sektor jasa keuangan. Langkah yang dilakukan pengelola statuter antara lain melalui penyelamatan kelangsungan usaha Lembaga Jasa Keuangan tertentu, pengambilalihan seluruh wewenang dan fungsi manajemen Lembaga Jasa Keuangan oleh pengelola statuter, pembatalan atau pengakhiran perjanjian, serta pengalihan portofolio kekayaan atau usaha dari Lembaga Jasa Keuangan.11

b. Tugas, Fungsi, dan Kewenangan

Pengelola Statuter yang telah ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan mempunyai tugas:

1) Menyelamatkan kekayaan dan/atau kumpulan dana peserta Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah; 2) Mengendalikan dan mengelola kegiatan usaha dari

Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah sesuai dengan Undang-Undang ini;

3) Menyusun langkah-langkah apabila Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah tersebut masih dapat diselamatkan;

4) Mengajukan usulan agar Otoritas Jasa Keuangan mencabut izin usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah apabila perusahaan tersebut dinilai tidak dapat diselamatkan; dan

5) Melaporkan kegiatannya kepada Otoritas Jasa Keuangan.12

(12)

2. Perusahaan Asuransi

Perusahaan asuransi adalah suatu lembaga yang menyediakan segala macam polis asuransi yang dapat melindungi seseorang atau nasabah yang bergabung dengannya dari berbagai macam resiko dengan memgang sejumlah polis asuransi. Semua perusahaan perasuranisan, baik yang memberikan pertanggungan maupun yang jenisnya adalah usaha penunjang usaha asuransi, hanya dapat didirikan dan dimiliki dengan dua cara yaitu : 13

a. Pendirian oleh Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum Indonesia.

Pemilik atau pemegang saham dari badan hukum tersebut harus sepenuhnya warga negara Indonesia atau sepenuhnya badan hukum Indonesia.

b. Pendirian oleh Warga Negara Indonesia/Badan Hukum Indonesia serta Badan Hukum Asing.

Ini adalah satu-satunya cara agar pihak asing dapat menjalankan kegiatan usaha suransi di Indonesia. Berdasarkan pada persayaratan tersebut maka ada beberapa hal yang dapat dicermati. Pertama, pihak asing yang boleh mendirikan usaha di Inonesia hanyalah yang berbentuk badan hukum dan bukan perorangan. Kedua, badan hukum asing tersebut tidak boleh menjadi pemilik tunggal dari suatu perusahaan asuransi di Indonesia. Ketiga, badan hukum asing tersebut harus perusahaan yang bergerak di bidang perasuransian di negaranya. Keempat, badan hukum asing tersebut harus bergabung dengan perusahaan asuransi yang sudah mendapat izin usaha di Indonesia.14

3. Tinjauan Umum Tentang Otoritas Jasa Keuangan

12 Pasal 62 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 337, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5618).

13 Kornelius Simanjuntak, Brian Amy Prasetyo, 2011, Hukum Asuransi, Depok, Djokosoetono Research Center Fakultas Hukum Indonesia, Hlm. 83.

(13)

a. Latar belakang pembentukan

Awal pembentukan Otoritas Jasa Keuangan berawal dari adanya keresahan dari beberapa pihak dalam hal fungsi pengawasan Bank Indonesia. Ada tiga hal yang melatarbelakangi pembentukan Otoritas Jasa Keuangan, yaitu perkembangan industri sektor jasa keuangan di Indonesia, permasalahan lintas sektor industri jasa keuangan, dan amanat Undang-Undang No. 3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 yang merupakan respons dari krisis Asia yang terjadi pada 1997-1998 yang berdampak sangat berat terhadap Indonesia, khususnya sektor Perbankan. 15 hlm 36.

Sebelum Otoritas Jasa Keuangan dibentuk, undang-undangnya harus dibuat terlebih dahulu karena jika tidak, maka Otoritas Jasa Keuangan tidak punya dasar hukum yang mana nantinya akan sangat susah untuk Otoritas Jasa Keuangan melakukan wewenang, tugas dan juga fungsinya kepada Lembaga Jasa Keuangan.16

b. Status

Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan Nomor 21 Tahun 2011.17

c. Tujuan, Fungsi, Tugas dan Wewenang

Tujuan dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan adalah agar seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan dapat terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel, mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara bekelanjutan dan stabil, juga mamu mrlindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, yang diwujudkan melalui adanya sistem pengaturan dan pegawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.18

15 Adrian Sutedi, 2014, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta, Raih Asa Sukses, Hlm. 36.

16 Adrian Sutedi, 2014, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta, Raih Asa Sukses, Hlm. 38.

17 Adrian Sutedi, 2014, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta, Raih Asa Sukses, Hlm. 136.

(14)

Agar tujuan tersebut dapat dicapai, Otoritas Jasa Keuangan perlu memiliki berbagai kewenangan, baik dalam rangka pengaturan maupun pengawasan sektor jasa keuangan. Kewenangan di bidang pengaturan diperlukan dalam mengimplementasikan berbagai ketentuan, baik yang diatur di dalam maupun di luar Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan yang berhubungan dengan sekto jasa keuangan lainnya, yang ditetapkan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan maupun Peraturan Dewan Komisioner.19

Secara ringkas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:

1) Terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel,

2) Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan

3) Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.20

Fungsi dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan adalah untuk menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan. 21

Tugas utama dari Ototritas Jasa Keuangan dibagi menjadi 3 pilar besar yang merupakan tag-line dari kerja otoritas Jasa Keuangan yaitu Mengatur, Mengawasi, dan Melindungi untuk Industri Keuangan yang sehat. Otoritas Jasa Keuangan mempunyai tugas melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan, sektor Pasar Modal, dan sektor IKNB (Industri Keuangan Non-Bank).22

Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:

19 BUKU ojk

20 www.ojk.go.id, diakses pada tanggal 15 Januari 2017 pukul 20.30 21 Pasal 5 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lemabaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253).

(15)

1) Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan; 2) Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan

3) Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun,Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. 23

Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang nomor 21 tahun 2011, Otoritas Jasa Keuangan mempunyai berbagai macam kewewenangan:

(a). Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi:

(1) perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan

(2) kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;

(3) pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:

(4) likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank;

(5) laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;

(6) sistem informasi debitur;

(7) pengujian kredit (credit testing); dan

(8) standar akuntansi bank;24

Untuk melaksanakan tugas pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang:

a.menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini;

23 Pasal 6 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lemabaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253).

(16)

b. menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;

c.menetapkan peraturan dan keputusan OJK;

d. menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;

e.menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;

f. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;

g. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan;

h. menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan

i. menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.25

Untuk melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang:

a. menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;

b. mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;

c. melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;

(17)

d. memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu;

e. melakukan penunjukan pengelola statuter;

f. menetapkan penggunaan pengelola statuter;

g. menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan

h. memberikan dan/atau mencabut:

1) izin usaha;

2) izin orang perseorangan;

3) efektifnya pernyataan pendaftaran;

4) surat tanda terdaftar;

5) persetujuan melakukan kegiatan usaha;

6) pengesahan;

7) persetujuan atau penetapan pembubaran; dan

8) penetapan lain,

sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.26

G. Metode Penelitian

1. Tipe Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan peneleitian yuridis normatif dan yuridis empiris karena penelitian ini memadukan antara penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan.27 Pendekatan yuridis normatif mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam suatu perundang-undangan yaitu Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun

26 Pasal 9 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lemabaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253).

(18)

2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dihadapkan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. Sedangkan pendekatan yuridis empirisnya adalah pendekatan yang melihat suatu kenyataan hukum dalam lapangan terkait dengan penetapan Pengelola Statuter bagi perusahaan asuransi. Selain itu penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori hukum dalam interaksi sosial di masyarakat.28 Keduanya digunakan untuk mendapatkan sumber data dan data yang saling melengkapi serta mendukung satu sama lain.

2. Sumber Data

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Penelitian kepustakaan atau library research dilakukan untuk memperoleh data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui bahan-bahan kepustakaan yang terkait dengan objek penelitian, meliputi:

1) Bahan Hukum Primer

Bahan Hukum Primer yaitu, bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat, seperti peraturan perundang-undangan atau keputusan pengadilan.29 Bahan Hukum Primer yang digunakan dalam penelitian ini berupa peraturan perundang-undangan yang terdiri dari:

a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

b) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

c) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan

d) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian

28 Zaenuddin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 175.

(19)

e) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

f) Peraturan perundang-undangan positif lainnya yang terkait dengan masalah penelitian.

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan Hukum Sekunder yaitu, bahan-bahan yang erat hubungannya dengan Bahan Hukum Primer yang dapat membantu menjelaskan dan memahami Bahan Hukum Primer. Bahan-Bahan Hukum Sekunder tersebut diantaranya:

a) Buku Hukum Asuransi

b) Buku Otoritas Jasa Keuangan

c) Artikel-artikel yang dimuat di majalah, surat kabar maupun internet.

d) Jurnal hukum.

e) Makalah yang relevan dengan penelitian hukum ini.

3) Bahan Hukum Tersier

Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang sifatnya melengkapi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terdiri dari:

a) Black’s Law Dictionary

b) Kamus Besar Bahasa Indonesia.

c) Kamus Bahasa Inggris.

(20)

Penelitian lapangan dilakukan untuk mendapatkan data primer yang diperlukan dalam penelitian ini, yaitu segala sesuatu yang berkaitan dengan tema Penetapan Pengelola Statuter bagi Perusahaan Asuransi yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan, meliputi:

a. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kantor Pusat Otoritas Jasa Keuangan yang terletak di Gedung Bank Indonesia, Menara Radius Prawiro Komplek Perkantoran BI, Jalam MH. Thamrin No. 2 Jakarta Pusat.

b. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah sumber utama data penelitian yaitu yang memiliki data mengenai variable yang diteliti.30

c. Narasumber

Narasumber adalah orang yang mengetahui lebih dalam mengenai permasalahan penelitian ini. Pihak narasumber penelitian ini sebagai berikut:

1) Dosen Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

d. Responden

Responden adalah pihak-pihak yang berhubungan dan mengetahui langsung dengan permasalahan dalam penelitian. Pihak responden penelitian ini sebagai berikut:

1) Karyawan Otoritas Jasa Keuangan bidang Departemen Hukum 2 bagian Industri Keuangan Non-Bank.

4. Teknik Pengambilan Sample

(21)

Guna memudahkan penelitian, maka dilakukan dengan teknik sampling. Dalam penelitian ini pengambilan sampel dilakukan dengan teknik non random sampling, karena tidak semua individu diberikan kesempatan yang sama untuk menjadi anggota sampel. Sedangkan jenis sampel yang digunakan adalah purposing sampling, yaitu pengambilan sampel dilakukan dengan ditunjuk atau dipilih berdasarkan tujuan penelitian dengan pertimbangan memiliki ciri-ciri tertentu yang berhubungan erat dan khusus dengan permasalahan yang diteliti.31

5. Metode Pengumpulan Data dan Alat Pengumpulan Data

a. Metode Penelitian Kepustakaan

Alat penelitian untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah studi dokumen, yaitu dengan cara mempelajari dan menelaah bahan-bahan hukum yang relevan baik dalam bahan hukum primer, sekunder dan tersier, umumnya bersifat normatif, yaitu mencari norma-norma hukum yang seharusnya berlaku bagi suatu keadaan tertentu.32

Dalam penelitian kepustakan peneliti menggunakan alat seperti buku, bolpoin dan juga pensil serta alat tulis lainnya.

b. Metode Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan adalah penelitian yang dilakukan melalui pengamatan langsung pada lokasi penelitian, dalam hal ini digunakan pendekatan yuridis empiris, yaitu pendekatan dengan melihat suatu kenyataan hukum di dalam masyarakat.33 Cara pengempulan data langsung dari sumber. Terhadap narasumber peneliti menggunakan alat pengumpul data berupa wawancara semi terstruktur dan dilakukan dengan tatap muka secara langsung. Dengan menggunakan alat tulis dan juga alat rekam. Wawancara tersebut bersifat terbuka (open interview), kemudian diperdalam lagi untuk mendapatkan keterangan lebih lanjut (in depth). Pada akhirnya data yang didapatkan dari

31 Amirudin dan Zaenal Asikin, Op.cit., hlm. 196.

32 Prayudi Atmo Soedirjo, 2002, Teori Hukum, Jakarta: Kawan Pustaka, hlm. 91.

(22)

jawaban yang diberikan dapat menghimpun semua variable dengan keterangan yang jelas, lengkap dan mendalam.

c. Analisis Data

Terhadap data yang diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan maupun penelitian dilapangan, dianalisis dan diolah secara kualitatif. Analisis data kualitatif yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian akan dikelempokkan dan dipisah-pisahkan kemudian dipilih atau diseleksi antara data yang penting dengan data yang tidak penting dan data yang relevan dengan data yang tidak relevan berdasarkan kualitas kebenarannya. Data tersebut kemudian disusun secara sistematis lalu dianalisis dengan metode berpikir induktif sehingga dihasilkan suatu uraian yang jelas dan kemudian ditarik kesimpulan guna menjawab permasalahan yang ada.

(23)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Ali, Zaenudin, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.

Anwar,Saifudin, 2005, Metode Penelitian, Pustaka Pelajar, Jakarta.

Amirudin dan Zaenal Asikin, 2004 Pengantar Metodologi Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo, Jakarta.

CST Kansil, 1989, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.

Sutedi, Adrian, 2014, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, Raih Asa Sukses, Jakarta.

Soedirjo, Prayudi Atmo, 2002, Teori Hukum, Kawan Pustaka, Jakarta.

Soekanto, Soedjono, 1986, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT Rajawali, Jakarta.

B. Internet

C. Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lemabaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253).

(24)

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756).

Referensi

Dokumen terkait

Masalah Konvergensi Prematur pada Algoritma Genetika untuk Penentuan Desain Bendungan dengan Empat Parameter. •

No NAMA UNIVERSITAS KABUPATEN PILIHAN JURUSAN KET 1 SAMSUL GARUSU, S.Pi UNHALU Konawe Utara Magister Manajemen LULUS 2 AMIN, S.Pd.I STAIN KENDARI Konawe Utara Magister Manajemen LULUS

Pengujian mesin perajang umbi bertujuan untuk menganalisa efisiensi mesin, dan kebisingan serta getaran yang ditimbulkan mesin tersebut sehingga diperoleh hasil yang optimal

Adobe Photoshop memiliki fitur yang dapat memberikan efek spesial pada foto yang dikenal dengan Filter Gallery. Filter digunakan untuk mempercantik gambar atau

Intervensi perbaikan aksesibilitas infrastruktur pada Dusun Sindang Kasih dari sisi perbaikan/pembangunan fasilitas infrastruktur adalah air bersih, kesehatan,

Tujuan dari essay ini adalah memberikan gambaran bagaimana Pertamina merumuskan strategi untuk mengatasi triple shock effect akibat COVID-19 dan upaya yang diambil khususnya terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Likuiditas, Solvabilitas, Profitabilitas, Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan terhadap Tingkat Pengungkapan Wajib Laporan

3) Postur memandikan anak: Pengasuh pada kegiatan memandikan bayi ini merasa tidak nyaman dengan postur tubuh yang dirasakan. Pengasuh ini melakukan kegiatan