• Tidak ada hasil yang ditemukan

Wewenang Otoritas Jasa Keuangan (Ojk) Sebagai Pengawas Dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional Bpjs Kesehatan Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Wewenang Otoritas Jasa Keuangan (Ojk) Sebagai Pengawas Dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional Bpjs Kesehatan Chapter III V"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

PENGATURAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

A. Latar Belakang Terbentuknya Program Jaminan Kesehatan Nasional

Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan

dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh seluruh

bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia. Hak tersebut dicantumkan dalam

Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tahun 1948 tentang Hak Azasi

Manusia.Setiap orang berhak atas derajat hidup yang memadai untuk kesehatan

dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya termasuk hak atas pangan, pakaian,

perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan dan

berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi

janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkan

kekurangan nafkah yang berada di luar kekuasaannya.63

Sidang ke-58 tahun 2005 di Jenewa, World Health Assembly (WHA)

menggaris bawahi perlunya pengembangan sistem pembiayaan kesehatan yang

menjamin tersedianya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan

memberikan perlindungan kepada mereka terhadap risiko keuangan. WHA ke58

mengeluarkan resolusi yang menyatakan, pembiayaan kesehatan yang Berdasarkan deklarasi

tersebut, pasca Perang Dunia II beberapa negara mengambil inisiatif untuk

mengembangkan jaminan sosial, antara lain jaminan kesehatan bagi semua

penduduk (universal health coverage).

63

(2)

berkelanjutan melalui universal health coverage diselenggarakan melalui mekanisme asuransi kesehatan sosial. WHA juga menyarankan kepada WHO agar

mendorong negara-negara anggota untuk mengevaluasi dampak perubahan sistem

pembiayaan kesehatan terhadap pelayanan kesehatan ketika mereka bergerak

menuju universal health coverage.Untuk mewujudkan komitmen global dan

diatas,pemerintahbertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan

masyarakat melalui JKN bagi kesehatan perorangan.Negara ini didirikan dengan

cita-cita untuk mewujudkan kesejahteraan yang berkeadilan sosial.Kesejahteraan

yang berkeadilan sosial itu dapat terwujud melalui pengembangan sistem jaminan

sosial.64

Askes (Persero) dan PT. Jamsostek (Persero) yang melayani antara lain

pegawai negeri sipil, penerima pensiun, veteran dan pegawai swasta. Masyarakat

miskin dan tidak mampu

Usaha ke arah itu sesungguhnya telah dirintis pemerintah dengan

menyelenggarakan beberapa bentuk jaminan sosial di bidang kesehatan

diantaranya adalah melalui PT.

65

64

Sulastomo, Sistem Jaminan Sosial Nasional, Mewujudkan Amanat Konstitusi. (Jakarta: PT.Kompas Media Nusantara, 2011) , hlm. 11.

65

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Buku Pegangan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional, Jakarta, hlm. 9.

pemerintah memberikan jaminan melalui skema

Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah

(Jamkesda). Biaya kesehatan dan mutu pelayanan menjadi sulit terkendali. Untuk

mengatasi hal itu, pada 2004 dikeluarkan UU SJSN. Undang-Undang ini

menyatakan bahwa program Jaminan Sosial bersifat wajib mencakup seluruh

penduduk yang pencapaiannya dilakukan secara bertahap. Seluruh rakyat wajib

(3)

mencakup seluruh penduduk terlebih dahulu adalah program Jaminan

Kesehatan.66

Implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional (selanjutnya disebut SJSN)

bidang kesehatan pada tahun 2014 merupakan suatu momentum yang sangat

krusial bagi bangsa Indonesia. Kondisi ini merefleksikan keinginan dari

pemerintah sebagai representasi rakyat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi

masyarakat berdasarkan prinsip keadilan sosial. Penyediaan dan pengelolaan

sistem pelayanan kesehatan telah disepakati menjadi kewajiban pokok pemerintah

sebagaimana termaktub dalam UUD 1945. Sistem pelayanan kesehatan telah

diakui sebagai hak setiap warga negara sehingga keberadaannya harus dapat

dimanfaatkan oleh setiap lapisan masyarakat. Perlu dilakukan transformasi secara

menyeluruh dari sistem pelayanan kesehatan untuk mendukung pembentukan

SJSN tersebut.

UU SJSN juga menetapkan Jaminan SosialNasional (JSN) akan

diselenggarakan oleh BPJS, yang terdiri atas BPJS kesehatandan BPJS

ketenagakerjaan.Untuk menjalankan amanat undang-undang tersebut, pemerintah

akan menyelenggarakan program JKNyang akan diselenggarakan oleh BPJS

kesehatan yang implementasinyadimulai 1 Januari 2014.

67

1. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima

BantuanIuran.

Secara operasional, pelaksanaan JKN dituangkandalam Peraturan

Pemerintah dan Peraturan Presiden, antara lain:

66

Hadi Setia Tunggal, Tanya-Jawab SJSN & BPJS (Jakarta: Sinar Grafika,2010), hlm. 88.

67

(4)

2. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang JaminanKesehatan dan

Peta Jalan JKN.68

Kementerian Kesehatan mendukung pelaksanaan program tersebut dengan

memberikan prioritas dalam program jaminan kesehatan dalam rangka

transformasi kesehatan indonesia.Program JKN hadir dalam pelayanan kesehatan

karena perintah Peraturan Perundang-Undangan. Peraturan perundangan mengatur

dengan rinci tujuan, prinsip, para pelaku dan tata kelola JKN dalam satu kesatuan

sistempenyelenggaraan program jaminan sosial yaitu SJSN. Penetapan hal-hal

tersebut melalui proses penetapan kebijakan publik. Hal ini berbeda dengan

penyelenggaraan program jaminan/asuransi kesehatan privat/komersial. Asuransi

kesehatan komersial berlangsung berdasarkan kesepakatan jual beli antara

perusahaan asuransi dengan pembeli produk asuransi.

Peraturan Perundang-Undangan hanya mengatur hal-hal berkaitan dengan

perizinan usaha perasuransian dan tata cara perjanjian jual-beli. Manfaat, besar

iuran dan tata cara pengelolaan diatur oleh masing-masing perusahaan asuransi.

Perusahaan asuransi dan peserta menegosiasikan hal-hal tersebut dan

melaksanakannya sesuai dengan perjanjian dan kesepakatan yang tercantum

dalam polis asuransi. Mencermati karakteristik JKN tersebut di atas seluruh

pemangku kepentingan JKN perlu memahami dasar hukum JKN, peraturan

perundangundangan yang terkait JKN, kebijakan pemerintah serta rujukan

68

(5)

internasional. Dari pemahaman yang benar diharapkan akan tercipta dukungan

publik secara berkelanjutan dan berorientasi peningkatan kualitas.69

B. Tujuan Program Jaminan Kesehatan Nasional

Sistem Jaminan Sosial Nasional (nationalsocial security system) adalah

sistem penyelenggaraan program negara dan pemerintah untuk memberikan

perlindungan sosial, agar setiap penduduk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup

yang layak, menuju terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh penduduk

Indonesia. Jaminan sosial diperlukan apabila terjadi hal-hal yang tidak

dikehendaki yang dapat mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya pendapatan

seseorang, baik karena memasuki usia lanjut atau pensiun, maupun karena

gangguan kesehatan, cacat, kehilangan pekerjaan dan lain sebagainya.70

Jaminan kesehatandiselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta

memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi

kebutuhan dasar kesehatan.

JKN

merupakan bagian dari SJSN yang diselenggarakan dengan menggunakan

mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan

UU SJSN dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat

yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau

iurannya dibayar oleh pemerintah.

Naskah Akademik SJSN, hlm. 2.

71

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang SJSN, Pasal 19. Manfaat pemeliharaan kesehatan sebagaimana yang

(6)

yang mencakup pelayanan peningkatan kesehatan (promotif), pelayanan

pencegahan penyakit (preventif), pengobatan dan perawatan (kuratif) dan

pemulihan kesehatan (rehabilitatif) termasuk obat dan bahan medis habis pakai

sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan. Pelayanan kesehatan perorangan

tersebut terdiri atas manfaat medis dan manfaat non medis. Klasifikasi pelayanan

didasari atas perbedaan hak peserta karena adanya perbedaan besaran iuran yang

dibayarkan.72

1. Penyuluhan kesehatan perorangan, yaitu penyuluhan mengenai pengelolaan

faktor risiko penyakit, perilaku hidup bersih dan sehat.

Manfaat pemeliharaan kesehatan yang dimaksud dalam tujuan JKN

adalah:

2. Imunisasi dasarmeliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis

Tetanus dan HepatitisB (DPTHB), Polio dan Campak.

3. Keluarga berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi dan

tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi keluarga berencana. Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar

disediakan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

4. Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk

mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko

penyakit tertentu.73

72

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN, Pasal 22 dan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Pasal 20.

73

(7)

Beberapa cakupan manfaat medis kesehatan yang dimaksud dalam tujuan

JKN :

1. Manfaat medis

Manfaat medis tidak terikat besaran iuran. Seluruh peserta JKN berhak

atasmanfaat medis yang sama sesuai dengan kebutuhan medisnya.74

a. Fasilitas kesehatan tingkat pertama, terdiri dari:

Manfaat

medis mencakup penyuluhan kesehatan, konsultasi, pemeriksaan penunjang

diagnostik, tindakan medis dan perawatan, transfusi, obat-obatan, bahanmedis

habis pakai, rehabilitasi medis, pelayanan kedokteran forensik serta pelayanan

jenazah.Manfaat medis diberikan secara berjenjang, yaitu pelayanan kesehatan

non spesialistik diberikan di fasilitas kesehatan tingkat pertama dan pelayanan

kesehatan spesialistik dan subspesialistik diberikan di fasilitas kesehatantingkat

lanjutan. JKN membagi dua tingkatan fasilitas kesehatan sebagai berikut:

1) puskesmas atau yang setara;

2) praktik dokter;

3) praktik dokter gigi;

4) klinik pratama atau yang setara;

5) rumah sakit kelas D atau yang setara.

b. Fasilitas kesehatan tingkat lanjutan, yaitu pelayanan kesehatanspesialistik

dan sub spesialistik, terdiri dari:

a) klinik utama atau yang setara;

b) rumah sakit umum;

74

(8)

c) rumah sakit khusus.

Fasilitas kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan didukung oleh

fasilitas kesehatan penunjang, yaitu:75

a) laboratorium;

b) instalasi farmasi rumah sakit;

c) apotek;

d) optik;

e) unit transfusi darah (Palang Merah Indonesia).

1. Manfaat non medis – Ruang Rawat Inap

Manfaat non medis terikat besaran iuran. Manfaat non medis meliputi

akomodasi layanan rawat inap dan ambulans.76

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan membayar kelas

perawatan peserta sesuai hak peserta. Bila ruang rawat inap yang menjadi haknya Akomodasi layanan rawat inap

terbagi atas tiga kelas ruang perawatan,dari kelas tertinggi ke kelas terendah, yaitu

kelas 1, kelas 2 dan kelas 3.Peserta yang menginginkan kelas perawatan yang

lebih tinggi dari pada haknya dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti

asuransi kesehatan tambahan atau membayar sendiri selisih antara biaya yang

dijamin olehBPJS kesehatan dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan

kelasperawatan.Peserta penerima bantuan iuran jaminan kesehatan tidak

diperkenankanmemilih kelas yang lebih tinggi dari haknya.Dalam hal ruang rawat

inap yang menjadi hak peserta penuh, peserta dapatdirawat di kelas perawatan

satu tingkat lebih tinggi paling lama tiga hari perawatan.

75

Republik Indonesia, Peraturan BPJS No. 1 Tahun 2014.

76

(9)

telah tersedia, pesertawajib menempati ruang rawat inap yang menjadi

haknya.Bila setelah tiga hari ruang rawat inap yang menjadi hak peserta

tidaktersedia maka selisih biaya menjadi tanggung jawab fasilitas

kesehatan.Fasilitas kesehatan dapat merujuk peserta tersebut ke fasilitas

kesehatanyang setara atas persetujuan peserta.77

2. Manfaat Non Medis – Ambulans

Ambulans diberikan untuk pasien rujukan dari fasilitas kesehatan dengan

kondisi tertentu yang ditentukan oleh BPJS kesehatan.Setiap saat kita sangat

berpotensi mengalami risiko antara lain: dapat terjadi sakit berat, menjadi tua dan

pensiun tidak ada pendapatan-masa hidup bisa panjang. Sementara dukungan

anak/keluarga lain tidak selalu ada dan tidak selalu cukup.Pada umumnya

masyarakat Indonesia masih berpikir praktis dan jangka pendeksehingga belum

ada budaya menabung untuk dapat menanggulangi apabila ada musibah

sakit.Masyarakat kita umumnya belum “insurance minded” terutama dalam

asuransi kesehatan. Hal ini mungkin premi asuransi yang ada (komersial) mahal

atau memang belum paham manfaat asuransi. Dengan demikian untuk menjamin

agar semua risiko kesehatan tersebut dapat teratasi tanpa adanyahambatan

finansial maka JKN yang diselenggarakan melalui mekanisme asuransi kesehatan

sosial yang bersifat nasional, wajib, nirlaba, gotong royong,ekuitas dan bertujuan

agar kesehatan seluruh rakyat Indonesia terjamin merupakan jalan keluar untuk

mengatasi risiko yang mungkin terjadi dalam kehidupan kita.78

77

Asih Eka Putri, Op.Cit., hlm. 61.

78

(10)

Pencapaian tujuan JKN akan sangat bergantung pada kepercayaan publik

terhadap kinerja BPJS. Untuk menjamin pengelolaan yang efektif,

efisientransparan dan akuntabilitas, BPJS akan diaudit oleh BPK dan akuntan

publik. Secara internal, DP dan DJSN akan terus memantau dan mengawasi

segala aspek penyelenggaraan JKN oleh BPJS kesehatan. Keluhan peserta, dokter

dan fasilitas kesehatan lainnya harus juga selalu ditampung.Setiap pemangku

kepentingan dapat menyampaikan keluhan atas layanan fasilitas kesehatan yang

tidak memuaskan dan layanan BPJS atau praktik petugas BPJS yang tidak bersih

melalui berbagai saluran pengaduan masyarakat hingga kepada Presiden.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kesehatandengan monitoring dari

DJSN harus menampung seluruh keluhan atau pengaduan yang ada dan

mengkoordinasikan penanganannya. Laporan keuangan harus dipublikasipaling

sedikit dua kali dalam setahun dalam berbagai media cetak dan elektronik agar

bisa diperiksa, diawasi, dan dievaluasi oleh pemangku kepentingan, akademisi,

pengawas korupsi, dan peneliti lainnya. Sebagaimana diatur dalam UU BPJS,

direksi dan komisaris PT. Askes akan mengemban menjadi direksi dan DP BPJS

untuk masa dua tahun. Karena masa jabatan direksi dan Dewan Komisaris PT.

Askes akan segera berakhir, maka penggantian Dewan Direksi dan Komisaris PT.

Askes yang nantinya sebagai pengelola BPJS diharapkan terdiri dari orang-orang

yang memahami dan berkomitmen menjalankan BPJS sebaik-baiknya. Dalam

rangka proses transformasi tersebut, PT. Askes dan koordinasi dengan berbagai

kementrian terkait lainnya, DJSN, OJK serta asosiasi profesi/organisasi fasilitas

(11)

Sosialisasi merupakan kunci keberhasilan untuk mencapai tujuan dari JKN

mengingat tingkat kepesertaan jaminan kesehatan saat ini relatif rendah.

Sosialisasi yang baik akan memberikan pemahaman dan kesadaran kepada peserta

dan pemberi kerja akan hak dan kewajibannya. Dengan pemasaran yang memadai,

kepesertaan JKN yang berbasis asuransi sosial ini dapat mencapai target yang

diharapkan dan pemberi kerja dapat mendapatkan manfaat yang besar pula dari

terlindunginya kesehatan para pekerja. Sosialisasi diperlukan tidak hanya dari

kepesertaan namun juga untuk mendapatkan dukungan dari berbagai pihak yang

terkait untuk peningkatan kualitas layanan kesehatan baik di pusat, daerah, swasta

maupun unsur masyarakat lainnya.79

C. Prinsip Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional

Jaminan kesehatan yang dirumuskan oleh UU SJSN adalah jaminan

kesehatan yang diselenggarkan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial

dan prinsip ekuitas.80

1. Kegotong-royongan antara yang kaya dan miskin, yang sehat dan sakit, yang

tua dan muda dan yang berisiko tinggi dan rendah.

Penjelasan Pasal 19 UU SJSN menyatakan bahwa yang

dimaksud prinsip asuransi sosial antara lain:

2. Kepesertaan yang bersifat wajib dan tidak selektif.

3. Iuran berdasarkan persentase upah/penghasilan.

80

(12)

4. Bersifat nirlaba.81

Sedangkan yang dimaksud dengan prinsip ekuitas adalah kesamaan dalam

memperoleh pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis yang tidak terikat dengan

besaran iuran yang telah dibayarkannya. Kesamaan memperoleh pelayanan adalah

kesamaan jangkauan finansial ke pelayanan kesehatan. Prinsip JKN menurut

Pasal4 UU SJSN antara lain:

1. Prinsip kegotong-royongan (risk pooling).Kegotong-royongan adalah upaya

bersama agar semua penduduk berkontribusi (membayar iuran/ pajak) agar

terkumpul (pool) dana untuk membiayai pengobatan siapa saja yang sakit.

Disinilah fungsi kegotong-royongan formal diwujudkan (karena setiap orang

diwajibkan mengiur/membayar pajak yang jumlahnya ditentukan). Dalam

kegotong-royongan informal yang telah lama berakar, kolega atau kerabat

membantu biaya pengobatan dengan menyumbang seikhlasnya (sukarela).

Mekanisme sukarela ini tidak menjamin kecukupan dana untuk biaya

pengobatan. Dengan mekanisme formal yang disebut risk-pooling,sumbangan

berupa iuran wajib atau pajak diperhitungkan agar mencukupi biaya berobat

siapapun yang sakit. Tergantung dari sistem kegotong-royongan yang akan

diterapkan, beberapa negara menerapkan kegotong-royongan di antara

penduduk di suatu daerah, di sektor pekerja yag sama (PNS, pegawai swasta,

petani dan lainnya). Indonesia selama ini memiliki sistem yang terpecah

(terfragmentasi) seperti itu. Namun, UU SJSN dan UU BPJS telah menetapkan bahwa Indonesia akan menuju satu kegotong-royongan nasional

81

(13)

dimana iuran dari seluruh penduduk akan dikumpulkan (pool) dalam satu dana amanat yang akan dikelola oleh BPJS kesehatan. Dana amanat ini biaya

pengobatan semua penduduk yang sakit (setelah cakupan universal tercapai)

akandiambil dari satu sumber tanpa harus memperhatikan besaran iuran atau

besaran upah masing-masing pengiur dan tanpa memperhatikan tempat

tinggal pengiur. Yang menjadi pertimbangan penjaminan hanyalah kondisi

medis penduduk. Dengan demikian, akan terjadi keadilan sosial dan

memungkinkan tenaga kesehatan melayani penduduk tanpa diskriminasi

status sosial ekonomi.82

2. Prinsip nirlaba, di dalam prinsip nirlaba pengelolaan dana amanat oleh BPJS

adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya,

tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta.

Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil

pengembangannya akan di manfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan

peserta.

3. Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas.

Prinsip - prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana

yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.

4. Prinsip portabilitas, prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk

memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka

berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

82

Mundiharno,Hasbullah Thabrany, Peta Jalan Menuju Jaminan Kesehatan Nasional

(14)

5. Prinsip kepesertaan bersifat wajib, kepesertaan wajib dimaksudkan agar

seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun

kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, 83penerapannya tetap

disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta

kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja

di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta

secara mandiri, sehingga pada akhirnya SJSN dapat mencakup seluruh

rakyat.84

6. Prinsip dana amanat, dana yang terkumpul dari iuran merupakan dana amanat

yang hanya dibelanjakan/dibelikan layanan kesehatan untuk peserta

(sementara) yang membayar iuran. Pembelian layanan ini sangat dipengaruhi

luasnya manfaat/layanan kesehatan yang dijamin, cara pembayaran ke

fasilitas kesehatan yang memproduksi/menjual layanan dan kemudahan

sistem administrasi. Kelak semua penduduk akan menjadi peserta. Belanja

layanan kesehatan (purchasing of services) harus dilakukan secermat dan

sehemat mungkin agar dana amanat mencukupi dan tidak terjadi pemborosan

(optimal resources). Semakin luas (komprehensif) manfaat jaminan kesehatan semakin banyak dana yang dibutuhkan. Untuk efisiensi belanja layanan

kesehatan, cara-cara pembayaran/pembelian layanan kesehatan dari fasilitas

kesehatan publik maupun swasta harus diatur agar tidak terjadi pemborosan

atau belanja layanan yang tidak perlu (moral hazard atau fraud). Dalam

konteks ini, UU SJSN telah merumuskan cara-cara pembayaran yang efisien

83

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Op.Cit., hlm.18.

84

(15)

(prospektif seperti kapitasi, budget dan berbasis diagnosis) yang bervariasi di berbagai wilayah untuk menggambarkan perbedaan biaya hidup atau harga

barang-barang dan tenaga kesehatan.85

Dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagaimana diuraikan diatas

maka pengelolaan jaminan kesehatan dalam SJSN adalah sebagai berikut:

1. Pengelolaannya tidak lagi terpisah-pisah menurut tempat tinggal (provinsi

atau kota/kabupaten atau tempat bekerja) melainkan terintegrasi dalam BPJS

kesehatan secara nasional.

2. Pendanaan berbasis asuransi sosial dimana semua penduduk wajib iur.

Namun, penduduk yang miskin dan tidak mampu akan mendapat bantuan

iuran (mekanisme bantuan sosial) dari pemerintah. Ketika penduduk tersebut

tidak lagi miskin maka ia wajib membayar iuran.

3. Layanan kesehatan perorangan yang dijamin adalah semua layanan atas

indikasi medis (sesuai kebutuhan medis) mencakup upaya promotif,

preventif, kuratif dan rehabilitatif yang bersifat layanan orang per orang.

4. Fasilitas kesehatan yang memproduksi layanan yang akan dibeli oleh BPJS

adalah faskes milik pemerintah dan/atau swasta. Dengan demikian, semua

sumber daya kesehatan akan digunakan untuk menjamin seluruh penduduk

memiliki akses terhadap layanan kesehatan.

5. Cara belanja (metoda pembayaran) yang efisien agar dana amanat digunakan

secara optimal adalah cara pembayaran prospektif seperti pembayaran

kapitasi untuk rawat jalan primer dan pembayaran Diagnosis Related

85

(16)

Group(DRG) yang di Indonesia telahdikenal dengan INA-CBG untuk rawat jalan sekuder (rujukan) dan rawat inap.

6. Dengan pengelolaan oleh satu BPJS, maka sistem administrasi pengumpulan

dana,pembelanjaan, klaim, pelaporan dan lain-lain akan menjadi lebih efisien

dan memudahkan dipahami oleh seluruh peserta dan seluruh pengelola

fasilitas kesehatan.86

D. Mekanisme Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional

1. Kepersertaan

Peserta adalah setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar

oleh pemerintah.87

a. Penerima Bantuan Iuran (selanjutnya disebut PBI) kesehatan yaitu

fakir miskin dan orang tidak mampu, dimana iurannya dibayarkan oleh

pemerintah ke BPJS kesehatan dan bukan PBI kesehatan dengan rincian

sebagai berikut:

Peserta dalam program JKN adalah setiap orang termasuk

orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di indonesia yang telah

membayar iuran, meliputi:

1) Peserta PBI jaminan kesehatan meliputi orang yang

tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu.

2) Peserta bukan PBI adalah peserta yang tidak tergolong fakir miskin

dan orang tidak mampu yang terdiri atas:

a) Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya, yaitu:

86

Ibid., hlm., 14-15.

87

(17)

(1) Pegawai Negeri Sipil (PNS);

(2) anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI);

(3) anggota Polisi Republik Indonesia (POLRI);

(4) pejabat negara;

(5) pegawai pemerintah non pegawai negeri;

(6) pegawai swasta;

(7) pekerja yang tidak termasuk huruf angka (1) - (6) yang

menerima upah.

b) Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya, yaitu:

(1) pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri;

(2) pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima

upah;

(3) pekerja sebagaimana dimaksud angka (1) dan angka (2),

termasuk warga negara asing yang bekerja di Indonesia

paling singkat 6 (enam) bulan.

c) Bukan pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas:

(1) investor;

(2) pemberi kerja;

(3) penerima pensiun;

(4) veteran;

(5) perintis kemerdekaan;

(6) bukan pekerja yang tidak termasuk angka (1)-angka (5)

(18)

d) Penerima pensiun terdiri atas:

(1) PNS yang berhenti dengan hak pensiun;

(2) anggota TNI dan anggota POLRI yang berhenti dengan hak

pensiun;

(3) pejabat negara yang berhenti dengan hak pensiun;

(4) penerima pensiun lain;

(5) janda, duda atau anak yatim piatu dari penerima pensiun

sebagaimana dimaksud pada angka (1)-angka (5) yang

mendapat hak pensiun.88

Kepesertaan bersifat wajib dan mengikat dengan membayar iuran berkala

seumur hidup.89Kepesertaan wajib dilaksanakan secara bertahap hingga

menjangkau seluruh penduduk Indonesia.90Kepesertaan mengacu pada konsep

penduduk dengan mewajibkan warga negara asing yang bekerja paling singkat

enam bulan diIndonesia untuk ikut serta.91

88

BPJS Kesehatan, Buku Panduan Layanan Bagi Peserta BPJS Kesehatan 2015, hlm. 2.

89

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN, Bab V.

90

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN, Bab V.

91

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN, Pasal 1 angka 8.

Kepesertaan berkesinambungan sesuai

prinsip portabilitas dengan memberlakukan program di seluruh wilayah Indonesia

dan menjamin keberlangsungan manfaat bagi peserta dan keluarganya hingga

enam bulan pasca Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Selanjutnya, pekerja yang

(19)

dan tidak memiliki kemampuan ekonomi tetap menjadi peserta dan iurannya

dibayar oleh pemerintah.92

2. Iuran JKN

Kesinambungan kepesertaan bagi pensiunan dan ahli warisnya akan dapat

dipenuhi dengan melanjutkan pembayaran iuran jaminan kesehatan oleh manfaat

program jaminan pensiun. Setiap peserta yang telah terdaftar di BPJS kesehatan

berhak mendapatkan identitas peserta yang merupakan identitas tunggal yang

berlaku untuk semua program jaminan sosial.Pemutahiran data kepesertaan

menjadi kewajiban peserta untuk melaporkannya kepada BPJS kesehatan.

Iuran JKN adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan dibayarkan secara

teratur oleh peserta, pemberi kerja dan/atau pemerintah untuk program

JKN.Ketentuan iuran JKN ini diatur dalam:

a. UU SJSN Pasal 17, 27 dan 28.

b. UU BPJS Pasal 19.

c. Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2013 Pasal 16, 17 dan 18.Kewajiban

membayar iuran JKN diatur sebagai berikut:

1) setiap peserta wajib membayar iuran;

2) setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya,

menambahkan iuran yang menjadi kewajibannya dan membayarkan

iuran tersebut kepada BPJS secara berkala;

3) iuran program jaminan sosial bagi fakir miskin dan orang yang tidak

mampu dibayar oleh pemerintah, pada tahap pertama iuran yang

92

(20)

dibayar oleh pemerintah adalah untuk program jaminan

kesehatan.93

a) besaran iuran dihitung berdasarkan persentase upah/penghasilan

untuk peserta penerima upah atau berdasarkan suatu jumlah

nominal tertentu untuk peserta yang tidak menerima upah (lihat

tabel iuran);

Ketentuan umum mengenai besaran iuran adalah:

b) besarnya iuran yang ditanggung oleh pekerja dan pemberi kerja

ditetapka1. untuk setiap jenis program secara berkala sesuai

dengan perkembangan sosial, ekonomi dan kebutuhan dasar

hidup yang layak;

c) iuran tambahan yang dikenakan kepada peserta yang

mengikutsertakan anggota keluarga yang lain, yaitu anak

keempat dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua;

d) iuran JKN bagi anggota keluarga yang lain dibayar oleh peserta:

(1) sebesar 1% (satu persen) dari gaji/upah peserta pekerja

penerima upah per orang per bulan;

(2) sesuai manfaat yang dipilih peserta pekerja bukan penerima

upahdan peserta bukan pekerja.

Ketentuan mengenai tata cara pembayaran iuran JKN adalah sebagai

berikut:

1. Iuran jaminan kesehatan bagi peserta PBI JKN dibayar oleh pemerintah.

93

(21)

2. Iuran jaminan kesehatan bagi peserta pekerja penerima upah dibayaroleh

pemberi kerja dan pekerja.

3. Iuran jaminan kesehatan bagi peserta bukan penerima upah dan peserta bukan

pekerja dibayar oleh peserta yang bersangkutan.

4. Pembayaran iuran setiap bulan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap

bulan kepada BPJS kesehatan.

5. Apabila tanggl 10 (sepuluh) jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkanpada

hari kerja berikutnya.

6. Keterlambatan pembayaran iuran jaminan kesehatan dikenakan denda

administratif sebesar 2% (dua persen) per bulan dari total iuran yang

tertunggak paling banyak untuk waktu 3 (tiga) bulan, dibayarkanbersamaan

dengan total iuran yang tertunggak.

7. Bila keterlambatan pembayaran iuran lebih dari tiga bulan, penjaminan dapat

dihentikan sementara.

8. Pembayaran iuran jaminan kesehatan dapat dilakukan di awal untuk 3 (tiga)

bulan, 6 (enam) bulan dan 1 (satu tahun).

9. Pengelolaan kelebihan atau kekurangan iuran:

a. BPJS kesehatan menghitung kelebihan/kekurangan iuran

jaminankesehatan sesuai dengan gaji atau upah peserta;

b. dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran, BPJS

kesehatan memberitahukan secara tertulis kepada pemberi kerja dan/atau

(22)

c. kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran diperhitungkandengan

pembayaran iuran bulan berikutnya.94

Ketidakpuasan atas pelayanan yang diberikan terhadap masyarakat, peserta

yang merasa tidak puas terhadap pelayanan jaminan kesehatan yang diberikan

oleh fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS kesehatan, maka peserta

dapat menyampaikan pengaduan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan

dan/atau BPJS kesehatan atau dapat langsung datang ke posko BPJS di kota dan

desa. Ada juga hotline servis BPJS di nomor kontak 500-400.

E. Efektifitas Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional

Sejak 1 Januari program JKN sebagai salah satu program dalam sistem

Jaminan Sosial Nasional (JSN) pemerintah yang bertujuan mulia mulai

diimplementasikan. Dan sekarang JKN sudah dua tahun telah berjalan, tentunya

dalam proses implementasinya dilakukan perbaikan dan koreksi disana sini guna

program JKN bisa diterima oleh penduduk Indonesia dengan cita rasa kepuasan

yang memuaskan sebagai salah satu indikator mutu layanan yang diselenggarakan

oleh BPJS bidang kesehatan.95

94

Ibid., hlm. 73-74.

Dibalik tujuan program JKN itu ternyata banyak

terdapat kelemahan yang berasal dari penjamin/penyelenggara ( BPJS), provider

(rumah sakit/klinik) bahkan dari peserta JKN itu sendiri. Terdapat beberapa

kelemahan yang membuat program JKN terasa kurang efektif antara lain :

(23)

1. Jaminan kesehatan nasional dinilai kurang transparan sehingga rawan obat

palsu

Ketua International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) Luthfi

Mardiansyah menilai program JKN pemerintah kurangtransparan."Masih

tidak jelas siapa pemasok obatnya serta bagaimana penentuannya. Padahal,

transparansi dan keterlibatan semua pemangku penting untuk membuat JKN

jadi program sukses," kata Luthfi saat konferensi pers di Jakarta, Selasa

(20/1). Luthfi berpendapat pemerintah perlu lebih aktif dalam mengajak pihak

swasta untuk menyukseskan program JKN. Selain itu, pemerintah dinilai

perlu menambah alokasi dana kesehatan dan akses kepada pengobatan yang

memadai. Berdasarkan data dari IPMG, pengeluaran layanan kesehatan

pemerintah Indonesia masih terbilang minim, yakni hanya 3,15 persen dari

total Penghasilan Domestik Bruto (PDB).

Negara lainnya mengeluarkan sekitar 6, 3 persen, pengeluaran layanan

kesehatan tersebut sebanyak 40,5 persen dilakukan pemerintah. Sementara,

59,46 persen belanja kesehatan dilakukan swasta. Selain persoalan rendahnya

belanja kesehatan, minimnya sosialiasasi juga dinilai sebagai kekurangan

JKN pemerintah. Sosialisasi ke masyarakat yang minim tapi juga ke penyedia

layanan JKN, banyak pihak sangat berharap banyak dari program JKN.

Pasalnya, sistem jaminan kesehatan tersebut berpengaruh terhadap

peningkatan pasar farmasi. Terutama kebutuhan Indonesia atas obat

berkualitas dan inovatif. Marak obat palsusementara itu, banyak pihak yang

(24)

peredaran obat palsu. Perlu sosialisasi lebih gencar agar masyarakat tahu

mana saja obat palsu. Pemerintah sudah melakukan inspeksi ke beberapa

apotek dan masih ditemukan obat palsu.96

Obat palsu tersebut umumnya berupa obat antibiotik dan obat pil biru.

Berdasarkan data dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada

2014 ditemukan sebanyak 583 kasus obat palsu, dengan total kerugian

ekonomi mencapai Rp27 miliar. Luthfi mengatakan semakin laku obatnya,

semakin banyak versi palsunya. Dari pihaknya di lapangan, tak hanya obat

luar negeri yang dipalsukan tetapi juga obat produksi dalam negeri.

Sementara itu, direktur eksekutif IPMG Parulian Simanjutak mengatakan

pemerintah sebaiknya mempercepat registrasi obat untuk menanggulangi

persoalan tersebut.97

2. Masalah tarif pelayanan kesehatan

Masalah tarif pelayanan kesehatan yang dikenal dalam program ini bernama

paket INA-CBGs. Dimana masih banyak Rumah Sakit (RS)swasta

yangbelum bekerjasama dengan BPJS kesehatan dengan alasan tarif yang

murah dan dapat merugikan RS. "Kemenkes sekarang menyusun perubahan

Perpres Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan berkaitan

sinkronisasi kebijakan pada level teknis," ujarnya. Dia melanjutkan masalah

tarif ini juga terkendala dari APBN yang tidak mencukupi. Padahal, banyak

96

(25)

permasalahan di daerah dalam hal tarif tipe RS A, B, C, D yang tarifnya

terlalu mahal. "RS tipe A selisihnya besar dengan RS tipe B. RS perlihatkan

seperti tipe A tapi tarif tipe B itu masalah. Makanya ditiinjau terhadap tarif

yang tidak hanya dinaikan tapi singkat selisih yang diratakan serta

disesuaikan antara penyakit dan jenis kelompok penyakit," tuturnya.Dia

mengatakan, masalah lainnya adalah fasilitas kesehatan (faskes) tingkat

pertama, yakni RS, klinik dan puskesmas. Dimana, pihaknya sudah

mendorong agar seluruh Puskesmas dan Klinik itu bisa melayani pendaftaran

peserta JKN BPJS kesehatan.

Sekarang BPJS membuka diri untuk bekerjasama dengan seluruh klinik di

Indonesia.Pemerintah juga mendorong agar BPJS kesehatan bekerjasama

dengan rumah sakit swasta. Kalau rumah sakit swasta ikut kerjasama, maka

itu dapat kurangi antrian seperti yang terjadi di RSCM, RS. Hasan Sadikin

dan lainnya. RS swasta bisa kurang antrian, klinik mulai banyak untuk tutupi

RS pemerintah yang masih banyak masalah.98

3. Masalah minimnya tenaga medis

Melalui berbagai kegiatan dan peristiwa sepanjang tahun 2013, Menteri

Kesehatan Republik Indonesia, dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH kerap

menggaris bawahi masalah terkait kualitas dan kuantitas sumber daya

manusia kesehatan. Menurut beliau, meskipun secara nasional akses

masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar sudah meningkat dengan

ditandai meningkatnya jumlah pusat layanan seperti puskesmas dan

(26)

poskesdes dimasing-masing desa serta mulai diberlakukannya JKN per 1

Januari 2014, namun data statistik Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia menunjukan adanya ketimpangan dalam penyebaran atau distribusi

tenaga terampil kesehatan sesuai jenis dan sifat pekerjaan.Dari data yang ada,

secara nasional, jumlah tenaga kesehatan belum memenuhi target per 100.000

penduduk.

Jumlah dokter spesialis baru mencapai 7,73 dari target 9, dokter umum

tercatat baru mencapai 26,3 dari target 30. Sementara perawat baru mencapai

157,75 dari target 158 dan bidan 43,75 dari target 75 per 100.000 penduduk.

Dengan kondisi seperti ini, tentunya bisa dibayangkan, ketersediaan tenaga

kesehatan di kantong-kantong Daerah Tertinggal Terpencil Perbatasan

(DTTPK) seperti Nusa Tenggara Timur dan Papua. Namun demikian

persoalan ini tidaklah berdiri sendiri tetapi terkait erat dengan berbagai faktor

seperti: kondisi geografis, transportasi, infrastruktur serta yang paling dasar

adalah regulasi terkait kuantitas dan kualitas dan pemerataan distribusi tenaga

kesehatan dimaksud.99

4. Adanya potensi fraud

Fraud merupakan suatu tindakan penipuan untukmendapatkan keuntungan

bagi pelaku fraud atau bagi pihak lain100

. Kesehatan Indonesia digemparkan

lagi dengan usul naiknya premi untuk PBI dari sebelumnya Rp 19.250

diakses pada tanggal 19 Maret 2016).

tanggal 29 Maret 2016 tanggal 19 Maret 2016).

(diakses

(27)

menjadi Rp 23 ribu. Direktur keuangan dan investasi BPJS kesehatan, Riduan

mengatakan kenaikan premi diharapkan dapat menutupi defisit anggaran

BPJS pada 2014, yang mencapai Rp 6 triliun. Defisit anggaran terjadi akibat

banyaknya orang yang berobat di rumah sakit. Program JKN berkembang

amat pesat sejak diluncurkan awal tahun lalu. Saat ini peserta program itu

sudah mencapai 150 juta jiwa dari sekitar 256 juta penduduk Indonesia.

Diharapkan pada 2019, seluruh penduduk Indonesia akan tercakup oleh

skema ini.

JKN merupakan ikhtiar pemerintah untuk menjamin pemenuhan

kebutuhan dasar kesehatan masyarakat. Melalui program ini, pemerintah berniat

memberi kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi seluruh rakyat

Indonesia agar hidup sehat, produktif, dan sejahtera.

JKN sejauh ini berhasil meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan pada

dimensi aksesibilitas, meski menghadapi persoalan pada dimensi efektif dan

efisien. Belajar dari pengalaman di berbagai negara, memenuhi standar mutu

dimensi efektif dan efisien memang merupakan bagian tersulit dari asuransi

universal. Soalnya, tingkat efektivitas dan efisiensi sangat erat berkaitan dengan

pembiayaan dan standardisasi prosedur layanan kesehatan, dua aspek dalam

pelayanan kesehatan ini yang paling sering dimanipulasi oleh oknum-oknum tak

bertanggung jawab yang terlibat dalam sistem pelayanan, dari petugas

administrasi hingga dokter. Demi mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya,

mereka mengabaikan mutu dan memberikan layanan yang tidak sesuai dengan

(28)

sebagai fraud ini di Indonesia bisa terjadi dalam bentuk pemberian obat-obatan

atas indikasi yang tidak jelas manfaatnya, pemeriksaan laboratorium, diagnosis

atas indikasi yang tidak tepat, hingga pembengkakan biaya pengobatan akibat

diagnosis palsu.

Akibatnya, selain tidak dilayani sesuai dengan standar mutu yang ada,

pasien sering menderita kerugian fisik. Misalnya, karena ingin mendapat

pembayaran lebih, rumah sakit atau kalangan profesional di bidang kesehatan

memberikan prosedur pelayanan yang tidak diperlukan atau melakukan tindakan

medis terpisah yang sebenarnya bisa dilakukan secara bersamaan. Ada banyak

contoh ketika fraud dalam pelayanan masyarakat berakibat buruk bagi pasien. Di

Chicago, ada dokter spesialis yang melakukan 750 katerisasi jantung yang tidak

diperlukan. Dalam program JKN, biaya dan standar pelayanan dikendalikan

melalui sistem pembayaran kapitasi dan INA CBG's. Kapitasi diberlakukan pada

fasilitas kesehatan tingkat pertama, sedangkan INA CBG's untuk fasilitas

kesehatan tingkat lanjut. INA CBG's memudahkan pengguna layanan kesehatan

karena mereka hanya membayar sesuai dengan kode diagnosis penyakit, bukan

layanan yang diberikan. Adapun pembayaran sistem kapitasi dibayar dimuka oleh

BPJS kepada puskesmas per bulan tanpa menghitung jenis dan jumlah pelayanan

yang diberikan.

Setiap masyarakat yang telah menjadi peserta BPJS kesehatan mempunyai

hak berobat ke puskesmas dan rumah sakit tanpa harus membayar.

Masalahnya, kedua sistem ini belum sempurna benar. Di sana-sini masih ada

(29)

prosedur layanan, dari dinas kesehatan yang memotong besaran kapitasi

puskesmas sampai dokter yang melayani pasien tanpa mengikuti indikasi medis.

Jika kita asumsikan potensi fraud sekitar 5 persen, tahun lalu saja ada uang sekitar

Rp 1,8 triliun dari prediksi premi BPJS pada 2014 (sekitar Rp 38,5 triliun) yang

masuk kantong oknum tak bertanggung jawab. Amerika Serikat yang setiap tahun

tercatat 3-10 persen anggaran kesehatannya hilang digerogoti fraud, menggunakan

pendekatan retrospektif untuk mengatasi ulah kriminal ini.

Pendekatan retrospektif merupakan metode deteksi dini percobaan fraud.

Caranya adalah menelusuri Electronic Health Record (EHR) atau rekam medis

pasien. Dengan cara ini, mereka berhasil mencegah hingga 80 persen upaya

penipuan dan penyalahgunaan skema jaminan. Di Indonesia, Pusat Kebijakan dan

Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kesehatan Universitas Gadjah Mada

juga melakukan pendekatan retrospektif untuk mendeteksi fraud. PKMK

melakukan audit klinis menggunakan rekam medis. Rekam medis yang diaudit

adalah penyakit dan tindakan yang high cost, high volume, ataupun problem prone

yang terjadi di rumah sakit.Hasil self assessment pada tujuh rumah sakit

pemerintah di pulau Jawa menunjukkan memang ada potensi fraud dalam layanan

kesehatan di Indonesia. Modus yang potensi penggunaannya hingga 100 persen

adalah upcoding, yakni diagnosis atau prosedur pelayanan yang diklaim dibuat

lebih kompleks dan lebih mahal daripada yang sebenarnya, sehingga nilai klaim

menjadi lebih tinggi ketimbang yang seharusnya.

Laporan self assessment ini seharusnya menjadi alarm bagi pemerintah

(30)

keluar Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 36 Tahun 2015 tentang pencegahan

kecurangan alias fraud dalam pelaksanaan program jaminan kesehatan pada SJSN.

Peraturan ini telah memuat unsur pelaku fraud dan jenis-jenis potensi fraud yang

terjadi pada layanan kesehatan primer serta kesehatan rujukan. Namun masih

diperlukan peraturan yang dapat memberi efek jera bagi pelaku fraud, misalnya

dengan mencabut izin profesi.Setelah aturan yang komprehensif dan sanksi tegas

diterapkan, pada sisi pelaksana, para petugas BPJS dan penyelenggara fasiltas

layanan kesehatan seharusnya memahami secara baik modus-modus fraud dan

cara pencegahannya. Dengan demikian, mereka secara aktif bisa mencegah upaya

manipulasi jaminan kesehatan. Di luar itu, pemerintah perlu mengembangkan dan

terus mengkampanyekan budaya anti fraud. Kemudian demi mendukung

upaya-upaya penindakan sebaiknya Kementerian Kesehatan membuat saluran untuk

melaporkan fraud, memanfaatkan electronic medical recordRS untuk mendeteksi

fraud yang terjadi pada fasilitas layanan kesehatan serta menjalin kemitraan

dengan penegak hukum untuk menindak pelaku fraud.101

Berbagai masalah terkait JKN tersebut disinyalir terletak pada sistem yang

dianggap belum dipersiapkan dengan baik yaitu terkait dengan sistem sosialisasi,

sistem registrasi, sistem rujukan dan sistem pembiayaan JKN sehingga

berpengaruh pada kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan tenga kesehatan.

Melihat fakta yang terjadi dilapangan sampai saat ini, sepertinya harapan untuk

memberikan kesejahteraan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia semakin jauh

dari angan-angan apabila permasalahan-permasalahan tersebut tidak segera diatasi

(31)

dengan baik dan diprediksi dapat memicu munculnya berbagai masalah baru

seperti banyak fasilitas pelayanan kesehatan yang memilih mengundurkan diri

dari keikutsertaannya dalam program JKN ini dan adanya penurunan kualitas

pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan sehingga berdampak pada

penurunan kepuasaan dan keselamatan pasien.

Permasalahan lain yang diprediksi dan diperkirakan dapat terjadi yaitu

JKN tidak dapat menjangkau keseluruh lapisan masyarakat Indonesia karena

dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti distribusi penduduk yang tidak merata.

Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa masyarakat yang tinggal di daerah desa

atau terpencil tidak dapat memperoleh jaminan kesehatan nasional secara layak

karena minimnya dana yang disalurkan ketempat tersebut, terkendala faktor

geografi, minimnya ketersediaan sarana dan prasarana serta kualitas pelayanan

kesehatan yang rendah. Berdasarkan hal tersebut pemerintah harus berupaya

untuk mencari tindakan antisipasi terhadap kemungkinan buruk yang dapat terjadi

dan dengan segera mengatasi masalah-masalah tersebut secara holistik mulai dari

perencanaan sampai ke pelaksanaan sehingga sistem yang bermasalah dapat

diperbaiki dan berjalan dengan baik. Selain itu faktor penting yang perlu

diperhatikan disini adalah kesiapan tenaga kesehatan dalam mendukung

pelaksanaan JKN ini.

Diluncurkannya program JKN ini, sistem dan bentuk pelayanan kesehatan

yang diberikan akan mengalami berbagai perubahan sehingga perlu dipersiapkan

upaya peningkatan kualitas tenaga kesehatan serta faktor pendukung lain seperti

(32)

masalah dalam pelaksanaan JKN tersebut apabila dapat dilakukan dengan baik

oleh pemerintah bekerjasama dengan BPJS dan pelayanan kesehatan akan

menciptakan sejarah baru kesehatan Indonesia, dimana seluruh masyarakat

Indonesia dapat meningkat derajat kesehatannya dan mendapatkan pelayanan

kesehatan yang adil dan layak. Sehingga program JKN di Indonesia bukan hanya

harapan semu akan tetapi bukti nyata perjuangan pemerintah untuk meningkatkan

kesejahteraan rakyatIndonesia. 102

Melihat banyaknya kelemahan- kelemahan yang

terdapat dalam pelaksanaan program JKN diatas maka diharapkan peran semua

pihak yang berkepentingan dalam JKN untuk turut andil untuk meningkatkan

efektifitas program JKN terutama peran pemerintah. Efektivitas program

JKNmasih harus ditingkatkan. Hingga saat ini masih banyak masyarakat yang

belum puas akan pelayanan dari program tersebut bahkan masih banyak

masyarakat yang belum menerima manfaat dari jaminan tersebut.

(33)

BAB IV

WEWENANG OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PROGRAM

JAMINAN KESEHATAN NASIONAL BPJS KESEHATAN

A. Program Jaminan Kesehatan Nasional oleh BPJS Kesehatan

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial, secara tegas menyatakan bahwa BPJS yang dibentuk dengan UU

BPJS adalah badan hukum publik. BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS adalah

BPJS kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan.Kedua BPJS tersebut pada dasarnya

mengemban misi negara untuk memenuhi hak konstitusional setiap orang atas

jaminan sosial dengan menyelenggarakan program jaminan yang bertujuan

memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia.Penyelenggaraan jamianan sosial yang kuat dan berkelanjutan

merupakan salah satu pilar negara kesejahteraan, disamping pilar lainnya, yaitu

pendidikan bagi semua, lapangan pekerjaan yang terbuka luas dan pertumbuhan

ekonomi yang stabil dan berkeadilan.

Mengingat pentingnya peranan BPJS dalam menyelenggarakan program

jaminan sosial dengan cakupan seluruh penduduk Indonesia, maka UU BPJS

memberikan batasan fungsi, tugas dan wewenang yang jelas kepada BPJS.

Dengan demikian dapat diketahui secara pasti batas-batas tanggung jawabnya dan

sekaligus dapat dijadikan sarana untuk mengukur kinerja kedua BPJS tersebut

secara transparan. UU BPJS menetukan bahwa BPJS kesehatan berfungsi

(34)

Jaminan kesehatan menurut UU SJSN diselenggarakan secara nasional

berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas, dengan tujuan menjamin

agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan

dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.103

Dewan pengawas terdiri atas 7 (tujuh) orang anggota, 2 (dua) orang unsur

pemerintah, 2 (dua) orang unsur pekerja, 2 (dua) orang unsur pemberi kerja, 1

(satu) orang unsur tokoh masyarakat. Dewan pengawas tersebut diangkat dan

diberhentikan oleh presiden. Direksi dalam BPJSterdiri atas paling sedikit 5 (lima)

orang anggota yang berasal dari unsur profesional. Direksi sebagaimana dimaksud

diangkat dan diberhentikan oleh presiden. Dalam melaksanakan pekerjaannya,

dewan pengawas mempunyai fungsi, tugas dan wewenangpelaksanaan tugas BPJS

dengan uraian sebagai berikut:

JKN diselenggarakan oleh BPJS

yang merupakan badan hukum publik milik negara yang bersifat non profit dan

bertanggung jawab kepada presiden. BPJS terdiri atas dewan pengawasdan

direksi.

104

1. Fungsi dewan pengawas adalah melakukan pengawasan atas pelaksanaan

tugas BPJS. Dewan pengawas bertugasuntuk:

a. melakukan pengawasan atas kebijakan pengelolaan BPJS dan kinerja

direksi;

b. melakukan pengawasan atas pelaksanaan pengelolaan dan

pengembangan dana jaminan sosial oleh direksi;

2016).

104

(35)

c. memberikan saran, nasihat dan pertimbangan kepada direksi mengenai

kebijakan dan pelaksanaan pengelolaan BPJS;

d. menyampaikan laporan pengawasan penyelenggaraan jaminan sosial

sebagai bagian dari laporan BPJS kepada presiden dengan tembusan

kepada DJSN.105

2. Dewan pengawas berwenanguntuk:

a. menetapkan rencana kerja anggaran tahunan BPJS;

b. mendapatkan dan/atau meminta laporan dari Direksi;

c. mengakses data dan informasi mengenai penyelenggaraan BPJS;

d. melakukan penelaahan terhadap data dan informasi mengenai

penyelenggaraan BPJS;

e. memberikan saran dan rekomendasi kepada presiden mengenai kinerja

direksi.106

3. Fungsi, tugas dan wewenang direksi dalam menyelenggarakan JKN

Direksi BPJS mempunyai fungsi, tugas dan wewenang sebagai berikut:

a. Direksi berfungsimelaksanakan penyelenggaraan kegiatan operasional

BPJS yang menjamin peserta untuk mendapatkan manfaat sesuai dengan

haknya.107

105

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Pasal 22 ayat (2).

106

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Pasal 22 ayat (3).

107

(36)

b. Direksi bertugasuntuk:

1) melaksanakan pengelolaan BPJS yang meliputi perencanaan,

pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi;

2) mewakili BPJS di dalam dan di luar pengadilan;

3) menjamin tersedianya fasilitas dan akses bagi dewan pengawas untuk

melaksanakan fungsinya. 108

c. Direksi berwenanguntuk:

1) melaksanakan wewenang BPJS;

2) menetapkan struktur organisasi beserta tugas pokok dan fungsi, tata

kerja organisasi dan sistem kepegawaian;

3) menyelenggarakan manajemen kepegawaian BPJS termasuk

mengangkat, memindahkan dan memberhentikan pegawai BPJS serta

menetapkan penghasilan pegawai BPJS;

4) mengusulkan kepada presiden penghasilan bagi dewan pengawas dan

direksi;

5) menetapkan ketentuan dan tata cara pengadaan barang dan jasa dalam

rangka penyelenggaraan tugas BPJS dengan memperhatikan prinsip

transparansi, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas;

6) melakukan pemindahtanganan aset tetap BPJS paling banyak

Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah) dengan persetujuan dewan

pengawas;

108

(37)

7) melakukan pemindahtanganan aset tetap BPJS lebih dari

Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah) sampai dengan

Rp500.000.000.000 (lima ratus miliar rupiah) dengan persetujuan

presiden;

8) melakukan pemindahtanganan aset tetap BPJS lebih dari

Rp500.000.000.000 (lima ratus miliar rupiah) dengan persetujuan

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).109

Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang

direksi diatur dengan peraturan direksi. Persyaratan untuk menjadi dewan

pengawas dan dewan direksi diatur dalam UU Nomor 24 tahun 2011. Peraturan

Perundang-Undangan yang memerintahkan dan memberi kewenangan

penyelenggaraan program JKN terbentang luas, mulai dari UUD NRI 1945,

Undang-Undang hingga Peraturan Pemerintah telah menggunangkan banyak

Peraturan Perundang-Undangan yang menjadi dasar hukum JKN, beberapa

diantaranya adalah :110

1. UUD NRI 1945

Pasal 28H dan Pasal 34 UUD NRI 1945 adalah dasar hukum tertinggi

yangmenjamin hak konstitusional warga negara atas pelayanan kesehatan dan

mewajibkan pemerintah untuk membangun sistem dan tata kelola

penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang terintegrasi dengan

penyelenggaraan program jaminan sosial.

109

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, pasal 24 ayat (3)

110

(38)

2. UU SJSN

UU SJSN menetapkan program JKN sebagai salah satu program

jaminansosial dalam sistem jaminan sosial nasional. Di dalam undang-undang

ini diatur asas, tujuan, prinsip, organisasi dan tata cara penyelenggaraan

program JKN.

3. UU BPJS

UU BPJS adalah peraturan pelaksanaan UU SJSN. UU BPJS

melaksanakanPasal 5 UU SJSN pasca putusan Mahkamah Konstitusi dalam

perkara Nomor 007/PUU-III/2005.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 101 tentang PenerimaBantuan Iuran Jaminan

Kesehatan (selanjutnya disebut PP PBIJK)

PP PBIJK adalah peraturanpelaksanaan UU SJSN. PP PBIJK melaksanakan

ketentuan Pasal 14 ayat (3) dan Pasal 17 ayat (6) UU SJSN. PP PBIJK

mengatur tata cara pengelolaan subsidi iuran jaminan kesehatan bagi

penerima bantuan iuran. PP PBIJK memuat ketentuan-ketentuan yang

mengatur penetapan kriteria dan tata cara pendataan fakir miskin dan orang

tidak mampu, penetapan penerimabantuan iuran jaminan kesehatan,

pendaftaran penerimabantuan iuran jaminan kesehatan, pendanaan,

pengelolaan data PBI serta peran serta masyarakat.

5. Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013tentang Tata Cara Pengenaan

Sanksi Administratif (PP Sanksi Administratif)

PP Sanksi administratif kepada pemberi kerja selain penyelenggara negara

(39)

dalam penyelenggaraan jaminan sosial adalah peraturan pelaksanaan UU

BPJS.

6. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentangJaminan Kesehatan

(selanjutnya disebut PERPRES JK)

PERPRES JK adalah peraturan pelaksanaan UU SJSN dan UU BPJS.

PERPRES JK mengatur peserta dan kepesertaan JKN, pendaftaran, iuran dan

tata kelola iuran, manfaat JKN, koordinasi manfaat, penyelenggaraan

pelayanan, fasilitas kesehatan, kendali mutu dan kendali biaya, penanganan

keluhan dan penanganan sengketa.

7. Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 tentangPerubahan Peraturan

Presiden No. 12 Tahun 2013(PERPRES PERUBAHAN PERPRES JK)

Menjelang penyelenggaraan JKN pada 1 Januari 2014, ditemukan

beberapaketentuan dalam PERPRES JK yang perlu disesuaikan dengan

kebutuhan penyelenggaraan JKN.

8. Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2013

PERPRES ini mengatur jenis pelayanan kesehatan bagi

KementerianPertahanan, TNI dan Kepolisian Negara RepublikIndonesia yang

tidak didanai oleh JKN. Pelayanan kesehatan tersebutdiselenggarakan di

fasilitas kesehatan milik Kementerian Pertahanandan Kepolisian

RepublikIndonesia, serta didanai oleh Anggaran Pendapatan dan

BelanjaNegara (APBN).

9. Peraturan Menteri Kesehatan No. 59 Tahun 2014 tentang Standar

(40)

Fasilitas Kesehatan Tingkat LanjutanDalamPenyelenggaraan Program

Jaminan Kesehatan (selanjutnya disebut Permenkes Standar Tarif Pelayanan

Kesehatan).

Permenkes Standar Tarif Pelayanan Kesehatan merupakan peraturan

pelaksanaan dari PERPRES JK. Permenkes Standar Tarif Pelayanan

Kesehatan melaksanakan ketentuanPasal 37 ayat (1) PERPRES JK. Peraturan

ini mencakup satandar tarif bagi fasilitas kesehatan tingkat pertama dan

fasilitas kesehatan tingkat lanjutan. Standar tarif memuat tarif INA-CBGs,

tarif kapitasi dan tarif non-kapitasi.

Penyelenggaraan jaminan kesehatan oleh BPJS kesehatan memperlihatkan

harapan baru. Ada beberapa pelayanan yang menunjukkan keunggulan, yaitu

antara lain:

1. Prosedur pendaftaran dengan persyaratan yang lebih mudah.

2. Paket manfaat yang lebih komperhensif, tanpa ada cost sharing dari peserta.

3. Adanya kompensasi berupa uang, pengiriman tenaga kesehatan atau

penyediaan fasilitas kesehatan tertentu yang memberi jaminan kepada peserta

untuk tetap mendapatkan haknya atas layanan kesehatan saat berada di daerah

yang tidak terdapat fasilitas kesehatan.

4. Prosedur klaim yang lebih ringkas.

5. Dimungkinkannya penggunaan obat di luar formularium nasional

berdasarkan persetujuan komite medik dan kepala/direktur rumah sakit,

apabila diperlukan sesuai indikasi medis.

(41)

7. Jangka waktu pencairan klaim fasilitas kesehatan yang lebih cepat (15 hari

kerja dibanding sebelumnya yang hingga 1 bulan).111

B. Ruang Lingkup Pengawasan Program Jaminan Kesehatan Nasional

Oleh Otoritas Jasa Keuangan

Badan hukum publik BPJS mendapat amanah dan kepercayaan dari

pembentuk undang-undang untuk menyelenggarakan program jaminan sosial

dengan tujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan

terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau

anggota keluarganya. Oleh karena itu BPJS dituntut untuk melaksanakan amanah

dan kepercayaan tersebut secara akuntabel dan transparan.Untuk itulah perlu

dilakukan pengawasan terhadap BPJS agar dalam melaksanakan tugasnya sesuai

dengan asas-asas, prinsip-prinsip, ketentuan peraturan perundang-undangan dan

memberi manfaat yang optimal kepada peserta dan/atau anggota

keluarganya.112Pengawasan adalah proses kegiatan penilaian terhadap BPJS

dengan tujuan agar BPJS melaksanakan fungsinya dengan baik dan berhasil

mencapai tujuan yang telah ditetapkan113

Hasil pengawasan dapat dipergunakan oleh BPJS untuk melaksanakan

perbaikan internal dan juga digunakan oleh pemangku kepentingan untuk

mengevaluasi apakah:

(42)

1. BPJS telah melaksanakan tugas dan wewenangnya secara benar, tepat dan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

2. program jaminan sosial yang diselenggarakan telah mencapai tujuan yang

ditetapkan;

3. pelayanan publik telah dilaksanakan secara berdaya guna, berhasil guna,

memenuhi standar dan berkeadilan.

Pengawasan dilakukan untuk melindungi berbagai pihak dari perlakuan

tidak adil dan tidak sesuai dengan hukum yang berlalu.114Dalam hal pengawasan

OJK pada industri keuangan baik bank maupun nonbank berada di satu atap atau

sistem pengawasan terpadu sehingga sistem pengawas bisa bertukar informasi

dengan mudah. Hal ini dapat menghindari putusnya informasi antara badan

pengawas bank dan nonbank yang telah ada di Indonesia sebelumnya.115

Pengawasan eksternal terhadap BPJS akan dilakukan oleh Dewan Jaminan

Sosial Nasional (DJSN) dan lembaga pengawas independen dimana hal ini sudah

diatur dalam ketentuan Pasal 39 UU BPJS. Dalam penjelasan Pasal 39 UU BPJS

disebutkan bahwa lembaga pengawas independen yang dimaksud BPJS adalah Sistem

pengawasan terpadu ini dapat meminimalisasi kemungkinan berbenturannya

kordinasi antarlembaga. Jika ada berbagai lembaga pengawas dalam suatu sistem

keuangan banyak tantangan yang harus dihadapi asalah satunya adalah

memastikan koordinasi antar lembaga-lembaga agar terciptanya konsistensi dalam

menentukan suatu kebijakan atau menentukan siapa yang bertanggung jawab atas

suatu kebijakan tersebut.

114

Adler Haymans Manurung., Op,Cit., hlm. 14.

115

(43)

OJK.Penunjukan OJK sebagai pengawas independen atas BPJS sejalan pula

dengan tugas pengaturan dan pengawasan OJK sebagaimana dimaksud dalam

ketentuan Pasal 6 UU OJK yang menjelaskan bahwa OJK melaksanakan tugas

pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan,

pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa

keuangan lainnya. Dalam ketentuan Pasal 1 angka 10 UU OJK juga disebutkan

bahwa yang dimaksud dengan lembaga jasa keuangan lainnya adalah pergadaian,

lembaga penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan

pembiayaan sekunder perumahan dan lembaga yang menyelenggarakan

pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, meliputi penyelenggara

program jaminan sosial, pensiun dan kesejahteraan serta lembaga jasa keuangan

lain yang dinyatakan diawasi oleh OJK berdasarkan peraturan

perundang-undangan.

Pengawasan terhadap BPJS dilakukan oleh OJK untuk mewujudkan

pengelolaan program jaminan sosial yang transparan, berkelanjutan dan mampu

melindungi kepentingan masyarakat. Agar tujuan tersebut tercapai diperlukan

suatu sistem pengawasan yang dapat memberikan indikasi mengenai potensi

kegagalan BPJS secara dini. Indikasi tersebut dapat diperoleh secara akurat

apabila OJK memperoleh informasi yang memadai mengenai kondisi BPJS yang

(44)

Ruang lingkup pengawasan OJK terhadap BPJS meliputi:

1. Kesehatan keuangan, yang dimaksud pengawasan terhadap kesehatan

keuangan antara lain dengan menilai kondisi keuangan BPJS dari aspek

likuiditas, solvabilitas, risk based capital, kecukupan cadangan, perimbangan

aset dan liabilitas.

2. Penerapan tata kelola yang baik termasuk proses bisnis, yang dimaksud

pengawasan terhadap penerapan tata kelola yang baik termasuk proses bisnis

antara lain dengan memastikan manajemen BPJS melakukan evaluasi

terhadap penerapan prinsip-prinsip GCG serta penerapan risk management

termasuk dampak sistemik, quality assurance dan standard operating

procedure yang baik termasuk proses bisnis.

3. Pengelolaan dan kinerja investasi, yang dimaksud pengawasan terhadap

pengelolaan kinerja dan investasi antara lain dengan melakukan evaluasi

terhadap penempatan dan pelepasan investasi serta capaian hasil investasi

oleh BPJS.

4. Penerapan manajemen risiko dan kontrol yang baik, yang dimaksud

pengawasan terhadap penerapan manajemen risiko dan kontrol yang baik

antara lain untuk memastikan bahwa BPJS memiliki dan

mengimplementasikan pedoman manajemen risiko dan pengendalian internal

dalam menyelenggarakan jaminan sosial. Sistem manajemen risiko yang

tersebut paling kurang meliputi proses pengidentifikasian, pengukuran dan

(45)

5. Pendeteksian dan penyelesaian kejahatan keuangan (fraud), yang dimaksud pengawasan terhadap pendeteksian dan penyelesaian kejahatan keuangan

(fraud) antara lain dengan melakukan evaluasi terhadap kinerja organ pengawas BPJS yaitu dewan pengawas dan satuan pengawas internal.

6. Valuasi aset dan liabilitas, yang dimaksud pengawasan terhadap valuasi aset

dan liabilitas antara lain untuk memastikan bahwa dalam melakukan valuasi

aset dan valuasi liabilitas, BPJS mengikuti ketentuan yang berlaku dan

praktik-praktik terbaik di bidang akuntansi dan aktuaria.

7. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, yang dimaksud

pengawasan terhadap kepatuhan pada peraturan perundang-undangan antara

lain untuk memastikan bahwa BPJS memenuhi seluruh ketentuan peraturan

perundang-undangan yang terkait dengan jaminan sosial dan pengawasan

BPJS.

8. Keterbukaan informasi kepada masyarakat (public disclosure), yang

dimaksud pengawasan terhadap keterbukaan informasi kepada masyarakat

(public disclosure) antara lain dengan memastikan BJPS mempublikasikan laporan keuangan semesteran dan tahunannya kepada masyarakat.

9. Perlindungan konsumen, yang dimaksud pengawasan terhadap perlindungan

konsumen antara lain dengan mengevaluasi sistem penyelesaian pengaduan

peserta BPJS.

10. Rasio kolektibilitas iuran, yang dimaksud pengawasan terhadap rasio

kolektibilitas iuran antara lain dengan memastikan BPJS memiliki dan

(46)

11. Monitoring dampak sistemik, yang dimaksud pengawasan terhadap

monitoring dampak sistemik antara lain melakukan penilaian dampak

sistemik terhadap industri jasa keuangan atas aktivitas operasional, aktivitas

investasi, jumlah peserta, perikatan dengan pihak lain dan program yang

diselenggarakan oleh BPJS.

12. Aspek lain yang merupakan fungsi, tugas dan wewenang OJK berdasarkan

peraturan perundang-undangan. 116

Menurut Pasal 3 ayat (1) POJK dalam mengawasi program JKN oleh

BPJS kesehatan, OJK menggunakan dua metode pengawasan yaitu pengawasan

langsung dan tidak langsung.Pengawasan langsung dilakukan melalui

pemeriksaan. Pemeriksaan adalah rangkaian kegiatan mencari, mengumpulkan,

mengolah dan mengevaluasi data dan/atau keterangan serta untuk menilai dan

memberikan kesimpulan mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial oleh

BPJS.117

1. memperoleh gambaran mengenai kondisi BPJS yang sebenarnya;

Pemeriksaan terhadap BPJS tersebut dilakukan oleh pemeriksa yaitu

pegawai OJK itu sendiri. Pemeriksaan bertujuan untuk:

2. memastikan bahwa BPJS telah mematuhi peraturan perundangundangan;

3. memastikan bahwa BPJS telah menerapkan tata kelola, manajemen risiko,

dan kontrol yang baik;

116

Republik Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor:5/POJK.05/2013 tentang Pengawasan Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial Oleh Otoritas Jasa Keuangan, bagian penjelasan.

117

(47)

4. memastikan bahwa BPJS telah melakukan upaya untuk memenuhi kewajiban

kepada peserta.118

Sementara pengawasan tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 3 ayat (1) huruf b dilakukan melalui:

1. analisis atas laporan yang disampaikan oleh BPJS kepada OJK;

2. analisis atas laporan yang disampaikan oleh pihak lain kepada OJK.119

OJK mengawasi BPJS agar dapat berktifitas secara teratur dan tidak

mendapat intervensi dari berbagai pihak dan Otoritas Jasa Keuangan memiliki

fungsi mengawasi kinerja keuangan peserta BPJS untuk mewujudkan tata kelola

kesehatan keuangan terutama dalam rangka penerapan GCG. Dengan adanya

pengawasan dua arah ini, maka diharapkan akan membuat pelaksanaan BPJS

menjadi lebih baik. Dengan demikian diharapkan dapat mencakup seluruh

kebutuhan masyarakat Indonesia yang mengikuti program jaminan sosial ini.

C. Wewenang dan Peran Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Pengawas dalam

Program Jaminan Kesehatan Nasional BPJS Kesehatan

Salah satu tugas dari OJK sebagai elemen kelembagaan Negara yaitu

melakukan pengawasan (Supervision).120

118

Republik Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor:5/POJK.05/2013 tentang Pengawasan Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial Oleh Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 5 ayat (3).

119

Republik Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor:5/POJK.05/2013 tentang Pengawasan Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial Oleh Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 14.

120

Adler Haymans Manurung , Op.Cit., hlm. 98.

Pasal 5 UU OJK menyatakan bahwaOJK

berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi

terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Pengawasan

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan skor capaian tentang partisipasi dalam penyelenggaraan POS PAUD (Y) diperoleh persentase orang tua yang berpartisipasi aktif sebesar 63 % dan berpartisipasi

Hal ini disebabkan karena pengarah pada jendela gantung cenderung mengarahkan angin menuju ke atas atau langit-langit ruang.Akibatnya pada zona aktivitas penghuni

Perancangan Media Promosi Online "Harapan Indah Florist" Tidak Disetujui Perancangan Interaktif Permainan Anak Tempo Doeloe Tidak Disetujui Proposal Pembuatan Ulang Katalog

Kategori fungsi subjek apa saja yang ditujukan pada kalimat dalam pidato San Bernardino Terror Attack and the War on ISIS oleh Barack Obama?. Bagaimana

LK diperoleh dari hasil review data spatial lahan kritis BPDAS Mahakam Berau Tahun 2013. Kelas kekritisan lahan yang dimasukkan dalam perhitungan ini adalah kategori kritis dan

Pada dasarnya minyak bumi mengandung senyawa-senyawa sulfur, dan pada saat proses pengolahan, senyawa sulfur ini di kurangi keberadaanya untuk mendapat produk yang

Mas Anandhika Muhammad Satriya Pinarcaya Soeprijadi, yang sudah membantu mendapatkan literatur skripsi dan memberikan dukungan, doa, serta apresiasinya kepada

Wajib ialah sesuatu yang dituntut mengerjakannya dengan tuntutan yang pasti atau. sesuatu yang mengerjakannya berpahala dan meninggalknnya berdosa, seperti