• Tidak ada hasil yang ditemukan

Wewenang dan Peran Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Pengawas dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional BPJS Kesehatan

WEWENANG OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL BPJS KESEHATAN

C. Wewenang dan Peran Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Pengawas dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional BPJS Kesehatan

Salah satu tugas dari OJK sebagai elemen kelembagaan Negara yaitu

melakukan pengawasan (Supervision).120

118

Republik Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor:5/POJK.05/2013 tentang Pengawasan Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial Oleh Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 5 ayat (3).

119

Republik Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor:5/POJK.05/2013 tentang Pengawasan Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial Oleh Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 14.

120

Adler Haymans Manurung , Op.Cit., hlm. 98.

Pasal 5 UU OJK menyatakan bahwaOJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Pengawasan terintegrasi dimaksudkan yaitu pengawasan yang tidak memisahkan jenis sektor

keuangan dan dikerjakan lembaga lain121

Pasal 39 ayat (3) UU BPJS menentukan pengawasan eksternal BPJS dilakukan oleh DJSN dan lembaga pengawas independen.Dalam penjelasannya dikemukakan ”DJSN melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program jaminan sosial.”DJSN adalah lembaga negara yang dibentuk oleh UU SJSN dan berfungsi merumuskan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan SJSN.

. Ruang lingkup tugasnya mencakup kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan, sektor pasar modal, sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya. Lembaga jasa keuangan lainnya antara lain meliputi penyelenggaraan jaminan sosial yakni BPJS kesehatan yang menyelenggarakan program JKN. Salah satu tujuan didirikannya OJK adalah agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel dalam hal ini agar kegiatan keuangan peserta BPJS dapat terlaksana dengan teratur dan sesuai dengan tata kelola kesehatan keuangan terutama dalam penerapan GCG.

122

DJSN bertugas sebagai pengawas eksternal BPJS dengan melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program jaminan

sosial dan tingkat kesehatan keuangan BPJS.123

1. pelaksanaan kebijakan umum dan peraturan perundang-undangan di bidang

jaminan sosial nasional;

DJSN akan mengawasi BPJS dalam hal: 121 Ibid. 122

Republik Indonesia, UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Pasal 6 dan Pasal 7 ayat (2).

123

Republik Indonesia, UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Pasal 7 ayat (4).

2. sinkronisasi penyelenggaraan SJSN serta pengelolaan aset dana jaminan sosial dan aset BPJS.

Dewan Jaminan Sosial Nasional juga mempunyai wewenang untuk memantau, mengawasi dan menilai kinerja BPJS. BPJS juga berhak mendapatkan hasil monitoring dan evaluasi dari DJSN. Selain itu, OJK dapat membantu melakukan penguatan DJSN, pemilihan dewan direksi BPJS, dan dewan

pengawas BPJS yang kompeten dan tegas124

Selanjutnya dikemukakan, ”Yang dimaksud dengan lembaga pengawas independen adalah OJK dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hubungan kewenangan antara BPJS dan OJK serta BPK bersifat hubungan pengawasan. OJK mengawasi BPJS dalam mengelola dana jaminan sosial dan dana BPJS, sedangkan BPK mengawasi BPJS dalam menggunakan APBN yang dialokasikan bagi penyelenggaraan program jaminan sosial. BPJS berhak mendapatkan hasil

audit dari OJK dan BPK.125

124

Hasbullah Thabrany. 2014 .’’OJK Dan BPJS, Perlu Pengawasan Eksternal’’ Bisnis Indonesia , diposting pada tanggal 24 Maret 2014 , hlm. 2. (diakses pada tanggal 29 Maret 2016)

Pengawasan OJK terhadap BPJS akan fokus kepada aspek-aspek kesehatan keuangan, penerapan tata kelola yang baik, pengelolaan aset, kinerja investasi, penerapan manajemen risiko, valuasi aset dan liabilitas dan kepatuhan kepada peraturan perundang-undangan.Mengenai wewenang OJK dalam JKN, Sebagaimana tertulis dalam pasal 9 UUOJK Untuk melaksanakan tugas pengawasan OJK mempunyai wewenang:

1. menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;

2. mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh kepala

eksekutif;

3. melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen

dan tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;

4. memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan dan/atau pihak

tertentu;

5. melakukan penunjukan pengelola statuter;

6. menetapkan penggunaan pengelola statuter;

7. menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran

terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;

8. memberikan dan/atau mencabut:

a. izin usaha;

b. izin orang perseorangan;

c. efektifnya pernyataan pendaftaran;

d. surat tanda terdaftar;

e. persetujuan melakukan kegiatan usaha;

f. pengesahan;

h. penetapan lain sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang- undangan di sektor jasa keuangan.

Otoritas Jasa Keuanganmempunyai kewenangan dalam hal penyidikan untuk melakukan penyidikan apabila terjadi kasus kejahatan keuangan dalam JKN. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU OJK,OJKadalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang pengaturan, pengawasan,pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Penyidikan merupakan salah satu tugas pengawasan OJK terhadap lembaga keuangan. Untuk melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen dan tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-

undangan di sektor jasa keuangan.”126Selain pejabat penyidik Kepolisian Negara

Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya yang meliputi pengawasan sektor jasa keuangan di lingkungan OJK, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana

dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.127

126

Republik Indonesia, Undang-Undang no 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 9 huruf c.

127

Republik Indonesia, Undang-Undang no 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 49 ayat 1.

Wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang dimaksud pada kejahatan perbankan antara lain adalah:

1. memanggil, memeriksa serta meminta keterangan dan barang bukti dari setiap orang yang disangka melakukan, atau sebagai saksi dalam tindak pidana di sektor jasa keuangan;

2. meminta keterangan dari bank tentang keadaan keuangan pihak yang diduga

melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap peraturan perundang- undangan di sektor jasa keuangan;

3. memblokir rekening pada bank atau lembaga keuangan lain dari pihak yang

diduga melakukan atau terlibat dalam tindak pidana di sektor jasa keuangan;

4. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak

pidana di sektor jasa keuangan.128

Selain wewenang yang disebutkan diatas, OJK juga mempunyai wewenang untuk memungut iuran terhadap BPJS hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No.11 Tahun 2014 tentang Pungutan oleh Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut PP Pungutan OJK). OJK mempunyai kewenangan untuk memungut iuran dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan yang selanjutnya disebut pihak adalah lembaga jasa keuangan dan/atau orang

perseorangan atau badan yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan.129

Sektor jasa keuangan adalah sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan

lainnya.130

128

Republik Indonesia, Undang-Undang no 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan,Pasal 49 ayat 3.

129

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No.11 Tahun 2014 tentang Pungutan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Pasal 1 angka.

130

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No.11 Tahun 2014 tentang Pungutan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Pasal 1 angka 4.

pengawasan dan kewenangan OJK dalam mengawasi lembaga jasa keruangan lainnya dalam hal ini BPJS kesehatan yang menyelenggarakan program JKN dan dipertegas lagi dengan diterbitkannya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 4/POJK.05/2013 tentang Pengawasan BPJS oleh OJK. OJK membuat peraturan terhadap pengawasan BPJS adalah berdasarkan Pasal 39 ayat (3) huruf b UU BPJS dan penjelasannya menentukan OJK sebagai pengawas independen melakukan pengawasan ekternal terhadap BPJS. Adapun ruang lingkup

pengawasan OJK terhadap BPJS, meliputi:131

1. kesehatan keuangan;

2. penerapan tata kelola yang baik termasuk proses bisnis;

3. pengelolaan dan kinerja investasi;

4. penerapan manajemen risiko dan kontrol yang baik;

5. pendeteksian dan penyelesaian kejahatan keuangan (fraud);

6. evaluasi aset dan liabilitas;

7. kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan;

8. rasio kolektibilitasi iuran;

9. monitoring dampak sistemik;

10. aspek lain yang merupakan fungsi, tugas dan wewenang OJK berdasarkan

peraturan perundang-undangan.

Hampir seluruh aspek penyelenggaraan program jaminan sosial yang menjadi fungsi, tugas, wewenang dan kewajiban BPJS tercakup dalam ruang lingkup pengawasan oleh OJK. Tampaknya tidak ada aspek penyelenggaraan

131

Republik Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 4/POJK.05/2013 tentang Pengawasan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial oleh Otoritas Jasa Keuangan.

program jaminan sosial yang tersisa untuk diawasi oleh lembaga pengawas ekternal lainnya. Lembaga pengawas ekternal lainnya yaitu DJSN dan BPK perlu berkoordinasi dengan OJK untuk menentukan spesifikasi pengawasan yang menjadi wewenang masing-masing guna mencegah terjadinya tumpang tindih pengawasan. DJSN perlu menentukan fokus prioritas yang menjadi ruang lingkup pengawasannya dengan menetapkan metodedan standar pengawasan yang operasional dan dapat diaksanakan secara efektif. Sedangkan kewenangan BPK dalam melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara telah diatur dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggug Jawab Keuangan Negara dan Undang-

Undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan132. UUOJK dan

POJK NO. 5 Tahun 2013 sudah sangat jelas mengatur mengenai kewenangan OJK dalam mengawasi program JKN oleh BPJS mengatur ruang lingkup pengawasan DJSN, OJK dan BPK terhadap BPJS sehingga diperlukan koordinasi antara lembaga pengawas agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan antara lembaga dan untuk menghindari resiko-resiko yang tidak perlu.

Otoritas Jasa Keuangan menanggapi hal itu dengan melakukan kerjasama dengan DJSN. Hal ini dilakukan terkait pengawasan terhadap badan penyelenggara jaminan sosial.Kerjasama itu ditandai dengan adanya penandatanganan MoU kerjasama antara OJK dan DJSN.Penandatangan nota kesepahaman itu dilakukan langsung oleh Ketua Dewan Komisioner OJK,

132

M. Febriansyah Putra dkk , ‘’Pertanggungjawaban BPJS Ketenagakerjaan \Terhadap Penyelenggaraan Jaminan Sosial Bagi Peerta Eks Jamsostek’’ USU Law Journal, Vol.3.No.3 (November 2015).

Muliaman D. Hadad dan Ketua DJSN, Chazali H. Situmorang133

d.Melakukan sosialisasi dan edukasi

.MoU ini dilakanakan dalam rangka mewujudkan koordinasi pengawasan, OJK dan DJSN sepakat untuk :

a.Melakukan pertukaran informasi

b.Melakukan koordinasi penyusunan peraturan dan perumusan kebijakan c.Menetapkan ruang lingkup pengawas, dan

134

Dengan adanya MoU diharapkan OJK dan DJSN lebih banyak

berkoordinasi apa yang menjadi concern karena ada komitmen juga untuk saling

tukar-menukar data. Dengan adanya MoU, maka diharapkan menjadi awal yang baik bagi OJK dan DJSN sebagai lembaga pengawas untuk mengawasi sebagai amanah undang-undang sebetulnya karena di undang-undang BPJS , OJK diminta menjadi pengawas eksternal di BPJS. Koordinasi dalam bentuk MoU ini jugasangat penting agar tercipta efektifitas pengawasan, efisiensi pengawasan serta menghindari adanya aspek-aspek yang terlewati untuk diawasi serta masing-

MoU ini dimaksudkan untuk mewujudkan koordinasi pengawasan eksternal terhadap BPJS Kesehatan terhadap BPJS dalam menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan Nasional, dan bertujuan untuk menetapkan upaya atau langkah-langkah yang jelas bagi para pihak dalam melakukan pengawasan eksternal terhadap program JKN BPJS Kesehatan agar dapat berjalan secara efektif dan efisien

134

Pasal 3 Nota Kesepahaman Antara Otoritas Jasa Keuangan dan Dewan Jaminan Sosial Nasional No:PRJ-17/D.01/2013, No:377/DJSN/XII/2013 TENTANG KOORDINASI PENGAWASAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

masing lembaga pengawas mengetahui sejauh mana batas wewenangnya, terutama pada OJK yang mempunyai wewenang yang sangat luas dalam BPJS, untuk mencegah terjadinya tumpang tindih kewenangan dengan Lembaga Pengawas lain.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dalam tulisan ini, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Kewenangan OJK terhadap lembaga jasa keuangan lainnya diatur dalam

Pasal 6- Pasal 9 UU OJK. Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 tersebut, OJK mempunyai wewenang utama untuk menetapkan pengaturan,menetapkan kebijakan dan melakukan pengawasan terhadap semua aktifitas di sektor keuangan terutama sektor lembaga jasa keuangan lainnya dengan berdasarkan asas kepastian hukum, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas profesionalitas, asas akuntabilitas. Dalam melaksanakan wewenangnya, OJK bebas dari campur tangan pihak lain, karena OJK merupakan lembaga yang independen.

2. Program JKN merupakan bagian dari SJSN yang diselenggarakan dengan

menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan UU SJSN . Manfaat pemeliharaan kesehatan dalam JKN adalah pelayanan kesehatan perorangan menyeluruh yang mencakup

pelayanan peningkatan kesehatan (promotif), pelayanan pencegahan penyakit,

(preventif), pengobatan dan perawatan (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif.Pengawasan terhadap program JKN akan dilakukan oleh

DJSNdan lembaga pengawas independen yaitu OJK dan BPK.Program JKN pelaksanaannya kurang efektif karena

3. Ruang lingkup pengawasan dan kewenangan OJK dalam mengawasi lembaga

jasa keuangan sudah diatur secara eksplisit di dalam UUOJK, termasuk dalam hal ini BPJS kesehatan yang menyelenggarakan program JKN dan kemudian dipertegas lagi dengan diterbitkannya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 4/POJK.05/2013 tentang Pengawasan BPJS oleh OJK. Mengenai wewenang OJK dalam JKN, sebagaimana tertulis dalam Pasal 9 UUOJK, OJK mempunyai wewenang untuk menetapkan kebijakan operasional pengawasan, mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan menetapkan sanksi.

B. SARAN

1. OJK adalah lembaga independen yang bebas dari campur tangan pemerintah

dan pihak lain dalam menjalankan tugasnya . Tidak seharusnya OJK

memasukkan unsur ex-offcio dalam struktur keanggotaannya karena hal

tersebut dapat mengganggu keindependensian OJK .

2. BPJS selaku penyelenggara program JKN hendaknya melakukan persiapan

lebih matang di segala lini terutama di rumah sakit dan puskesmas untuk mencapai keefektifitasan program JKN. BPJS juga harus membenahi administrasi keuangan dan prosedur klaim yang membuat masyarakat merasa dirugikan dan enggan untuk menggunakan layanan BPJS .

3. Walaupun UU OJK sudah mengatur secara eksplisit mengenai wewenang OJK dalam mengawasi BPJS ,UU BPJS juga harus mengatur secara spesifik mengenai ruang lingkup pengawasan OJK dan DJSN terhadap BPJS untuk menghindari ketidakefektifitasan pengawasan, ketidakefisiensi pengawasan dan menghindari ada aspek yang tidak terawasi. Hal ini juga sangat penting untuk menghindari tumpang tindih kewenangan antar lembaga pengawas.