• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengukuran Non Keuangan Mengungguli Inte

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengukuran Non Keuangan Mengungguli Inte"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUKURAN NON KEUANGAN MENGUNGGULI PENGUKURAN

KEUANGAN PADA INTELLECTUAL CAPITAL

Sigit Hermawan

Tigis_her@yahoo.com

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

ABSTRACT

The aim of this article is to explain the non-financial measurement which gives more benefits than the financial measurement method on intellectual capital. Those benefits are in aspects of the profit earned by the organization or company in formulating the strategy, evaluating the strategy, pursuing a development strategy, diversification, and expansion. It includes in the determination of compensation systems, non-financial measurement is more beneficial than financial measurement. In addition, non-financial measurement provides more long term informations rather than financial measurement in stakeholder external for communication.

Keywords: Intellectual Capital, Non-Financial Measurement, Measurement Financial.

PENDAHULUAN

“Apa yang dapat diukur maka akan dapat dikelola”. Itulah kata yang tepat guna mengungkapkan betapa pentingnya sebuah pengukuran intellectual capital (IC) di dalam sebuah organisasi atau perusahaan. Karena ketika pengukuran telah berhasil dilakukan maka unsur-unsur pembentuk IC akan dapat diurai, dikelola, dan dikaitkan dengan kinerja, strategi, dan peningkatan nilai perusahaan. Sehingga perusahaan akan mendapatkan banyak manfaat dari proses pengukuran terhadap IC yang dimilikinya.

Banyak metode yang telah dihasilkan oleh para ahli di bidang IC. Bahkan pengamatan paling aktual dilakukan oleh Sveiby (2010), yang menyatakan telah ada 45 metode pengukuran IC yang dihasilkan oleh para ahli. Namun kemudian metode pengukuran tersebut dikelompokkan ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil lagi. Tetapi umumnya pembagian yang paling banyak dan mudah ditemukan adalah pengukuran non keuangan dan pengukuran keuangan.

(2)

Pada banyak aspek pengukuran non keuangan mengungguli pengukuran aspek-aspek keuangan. Misalnya ketika perusahaan merumuskan strategi, mengevaluasi pelaksanaan strategi, mengembangkan diri untuk pengembangan, diversifikasi dan ekspansi, untuk pemberian kompensasi, dan untuk berkomunikasi dengan stakeholders eksternal.

Artikel ini bertujuan untuk membahas pengukuran non keuangan mengungguli pengukuran keuangan dalam pengukuran intelectual capital. Pada awal penulisan dijelaskan tentang pentingnya dan manfaat pengukuran IC. Kemudian dibahas pula tentang metode pengukuran IC dan akhirnya akan dibahas tentang pengukuran non keuangan yang mengungguli pengukuran keuangan.

PENTINGNYA PENGUKURAN INTELLECTUAL CAPITAL

Pengukuran IC sangat penting artinya karena dapat mengembangkan pengetahuan tentang IC perusahaan yang berguna untuk pengambilan keputusan terkait dengan peningkatan atau penurunan elemen-elemen IC (Mouritsen, 2009). Secara ringkas Kannan and Aulbur (2004) menjelaskan alasan utama pengukuran IC yakni untuk mengetahui aset tersembunyi dan mengembangkan strategi untuk mencapai tujuan organisasi. Hal yang tidak jauh berbeda disampaikan oleh Marr and Gray (2002), yang menjelaskan alasan untuk mengukur IC adalah untuk merumuskan dan menilai strategi, memberikan dampak pada perilaku karyawan, dan untuk memvalidasi kinerja eksternal. Sedangkan menurut Andriessen (2004), tujuh alasan utama dalam pengukuran aset tak berwujud bagi manajemen internal adalah 1) memusatkan perhatian pada yang diukur (apa yang dapat diukur maka dapat dikelola), 2) mengembangkan manajemen sumber daya tak berwujud, 3) mencipta sumber daya berbasis strategi, 4) memonitor dampak dari tindakan-tindakan, 5) menerjemahkan strategi bisnis pada tindakan nyata, 6) menimbang berbagai tindakan, 7) meningkatkan manajemen bisnis secara keseluruhan.

(3)

Berbagai manfaat didapatkan bila organisasi melakukan pengukuran IC. Umumnya selalu dikaitkan dengan strategi perusahaan dan upaya untuk menggali unsur-unsur IC yang dapat meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan. Kannan and Aulbur (2004) memberikan penjelasan tentang manfaat pengukuran IC yakn:1) untuk mengidentifikasi dan memetakan aset tak berwujud, 2) untuk mengetahui aliran pola pengetahuan yang ada di organisasi, 3) memiliki prioritas pengetahuan yang utama, 4) akselerasi pola pembelajaran bagi organisasi, 4) praktik yang baik untuk identifikasi dan penyebaran ke perusahaan dari contoh-contoh bisnis yang ada, 5) memonitoring secara berkala nilai aset dan menemukan cara untuk meningkatkan nilai, 6) memahami jaringan sosial organisasi dan mengindentifikasi perubahan yang terjadi, 7) meningkatkan inovasi, 8) meningkatkan aktivitas kolaborasi dan berbagi budaya pengetahuan sebagai hasil peningkatan kepedulian atas manfaat manajemen pengetahuan (knowledge management), 9) meningkatkan persepsi diri karyawan pada organisasi dan meningkatkan motivasi, 10) meningkatkan budaya yang berorientasi kinerja.

Dengan demikian pengukuran IC dan knowledge management secara praktis akan menghasilkan manfaat bagi organisasi yakni untuk membantu menjelaskan strategi bisnis, mendesain proses dan meningkatkan keunggulan bersaing. Sedangkan Marr, et al (2002) menjelaskan alasan mengapa organisasi melakukan pengukuran terhadap intellectual

capital, yakni 1. untuk membantu organisasi merumuskan strateginya, 2. menilai

pelaksanaan strategi, 3. memberikan saran dalam diversifikasi dan keputusan ekspansi, 4. menggunakannya sebagai basis untuk pemberian kompensasi, dan 5. untuk mengkomunikasikan pengukuran pada stakeholders eksternal.

METODE PENGUKURAN INTELLECTUAL CAPITAL

Perkembangan metode pengukuran dari waktu ke waktu telah dilakukan oleh Sveiby. Pada tahun 2001, Sveiby mengamati ada 21 metode pengukuran (Sawarjuwono dan Kadir, 2003). Pada tahun 2007, ada 34 metode pengukuran aset tak berwujud (Sveiby, 2007), dan pada tahun 2010 terdapat 45 metode pengukuran (Sveiby, 2010). Pada setiap pengamatannya, Sveiby telah mengklasifikasikannya ke dalam beberapa metode yakni

market capitalization method, return on assets method, direct intellectual capital, dan scorecard method. Selain itu juga telah diklasifikasikan ke dalam kelompok pengukuran

(4)

Gambar I

Klasifikasi Metode Pengukuran Intangibles (Sveiby, 2010)

Penjelasan untuk masing-masing metode yang ada di gambar 1, terdapat di tabel

1.

Tabel I

Metode Pengukuran Intellectual Capital

Tahun Label Penganjur

Utama

Kategori Deskripsi

2009 ICU Report Sanchez (2009)

Scorecard Methods

(5)

Utama

Dikembangkan oleh Intellectual Assets Center di Skotlandia sebagai web didasarkan pada perigkat EVVICAE, yang didasarkan pada kerjaPatrickH.Sullivan (1995/2000)

Menggunakan konsep “The Knoware Tree” dengan empat perspektif (hardware, netware, wetware, software) untuk menciptakan seperangkat

indikator-Evaluasi karyawan dengan menggunakan analogi dari evaluasi aktiva tetap berwujud. Nilai karyawan adalah jumlah dari nilai pembelian karyawan dan nilai yang diinvestasikan pada karyawan dikurangi nilai penyesuaian karyawan

Intellectual asset-based mana-gement (IAbM) adalah petunjuk pelaporan IC yang dikenalkan oleh Mentri Perekonomian, Perdagangan dan Perindustrian Jepang. Laporan IAbM berisi tentang (1) filosofi manajemen; (2) laporan perkembangan masa lalu ke masa sekarang; (3) masa sekarang ke masa depan; (4) indikator asset intelektual. Desain indikator-indikator lebih banyak mengikuti petunjuk dari MERITUM, sebagaimana digambarkan oleh Johanson & al (2009).

2004 SICAP Scorecard

Methods

(6)

Tahun Label Penganjur

Versi modifikasi dari Skandia Navigator untuk Negara Kesejah-teraan nasional dibandingkan dengan dengan kesejahteraan keuangan dan intellectual capital (Human Capital+Structural Capital)

Metode ini dikembangkan di Norwegia dengan mengkombi-nasikan empat indeks yakni : Indentify Index, Human Capital Index, Knowledge Capital Index, Reputation Index

Model IC yang dikembangkan oleh Garcia (2001), dan menambah dua perspektif yakni transparansi dan kualitas.Metode ini juga mengidentifikasi elemen-elemen negatif yang menghasilkan kewajiban intelektual. Konsep

kewajiban intelektual

merepresentasikan jarak antara manajemen yang ideal dan manajemen yang nyata, dengan salah satu tugas entitas publik harus memenuhi untuk kemasyarakatan

Menurut metode ini, IC Statement berisi tentang : 1) narasi pengetahuan; 2) satu set tantangan manajemen; 3) jumlah inisiatif; 4)

(7)

Utama komponen, dengan setiap komponen terdiri dari elemen-elemen dan variable-variabel. Struktur capital dibagi menjadi dua yakni organizational capital dan technological capital. Relational capital dibagi menjadi business capital dan social capital. 2002 FiMIAM Rodov &

Leliaert

Menilai nilai moneter dari

komponen IC, dengan

mengkombinasikan kedua pengukuran baik untuk aktiva berwujud maupun aktiva tidak berwujud. Metode ini berusaha menghubungkan nilai IC terhadap nilai pasar atas dan nilai buku

Perluasan dari kerangka kerja Skandia Navigator yang menggabungkan ide dari The Intellectual Assets Monitor : peringkat efisiensi, pembaruan dan resiko

(8)

Tahun Label Penganju

Sebuah Uni Eropa yang menspon-sori riset yangmenghasilkan

kerangka kerja untuk

manajemendan pengungkapan aktiva tak berwujud dalam tiga tahap yakni 1) mengidentifikasi tujuan-tujuan strategis; 2) mengidentifikasi sumber daya-sumber daya tak berwujud; 3) tindakan untuk mengembangkan sumber daya tak berwujud. Tiga kelompok aktiva tak berwujud adalah human capital, structural capital dan relational capital.

2001 Caba &

Model pengukuran IC untuk sector public didasarkan pada European Foundation Quality Management Model (EFQM). Mengintegrasikan elemen-elemen dari model EFQM dengan tiga model komposisi intellectual capital yakni human capital, structural capital, dan relational capital. Seperti yang digambarkan oleh Ramirez Y (2010)

Model pengukuran IC untuk sector publik didasarkan pada IAM dengan indikator pertumbuhan atau efisiensi pembaruan dan stabilitas 2001 Knowledge

(9)

Utama

Dikembangkan oleh Wharthon Business School, bersama dengan Cap Gemini Ernst & Young Center for Business Business Inovation and Forbes. Mereka mengestimasi pentingnya perbedaan matrik non financial untuk menjelaskan nilai pasar perusahaan. Faktor berbeda untuk industri yang beda. Pengembang VCI mengklaim fokus pada

faktor-faktor yang

dipertimbangkan oleh pasar daripada yang dikatakan oleh manajer bahwa faktor-faktor tersebut penting.

Metodologi akuntansi diajukan oleh KMPG untuk menghitung dan mengalokasikan nilai kepada lima jenis intangible : (1) assets and endowments; (2) skills and tacit knowledge; (3) collective value and norm; (4) technology and explicit knowledge; (5) process management

Metode yang menaksir nilai dari intellectual property

(10)

Tahun Label Pengenjur

Lev (1999) Return On Assets (ROA)

Knowledge Capital Earnings di-hitung sebagai porsi atas kelebihan normalized earnings dan tambahan expected earnings yang bisa dihubungkan dengan book assets.

1998 Inclusive

Menggunakan hirarki dari weighted indicator yang dikombinasikan, dan focus pada nilai relative daripada nilai absolute. Kombinasi value added = monetary value added dikombinasikan dengan intangible value added.

Suatu sistem dari projected discounted cash flows. Perbedaan antara nilai AFTF pada akhir tahun dan awal periode adalah nilai tambah (value added) selama periode tersebut

Mengambil nilai sesungguhnya perusahaan untuk nilai pasar sahamnya dan membaginya kepada intangible capital + (Realized IC +

(11)

Utama

Dihitung dengan menyesuaikan laba yang diungkap perusahaan dengan beban yang berhubungan dengan intangible. Perubahan dalam IVA merupakan indikasi apakah intellectual capital perusahaan produktif atau tidak 1997 Value

Mengukur seberapa dan bagaimana efisiensi intellectual capital dan capital employed menciptakan nilai yang berdasar pada hubungan tiga komponen utama yaitu (1) capital employed; (2) human capital; (3) structural capital. VAICTM i = CEEi+HCEi+SCEi.http://www.vaic indikator individual yang merepresentasikan intellectual property dan komponen-komponen kepada satu indeks. Perubahan pada indeks kemudian dihubungkan dengan perubahan di dalam penilaian pasar perusahaan

Nilai intellectual capital suatu perusahaan ditaksir berdasarkan pada analisis diagnostik dari respon perusahaan terhadap 20 pertanyaan yang meliput empat komponen utama intellectual capital

(12)

Tahun Label Pengenjur kunci untuk indikatornya yakni nilai-nilai dan manajemen, proses strategi, sumber daya manusia, sumber daya struktural, konsultasi, hasil-hasil pelanggan, hasil-hasil

karyawan, hasil-hasil

kemasyarakatan, dan hasil- hasil keuangan. Laporan-laporan tersebut

Intellectual capital diukur melalui analisis 164 ukuran metric (91 berbasis intellectual dan 73 tradisional metrik) yang mencakup lima komponen : (a) keuangan; (b) pelanggan; (c) proses; (d) pembaruan dan pengembangan; (e) manusia

Manajemen memiliki indikator, berdasarkan pada tujuan stratejik perusahaan, untuk mengukur empat aspek dari penciptaan nilai dari asset tidak berwujud dari tiga kelompok aktiva tidak berwujud yakni : kompetensi orang, struktur internal, dan struktur eksternal. Penciptaan nilai melalui : (1) Pertumbuhan; (2) pembaruan; (3) utilisasi/efisiensi, dan (4) pengurangan resiko/stabilitas

(13)

Utama

Aplikasi manajemen HRCA telah berkembang luas di Finlandia. Rekening laba rugi human resource terkait dengan beban dibagi dalam tiga kategori untuk beban sumber daya manusia yakni renewal costs, , development costs, and exhaustion costs. Sebanyak 150 perusahaan Finlandia yang go public mulai menggunakan HR statement di tahun 1999.

Perbedaan antara nilai pasar saham perusahaan dan nilai buku bersih dijelaskan dengan tiga kategori terkait modal (capital) yakni human

capital, organizational capital, dan customer capital

Menghitung dampak tersembunyi dari beban terkait HR dengan penurunan laba perusahaan. Penyesuaian dibuat terhadap P & L. Intellectual capital diukur dengan menghitung kontribusi human assets yang dimiliki perusahaan dibagi dengan pengeluaran gaji yang dikapitalisasi

Pioner dalam akuntansi sumber daya manusia, Eric Flamholtz, telah mengembangkan sejumlah metode untuk menghitung nilai sumber daya manusia. Beberapa paper tersedia untuk didownload di home pagenya,yakni

(14)

Tahun Label Penganjur Utama

Kategori Diskripsi

1950’s Tobin’s q Tobin James

Market Capitaliza tion Methods (MCM)

“q” adalah rasio dari nilai pasar saham perusahaan dibagi dengan biaya pengganti (replacement cost) asset. Perubahan pada “q” merupakan proksi untuk pengukuran efektif tidaknya kinerja

intellectual capital perusahaan.

Sumber : Sveiby (2010)

Sementara itu Abdolmohammadi (1999), membagi metode pengukuran menjadi dua yakni indirect methods dan direct methods. Berikut penjelasannya :

Indirect Methods.

Metode ini menggunakan laporan keuangan seperti yang selama ini dikenal. Metode-metode yang termasuk dalam kelompok ini adalah :

a. Metode yang menggunakan konsep Return On Asset (ROA). Metode ini menghitung kelebihan return dari tangible assets milik perusahaan dan menganggapnya sebagai intangible assets untuk dihitung sebagai intellectual capital. Metode ini mudah untuk disajikan karena seluruh informasi telah tersedia dengan mudah pada laporan tahunan, dan dapat segera dibandingkan dengan rata-rata perusahaan sejenis. Kelemahannya adalah metode ini hanya mengukur intellectual capital perusahaan masa lalu karena mendasarkan pada historical cost dan belum dapat diterapkan pada perusahaan baru.

b. Metode Market Capitalization Method (MCM) yang memerlukan penyesuaian atas inflasi dan replacement cost. Metode ini melaporkan kelebihan kapasitas pasar perusahaan (yang dicerminkan dengan nilai pasar saham) atas stakeholders equity (setelah disesuaikan dengan inflasi dan replacement cost) sebagai nilai intellectual

capital. Salah satu metode yang terkenal adalah Tobin’s “Q”. Kelemahan dari metode ini adalah ketergantungan sepenuhnya pada pasar, dengan asumsi pasar efisien dan tidak disyaratkannya laporan keuangan yang disesuaikan terhadap inflasi.

Direct Intellectual Capital (DIC) Methods

Metode ini langsung menuju ke komponen intellectual capital. Variabel-variabel

intellectual capital dikelompokkan dalam kategori, kemudian dibagi ke dalam

komponen-komponen. Masing-masing kelompok intellectual capital. Misalnya Brooking (1996), mengklasifikasikan intellectual capital menjadi empat kategori yakni a) market

assets, misalnya merk, loyalitas konsumen; b) intellectual property, misalnya paten,

rahasia dagang; c) human centered assets, misalnya pendidikan, penguasaan pekerjaan; d)

(15)

KEUANGAN

Pengukuran non keuangan banyak direkomendasikan menggantikan pengukuran keuangan di era ekonomi berbasis pengetahuan (Cumby and Conrod, 2001; Kannan and Aulbur, 2004). Pengukuran non keuangan dirasakan lebih signifikan. Secara internal, aktivitas yang mencipta nilai bagi pemegang saham harus diidentifikasi dan dikelola dengan baik. Sedangkan secara eksternal, investor butuh akses untuk mencipta nilai. Dengan demikian baik secara internal dan eksternal organisasi membutuhkan cara yang tepat untuk memperoleh dan mengkomunikasikan aktivitas terkait dengan strategi dan visinya.

Sedangkan menurut Thornburg (1994) yang mengutip pendapat Edvinsson, menyatakan bahwa metode pengukuran non keuangan memiliki keunggulan yakni :

Non financial measures that help a company determine direction and predict success might include the number of customers the company has, the number of ideas customer bring to the company and how they are developed, the number of the software packages compared to the number of employees, how many people are tied into the internet system, how much networking is done between customers and employees, and similar measures that show the relationship between human, customer and structural capital”.

Berikutnya Hartono (2001) menguraikan beberapa keunggulan menggunakan pengukuran non keuangan dalam mengukur intangible assets perusahaan. Keunggulan tersebut adalah :

a. pengukuran secara non moneter akan mudah untuk menunjukkan unsur-unsur yang

membangun intellectual capital dalam perusahaan, sedangkan bila menggunakan ukuran moneter hal tersebut sulit untuk dilakukan;

b. pengaruh internal development dalam pembentukan intellectual capital tidak dapat

diiukur dengan pengukuran atribut moneter;

c. pengkapitalisasian biaya menjadi assets akan mengakibatkan adanya manipulasi

terhadap laba.

(16)

Merumuskan Strategi

Pengukuran non keuangan pada IC dapat digunakan untuk membantu merumuskan strategi bisnis. IC adalah strategi yang penting bagi perusahaan (Grant, 1991; Stewart, 2001; Andriessen and Tissen, 2000). Ketika perusahaan merumuskan strategi bisnisnya, tidak cukup hanya mengidentifikasi kekuatan kompetitif, peluang, dan tantangan industri, tetapi perusahaan harus juga mengidentifikasi kompetensinya, dan sumber daya untuk mengevaluasi kesempatan yang ada. Beda perusahaan bisa jadi beda pula pengembangan kompetensinya, dan pertanyaan yang harus dijawab adalah apakah perusahaan telah memiliki kompetensi yang tepat untuk meraih kesempatan yang ada.

Menurut Grant (1991), IC harusnya menjadi satu pusat yang harus dipertimbangkan dalam merumuskan strategi dan menjadi hal paling utama dimana perusahaan dapat membangun identitas dan kerangka strateginya serta sebagai salah satu sumber utama profitabilitas perusahaan. Bagaimanapun juga perusahaan perlu untuk mengidentifikasi dan mengembangkan IC-nya untuk memperoleh keunggulan kompetitif dan peningkatan kinerja (Petergraf, 1993; Prahad and Hamel, 1990; Teece et al, 1997). Kunci pendekatan sumber daya (resource-based approach) untuk merumuskan strategi adalah memahami hubungan antara intellectual capital, keunggulan bersaing, dan profitabilitas (Grant, 1991).

Marr et al, (2003) merangkum beberapa penelitian yang menguji hubungan antara perumusan strategi dengan IC yakni penelitian Peppard and Rylander (2001), Hall (1993), Marr et al (2001, 2002). Penelitian Peppard and Rylander (2001), menjelaskan tentang studi kasus perusahaan software telekomunikasi APiON yang dapat mengembangkan dan mengimplementasikan strategi pertumbuhan serta meningkatkan nilai bagi pemegang saham melalui pemanfaatan sumber daya intellectual capital. Penelitian Hall (1993), menghasilkan kesimpulan bahwa sumber daya tak berwujud (intangible resources) memainkan peranan penting dalam proses strategi manajemen. Demikian pula dengan penelitian Marr et al (2001, 2002) menghasilkan hal yang sama yakni perusahaan Lycos and Great Universal Store dapat mengidentifikasi aset pengetahuannya dan menghubungkannya dengan proses perumusan strategi.

(17)

Penggunaan pengukuran non keuangan pada IC sangat memungkinkan perusahaan untuk mengembangkan indikator kinerja kunci (key performance indicators) guna membantu mengevaluasi strategi perusahaan. Berdasarkan pengalaman pionir IC yakni Edvinsson dan Malone (1997) menyatakan bahwa informasi dari IC memiliki sedikit nilai kecuali bila dihubungkan dengan strategi perusahaan (Marr et al, 2003). Setiap sistem pengukuran kinerja harus digunakan untuk menilai dan mengevaluasi asumsi yang mendasari arah strategi saat ini. Memeriksa atau menolak asumsi strategi secara potensial akan berdampak pada alokasi sumber daya di perusahaan. Oleh karena itu, pengembangan pengukuran kinerja harus dipandu oleh strategi.

Banyak sistem pengukuran berasumsi bahwa hubungan kausal antara IC dan strategi didasarkan pada hipotesis bisnis, dimana perusahaan mampu mentransformasi IC ke dalam peta strategi. Peta strategi sendiri merupakan perwujudan dari asumsi strategi dan bercerita tentang sejarah bagaimana perusahaan mentransformasi IC-nya ke dalam tujuan-tujuan strategis seperti halnya tingkat pengembalian saham atau kepemimpinan pasar. Kaplan dan Norton (1996) menjelaskan bahwa untuk menilai strategi haruslah berkelanjutan dan dilakukan secara terus menerus.

Marr et al (2003) merangkum beberapa penelitian yang menguji hubungan kausalitas tersebut, yakni penelitian Ittner and Larcker (1998), Rucci, et al (1998), Neely and Al Najjar (2002), dan Marr et al (2002). Penelitian Ittner and Larcker (1998) menggunakan data pelanggan dan data unit bisnis, menemukan bukti bahwa pengukuran kepuasan pelanggan merupakan indikator utama dalam menilai perilaku pembelian kembali oleh pelanggan, pertumbuhan jumlah pelanggan, dan kinerja akuntansi (pendapatan unit bisnis, profit margin, dan retun on sales). Selanjutnya penelitian Rucci, et al (1998) mengembangan model bisnis untuk Sears yang sukses dari perilaku manajemen melalui sikap karyawan untuk kepuasan pelanggan dan kinerja keuangan. Penelitian Neely and Al Najjar (1998) juga memberikan bukti adanya hubungan positif antara kepuasan karyawan, kepuasan pelanggan dan kinerja keuangan. Dan penelitian Marr et al (2002) menunjukkan bukti bahwa Shell International memperoleh dampak positif dari aset tak berwujud (intangibles assets) seperti kepuasan pelanggan, budaya organisasi, lingkungan dan tanggung jawab sosial pada strategi perusahaan dan kinerja keuangan.

(18)

Strategi Pengembangan, Diversifikasi dan Ekspansi

Pengukuran non keuangan IC sangat berarti bagi strategi pengembangan, diversifikasi dan ekspansi. Hal tersebut dikarenakan kebutuhan untuk dapat mengakses IC sangat diperlukan untuk kebutuhan tersebut. Ketika perusahaan berencana untuk mengembangkan, mendiversifikasi, dan juga ekspansi dalam bentuk merger dan akuisisi maka perusahaan akan mencari cara terbaik untuk dapat mengeksplotasi sumber dayanya (Teece, 1980; Montgomery and Wernerfelt, 1988), dan hal tersebut hanya dapat dilakukan dengan pengukuran non keuangan. Tetapi ketika perusahaan kekurangan sumber daya baik berwujud maupun tidak berwujud, maka biasanya akan mencari sumber daya dari perusahaan lain melalui hubungan internal antar perusahaan. Caranya dengan aliansi strategi, joint ventures, dan merger serta akuisisi. Lev (2001) menyarankan bahwa jaringan ekonomi dan hubungan sinergi dengan riset dan pengembangan (R&D), dan sumber daya tak berwujud lainnya adalah isu utama dalam akuisisi perusahaan, diversifikasi dan aliansi. Hal ini menjadi bukti pentingnya kebutuhan perusahaan untuk mengakses IC.

Ketika melakukan akuisisi, maka dibutuhkan kombinasi aset tak berwujud antar perusahaan. Juga kebutuhan untuk memahami sifat dasar dan sumber daya aset tak berwujud termasuk IC. Selain itu agar upaya untuk mendongkrak aset tak berwujud memiliki nilai yang tinggi dalam akuisisi, maka dibutuhkan kemampuan untuk mengidentifikasi dan mengukur IC perusahaan. Demikian pula dengan banyaknya aset tak berwujud yang terpendam dalam organisasi seperti budaya organisasi, rutinitas, dan pengetahuan yang tentunya proses ini menimbulkan tantangan besar untuk dapat mengurai dan mengidentifikasinya.

Walau tidak banyak penelitian yang menguji secara teoritis wilayah strategi pengembangan, diverisifikasi dan ekspansi, tetapi Marr et al (2003) merangkum beberapa penelitian yang dianggap bisa mewakili untuk tujuan tersebut. Penelitian Gupta and Roos (2001) menjelaskan tentang bagaimana pengukuran IC dapat digunakan untuk tujuan merger organisasi dan strategi perusahaan. Morck and Yeung (2003) menghasilkan penelitian dengan kesimpulan bahwa diversifikasi mampu menambah nilai bagi aset tak berwujud kaitannya dengan pekerjan riset dan pengembangan (R&D). Penelitian Des et al (2003) memberikan bukti empiris bahwa aliansi strategi menciptakan nilai dalam kaitannya dengan kreasi IC.

Kompensasi

(19)

pengembangan aset tak berwujud seperti kapabilitas karyawan dan kepuasan pelanggan (Ittner and Larcker, 1998). Selanjutnya dalam agency model menyarankan bahwa pengukuran keuangan saja dalam perencanaan kompensasi bukanlah cara yang efisien dalam memotiasi karyawan. Oleh karena itu, disarankan agar pengukuran keuangan dilengkapi atau bahkan diganti dengan pengukuran non keuangan, dimana lebih informatif terkait dengan karyawan dan dapat mengembangkan ide-ide tentang kompensasi (Ittner and Larcker, 2002).

Alasan utama penggunaan pengukuran non keuangan dalam skema kompensasi adalah bahwa pengukuran ini lebih lebih unggul dibanding pengukuran keuangan. Alasan kedua adalah bahwa dalam perencanaan kompensasi diperlukan tingkat informasi yang lebih tinggi terkait dengan pengukuran kinerja manajerial dan tindakan-tindakan yang diinginkan oleh perusahaan. Penelitian Ittner et al (1997) terhadap 317 perusahaan menemukan bukti adanya hubungan antara strategi perusahaan dan pengukuran kinerja terkait dengan rencana pemberian intensif bagi eksekutif perusahaan. Pengukuran kinerja yang dimaksud adalah penggunaan pengukuran kinerja non keuangan, dimana pengukuran tersebut dianggap lebih berorientasi pada strategi inovasi dan juga berorientasi pada kualitas. Hal tersebut mendukung gagasan bahwa perusahaan yang memiliki aset tak berwujud lebih bernilai seperti lebih inovatif dan berorientasi pada kualitas, cenderung untuk lebih menempatkan dan memilih pengukuran kinerja non keuangan daripada yang keuangan. Bukti nyata penggunaan pengukuran non moneter untuk kompensasi di perusahaan dilakukan oleh Chrysler Corporation, dan Ford Motor Company ((Lavin, 1994 dan Anon, 1998, dalam Marr et al, 2003).

Komunikasi Pada Stakeholders Eksternal

(20)

Hasil penelitian yang menguji tentang masalah ini adalah penelitian Narayanan et al (2000) yang menyatakan bahwa perusahaan yang mampu untuk membuat disclosure yang bermakna terkait dengan prospek jangka panjang akan memperoleh penilaian pasar yang lebih baik. Berikutnya penelitian Brynjolfsson and Yang (1999) yang menggunakan analisis regresi dimana hasilnya adalah pengeluaran terkait aktiva tak berwujud seperti riset dan pengembangan (R&D) dan investasi pembelian komputer memiliki dampak positif pada nilai pasar 1.000 perusahaan besar.

Hasil yang sama dinyatakan oleh Aboody and Lev (2000) yakni satu dollar investasi dalam riset dan pengembangan kimia akan meningkatkan rata-rata pendapatan operasi saat ini dan masa datang sebesar dua dollar. Apabila diamati perkembangan yang ada tentang komunikasi yang harus dilakukan kepada pihak eksternal, nampak ada pergeseran orientasi. Orientasi masa lalu menyatakan bahwa pihak eksternal hanya membutuhkan informasi-informasi keuangan saja, sedangkan pihak internal membutuhkan informasi non keuangan. Tetapi dari hasil penelitian menunjukkan bahwa disclosure yang baik akan berdampak pada penilaian pasar yang lebi baik. Dengan demikian pengukuran non keuangan juga sangat diperlukan dalam berkomunikasi dengan pihak stakeholders eksternal.

Pada sisi lain, memang pengukuran keuangan dirasakan lebih handal, dapat diperbandingkan dan diterima secara umum. Tetapi kelemahannya terlalu melihat ke belakang (backward looking) (Marr et al, 2003; Cumby and Conrod, 2001), padahal manajemen dan direktur perusahaan butuh cara untuk melihat masa depan agar mampu untuk mengidentifikasi proses dan aktivitas yang menghasilkan nilai lebih dalam jangka panjang. Perhatian pada data keuangan historis saja tidaklah cukup. Sehingga dibutuhkan faktor-faktor non keuangan seperti loyalitas pelanggan, kepuasan karyawan, proses internal dan inovasi organisasi untuk memperoleh nilai bagi pemegang saham secara berkesinambungan (Cumby and Conrod, 2001).

(21)

Simpulan

Pengukuran non keuangan pada IC dirasa lebih unggul dan memberikan keuntungan bagi perusahaan karena pengukuran ini mampu “melihat isi perusahaan lebih dalam” dibandingkan dengan pengukuran keuangan. Dengan kemampuan tersebut maka akan lebih mudah untuk menemukan unsur-unsur pembentuk IC, yang selanjutnya dapat dikelola dan dikaitkan dengan kinerja, strategi, dan peningkatan nilai perusahaan. Sehingga perusahaan akan mendapatkan banyak manfaat dari proses pengukuran terhadap IC yang dimilikinya.

Saran

Bagi organisasi atau perusahaan harus mampu melakukan pengukuran non keuangan terhadap IC sehingga dapat menerima manfaat atas pengukuran tersebut. Untuk peneliti atau para ahli yang bergerak dalam bidang IC, harus mampu menggali metode-metode pengukuran non keuangan yang lebih mudah, terukur, handal, dapat diterima secara umum sehingga memberikan kemanfaatan bagi organisasi dan perusahaan. Sedangkan bagi organisasi atau perusahaan yang tetap menggunakan pengukuran keuangan hendaknya melampiri dengan pengukuran non keuangan sehingga disclosure tentang IC dapat memberikan manfaat jangka panjang.

DAFTAR PUSTAKA

Aboody, D. and Lev, B. 1998. The Value Relevance of Intangibles : The Case of Software Capitalization. Journal of Accounting Research. Vol 36 (Supplement), pp 161-91

Abdolmohammadi, Mohammad J. 1999. “The Component of Intellectual Capital for

Accounting Measurement”.

www.sbaer.lka.edu/research/1999/wdsi/99wds.024.htm. Diakses 25 Oktober

2010. Jam 20.30 WIB

Andrissen, D. and Tiessen, R. 2000. Weight Wealth : Find Your Real Value in A Future

of The Intangible Assets. FT Prentice Hall, London

Andriessen, Daniel. 2004. Making Sense of INTELLECTUAL CAPITAL. Designing a

Method for the Valuation of Intangibles. USA : Elsevier, Inc

(22)

Brynjolfsson, E. and Yang, S. 1999. The Intangible Cost and Benefits of Computer Investment : Evidence from The Financial Market. MIT Working Paper. Cambridge, MA

Bukh, P.N. 2003. Commentary, The Relevance of Intellectual Capital Disclosure a Paradox. Accounting, Auditing and Accountability Journal. Vol 16 No 1, pp 49-56

Cumby, Judy. and Joan Conrod. 2001. Non Financial Performance Measures in The Canadian Biotechnology Industry. Journal of Intellectual Capital. Vol 2 No 3, pp 261-271

Edvinsson, L and M Malone. 1997. Intellectual Capital : Realizing Your Company’s True Value by Finding Its Hidden Brainpower. HapperCollins. New York

Grant, R.M. 1991. The Resource-Based Theory of Competitive Advantage : Implication for Strategic Formulation. California Management Review. Vol 33, pp 14-35

Hartono, B. 2001. Intellectual Capital : Sebuah Tantangan Akuntansi Masa Depan. Media

Akuntansi. Edisi 21/Oktober. Hlm 65–72

Holland, J. 2001. Financial Institution, Intangibles, and Corporate Governance.

Accounting, Auditing & Accountability Journal, Vol 14 No 4, pp 479-529

Ittner, CD., Larker, D.F, and Rajan, M.V. 1997. The Choice of Performance Measures in Annual Bonus Contract. The Accounting Review. Vol 72 No 2, pp 231–55

Ittner, Christopher D, and David F. Larcker. 1998. Are Nonfinancial Measures Leading Indicators of Financial Performance ? An Analysis of Customer Satisfaction.

Journal of Accounting Research. Vol 36 Supplemen.

_____, 2002. Determinants of Performance Measures Choices in Worker Incentive Plans.

Journal of Labor Economic, Vol 20 No 2, pp58 -90

Kaplan, R.S, and Norton, D.P. 1992. The Balance Scorecard – Measure That Drive Performance. Harvard Business Review, Vol 70, oo 71–9

Kannan, Gopika, and Wilfried G. Aulbur. 2004. Intellectual Capital, Measurement Effectiveness. Journal of Intellectual Capital. Vol 5 No 3, pp 389–413

(23)

Intellectual Capital. Proceeding of Transparent Enterprises. Conference. Madrid.

Marr, Bernard., Dina Gray, and Andy Neely. 2003. Why Do Firms Measure Their Intellectual Capital. Journal of Intellectual Capital. Vol 4 No 4, pp 441 - 464

Marr, Bernadr, Gianni Schiuma, and Andy Neely. 2004. Intellectual Capital – Defining Key Performance Indicators for Organizational Knowledge Assets. Business

Prosess Management. Vol 10 No 5, pp 551–569

Mouritsen, Jan. 2009. Classification, Measurement, and The Ontology of Intellectual Capital Entities. Journal of Human Resources Costing & Accounting. Vol 13 No 2, pp 154–162.

Narayanan, VK., Pinches, G.E., Kelm, K.M, and Lander, D.M. (2000). The Influence of Voluntary Disclosure Qualitative Information. Strategic Management Journal. Vol 21, pp 707-22

Petergraf, M.A. 1993. The Corner Stone of Competitive Advantage : A Resouce-Based View. Strategic Management Journal. Vol 14, pp 179-88

Prahad, C.K, and Hamel, G. The Core Competence of The Corporation. Harvard

Business Review, Vol 68, pp 79–91

Rucci, A.J., Kirn, S.P., and Quinn, R.T. 1998. The Employee-customer profit chain at Sears. Harvard Business Review. Vol 76, pp 82–98

Sawarjuwono, Tjiptohadi, dan Agustine Prihatin Kadir. 2003. Intellectual Capital : Perlakuan, Pengukuran, dan Pelaporan (Sebuah Library Research). Jurnal

Akuntansi dan Keuangan. Vol 5 No 1, Mei, hal 35-57

Stewart, Thomas A. 2001. The Wealth of Knowledge–Intellectual Capital and Twenty– First Century Organization. Nicholas Brealy Publishing, London

Sveiby, Karl Erik. 2001. Method for Measuring Intangibles Assets. www.sveiby.com/articles. Diakses 27 Oktober 2010. Jam 21.15 WIB

(24)

_____, 2010. Method for Measuring Intangibles Assets. www.sveiby.com/articles. Diakses 10 Desember 2010. Jam 16.35 WIB

Teece, D.J., Pissano, G. and Shuen, A. 1997. Dynamic Capabilities and Strategic Management. Strategic Management Journal. Vol 18. No 7, pp 509–33

Referensi

Dokumen terkait

Indikator penilaian yang menjadi prioritas selanjutnya (kuadran C) untuk ditingkatkan layanannya sesuai dengan urutan prioritas berdasarkan nilai PGCV tertinggi

Setelah bawang daun dipanen dilakukan pembersihan terhadap tanah yang masih menempel pada bawang dau yang telah dipanen, selain itu juga dilakukan pembersihan terhadap

Dari data di lapangan diperoleh data bahwa penilik PLS Kabupaten Gunungkidul belum sepenuhnya memahami dan memiliki standar kompetensi.. Standar kompetensi

bahwa dalam upaya meningkatkan peran penyelenggara hiburan terhadap penerimaan pendapatan asli daerah serta sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor

tsanyak ahli geologi yang melaku- kan penelitian di daerah Bayat, antara la- in: Bothe (1929), membuat stratigrafi da- erah Perbukitan Jiwo serta mengusulkan nama

Beberapa penelitian tersebut menjadi bukti bahwa konseling berfokus solusi yang diintegrasikan dengan seni kreatif, atau yang dalam hal ini dinamai CSFCM memiliki peluang

Dinyatakan oleh Rogers (1983) penyuluh sebagai agen pengubah adalah seseorang yang atas nama pemerintah atau lembaga penyuluhan berkewajiban untuk mempengaruhi proses

They are stakeholders involved in or associated with FORCLIME such as national, provincial and district governments, Forest Management Units, forestry education and training