• Tidak ada hasil yang ditemukan

WEWENANG OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL BPJS KESEHATAN

A. Program Jaminan Kesehatan Nasional oleh BPJS Kesehatan

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, secara tegas menyatakan bahwa BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS adalah badan hukum publik. BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS adalah BPJS kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan.Kedua BPJS tersebut pada dasarnya mengemban misi negara untuk memenuhi hak konstitusional setiap orang atas jaminan sosial dengan menyelenggarakan program jaminan yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.Penyelenggaraan jamianan sosial yang kuat dan berkelanjutan merupakan salah satu pilar negara kesejahteraan, disamping pilar lainnya, yaitu pendidikan bagi semua, lapangan pekerjaan yang terbuka luas dan pertumbuhan ekonomi yang stabil dan berkeadilan.

Mengingat pentingnya peranan BPJS dalam menyelenggarakan program jaminan sosial dengan cakupan seluruh penduduk Indonesia, maka UU BPJS memberikan batasan fungsi, tugas dan wewenang yang jelas kepada BPJS. Dengan demikian dapat diketahui secara pasti batas-batas tanggung jawabnya dan sekaligus dapat dijadikan sarana untuk mengukur kinerja kedua BPJS tersebut secara transparan. UU BPJS menetukan bahwa BPJS kesehatan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan dalam hal ini program JKN.

Jaminan kesehatan menurut UU SJSN diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas, dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan

dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.103

Dewan pengawas terdiri atas 7 (tujuh) orang anggota, 2 (dua) orang unsur pemerintah, 2 (dua) orang unsur pekerja, 2 (dua) orang unsur pemberi kerja, 1 (satu) orang unsur tokoh masyarakat. Dewan pengawas tersebut diangkat dan diberhentikan oleh presiden. Direksi dalam BPJSterdiri atas paling sedikit 5 (lima) orang anggota yang berasal dari unsur profesional. Direksi sebagaimana dimaksud diangkat dan diberhentikan oleh presiden. Dalam melaksanakan pekerjaannya, dewan pengawas mempunyai fungsi, tugas dan wewenangpelaksanaan tugas BPJS dengan uraian sebagai berikut:

JKN diselenggarakan oleh BPJS yang merupakan badan hukum publik milik negara yang bersifat non profit dan bertanggung jawab kepada presiden. BPJS terdiri atas dewan pengawasdan direksi.

104

1. Fungsi dewan pengawas adalah melakukan pengawasan atas pelaksanaan

tugas BPJS. Dewan pengawas bertugasuntuk:

a. melakukan pengawasan atas kebijakan pengelolaan BPJS dan kinerja

direksi;

b. melakukan pengawasan atas pelaksanaan pengelolaan dan

pengembangan dana jaminan sosial oleh direksi;

2016).

104

c. memberikan saran, nasihat dan pertimbangan kepada direksi mengenai kebijakan dan pelaksanaan pengelolaan BPJS;

d. menyampaikan laporan pengawasan penyelenggaraan jaminan sosial

sebagai bagian dari laporan BPJS kepada presiden dengan tembusan

kepada DJSN.105

2. Dewan pengawas berwenanguntuk:

a. menetapkan rencana kerja anggaran tahunan BPJS;

b. mendapatkan dan/atau meminta laporan dari Direksi;

c. mengakses data dan informasi mengenai penyelenggaraan BPJS;

d. melakukan penelaahan terhadap data dan informasi mengenai

penyelenggaraan BPJS;

e. memberikan saran dan rekomendasi kepada presiden mengenai kinerja

direksi.106

3. Fungsi, tugas dan wewenang direksi dalam menyelenggarakan JKN

Direksi BPJS mempunyai fungsi, tugas dan wewenang sebagai berikut:

a. Direksi berfungsimelaksanakan penyelenggaraan kegiatan operasional

BPJS yang menjamin peserta untuk mendapatkan manfaat sesuai dengan

haknya.107

105

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Pasal 22 ayat (2).

106

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Pasal 22 ayat (3).

107

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Pasal 24 ayat (1).

b. Direksi bertugasuntuk:

1) melaksanakan pengelolaan BPJS yang meliputi perencanaan,

pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi;

2) mewakili BPJS di dalam dan di luar pengadilan;

3) menjamin tersedianya fasilitas dan akses bagi dewan pengawas untuk

melaksanakan fungsinya. 108

c. Direksi berwenanguntuk:

1) melaksanakan wewenang BPJS;

2) menetapkan struktur organisasi beserta tugas pokok dan fungsi, tata

kerja organisasi dan sistem kepegawaian;

3) menyelenggarakan manajemen kepegawaian BPJS termasuk

mengangkat, memindahkan dan memberhentikan pegawai BPJS serta menetapkan penghasilan pegawai BPJS;

4) mengusulkan kepada presiden penghasilan bagi dewan pengawas dan

direksi;

5) menetapkan ketentuan dan tata cara pengadaan barang dan jasa dalam

rangka penyelenggaraan tugas BPJS dengan memperhatikan prinsip transparansi, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas;

6) melakukan pemindahtanganan aset tetap BPJS paling banyak

Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah) dengan persetujuan dewan pengawas;

108

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Pasal 24 ayat (2).

7) melakukan pemindahtanganan aset tetap BPJS lebih dari Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah) sampai dengan Rp500.000.000.000 (lima ratus miliar rupiah) dengan persetujuan presiden;

8) melakukan pemindahtanganan aset tetap BPJS lebih dari

Rp500.000.000.000 (lima ratus miliar rupiah) dengan persetujuan

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).109

Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang direksi diatur dengan peraturan direksi. Persyaratan untuk menjadi dewan pengawas dan dewan direksi diatur dalam UU Nomor 24 tahun 2011. Peraturan Perundang-Undangan yang memerintahkan dan memberi kewenangan penyelenggaraan program JKN terbentang luas, mulai dari UUD NRI 1945, Undang-Undang hingga Peraturan Pemerintah telah menggunangkan banyak Peraturan Perundang-Undangan yang menjadi dasar hukum JKN, beberapa

diantaranya adalah :110

1. UUD NRI 1945

Pasal 28H dan Pasal 34 UUD NRI 1945 adalah dasar hukum tertinggi yangmenjamin hak konstitusional warga negara atas pelayanan kesehatan dan mewajibkan pemerintah untuk membangun sistem dan tata kelola penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang terintegrasi dengan penyelenggaraan program jaminan sosial.

109

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, pasal 24 ayat (3)

110

Asih Eka Putri dan A.A Oka Mahendra, Himpunan Lengkap Peraturan Perundang- Undangan Jaminan Kesehatan Di Indonesia, (Tangerang Selatan:Martabat, 2014), hlm. 3.

2. UU SJSN

UU SJSN menetapkan program JKN sebagai salah satu program jaminansosial dalam sistem jaminan sosial nasional. Di dalam undang-undang ini diatur asas, tujuan, prinsip, organisasi dan tata cara penyelenggaraan program JKN.

3. UU BPJS

UU BPJS adalah peraturan pelaksanaan UU SJSN. UU BPJS melaksanakanPasal 5 UU SJSN pasca putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara Nomor 007/PUU-III/2005.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 101 tentang PenerimaBantuan Iuran Jaminan

Kesehatan (selanjutnya disebut PP PBIJK)

PP PBIJK adalah peraturanpelaksanaan UU SJSN. PP PBIJK melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (3) dan Pasal 17 ayat (6) UU SJSN. PP PBIJK mengatur tata cara pengelolaan subsidi iuran jaminan kesehatan bagi penerima bantuan iuran. PP PBIJK memuat ketentuan-ketentuan yang mengatur penetapan kriteria dan tata cara pendataan fakir miskin dan orang tidak mampu, penetapan penerimabantuan iuran jaminan kesehatan, pendaftaran penerimabantuan iuran jaminan kesehatan, pendanaan, pengelolaan data PBI serta peran serta masyarakat.

5. Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013tentang Tata Cara Pengenaan

Sanksi Administratif (PP Sanksi Administratif)

PP Sanksi administratif kepada pemberi kerja selain penyelenggara negara dan setiap orang, selain pemberi kerja, pekerja dan penerima bantuan iuran

dalam penyelenggaraan jaminan sosial adalah peraturan pelaksanaan UU BPJS.

6. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentangJaminan Kesehatan

(selanjutnya disebut PERPRES JK)

PERPRES JK adalah peraturan pelaksanaan UU SJSN dan UU BPJS. PERPRES JK mengatur peserta dan kepesertaan JKN, pendaftaran, iuran dan tata kelola iuran, manfaat JKN, koordinasi manfaat, penyelenggaraan pelayanan, fasilitas kesehatan, kendali mutu dan kendali biaya, penanganan keluhan dan penanganan sengketa.

7. Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 tentangPerubahan Peraturan

Presiden No. 12 Tahun 2013(PERPRES PERUBAHAN PERPRES JK)

Menjelang penyelenggaraan JKN pada 1 Januari 2014, ditemukan beberapaketentuan dalam PERPRES JK yang perlu disesuaikan dengan kebutuhan penyelenggaraan JKN.

8. Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2013

PERPRES ini mengatur jenis pelayanan kesehatan bagi KementerianPertahanan, TNI dan Kepolisian Negara RepublikIndonesia yang tidak didanai oleh JKN. Pelayanan kesehatan tersebutdiselenggarakan di fasilitas kesehatan milik Kementerian Pertahanandan Kepolisian RepublikIndonesia, serta didanai oleh Anggaran Pendapatan dan BelanjaNegara (APBN).

9. Peraturan Menteri Kesehatan No. 59 Tahun 2014 tentang Standar

Fasilitas Kesehatan Tingkat LanjutanDalamPenyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan (selanjutnya disebut Permenkes Standar Tarif Pelayanan Kesehatan).

Permenkes Standar Tarif Pelayanan Kesehatan merupakan peraturan pelaksanaan dari PERPRES JK. Permenkes Standar Tarif Pelayanan Kesehatan melaksanakan ketentuanPasal 37 ayat (1) PERPRES JK. Peraturan ini mencakup satandar tarif bagi fasilitas kesehatan tingkat pertama dan fasilitas kesehatan tingkat lanjutan. Standar tarif memuat tarif INA-CBGs, tarif kapitasi dan tarif non-kapitasi.

Penyelenggaraan jaminan kesehatan oleh BPJS kesehatan memperlihatkan harapan baru. Ada beberapa pelayanan yang menunjukkan keunggulan, yaitu antara lain:

1. Prosedur pendaftaran dengan persyaratan yang lebih mudah.

2. Paket manfaat yang lebih komperhensif, tanpa ada cost sharing dari peserta.

3. Adanya kompensasi berupa uang, pengiriman tenaga kesehatan atau

penyediaan fasilitas kesehatan tertentu yang memberi jaminan kepada peserta untuk tetap mendapatkan haknya atas layanan kesehatan saat berada di daerah yang tidak terdapat fasilitas kesehatan.

4. Prosedur klaim yang lebih ringkas.

5. Dimungkinkannya penggunaan obat di luar formularium nasional

berdasarkan persetujuan komite medik dan kepala/direktur rumah sakit, apabila diperlukan sesuai indikasi medis.

7. Jangka waktu pencairan klaim fasilitas kesehatan yang lebih cepat (15 hari

kerja dibanding sebelumnya yang hingga 1 bulan).111

B. Ruang Lingkup Pengawasan Program Jaminan Kesehatan Nasional