FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN PADA PENDERITA
TUBERKULOSIS PARU PUTUS OBAT DI PUSKESMAS
MEKARMUKTI CIKARANG UTARA
JAWA BARAT
Dibuat untuk memenuhi tugas akhir mata ajar riset keperawatan pada Prodi Ilmu Keperawatan STIKes BANI SALEH
Oleh : JEJEN BUSTOMI NPM : 432950413041
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANI SALEH
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN S1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi "pada paru yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberkulosis yang menular melalui droplet. Penyakit ini
menyerang sebagian besar kelompok usia kerja produktif, kelompok ekonomi lemah dan berpendidikan rendah. Apabila penderita tuberkulosis paru tidak diobati, maka dalam jangka waktu lima tahun akan meninggal sebanyak 50 % ( Dep. Kes,
2002).
Sejak tahun 1950 tuberkulosis paru di negara-negara maju cenderung
menurun sedangkali di negara-negara berkembang cenderung meningkat.
Mycobacterium Tuberkulosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia, diperkirakan 95% penderita tuberkulosis paru berada di negara berkembang
(WHO,1997). WHO memperkirakan terdapat tujuh sampai delapan juta setiap tahunnya penduduk dunia menderita tuberkulosis paru dengan angka kematian tiga
juta jiwa (WHO, 1997).
Di Indonesia tuberkulosis paru masih endemik dan merupakan masalah utama kesehatan masyarakat, sampai saat ini angka kejadian tuberkulosis paru masih tinggi
dengan menempati urutan ketiga setelah India dan Cina. Pada tahun 1997 jumlah penderita tuberkulosis paru setiap tahunnya di India 1.700.000, Cina 1.402.000 dan
1995). Dan setiap tahunnya diperkirakan terjadi kematian sekitar 140.000 jiwa
(WHO,1999).
Program penanggulangan tuberkulosis paru belum berhasil menjangkau seluruh Puskesmas dan lapisan masyarakat dengan kualitas yang memadai. Sampai
tahun 1994 jumlah Puskesmas yang menanggulangi tuberkulosis paru sebanyak 3995 dari 6000 yang ada dengan angka kesembuhan rendah yaitu 40-60% (Dep. Kes,
2002).
Di Kabupaten Bekasi pada tahun 2007 angka kesembuhan mencapai 53,71%, sedangkan pada tahun 2008 angka kesembuhan menurun menjadi 46,86% belum
mencapai target nasional (85%). Dengan angka kesembuhan yang kurang dari target nasional mengindikasikan adanya penurunan kepatuhan berobat penderita TBC Paru
di Kabupaten Bekasi.
Angka kejadian tuberkulosis paru di Puskesmas Mekarmukti Kecamatan Cikarang Utara mengalami penurunan di tahun 2013 yaitu sebanyak 72 orang dengan
penurunan 9% dari tahun sebelumnya dan didapatkan penderita putus obat mengalami peningkatan sebanyak 75% (Puskesmas Mekarmukti Kec. Cikarang
Utara, 2013). Penderita yang putus obat ini mengakibatkan timbulnya masalah baru yaitu adanya penularan kembali kepada masyarakat disekitarnya, sehingga akan meningkalkan kembali angka kejadian tuberkulosis di Puskesmas Mekarmukti
2000). Seorang yang gagal pengobatannya akan menularkan kepada sepuluh orang disekitarnya setiap tahun (WHO, 1996). Putus obat ini juga menimbulkan kekebalan
kuman mycobacterium tuberkulosis terhadap obat anti tuberculosis, sehingga mempersulit penderita sembuh dari penyakit tuberkulosis paru tersebut.
Penderita tuberkulosis paru putus obat berkaitan dengan perilaku. Perilaku
yang tidak patuh dalam mengikuti program pengobatan akan menyebabkan penderita putus obat dan penderita tersebut lebih sulit disembuhkan dari pada yang
patuh. Hasil penelitian Uha, 1995 persentase penderita tuberkulosis paru yang patuh datang kontrol lebih rendah (37,58%) daripada yang tidak patuh (62,42%).
Berdasarkan Lawrence W. Green, tahun 1980 ada tiga kategori faktor yang
berkontribusi pada perilaku sehat. Pertama : faktor predisposisi mencakup pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai dan persepsi yang berkenaan dengan motivasi
seseorang untuk bertindak. Penderita tuberkulosis paru bertindak untuk melaksanakan pengobatannya sampai sembuh atau putus obat berdasarkan atas pengetahuan yang dimilikinya. Keyakinan merupakan: pendirian bahwa suatu
fenomena benar, agar penderita tuberkulosis paru tidak putus obat harus yakin bahwa kesehatannya terancam. merasakan potensi keseriusan kondisi dalam bentuk nyeri
atau ketidaknyamanan, yakin adanya manfaat dari perilaku sehat dan harus ada suatu kekuatan pencetus yang membuat penderita perlu mengambil tindakan (The Health Belief Model by Kirscht, 1977) Nilai yang diyakini oleh penderita tuberkulosis
negatif. Kedua : faktor pemungkin mencakup berbagai ketrampilan atau sumber
daya yang perlu untuk melakukan perilaku sehat yaitu ketersediaan sumber daya kesehatan, keterjangkauan, prioritas dan komitmen masyarakat atau pemerintah terhadap kesehatan serta ketrampilan yang berkaitan dengan kesehatan. Ketiga : faktor
penguat yang menentukan apakah penderita tuberkulosis paru memperoleh dukungan atau tidak. Sumber penguat bagi penderita putus obat yaitu sikap keluarga, teman dan
tenaga kesehatan.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti akan melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang menyebabkan penderita tuberkulosis paru putus obat di
Puskesmas Mekarmukti Kecamatan Cikarang Utara.
B. Masalah Penelitian
Angka kejadian tuberkulosis paru di Puskesmas Mekarmukti Kecamatan Cikarang
Utara menurun dalam setiap tahunnya. Pada tahun 2013 terjadi penurunan angka kejadian tuberkulosis paru 9% dari tahun sebelumnya dengan presentase yang putus
obat mengalami peningkatan sebesar 75%. Penderita yang putus obat ini mengakibatkan penularan kembali kepada masyarakat disekitarnya, sehingga akan semakin meningkatkan angka kejadian tuberkulosis paru. Dengan mengetahui
gambaran faktor predisposisi, pemungkin dan penguat pada penderita tuberkulosis paru putus obat di Puskesmas Mekarmukti Cikarang diharapkan tidak ada lagi
adalah gambaran faktor predisposisi, pemungkin dan penguat pada penderita tuberkulosis putus obat di Puskesmas Mekarmukti Kecamatan Cikarang Utara.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tentang
gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan penderita tuberkulosis paru putus obat di Puskesmas Mekarmukti Kecamatan Cikarang
Utara.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
a. Memperoleh informasi tentang faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai dan persepsi) pada penderita tuberkulosis paru putus obat.
b. Memperoleh informasi tentang faktor pemungkin (ketersediaan biaya, keterjangkauan sarana dan fasilitas ketrampilan petugas) pada penderita tuberkulosis paru putus obat.
c. Memperoleh informasi tentang faktor penguat (perilaku petugas, keluarga dan teman) pada penderita tuberkulosis paru putus obat.
d. Memperoleh informasi tentang Pengawas Minum Obat (PMO) berperan aktif dalam pendampingan penderita tuberkulosis paru putus obat dalam minum obat.
a. Memperoleh pengalaman melakukan penelitian tentang gambaran faktor
predisposisi, pemungkin dan penguat pada penderita tuberkulosis paru putus obat.
b. Memperoleh informasi tentang gambaran faktor predisposisi, pemungkin
dan penguat pada penderita tuberkulosis paru putus obat. 2. Bagi Puskesmas Mekarmukti Cikarang
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui gambaran faktor predisposisi, pemungkin dan penguat pada penderita tuberkulosis paru putus obat di Puskesmas Mekarmukti Cikarang dan dapat sebagai dasar untuk
pemecahan masalah yang tepat, sehingga tidak ada lagi penderita putus obat di Puskesmas Mekarmukti Kecamatan Cikarang Utara.
3. Bagi STIKes Bani Saleh
Memberikan informasi tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan penderita tuberkulosis paru putus obat, sehingga dapat dijadikan salah satu acuan bagi