• Tidak ada hasil yang ditemukan

M02192

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan " M02192"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

NEED ANALYSIS’ SEBAGAI PERWUJUDAN KONSEP FILOSOFI ‘ASUH’DALAM MERANCANG

PEMBELAJARAN PADA PENDIDIKAN MODERN

Mozes Kurniawan

mailbox.mozeskurniawan@gmail.com FKIP - Universitas Kristen Satya Wacana

ABSTRAK

Dalam upaya mengembangkan suatu negara, pendidikan dapat menjadi pilar yang menentukan bangkit atau terpuruknya negara tersebut. Pendidikan yang merupakan hal penting dalam suatu negara ternyata memiliki suatu kerapuhan dalam hal pemaknaan. Indonesia, yang memiliki tujuan negara salah satunya yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, masih memiliki pandangan bahwa menjadi ‘cerdas’ yaitu meningkatkan intelektualitas generasi yang ada. Menjadi ‘cerdas’ yang dimaknai sebagai pandai intelek saja membawa guru-guru pada suatu bentuk pengajaran yang kurang dikaitkan dengan kebutuhan terkini para peserta didik. Kekeliruan pandangan tersebut memunculkan suatu gagasan mengenai salah satu konsep filosofi Ki Hajar Dewantara yakni ‘Asuh’ yang memiliki inti bahwa mengasuh adalah memberikan apa yang dibutuhkan. Kebutuhan itulah yang kerap kali dilupakan dalam pendidikan. Terdapat keterikatan makna antara ‘Asuh’ dengan pendekatan ‘Need Analysis’ terkait pandangan terhadap kebutuhan. Oleh karena itu, konsep ‘Asuh’ dapat diwujudkan melalui ‘Need Analysis’ dalam merancang pembelajaran pada pendidikan modern. Artikel ini merupakan hasil studi pustaka yang didalamnya terdapat tiga hal utama yakni pemahaman konsep-konsep awal, pembangunan gagasan dari masing-masing konsep kemudian pemaparan gagasan baru. Diharapkan bahwa ‘Need Analysis’ ini dapat menjadi suatu tindakan awal bagi para pendidik dalam mempersiapkan pendidikan dan pengajaran yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan peserta didik masa kini sehingga mereka akan menjadi generasi berkualitas yang dapat menopang dan menjaga kelangsungan bangsa dan negara Indonesia.

Kata Kunci: Filosofi Ki Hajar Dewantara, Asah Asih Asuh, Among, Need Analysis, Pembelajaran.

PENDAHULUAN

(2)

negara karena melaluinya dapat dilihat maju atau tidaknya suatu negara (Maulida, 2013). Terlebih, berkembangnya suatu negara juga dipengaruhi seberapa tingkat pendidikan warga yang ada didalamnya. Ketika suatu negara memiliki pendidikan yang maju dan berhasil menghasilkan pribadi-pribadi yang berkualitas tentu akan membantu kemajuan negara tersebut. Melalui generasi-generasi yang berkualitas itulah impian dan cita-cita suatu negara akan tercapai.

Serupa dengan cita-cita luhur bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa, pendidikan memiliki peran penting dalam proses pencapaiannya. Pendidikan

dimaknai sebagai suatu penggerak atau pencetak generasi-generasi yang ‘cerdas’. Hanya saja, istilah ‘cerdas’ sering kali diartikan memiliki tingkat intelektual yang tinggi.

Seseorang dikatakan cerdas apabila memiliki nilai pelajaran yang baik, memiliki pengetahuan yang luas dan menjuarai berbagai perlombaan kecerdasan di berbagai tempat. Hal-hal tersebut tidak dapat dikatakan salah namun juga tidak sepenuhnya benar (Julia, 2016). Pendidikan yang mencerdaskan memiliki makna lebih dari sekedar kekampuan intelektual. Pendidikan yang meningkatkan moralitas bangsa, pendidikan yang membawa budi pekerti, pendidikan yang mengembangkan keterampilan dan berbagai hal lainnya dalam aspek pendidikan. Hal-hal tersebut tentunya penting bagi ketahanan dan keberlangsungan suatu negara, terkhusus di Indonesia.

Dengan memiliki pola pikir bahwa pendidikan yang mencerdaskan yakni meningkatkan aspek intelektual saja membuat praktisi-praktisi pendidikan (guru) memfokuskan pandangan pada tercapainya peserta didik yang intelek. Fokus tersebut tidak jarang membuat para guru menggunakan berbagai cara untuk dapat mencapai tujuan yakni menciptakan generasi intelek bahkan dengan cara-cara yang kurang sesuai dengan tujuan awal pendidikan. Koten (2007, dalam Julia, 2016) menyatakan bahwa produk pendidikan tidak hanya untuk mempersiapkan suatu tenaga kerja yang siap pakai karena dinilai cerdas secara intelektual. Hal tersebut yang menjadi kekeliruan pandangan bagi para guru dalam menjalankan tugas mulia yang seharusnya dapat dilaksanakan secara maksimal.

(3)

pendidikan dan berjalan menuju pada kekeliruan yang berakibat fatal bagi masa depan pendidikan nasional.

Dari pandangan tersebut muncullah suatu gagasan tentang konsep filosofi yang

dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara yakni konsep filosofi ‘Asuh’ (dalam Asah, Asih

Asuh) yang dapat dijadikan sebagai pengendali kekeliruan pandangan sehingga tujuan dan jalannya pendidikan di Indonesia tetap terarah sesuai dengan kebutuhan terkini generasi-generasi yang mempercayakan masa depannya pada pendidikan nasional

Indonesia. Filosofi ‘Asuh’ tersebut membawa suatu pengertian bahwa pendidikan

bukanlah suatu paksaan dan hanya menekankan pada intelektual saja. Ada kebutuhan-kebutuhan yang perlu diketahui, diperhatikan dan dipenuhi melalui pendidikan guna

mendapatkan generasi yang benar-benar ‘cerdas’ sesuai tuujuan pendidikan nasional Indonesia. Filosofi ‘Asuh’ yang dinilai kuno dari jaman dahulu dapat diwujudnyatakan ke dalam pendekatan pembelajaran modern yakni ‘Need Analysis’ (analisa kebutuhan). Pada bagain-bagiann selanjutnya dibahas mengenai konsep filosofi ‘Asuh’

yang dinyatakan dalam pendidikan modern melaluiNeed Analysis beserta tata laksana penerapannya sebagai dasar mempersiapkan pembelajaran yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan terkini para peserta didik.

Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara

Setiap negara memiliki pahlawan-pahlawan yang dalam perjuangannya dapat memberikan kontribusi positif terkait dengan perkembangan suatu negara. Pahlawan-pahlawan tersebut berkarya dalam berbagai bidang di suatu negara seperti bidang pemerintahan, perekonomian, sosial bahkan di bidang pendidikan. Dalam bidang pendidikan tentunya seseorang yang disebut pahlawan memberikan suatu perubahan dan/atau pemaknaan lebih mendalam mengenai konsep pendidikan di suatu negara. Dengan bangganya, Indonesia memiliki seseorang sebagai salah satu pahlawan pendidikan yang memberikan pemaknaan dan arahan pada tujuan pendidikan nasional. Ki Hajar Dewantara ialah orang yang dikenal sebagai pahlawan pendidikan Indonesia. Beliau mengajarkan berbagai filosofi dan prinsip yang menjadi dasar dan identitas pendidikan nasional Indonesia. Filosofi yang diajarkannya meliputiIng Ngarsa Sung Tulodho, Ing Madya Mangun Karsa dan Tut Wuri Handayani; Among;Asah Asih Asuh, Tri No dan masih banyak lagi. Setiap filosofi dan prinsip memiliki pemaknaan tersendiri dan memiliki tujuan yang baik dalam dunia pendidikan (Samho & Yasunari, 2010).

(4)

kemudian dapat diikuti oleh orang-orang yang didiknya. Makna yang mengingatkan dan menyadarkan para guru untuk terus memiliki profesionalitas dalam berkarya sehingga ada nilai baik yang dapat diteladani oleh para peserta didik. Kemudian, filosofiIng Madya Mangun Karsa memiliki pengertian bahwa ketika berada ditengah-tengah generasi yang ada, hendaknya dapat bersama-sama saling mendukung dan membangun sehingga terciptalah suatu generasi yang memiliki kualitas, saling berbagi dan dapat mendukung satu sama lain dalam membangun bangsa. Sedangkan filosofi Tut Wuri Handayani dimaknai bahwa pendidik memposisikan diri dibelakang peserta didik untuk terus memberikan arahan dan pengaruh sehingga mereka yang berjalan didepan tetap memiliki arahan dan berjalan dengan prima karena dukungan para pendidik (Samho & Yasunari, 2010). Begitu luhurnya filosofi-filosofi yang diajarkan Ki Hajar Dewantara dalam upayanya membangun negri di bidang pendidikan.

Terkait dengan gagasan sebelumnya dimana pendidikan mulai kehilangan arah tujuannya dikarenakan guru yang hanya mengejar intelektualitas para peserta didik membawa suatu pemikiran akan satu filosofi Ki Hajar Dewantara meengenai mendidik

dengan pengertian dan kasih. Filosofi tersebut adalah ‘Among’ yang menjadi dasar dari konsep ‘Asah Asih Asuh’ (Maulida, 2013). Konsep Asah Asih Asuh atau yang

juga dipahami sebagaicare and dedicated based on love (perhatian dan dedikasi berdasarkan kasih) merupakan suatu konsep filosofi yang menjadi pandangan bagi guru-guru dewasa ini karena sarat akan makna dan pemahaman.

Secara umum konsep ini dipahami sebagai suatu bentuk pemberian layanan pendidikan yang diberikan secara sungguh-sungguh (dedicated) dengan bentuk-bentuk perhatian (care) yang diwujudkan dalam sikap menghormati dan menghargai serta melihat suatu kebutuhan sebagai seorang manusia. Konsep tersebut apabila diterapkan secara utuh dalam proses pendidikan akan membawa hal-hal baik seperti keselarasan penerimaan pengajaran dengan kebutuhan, pembinaan dan penjagaan berdasarkan kasih sayang dan masih ada banyak hal yang dapat dipelajari dari konsep filosofi tersebut (Maulida, 2013). Sehingga jelaslah bahwa Ki Hajar Dewantara sebagai pahlawan pendidikan Indonesia telah memberikan kontribusi yang begitu mendalam dan dapat dijadikan sebagai penuntun arah pendidikan menuju suatu pendidikan yang berkualitas bagi generasi-generasi mendatang di negara Indonesia.

Konsep ‘Asuh’ dalam Dunia Pendidikan

Seperti yang telah dibahas pada bagian sebelumnya bahwa Ki Hajar Dewantara

(5)

diartikan sebagai mengasuh (Asuh). Konsep ‘Asuh’ ini dapat dipahami sebagai

mengajar, memberikan perhatian khusus dan memenuhi apa yang menjadi kebutuhan. Konsep tersebut juga dipahami dengan mengajar yang tidak memaksa namun penuh kasih. Tidak memaksa disini bukan membiarkan para peserta didik untuk belajar tanpa arah namun dapat dipahami bahwa pengajaran dan hal-hal terkait dengan proses pendidikan diberikan sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhan para peserta didik dan mereka dapat berkembang sesuai dengan pengetahuan dan kemampuan yang dapat mereka kebangkan secara pribadi (Maulida, 2013).

Lebih dalam lagi, pendidikan dengan sistem ‘Asuh’ ini dapat pula dimaknai

dengan menyelaraskan pengajaran terhadap kodrat alam yang ada. Kodrat alam disini dapat dipahami sebagai kondisi natural atau alami dari peserta didik yang mana mereka membutuhkkan suatu pendidikan sesuai kebutuhan sehingga tercapailah suatu kemajuan yang secepat-cepatnya dan ada unsur kebebasan/kemerdekaan sehingga para peserta didik dapat berkembang dengan maksimal (Badrun, 2011 dalam Maulida, 2013). Nampak bahwa pendidikan yang didasarkan pada kebutuhan atau need dapat membawa suatu dampak positif bagi peserta didik sesuai dengan pemaknaan filosofis yang ada. Disinilah muncul gagasan mengenaiNeed Analysis sebagai suatu perwujudan konsep filosofi ‘Asuh’ pada pendidikan modern.

Need Analysis sebagai Titik Awal Proses Pendidikan

Need Analsis dimaknai sebagai suatu upaya menentukan kebutuhan dari seseorang atau sekelompok orang yang merupakan pelajar dimana informasi tentang kebutuhan tersebut dikelola sesuai dengan proiritasnya secara subjektif maupun objektif (Adhabiyyah et al, 2014). Pengertian lain mengenaiNeed Analysis datang dari Nunan (1988, dalam Adhabiyyah et al, 2014) yakni suatu metode yang digunakan

untuk membangun pembelajaran ‘apa’ yang sesuai dan penyajian pembelajaran yang ‘bagaimana’ yang tepat bagi peserta didik.

(6)

dalam merancang suatu pembelajaran (Ampa et al, 2013) dari persiapannya, proses pelaksanaan yang terkait dengan strategi mengajar sampai proses penilaiannya sehingga peserta didik terbangun secara efektif.

Need Analysis bukanlah proses mendata hal-hal yang telah dapat dilakukan peserta didik namun lebih kearah apa saja yang perlu ditingkatkan atau dibentuk yang merupakan hal khusus dimana peserta didik harus dapat menguasainya. Jika Need Analysis dipahami dengan tepat, proses ini akan memberikan informasi lengkap dan bermakna mengenai kebutuhan-kebutuhan peserta didik, harapan-harapannya dan keinginan-keinginannya yang berkaitan dengan proses pembelajaran / pendidikan mereka (Casper, 2003 dalam Ampa, 2013). Hasilnya, jikaNeed Analysis dapat diterapkan sebagai titik awal proses pendidikan, pendidikan akan menjadi bermakna dan peserta didik akan menjadi pribadi yang berkualitas sesuai dengan porsi dan kapasitas masing-masing pelajar.

Secara umum, terdapat berbagai bentuk atau model dariNeed Analysis yang diajukan oleh para ahli seperti Munby, Hutchinson dan Waters. Mereka memiliki pandangan masing-masing dalam pengajuan model need analisis namun satu hal yang menjadi fokus dari para pakar tersebut yakni kebutuhan peserta didik yang terkait dengan individu dan situsi sekelilingnya. Individu merupakan diri peserta didik tersebut (Adhabiyyah et al, 2014). Karakteristik, keinginan, harapan dan kenyamanan peserta didik merupakan bagian dalam individu. Sementara situasi sekeliling merupakan hal-hal sekitar yang mempengaruhi, mendorong dan menentukan peserta didik dalam proses pembelajaran / pendidikannya. Munby (1978, dalam Adhabiyyah et al, 2014) menyatakan bahwa terdapat metode-metode dalam melaksanakanNeed Analysis sepertiTarget Situation Analysis (TSA)- analisis yang memfokuskan pandangan pada data-data tentang peserta didik- dan Present Situation Analysis (PSA )-analisis yang memfokuskan pandangan pada data-data yang diperoleh dari peserta didik. Metode-metode tersebut baik untuk digunakan sebagai titik awal merancang suatu pembelajaran dalam pendidikan peserta didik.

METODE

(7)

Pemahaman mengenai filosofi Ki Hajar Dewantara diperdalam dengan membaca berbagai sumber yang nantinya jadi rujukan dalam artikel ini maupun yang hanya sebagai pengayaan pemahaman konsep filosofi yang ada. Setelah mendapatkan

pemahaman yang utuh dan kuat tentang filosofi ‘Asuh’, kemudian dipelajari konsep ‘Need Analysis’ yang bersumber dari kata kunci ‘kebutuhan’ dalam paparan filosofi ‘Asuh’ sebelumnya. Konsep ‘Need Analysis’ tersebut dipahami pula secara mendalam

sehingga pada tahapan ini didapat dua konsep yang secara matang dipahami. Dari pemahaman dua konsep tersebut dibangunlah suatu pemahaman bahwa ada kaitan antara dua konsep tersebut dalam dunia pendidikan dewasa ini. Paparan tersebut diharapkan membukakan paradigma mengenai filosofi yang dapat dibawa ke pendidikan modern. Paparan mengenaiNeed Analysis tersebut dilengkapi penjelasan sederhana tentang esensi dari analisa kebutuhan peserta didik dalam mempersiapkan pembelajaran. Pada ahirnya didapat suatu gagasan utuh melalui artikel ini tentangNeed Analysis sebagai perwujudan konsep filosofi ‘Asuh’ dalam merancang

pembelajaran pada pendidikan modern.

PEMBAHASAN

Need Analisis Sebagai Perwujudan Konsep ‘Asuh’ Masa Kini

Pada bagian sebelumnya telah dipahami pengertian, konsep dan pandangan filosofis Ki Hajar Dewantara dimana salah satunya merupakan konsep filosofi yang dewasa ini sangat dibutuhkan dalam menjalankan pendidikan di Indonesia yaitu konsep

filosofi ‘Asuh’. Konsep tersebut dapat lebih jelas dipahami dengan sebuah analogi

atau contoh pembanding mengenai seorang ibu yang mengasuh anaknya. Asuh atau mengasuh bagi seorang ibu tentunya menjadi suatu proses dimana dapat dipastikan bahwa sang ibu memperhatikan anaknya. Memperhatikan disini tidak sebatas memandang apa yang sedang dilakukan oleh anaknya tetapi memiliki makna jauh lebih dari itu. Sang ibu melakukan tindakan megasuh dengan memperhatikan perilaku anaknya, apa yang menjadi suatu kesulitan atau tantanggan, apa yang dibutuhkan anaknya untuk dapat mengatasi tantangan tersebut, apa yang sang ibu perlu lakukan atau berikan supaya anak tersebut dapat keluar dari kesulitan yang dihadapi. Hal-hal tersebut dapat disederhanakan dengan memaknai bahwa sang ibu akan memberikan segala hal yang menjadi kebutuhan dari anaknya.

Pendidikan dengan konsep ‘Asuh’ seharusnya juga demikian dimana guru

(8)

melangsungkan proses pendidikan dengan baik dan segala bentuk tantangan dapat

diatasi dengan cara efektif. Jika pandangan pendidikan diarahkan pada konsep ‘Asuh’

tersebut, tentunya akan tercipta generasi-generai yang berkualitas tidak hanya dari segi intelektual saja namun juga berkualitas secara moral dan terampil sesuai dengan bidang dan kapasitas mereka masing-masing.

Konsep ‘Asuh’ yang dibawa oleh Ki Hajar Dewantara belum secara optimal

diterapkan dalam pendidikan jaman sekarang mengingat terdapat tatangan-tantangan pendidikan seperti yang telah dipaparkan pada bagian awal dimana para pendidik,

kini, ‘asik sendiri’ dengan materi-materi yangg disukai, dengan cara-cara mengajar

yang mereka nikmati dan dengan bentuk-bentuk penilaian yang mudah bagi mereka. Fenomena ini bukanlah hal yang baru namun hal ini dapat membawa suatu penurunan kualitas pendidikan jika tidak diperbaiki.

Konsep ‘Asuh’ ternyata memiliki benang merah dengan suatu pendekatan yang

dikenal sebagaiNeed Analysis. Inti dari konsep filosofi ‘Asuh’ Ki Hajar Dewantara

yaitu mengacu pada kebutuhan sebagai titik utama proses asuh tersebut. Sama dengan Need Analysis yang dikenalkan oleh para pakar internasional, dimana fokus dari pendekatan tersebut yaitu mengetahui kebutuhan. Keterkaitan ini dapat dimaknai

bahwa konsep ‘Asuh’ yang dikenalkan oleh Ki Hajar Dewantara masih dapat

diwujudkan dalam pendidikan modern melaluiNeed Analysis dalam merancang pembelajaran di lembaga-lembaga pendidikan. Nampak bahwa konsep visioner tersebut belum kadaluarsa atau mati ditelan waktu bahkan konsep tersebut berkembang seiring dengan berjalannya waktu.Need Analysis perlu dilakukan untuk mengetahui apa dan mengapa sisiwa membutuhan sesuatu dalam pembelajaran, bagaimana cara menyampaikan pembelajaran sehingga diterima baik oleh siswa dan penilaian seperti apa dan kapan yang terbaik dilakukan bagi siswa.

Mengembangkan Pembelajaran Berdasarkan Kebutuhan Peserta Didik

(9)

Apabila dalam suatu pembelajaran, komunikasilah yang diperlukan, guru perlu mengembangkan kegiatan pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi. Apabila siswa terlihat bosan dengan materi ajar, disitulah guru perlu peka terhadap situasi dan melakukan kegiatan pembelajaran dengan strategi ynag menyenangkan. Intinya, bagi guru sebagai perancang pembelajaran, mereka perlu mengetahui kebutuhan siswa dan untuk menyediakan input pembelajaran, mereka perlu memperhatikan nilai-nilai tertentu yang dapat membuat siswa belajar secara efektif sesuai dengan apa yang diinginkan, diperlukan dan disukai secara terpadu.

Berikut dipaparkan satu contoh need analysis yang dapat dijadikan sebagai model bagi pengajar dalam membangun materi / bahan ajar. Subyek yang digunaan yakni Pembelajaran Bahasa Inggris bagi mahasiswa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Merujuk pada analisa kebutuhan oleh Allwright (1982, dalam Adhabiyyah et al, 2014) bahwa salah satu bentuk analisa kebutuhan yakni Strategy Analysis. Strategy Analysis terbagi menjadi tiga sub bagian. Pertama,Needs (kebutuhan) yang dipandang dari segi keterampilan siswa dimana hal tersebut dianggap penting untuk ditingkatkan. Ini merupakan sudut pandang dan pendapat siswa yang bersangkutan. Kedua,Wants (keinginan) dari pihak lain yang dipandang sebagai suatu kebutuhan bagi siswa untuk dapat dikuasai/dipelajari. Pandangan ini datang dari luar diri siswa seperti orang tua, guru, pendamping dan pihak-pihak terkait lainnya. Ketiga,Lacks (kekurangan) dari siswa yang merupakan perbedaan antara kemampuan terkini dengan kemampuan yang diharapkan.

Ketiga bagian tersebut dijadikan dasar untuk mengetahui apa yang menjadi kebutuhan siswa. Dalam Pembelajaran Bahasa Inggris mahasiswa PAUD, dilakukanlah tahapNeeds melalui pencarian data deskripsi mata kulian yang bersumber dari hasil aspirasi pendapat pengajar Bahasa Inggris, mahasiswa dan pihak lain yang menyumbangkan gagasan akan kebutuhan keterampilan terkait dengan Pembelajaran Bahasa Inggris bagi calon guru PAUD. TahapWants juga diperoleh dari aspirasi mahasiswa saat proses pembelajaran. SedangkanLacks didapat ketika pengajar melihat adanya kesenjangan antara kebutuhan yang terjabar dalam tujuan pembelajaran dengan hasil capaian terkini. Dari hasil analisa tersebut, dibangunlah bahan ajar lengkap dengan strategi pengajarannya bagi mahasiswa PAUD di kelas Pembelajaran Bahasa Inggris.

KESIMPULAN

Dari latar belakang hingga pembahasan yang ada, didapati suatu kesimpulan

(10)

pendidikan modern melalui Need Analysis. Intisari dari konsep ‘Asuh’ yang

merupakan kebutuhan serupa dengan gagasan pokok dariNeed Analysis yang juga merujuk pada kebutuhan. Keserupaan tersebut yang menjadi penghubung antara

konsep filosofi ‘kuno’ yang masih dapat diwujudkan dalam merancang pembelajaran

pada pendidikan jaman sekarang. Contoh analisa kebutuhan yang telah dilakukan juga dapat memberikan inspirasi bagi para pengajar untuk menerapkannya dalam persiapan pembelajaran. Diharapkan melalui pemahaman akan konsep ini, para guru di masa depan mulai menerapkan prinsip kebutuhan ini sebagai pengawal proses

pendidikan sehingga tujuan pendidikan nasional ‘mencerdaskan kehidupan bangsa’

benar-benar terwujud dalam segala aspek pendidikan (intelektual, moral dan keterampilan) di Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Adhabiyyah, et al. 2014. Needs Analysis and Material Development In English For Specific Purposes In Relation To English For Islamic Studies.E-proceedings of the Conference on Management and Muamalah (CoMM 2014) Malaysia.

Ampa, et al. 2013. The Students’ Needs in Developing Learning Materials for

Speaking Skills in Indonesia. Journal of Education and Practice Vol.4, No.17, 2013.

Julia. 2016.Membangun Kultur Silih Asih, Silih Asah, dan Silih Asuh Melalui Pendidikan Seni. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Maulida. 2013.Ajaran Ki Hajar Dewantara. Yogyakarta: Universitas Sarjana Wiyata Taman Siswa.

Samho & Yasunari. 2010. Konsep Pendidikan Ki Hadjar Dewantara dan Tantangan-tantangan Implementasinya di Indonesia Dewasa Ini. Bandung: Universitas Katolik Parahyangan.

Suparlan. 2014. Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara dan Sumbangannya Bagi Pendidikan Indonesia.Jurnal Filsafat Vol. 25, Nomor 1, April 2014.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

1. Waktu pelaksanaan observasi diperpanjang sehingga dapat meningkatkan tingkat kepercayaan data yang dikumpulkan. Perpanjangan kehadiran dalam penelitian ini dilakukan

Dari Penelitian ini diperoleh nilai terbesar yang menunjukan penyakit yang banyak diderita pada bayi dan ada 7 kriteria yang digunakan, adapun saran untuk penelitian kedepan

Penelitian Harimurti (2008) menyebutkan bahwa peningkatan jumlah Obesitas pada anak saat ini karena anak- anak lebih senang mengkonsumsi fast food modern yang

Ayat-ayat yang telah disebutkan menerangkan bahwa perbuatan kaum Nabi Luth yang hanya melakukan hubungan seksual kepada sesama laki-laki melepaskan syahwatnya hanya

Pada terminal Mayang Terurai jalur kedatangan dan keberangkatan kendaraan angkutan dibuat menyatu dimana pintu masuk (entrance) terminal menjadi satu dengan pintu

termasuk hubungan yang tidak mudah untuk dijalani bagi pasangan yang tidak memiliki rasa kepercayaan yang tinggi. Hubungan seperti ini sangat mudah mendapatkan masalah. Hal-hal

Dalam dunia perusahaan, umumnya tidak akan lepas dari berbagai permasalaahan, seperti manajemn projek yang kurang rapi, atau proses manajemen lainnya, informasi yang

4.1.3 Perkembangan Economic Value Added (EVA) pada Industri Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2012.. Economic Value Added (EVA) merupakan suatu