• Tidak ada hasil yang ditemukan

tugas prof arfah tentang waralaba franchise

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "tugas prof arfah tentang waralaba franchise"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

Tugas Mata Kuliah : HUKUM PERIKATAN

D o s e n

:

Prof.Dr. H.A Muh Arfah Pattenreng, SH., MH

ASPEK HUKUM KONTRAK INTERNASIONAL

FRANCHISE

(WARALABA)

HARRY KATUUK

No.Pokok 45 100 15

PROGRAM PASCASARJANA S2

MAGISTER ILMU HUKUM

UNIVERSITAS 45

MAKASSAR

(2)

Kata Pengantar

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang maha Esa, penulis dapat menyelesaikan tugas ini. Di sana-sini makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk itu diharapkan sumbang saran dari teman-teman dalam kelas terhadap tulisan ini yang berjudul ASPEK HUKUM KONTRAK

INTERNASIONALFRANCHISE(WARALABA)

Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnmya kepada Prof.Dr. H. A. Muh. Arfah Pattenreng, SH,MH yang membimbing untuk menulis makalah dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum, dan beliau juga sebagai dosen pengasuh mata kuliah Hukum Perikatan pada Program Magister Hukum Universitas 45 Makassar.

Semoga tulisan ini bermanfaat.

(3)

DAFTAR ISI

- Halaman judul ……….. i

- Kata Pengantar ……….……….. ii

- Daftar Isi ………..……….…. iii

BAB – I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……….……..……….. 1

1.2 Permasalahan ………..………… 5

1.3 Tujuan ……….. 5

1.4 Kegunaan ………..……… 5

BAB–II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Waralaba …... 6

2.2 Pengertian Waralaba ………. 7

2.3 Bentuk Perjanjian Waralaba ……..…..…. 10

2.4 Aspek Hukum Kontrak Dalam Waralaba ……. 12

2.5 Asas Asas Hukum Kontrak ………... 14

2.6 Syarat-Syarat Sahnya Kontrak ……... 15

BAB-III PEMBAHASAN 3.1 Aspek Hukum Waralaba (Franchise) ……… 17

3.2 Perbedaan Pemberian Waralaba dengan Lisensi 20 3.3 PerkembanganFranchisedi Dunia Bisnis Internasional ……… 27

BAB-IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan ……… 32

4.2 Saran-Saran ……… 32

(4)

BAB – I

P E N D A H U L U A N

1.1. Latar Belakang

Istilahfranchise menurut S. Muharam (http://www.SMfr@nchise) menjadi

istilah yang akrab dengan masyarakat, khususnya masyarakat bisnis Indonesia.

Istilah ini kemudian menarik perhatian banyak pihak untuk mendalaminya.

Karena perhatian itu maka istilah franchise dimodifikasi dengan istilah

waralaba. Istilah Waralaba diperkenalkan pertama kali oleh Lembaga

Pendidikan dan Pengembangan Manajemen (LPPM) sebagai padanan istilah

franchise. Waralaba berasal dari kata wara (lebih atau istimewa ) dan laba (

untung ), maka waralaba berarti usaha yang memberikan laba lebih / istimewa.

Lebih lanjut S. Muharam mengatakan waralaba digambarkan sebagai

perpaduan bisnis “besar” dan “kecil” yaitu perpaduan antara energi dan

komitmen individual dengan sumber daya dan kekuatan sebuah perusahaan

besar. Waralaba adalah suatu pengaturan bisnis dimana sebuah perusahaan

(franchisor ) memberi hak pada pihak independen (franchisee) untuk menjual

produk atau jasa perusahaan tersebut dengan peraturan yang ditetapkan oleh

franchisor. Franchisee menggunakan nama, goodwill, produk dan jasa,

prosedur pemasaran, keahlian, sistem prosedur operasional, dan fasilitas

penunjang dari perusahaan franchisor. Sebagai imbalannya franchisee

membayar royalti ( biaya pelayanan manajemen ) pada perusahaan franchisor

(5)

Dalam rangka meningkatkan pembinaan usaha waralaba di seluruh

Indonesia maka perlu mendorong pengusaha nasional terutama pengusaha

kecil dan menengah untuk tumbuh sebagai pemberi waralaba nasional yang

handal dan mempunyai daya saing di dalam negeri dan luar negeri khususnya

dalam rangka memasarkan produk dalam negeri. Oleh karrena itu dibutuhkan

perana npemerintah (negara) dalam menatakelola waralaba (Satjipto Rahardjo,

1978: 13).

Pemerintah memandang perlu mengetahui legalitas dan bonafiditas usaha

Pemberi Waralaba baik dari luar negeri dan dalam negeri guna menciptakan

transparansi informasi usaha yang dapat dimanfaatkan secara optimal oleh

usaha nasional dalam memasarkan barang dan/atau jasa dengan Waralaba.

Disamping itu, Pemerintah dapat memantau dan menyusun data waralaba baik

jumlah maupun jenis usaha yang diwaralabakan. Untuk itu, Pemberi Waralaba

sebelum membuat perjanjian Waralaba dengan Penerima Waralaba, harus

menyampaikan prospektus penawaran Waralaba kepada Pemerintah dan calon

Penerima Waralaba. Disisi lain, apabila terjadi kesepakatan perjanjian

Waralaba, Penerima Waralaba harus menyampaikan perjanjian Waralaba

tersebut kepada Pemerintah.

Kegiatan waralaba (franchise) sebagai bentuk usaha banyak mendapat

perhatian para pelaku bisnis, dikarenakan dapat menjadi salah satu cara untuk

meningkatkan kegiatan perekonomian dan memberikan kesempatan kepada

(6)

memberikan kesempatan kerja, pemerataan dan juga menciptakan lapangan

kerja masyarakat.

Bidang atau sektor yang sering dilakukan dengan cara franchise yaitu

bidang minuman (Coca Cola), makanan (Mc Donald’s dan Kentucky Fried

Chiken), Perhotelan (Hyatt, Ibis, Natour Garuda), Restoran, Pendidikan, Fast

Fooddan lain sebagainya (Deden Setiawan, 2007:13)

Sering disebut-sebut bahwa franchise merupakan The hottest business in the

world, (Bambang Tjatur Iswanto, 2007:5) betapa tidak, dengan konsep bisnis

ini, orang dapat langsung dengan sekejap berkibar di bidang-bidang bisnis

tertentu yang merek, paten atau sistem bisnisnya sudah sangat populer bukan

saja di Indonesia bahkan di seluruh dunia, padahal untuk mempopulerkan

merek, paten atau sistem bisnis tadi memerlukan waktu puluhan tahun.

Namun tidak sedikit juga yang gagal, dengan konsep bisnisfranchiseini,

seorang franchisee (penerima franchise) dapat langsung “ngompreng”

popularitas produk dan merek orang lain tanpa perlu harus

mengembangkannya sendiri produk tersebut. Berkat adanya inovasi di bidang

transaksi bisnis ini yang kemudian dikenal dengan sebutan franchise maka kita

dapat mencicipi lezatnya hamburger produk Mc Donald yang berasal dari

negara Amerika itu, orang tidak perlu jauh-jauh harus ke Amerika, tetapi cukup

menikmatinya di salah satu restoran Mc Donald yang bertebaran di kota-kota di

Indonesia..

(7)

kepada para pihak. Jika salah satu pihak melanggar isi perjanjian waralaba,

maka pihak yang lain dapat menuntut pihak yang melanggar sesuai dengan

hukum yang berlaku.

Saat ini sektor bisnis waralaba sudah sangat beragam artinya tidak

hanya didominasi oleh sektor makanan saja tetapi mulai dari sektor usaha

pendidikan, salon, retail, laundry, kebugaran, pencucian mobil, aksesoris

kendaraan sudah banyak yang diwaralabakan. Bahkan apotek misalnya Apotek

K-24 Semarang yang mencanangkan untuk go public melalui franchise (Nurin

Dewi Arifiah, 2008:20).

Bisnis waralaba adalah bisnis favorit di Indonesia. Ini terlihat dari jumlah

pelaku waralaba yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Ketua WALI

(Waralaba & Lisensi Indonesia), Levita Supit, menyebutkan bahwa sepanjang

tahun 2010 ini omzet waralaba di Indonesia diperkirakan sebesar 100 triliun

rupiah. Jumlah pekerja yang berada di sektor waralaba di tahun 2010 ini

diperkirakan sebesar 1,2 juta jiwa. Ini artinya sektor waralaba adalah sektor

bisnis yang potensial dalam meningkatkan perekonomian dan menyerap tenaga

kerja di Indonesia.(http://www.waralabaku.com/)

Di lain pihak menurut situs terebut bahwa sepanjang tahun 2010 ini pula,

sudah 13 waralaba asing masuk ke Indonesia. Bagi negara lain, terutama

negara-negara tetangga, Indonesia dianggap sebagai pangsa pasar yang

potensial untuk bisnis waralaba. Amir Karamoy selaku Ketua Komite Tetap

(8)

di Indonesia adalah salah satu yang terpesat di dunia, bahkan yang terpesat di

Asia, yaitu sekitar 6-7% per tahun. Namun sayangnya hanya sebagian kecil dari

usaha tsb yang dianggap layak dan siap untuk bersaing dengan waralaba asing

untuk memasuki pasar internasional. Beberapa dari mereka mencoba untuk

menembus pangsa internasional namun kebanyakan hanya bertahan paling

lama 2 tahun.

1.2. Permasalahan

Permasalahan dalam makalah ini adalah bagaimanakan perkembangan

hukum kontrak internasional terhadap kegiatan bisnisfranchise(waralaba)

1.3. Tujuan

Tujuan makalah ini adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana

perkembangan hukum kontrak internasional terhadap kegiatan bisnis franchise

(waralaba).

1.4. Kegunaan

Kegunbaan dalam penulisan makalah ijni adalah untuk mmemberikan

sumbangan pemikian terhadap perkembangan kegiatan bisnis franchise

(waralaba) ditinjau dari aspek hokum kontrak internasional dalam kaitannya

dengan mata kuliah Hukum Perikatan pada Program Pascasarjana S2 Ilmu

(9)

BAB – II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Waralaba

Sejarahfranchisedimulai di Amerika Serikat oleh perusahaan mesin jahit

Singer sekitar tahun 1850 – an. Pada saat itu, Singer membangun jaringan

distribusi hampir di seluruh daratan Amerika untuk menjual produknya. Di

samping menjual mesin jahit, para distributor tersebut juga memberikan

pelayanan purna jual dan suku cadang. Jadi para distributor tidak semata

menjual mesin jahit, akan tetapi juga memberikan layanan perbaikan dan

perawatan kepada konsumen (Deden Setiawan 2007:13). Walaupun tidak

terlampau berhasil, Singer telah menebarkan benih untuk franchising di masa

yang akan datang dan dapat diterima secara universal.

Walaupun usahanya tersebut gagal, namun dialah yang pertama kali

memperkenalkan format bisnis waralaba ini di AS. Kemudian, caranya ini diikuti

oleh pewaralaba lain yang lebih sukses, John S Pemberton, pendiri Coca Cola.

Namun, menurut sumber lain, yang mengikuti Singer kemudian bukanlah Coca

Cola, melainkan sebuah industri otomotif AS, General Motors Industry ditahun

1898. (http://id.wikipedia.org/wiki/Waralaba).

Pola ini kemudian diikuti oleh industri minyak dengan pompa bensinnya

serta industri minuman ringan. Mereka ini adalah para produsen yang tidak

mempunyai jalur distribusi untuk produk-produk mereka, sehingga

(10)

Sesudah perang dunia ke II, usaha eceran mengadakan perubahan dari

orientasi produk ke orientasi pelayanan. Disebabkan kelas menengah mulai

sangat mobile dan mengadakan relokasi dalam jumlah besar ke daerah-daerah

pinggiran kota, maka banyak rumah makan / restoran atau drive in

mengkhususkan diri dalam makanan siap saji dan makanan yang bisa segera di

makan di perjalanan (http : www.waralaba.com)

Pada awalnya istilah franchise tidak dikenal dalam kepustakaan Hukum

Indonesia, hal ini dapat dimaklumi karena memang lembaga franchise ini sejak

awal tidak terdapat dalam budaya atau tradisi bisnis masyarakat Indonesia.

Namun karena pengaruh globalisasi yang melanda di berbagai bidang, maka

franchise ini kemudian. masuk ke dalam tatanan budaya dan tatanan hukum

masyarakat Indonesia (Tengku Keizerina Devi Azwar :2005:1-2.

Waralaba mulai ramai dikenal di Indonesia sekitar tahun 1970-an dengan

mulai masuknya franchise luar negeri seperti Kentucky Fried Chicken,

Swensen, Shakey Pisa dan kemudian diikuti pula oleh Burger King dan Seven

Eleven, Walaupun sistem franchise ini sebetulnya sudah ada di Indonesia

seperti yang diterapkan oleh Bata dan yang hampir menyerupainya ialah

SPBU-pompa bensin Deden Setiawan (2007: 6).

2.2. Pengertian Waralaba ( Franchise)

Pengertian Franchise berasal dari bahasa Perancis affranchir yang

(11)

terkandung makna, bahwa seseorang memberikan kebebasan dari ikatan yang

menghalangi kepada orang untuk menggunakan atau membuat atau menjual

sesuatu (Ridwan Khairandy, 2000:133) Dalam bidang bisnis franchise berarti

kebebasan yang diperoleh seorang wirausaha untuk menjalankan sendiri suatu

usaha tertentu di wilayah tertentu (Richard Burton Simatupang, 2003:56).

Franchise ini merupakan suatu metode untuk melakukan bisnis, yaitu

suatu metode untuk memasarkan produk atau jasa ke masyarakat. Selanjutnya

disebutkan pula bahwa franchise dapat didefinisikan sebagai suatu sistem

pemasaran atau distribusi barang dan jasa, di mana sebuah perusahaan induk

(franchisor) memberikan kepada individu atau perusahaan lain yang berskala

kecil dan menengah (franchisee), hak – hak istimewa untuk melaksanakan

suatu sistem usaha tertentu dengan cara yang sudah ditentukan, selama waktu

tertentu, di suatu tempat tertentu (Richard Burton Simatupang,2003:56).

Sementara itu Munir Fuady (1994:341–345) menyatakan bahwa

franchise atau sering disebut juga dengan istilah waralaba adalah suatu cara

melakukan kerjasama di bidang bisnis antara 2 ( dua ) atau lebih perusahaan,

di mana 1 ( satu ) pihak akan bertindak sebagai franchisor dan pihak yang lain

sebagai franchisee, di mana di dalamnya diatur bahwa pihak - pihak franchisor

sebagai pemilik suatu merek dariknow - howterkenal, memberikan hak kepada

franchisee untuk melakukan kegiatan bisnis dari / atas suatu produk barang

atau jasa.

(12)

banyak definisi dan pendapat yang dikemukakan tentang sistim ini, beberapa

diantaranya :

1. Franchise adalah sistim pemasaran atau distribusi barang dan jasa, dimana

sebuah perusahaan induk (franchisor) memberikan kepada individu atau

perusahaan lain (franchisee) yang berskala kecil dan menengah, hak

istimewa untuk melakukan suatu sistem usaha tertentu, dengan cara

tertentu, waktu tertentu, dan di suatu tempat tertentu.

2. Franchise adalah sebuah metode pendistribusian barang dan jasa kepada

masyarakat konsumen, yang dijual pada pihak lain yang berminat. Pemilik

dari metode yang dijual ini disebut “Franchisor”, sedangkan pembeli hak

untuk menggunakan metode itu disebut “Franchisee”.

3. Franchising adalah suatu hubungan berdasarkan kontrak antara franchisor

dan franchisee. Franchisor berkewajiban untuk menyediakan perhatian

terus-menerus pada bisnis darifranchiseemelalui penyediaan pengetahuan

dan pelatihan. Franchisee beroperasi dengan menggunakan nama dagang,

format, atau prosedur yang dipunyai serta dikendalikan oleh franchisor.

Franchiseemelakukan investasi dalam bisnis yang dimilikinya.

4. Hubungan kerjasasama (franchising) terwujud bila terdapat sebagai berikut:

- Ada paket usaha yang ditawarkan oleh franchisor.

- Franchiseeadalah pemilik unit usaha.

- Ada kerjasama antara franchisee dan franchisor dalam pengelolaan unit

(13)

- Ada kontrak tertulis yang mengatur kerjasama antara franchisor dan

franchisee.

2.3. Bentuk Perjanjian Waralaba

Dalam franchise, dasar hukum dari penyelenggaraannya adalah kontrak

antara kedua belah pihak. Kontrak franchise biasanya menyatakan bahwa

franchise adalah kontraktor independent dan bukannya agen atau pegawai

franchisor. Namun demikian perusahaan induk dapat membatalkan franchise

tersebut, bila franchisee melanggar persyaratan - persyaratan dalam

persetujuan itu. Sebagaimana halnya lisensi adalah suatu bentuk perjanjian

yang isinya memberikan hak dan kewenangan khusus kepada pihak penerima

waralaba. Unsur yang terdapat dalam waralaba menurut Mariam Darus

Badrulzaman (2005:27) tersebut adalah :

1. Merupakan suatu perjanjian

2. Penjualan produk / jasa dengan merek dagang pemilik waralaba (franchisor)

3. Pemilik waralaba membantu pemakai waralaba (franchisee) di bidang

pemasaran, manajemen dan bantuan tehnik lainnya.

4. Pemakai waralaba membayar fee atau royalty atas penggunaan merek

pemilik waralaba.

Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang –

undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan – persetujuan itu tidak

dapat ditarik kembali, selain kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan

(14)

persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik (Mariam Darus

Badrulzaman, 2005:27). Karena itu pula suatu perjanjian franchiseyang dibuat

oleh para pihak yaitu franchisor dan franchise berlaku sebagai undang-undang

pula bagi mereka. KUH Perdata tidak menempatkan perjanjian franchise

sebagai suatu perjanjian bernama secara langsung, seperti jual beli,

sewa-menyewa dan sebagainya.

Di dalam perjanjian diperlukan kata sepakat, sebagai langkah awal

sahnya suatu perjanjian yang diikuti dengan syarat-syarat lainnya maka setelah

perjnjian tersebut maka perjanjian itu akan berlaku sebagai undang- undang

bagi para pihaknya hal itu diatur dalam pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata.

Disamping kedua asas diatas ada satu faktor utama yang harus dimiliki

oleh para pihak yaitu adanya suatu itikad baik dari masing-masing pihak untuk

melaksanakan perjanjian. Asas tentang itikad baik itu diatur didalam pasal 1338

ayat 3 KUHPerdata yang berbunyi : “Suatu Perjanjian harus dilaksanakan

dengan itikad baik”.

Didalam membuat suatu perjanjian para pihak harus memenuhi

ketentuan pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat sahnya suatu perjanjian :

a. Adanya kata sepakat diantara para pihak.

b. Kecakapan para pihak dalam hukum.

c. Suatu hal tertentu.

(15)

2.4. Aspek Hukum Kontrak Dalam Waralaba

Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu contract. Hukum kontrak

merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu contract of law, sedangkan

dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah Overeenscom-strecht. Dalam

tampilannya yang klasik, untuk istilah kontrak ini sering disebut dengan istilah

“perjanjian” sebagai terjemahan dari “agreement” dalam bahasa Inggris. Namun

demikian istilah “kontrak” ( sebagai terjemahan dari istilah Inggris “contract” )

adalah paling modern, paling luas dan paling lazim digunakan, termasuk

pemakaiannnya dalam dunia bisnis Yang dimaksud dengan kontrak adalah

suatu kesepakatan yang diperjanjikan (promissory agreement) di antara 2 (dua)

atau lebih pihak yang dapat menimbulkan, memodifikasi, atau menghilangkan

hubungan hokum (Munir Fuady, 2002: 91).

Definisi lain menurut Ensiklopedia Indonesia berpendapat bahwa hukum

kontrak adalah “Rangkaian kaidah-kaidah hukum yeng mengatur berbagai

persetujuan dan ikatan antara warga – warga hukum.” Definisi hukum kontrak

yang tercantum dalam Ensiklopedia Indonesia mengkaji dari aspek ruang

lingkup pengaturannya, yaitu persetujuan dan ikatan warga hukum. Definisi ini

menyamakan pengertian antara kontrak ( perjanjian ) dengan persetujuan,

padahal antara keduanya adalah berbeda. Kontrak ( perjanjian ) merupakan

salah satu sumber perikatan, sedangkan persetujuan salah satu syarat sahnya

kontrak, sebagaimana yang diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata (Munir

(16)

Pengertian perjanjian atau kontrak diatur di pasal 1313 KUH Perdata

pasal 1313 KUH Perdata berbunyi “ Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan

mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau

lebih.” Munir Fuady, 2005:9 mengutip pendapat M. Yahya Harahap yang

menegaskan maksud dalam pasal tersebut bahwa tindakan / perbuatan

(handeling) yang menciptakan persetujuan, berisi “pernyataan kehendak” ( wils

verklaring) antara para pihak. Dengan demikian persetujuan tiada lain dari pada

“persesuaian kehendak” antara para pihak. Selanjutnya dijelaskan lebih lanjut

bahwa tidak semua tindakan / perbuatan mempunyai akibat hukum (rechtgevolg

) dan hanya tindakan hukum sajalah yang dapat menimbulkan akibat hukum.

Dalam pasal 1319 KUH Perdata ditentukan dua macam kontrak menurut

namanya yaitu kontrak nominaat ( bernama / benoemde ) dan kontrak

innominaat( tidak bernama ) yang tunduk pada buku III KUH Perdata.

Kontrakinnominaatadalah kontrak yang timbul, tumbuh dan berkembang

dalam masyarakat seperti kontrak production sharing, joint venture, kontrak

karya, kontrak konstruksi, leasing, beli sewa, franchise, manajemen kontrak,

technical assistance contract. Dan lain-lain peristilahan. Kontrak nominaat

adalah kontrak yang dikenal dan terdapat dalam pasal 1319 KUH Perdata yang

berbunyi “ semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus, maupun yang

tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang

termuat dalam bab ini dan bab yang lalu (Syahrin Naihasy, 2005:67). Yang

(17)

menyewa, persekutuan perdata, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam

meminjam, pemberian kuasa, penanggungan utang, perdamaian dan lain-lain.

Untuk mewujudkan kesempurnaan hukum kontrak inominaat harus memenuhi

lima unsur (Syahrin Naihasy, 2005:68) yaitu :

1. Adanya kaidah hukum, baik kaidah tertulis tidak tertulis

2. Adanya subjek hukum, yaitu pendukung hak dan kewajiban

3. Adanya obyek hukum, yang erat kaitannya dengan pokok prestasi

4. Adanya kata sepakat yang merupakan persesuaian pernyataan kehendak

para pihak tentang substansi dan obyek kontrak

5. Akibat hukum yaitu yang berkaitan dengan timbulnya hak dan kewajiban dari

para pihak

2.5. Asas-asas Hukum Kontrak

Yang dimaksud dengan asas hukum kontrak adalah prinsip yang harus di

pegang bagi para pihak yang mengikatkan diri ke dalam hubungan hukum

kontrak. Menurut Hukum Perdata, sebagai dasar hukum utama dalam

berkontrak, dikenal 5 ( lima ) asas penting menurut HS, Salim (2003:34-35)

sebagai berikut :

.a. Asas Kebebasan Berkontrak ( Freedom of contract ). Sistem pengaturan

hukum kontrak adalah sistem terbuka ( open sistem ) artinya bahwa setiap

orang bebas untuk mengadakan perjanjian baik yang sudah diatur maupun

(18)

.b. Asas Konsensualisme. Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam

Pasal 1320 ayat ( 1 ) KUH Perdata. Dalam pasal itu ditentukan bahwa salah

satu syarat sahnya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak.

Asas konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian

pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya

kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan merupakan persesuaian

antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.

.c. Asas Pacta Sunt Servanda atau disebut juga dengan asas kepastian

hukum. Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt

servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus

menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana

layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi

terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt

servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat ( 1 ) KUH Perdata yang

bunyinya : Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai

undang-undang.

.d. Asas Itikad Baik ( Goede Trouw ). Asas itikad baik dapat disimpulkan dari

Pasal 1338 ayat ( 3 ) KUH Perdata Pasal 1338 ayat ( 3 ) KUH Perdata

berbunyi “ Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Asas itikad

merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus

melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan

(19)

.e. Asas Kepribadian ( Personalitas ). Asas kepribadian merupakan asas yang

menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat

kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat

dalam pasal 1315 dan pasal 1320 KUH Perdata. Pasal 1315 KUH Perdata

berbunyi “ Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan

atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.”

2.6. Syarat-syarat Sahnya Kontrak

Waralaba merupakan suatu perikatan / perjanjian antara dua pihak.

Sebagai perjanjian dapat dipastikan terikat pada ketentuan dalam Hukum

Perdata sehingga sahnya suatu perjanjian menurut pasal 1320 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata diperlukan empat syarat yaitu :

a. Kesepakatan ( toesteming/ izin ) kedua belah pihak. Kesepakatan ini diatur

dalam pasal 1320 ayat ( 1 ) KUH Perdata,

Juajir Sumardi (1995:46) mengatakan untuk menjamin kepastian hukum,

sebaiknya perjanjian franchise dibuat dihadapan pejabat yang berwenang

(Notaris). Dalam hal ini, perlu memperhatikan secara seksama mengenai

partner (Partner yang dimaksudkan disini adalah franchise lainnya dan

konsumen), pemeliharaan standar ( Sistem Franchise hanya akan berjalan

dengan baik jika seluruh pihak yang terlibat dalam sistem franchisetersebut

dengan sungguh-sungguh memelihara sistem yang telah ditentukan oleh

(20)

sebagaimana ditentukan dalam perjanjian dan perlu ditegaskan apakah

hubungan kerjasama tersebut dapat diperpanjang lagi atau tidak), segi

komersialFranchise pada dasarnya adalah hubungan bisnis, oleh karena itu

segi pembagian keuntungan atau segi pembayaran franchisee kepada

franchisor harus diatur secara jelas agar tidak menimbulkan permasalahan

di kemudian hari), teknik operasional (apabila dalam perjanjian standar

masih kurang lengkap, maka bisa dibuat perjanjian tambahan sebagai

pedoman dalam pengoperasian franchise), dan masalah antisipasi masa

datang (misalnya meninggal atau bubarnya franchisee, pemindahan lokasi,

perubahan).

b. Kecakapan Bertindak. Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau

kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah

perbuatan yang akan menimbulkan akibat hukum. Orang – orang yang akan

mengadakan perjanjian haruslah orang – orang yang cakap dan mempunyai

wewenang untuk melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang

ditentukan oleh undang – undang sebagaibekwaam ( cakap ) merupakan

syarat umum untuk dapat melakukan perbuatan hukum secara sah, yaitu

harus sudah dewasa, sehat akal pikiran, dan tidak dilarang oleh sesuatu

peraturan perundang-undangan untuk melakukan suatu perbuatan tertentu

.c. Mengenai suatu hal tertentu. Suatu hal tertentu adalah barang yang

menjadi obyek dalam kontrak. Menurut pasal 1333 Kitab Undang-Undang

(21)

setidak-tidaknya harus ditentukan jenisnya. Demikian juga jumlahnya perlu

ditentukan asal dapat ditentukan dan diperhitungkan

.d. Suatu sebab yang halal (Geoorloofde oorzaak).

Halal merupakan syarat keempat sebagai sahnya suatu kontrak. Pasal

1335 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menegaskan “jika kontrak

tanpa sebab, atau kontrak karena sebab palsu atau terlarang maka tidak

mempunyai kekuatan”

Menurut Subekti (2000:17) dua syarat yang pertama, dinamakan

syarat-syarat subyektif, karena

mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian,

sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat obyektif karena

mengenai perjanjiannya sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang

dilakukan itu.

Oleh karena itu Salim HS selanjutnya mengatakan apabila syarat

pertama dan kedua tidak terpenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan.

Artinya, bahwa salah satu pihak dapat mengajukan kepada pengadilan utuk

membatalkan perjanjian yang disepakatinya. Tetapi apabila para pihak tidak

ada yang keberatan maka perjanjian itu tetap dianggap sah. Syarat ketiga dan

keempat tidak terpenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum. Artinya bahwa

dari semula perjanjian itu dianggap tidak ada (Salim HS, 2005:34 – 35).

Ada beberapa syarat untuk kontrak yang berlaku umum tetapi di atur di

(22)

a. Kontrak harus dilakukan dengan itikad baik

b. Kontrak tidak boleh bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku

c. Kontrak harus dilakukan berdasarkan asas kepatutan

d. Kontrak tidak boleh melanggar kepentingan umum

Apabila kontrak dilakukan dengan melanggar salah satu dari 4 ( empat )

prinsip tersebut, maka konsekuensi yuridisnya adalah bahwa kontrak yang

demikian tidak sah dan batal demi hukum ( null and void).

Adapun pasal 1338 ayat ( 1 ) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

berbunyi “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Persetujuan-persetujuan itu tidak

dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena

(23)

BAB – III

P E M B A H A S A N

3.1. Aspek Hukum Waralaba (Franchise)

Waralaba menurut pasal 1 Peraturan Pemerintah RI No 16 tahun 1997

adalah “perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan

dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri

khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan

persyaratan dan atau penjualan barang dan atau jasa”.

Sedangkan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 42 Tahun 2007

pasal 1 ayat ( 1 ) menyebutkan pengertian waralaba adalah: “hak khusus yang

dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis

dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan / atau jasa yang

telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan / atau digunakan oleh pihak

lain berdasarkan perjanjian waralaba”

Dalam franchise ada dua pihak yang terlibat yaitu franchisor atau

pemberi waralaba dan franchisee atau penerima waralaba di mana masing –

masing pihak terikat dalam suatu perjanjian yaitu perjanjian waralaba. Peraturan

Pemerintah RI No. 42 Tahun 2007 dalam pasal 1 ayat ( 2 ) yang dimaksud

franchisor atau pemberi waralaba adalah orang perseorangan atau badan

usaha yang memberikan hak untuk memanfaatkan dan / atau menggunakan

(24)

(3) yang dimaksud franchisee atau penerima waralaba adalah orang

perseorangan atau badan usaha yang diberikan hak oleh pemberi waralaba

untuk memanfaatkan dan / atau menggunakan waralaba yang dimiliki pemberi

waralaba.

Sementara itu dalam pasal 3 ada enam syarat yang harus dimiliki suatu

usaha apabila ingin diwaralabakan yaitu :

a. Memiliki ciri khas usaha. Suatu usaha yang memiliki keunggulan atau

perbedaan yang tidak mudah ditiru dibandingkan dengan usaha lain sejenis,

dan membuat konsumen selalu mencari ciri khas dimaksud. Misalnya sistem

manajemen, cara penjualan dan pelayanan, atau penataan atau cara

distribusi yang merupakan karakteristik khusus dari pemberi waralaba.

b. Terbukti sudah memberikan keuntungan. Menunjuk pada pengalaman

pemberi waralaba yang telah dimiliki yang kurang lebih 5 tahun dan telah

mempunyai kiat – kiat bisnis untuk mengatasi masalah – masalah dalam

perjalanan usahanya, dan ini terbukti dengan masih bertahan dan

berkembangnya usaha tersebut dengan menguntungkan.

c. Memiliki standar atas pelayanan dan barang dan / atau jasa yang

ditawarkan yang dibuat secara tertulis. Usaha tersebut sangat mebutuhkan

standar secara tertulis supaya penerima waralaba dapat melaksanakan

usaha dalam kerangka kerja yang jelas dan sama yang dikenal dengan

Standard Operasional Prosedur (SOP).

(25)

waralaba yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan mengenai

usaha sejenis dapat melaksanakannya dengan baik sesuai dengan

bimbingan operasional dan manajemen yang berkesinambungan yang

diberikan oleh pemberi waralaba.

e. Adanya dukungan yang berkesinambungan. Dukungan dari pemberi

waralaba kepada penerima waralaba secara terus – menerus seperti

bimbingan operasional, pelatihan dan promosi.

f. Hak kekayaan Intelektual yang telah terdaftar. Hak kekayaan intelektual

yang terkait dengan usaha seperti merek, hak cipta atau paten atau lisensi

dan / atau rahasia dagang sudah didaftarkan dan mempunyai sertifikat atau

sedang dalam proses pendaftaran di instansi yang berwenang.

Pelaksanaan perjanjian waralaba ini dalam Peraturan Pemerintah RI No.

42 Tahun 2007 pada pasal 4 ayat ( 1 ) disebutkan bahwa waralaba

diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara pemberi waralaba

dengan penerima waralaba dengan memperhatikan Hukum Indonesia dan pada

pasal 4 ayat ( 2 ) disebutkan pula dalam hal perjanjian sebagaimana dimaksud

pada ayat ( 1 ) ditulis dalam bahasa asing, perjanjian tersebut harus

diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian, apabila pihak

pewaralaba pihak asing, sedangkan terwaralaba adalah Indonesia, maka

perjanjiannnya terikat pada peraturan Pemerintah No 42 Tahun 2007 tentang

waralaba. Sedangkan untuk format perjanjian itu sendiri tidak menyebutkan

(26)

maupun peraturan yang baru.

Ketentuan pasal 5 Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 2007, perjanjian

waralaba memuat klausula paling sedikit :

a. nama dan alamat para pihak;

b. jenis hak kekayaan intelektual;

c. kegiatan usaha;

d. hak dan kewjiban para pihak;

e. bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan, dan pemasaran yang

diberikan pemberi waralaba kepada penerima waralaba;

f. wilayah usaha;

g. jangka waktu perjanjian;

h. tata cara pembayaran imbalan;

i. kepemilikan, perubahan kepemilikan, dan hak ahli waris;

j. penyelesaian sengketa; dan

k. tata cara perpanjangan, pengakhiran, dan pemutusan perjanjian;

Selanjutnya dijelaskan pula dalam pasal 6 ayat ( 1 )bahwa dalam

perjanjian waralaba ini dapat memuat klausula pemberian hak bagi penerima

waralaba untuk menunjuk penerima waralaba lain dan dalam ayat ( 2 )

ditegaskan kembali bahwa penerima waralaba yang diberi hak untuk menunjuk

penerima waralaba lain, harus memiliki dan melaksanakan sendiri paling sedikit

1 ( satu ) tempat usaha waralaba.

(27)

waralaba harus memberikan prospektus penawaran waralaba kepada calon

penerima waralaba pada saat melakukan penawaran. Selanjutnya prospektus

penawaran waralaba sebagaimana dimaksud memuat paling sedikit

mengenai :

a. data identitas pemberi waralaba;

b. legalitas usaha pemberi waralaba;

c. sejarah kegiatan usahanya;

d. struktur organisasi pemberi waralaba;

e. laporan keuangan 2 ( dua ) tahun terakhir;

f. jumlah tempat usaha;

g. daftar penerima waralaba; dan

h. hak dan kewajiban pemberi waralaba dan penerima waralaba.

Selain harus memberikan prospektus penawaran waralaba kepada calon

penerima waralaba, pemberi waralaba berkewajiban pula untuk memberikan

pembinaan dalam bentuk pelatihan, bimbingan operasional manajemen,

pemasaran, penelitian, dan pengembangan kepada penerima waralaba secara

berkesinambungan ( pasal 8 ) dan mengutamakan penggunaan barang dan /

atau jasa hasil produksi dalam negeri sepanjang memenuhi standar mutu

barang dan / atau jasa yang ditetapkan secara tertulis oleh pemberi waralaba

(28)

3.2. Perbedaan Pemberian Waralaba Dan Lisensi

Pengertian franchise ( waralaba ) selalu diartikan berbeda dengan

lisensi. Padahal, intinya hampir sama. Dalam praktik lisensi (licensing) diartikan

lebih sempit, yakni perusahaan atau seseorang ( licencor ) yang memberi hak

kepada pihak tertentu ( licensee ) untuk memakai merek / hak cipta / paten

(hak milik kekayaan intelektual ) untuk memproduksi atau menyalurkan

produk/jasa pihak licencor. Imbalannya licensee membayar fee (Iman

Sjahputra, www.waralaba.com).

Lisencor tak mencampuri urusan manajemen dan pemasaran pihak licensee.

Misalnya, perusahaan Mattel Inc. yang memiliki hak karakter Barbie ( boneka

anak-anak) di AS memberikan hak lisensi kepada perusahaan mainan di

Indonesia. Lisensi merupakan ijin yang diberikan kepada pihak lain untuk

memproduksi dan memasarkan produk atau jasa tertentu. Pihak pemberi lisensi

(licensor) hanya berkewajiban mengawasi mutu produk atau jasa yang dijual

oleh penerima lisensi (Deden Setiawan,2005:8)

Dalam perjanjian franchiseada beberapa ketentuan yang menonjol yang

dapat membedakan franchise dengan lisensi. Di dalam perjanjian franchise,

adanya lisensi merek dagang atau merek jasa diikuti oleh kewenangan pemilik

merek melakukan kontrol guna menjamin kualitas barang atau jasa yang

dilisensikan itu. Pemilik merek juga mempunyai kewenangan melakukan kontrol

atas bisnis yang bersangkutan yang tidak bertalian dengan persyaratan kualitas

(29)

diikuti pelayanan (service) dalam bidang teknik (technical assistance), pelatihan

(training), perdagangan dan manajemen (Ridwan Khairandy, 2000:135-136)

Menurut Deden Setiawan (2005:9) perbedaan antara kedua sistem ini

terletak pada tanggung jawab masing – masing pihak , dimana pada sistem

franchisekedua belah pihak terikat dalam sebuah kontrak kemitraan yang diikuti

dengan kewajiban dan tanggung jawab masing – masing pihak. Dalam konteks

itu, franchisor bertanggung jawab untuk memberikan seluruh informasi, mulai

dari proses produksi, sistem manajemen dan keuangan dari produk atau jasa

yang difranchisekan sepanjang kontrak masih berlaku. Di samping itu, perlu

diketahui sejak awal oleh pihak franchisee bahwa bisnis franchise harus

dijalankan sendiri oleh orang yang bersangkutan. Artinya pihak franchiseetidak

boleh bersikap pasif dengan cara memberikan atau menjual lagi hak bisnis itu

kepada orang lain.

Dalam hal pemberian lisensi, pihak pemberi lisensi tidak mempunyai

kewajiban dan tanggung jawab atas bisnis yang dijalankan oleh pihak penerima

lisensi. Pemberi lisensi hanya berkepentingan pada perhitungan royalti atau

pembagian keuntungan dari volume atau omzet penjualan setiap waktu. Selain

itu pemberi lisensi tidak tidak mempunyai tanggung jawab untuk melakukan

bimbingan atau pelatihan kepada penerima lisensi, demikian kata Deden

(30)

3.3. PerkembanganFranchisedi Dunia Bisnis Internasional

Perjanjian franchise merupakan transaksi bisnis, dalam hal ini juga dapat

dimasukkan dalam Hukum Perdata Internasional (HPI) karena adanya

unsur-unsur asing antara franchisor dan franchisee, bila masing-masing negara

mempunyai pengertian yang berlainan maka diketahui hukum mana yang akan

digunakan dalam perjanjian franchise tersebut. Ada beberapa kemungkinan

mengenai hukum yang harus dipergunakan dalam perjanjian franchise

(Bambang Tjatur Iswanto, 2007:40)

Hal ini disebabkan karena hak-hak dan kewajiban dari masing-masing pihak

yang harus dilaksanakan menurut perjanjian franchise dapat terjadi atau

berlangsung di negara yang bersangkutan atau dari negara ke tiga.

Lebih lanjut Bambang Tjatur Iswanto mengatakan bahwa di dalam

perjanjian franchise ini hukum yang berlaku dapat ditentukan oleh para pihak

sendiri atau berdasarkan asas- asas umum berlaku pada kontrak internasional.

Dan melengkapi pendapat diatas, British franchise Assosiation (BFA)

mendifinisikan franchise sebagai perjanjian lisensi yang diberikan oleh

franchisor kepadafranchisee yang berisi :

1. Memberikan hak kepada franchisor untuk melakukan pengwasan yang

berlanjut selama periode berlangsung .

2. Mengharuskan franchisor untuk memberikan bantuan kepada franchise

dalam melaksanakan usahanya sesuai dengan subyek franchisenya

(31)

lain-lain).

3. Mewajibakan franchisee untuk secara berkala, selama franchise

berlangsung, harus membayar sejumlah uang sebagai pembayaran atas

produk atau jasa yang diberikan olehfranchisorkepadafranchisee.

4. Bukan merupakan suatu transaksi antara perusahaan induk (Holding

Company) dengan cabangnya atau antara cabang dari perusahaan induk

yang sama, atau antara individu dengan perusahaan yang dikontrolnya.

Menurut Juajir Sumardi (1995:46-47) perjanjian franchise dibuat oleh

para pihak, yaitu franchisor dan franchisee, yang keduanya berkualifikasi

sebagai subyek hukum, baik ia sebagai badan hukum maupun hanya sebagai

perorangan. Perjanjianfranchiseadalah suatu perjanjian yang diadakan antara

pemilik franchise(franchisor) dengan pemegang franchise (franchisee) dimana

pihak pihak franchisor memberikan hak kepada pihak franchisee untuk

memproduksi atau memasarkan barang barang (produk) dan atau jasa

(pelayanan) dalam waktu dan tempat tertentu yang disepakati di bawah

pengawasan franchisor, sementara franchisee membayar sejumlah uang

tertentu atas hak yang diperolehnya.

Hal tersebut dapat dilihat dalam praktek franchise (Santoso Lolowang,

http://www.santosololowang.comm) mulai dari jenis fast food seperti Kentucky

Fried Chicken, McDonald’s, Pizza Hut, sampai ke fitness centre. Tidak jarang

sampai mengakibatkan perang dagang antara sesama pemegang franchise.

(32)

pada skala internasional tapi juga sebagai teknik pemasaran yang membantu

perkembangan bisnis kecil lokal. Untuk Indonesia, kondisi itu dipengaruhi

banyak oleh deregulasi yang dilakukan pemerintah dalam bidang bisnis. Di

negara-negara lain gelombang franchise bergulir lebih cepat lagi.

Di Eropa, masyarakat Eropah secara bersama juga telah menyusun

franchising agreement regulation pada tahun 1988 yang memberi jaminan

kebebasan negara-negara itu melakukan monopoli untuk kegiatanfranchising.

Santoso Lolowang juga mengatakan bahwa di kawasan ASEAN,

perkembangan franchise terasa semakin kuat. Sebagai contoh Waralaba Es

Teler 77 dan Lembaga Kursus International Language Programs (ILP) dalam

waktu dekat akan menembus Negara-negara ASEAN termasuk China.

1. Situs www.mypulau.com memberitakan Es Teler 77 akan menjadi Pemberi

Waralaba bagi Penerima Waralaba di China. Es Teler 77 didirikan oleh

Murniati Widjaja pada 1982. Murniati dengan dukungan suaminya membuka

restoran khusus es teler yang diberinya nama Es Teler 77. Dua angka di

belakang bukan tanpa makna. Bagi keluarga Widjaja, 77 merupakan nomor

keberuntungan. Pada 1987, franchisepertama dibuka di Solo Jawa Tengah.

Namun saat ini, Es Teler 77 telah mencapai 180 cabang dan

mempekerjakan dua ribu orang, hampir di seluruh provinsi ada. Es Teler 77

(33)

2. Selain kedua waralaba itu, waralaba asal Indonesia yang sudah terlebih

dahulu eksis di pasar luar negeri adalah Auto Bridal. Auto Bridal menjadi

Pemberi Waralaba bagi sembilan Penerima Waralaba di Malaysia.

3. Alfamart juga tidak ketinggalan, mungkin beberapa tahun ke depan Alfamart

juga go internasional, barangkali akan diikuti oleh Indomart dan lain-lain.

4. Walaupun disana-sini masih banyak masalah menyangkut franchise tersebut

mkisalnya gugatan masyarakat (pemilik warung, took-toko kelontong yang

berdekatan dengan usaha franchise tersebut) namun harapan kiranya

mereka dapat menyaingi franchise terkenal di dunia misalnya Coca Cola, Mc

Donalds dan lain-lain.

Mc Donalds, salah satu pewaralaba rumah makan siap saji terbesar di dunia

(34)

5. Situs http://id,wikipedia.org/wiki/Waralaba memberitakan di Indonesia

waralaba yang berkembang pesat dan masih sangat menguntungkan adalah

waralaba di bidang makanan (Wong Solo, Sapo Oriental, CFC, Hip Hop,

Red Crispy, Papa Rons dan masih banyak merek lainnya).

Waralaba berbentuk retail mini outlet (Indomaret, Yomart, AlfaMart) banyak

menyebar ke pelosok kampung dan pemukiman padat penduduk.

Di bidang Telematika atau Information & Communication Technology , juga

mulai diminati pada 3 tahun terakhir ini berkembang beberapa bidang

waralaba seperti distribusi tinta printer refill/cartridge (Inke, X4Print, Veneta

dll) , pendidikan komputer (Widyaloka, Binus) , distribusi peralatan komputer

( Micronics Distribution ) , Warnet / NetCafe (Multiplus, Java NetCafe, Net

Ezy) , Kantor Konsultan Solusi JSI , dll.

Yang juga menguntungkan adalah waralaba di bidang pendidikan (Science

Buddies, ITutorNet,Primagama, Sinotif) , lebih menarik lagi terdapat Sekolah

robot ( Robota Robotics School ), taman bermain (SuperKids) dan taman

kanak-kanak(FastractKids, Kids2success , Townfor Kids) , Pendidikan

(35)

BAB – IV

P E N U T U P

4.1. Kesimpulan

Kegitan bisnis franchise atau dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai

kegiatan waralaba dalam operasionalnya harus dilakukan melalui suatu

perjanjian (kontrak). Kontrak franchisepada umnya meliputi pemasaran

merek-merek atau produk ternama yang terkenal dimanca negara. Oleh karena itu

kontrak terhadap kegiatan ini dikenal sebagai kontrak yang mengacu pada

hukum kontrak internasional.

Di Indonesia pengaturan franchise didasarkan pada PP No. 42 Tahun 2007

tentang Waralaba, sebagai pengganti/penyempurnaan dari PP No.16 Tahun

1997 tentang Waralaba.

4.2. Saran-Saran

Dalam pembuatan kontrak hendaknya franchisor memperhatikan aspek

manfaat baik terhadap dirinya, terlebih manfaat bagi franchisee. Hal ini perlu

dilakukan karena franchisee yang berada di Indonesia (yang mengadakan

perjanjian dengan ranchisor dari Luar Negeri) akan memperoleh nilai tambah

dalam usahanya untuk kesejahteraan masyarakat pada umumnya.

Sangat diperlukan pengawasan pemerintah terhadap persetujuan perjanjian

antara franchisor dengan franchisee sehingga franchisee sebagai penerima

lisensi tidak dirugikan karena perjanjiannya tidak jelas. Untuk itu perlu ada

(36)

BAHAN BACAAN

Azwar, Tengku Keizerina Devi,2005, Perlindungan Hukum Dalam Franchise.

Badrulzaman, Mariam Darus, 2005, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung.

Fuady, Munir, 1999, Hukum Kontrak, dari sudut Pandang Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung.

…….., 1994, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek Buku Kedua, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Khairandy, Ridwan, 2000, Perjanjian Franchise sebagai Sarana Alih Teknologi, Pusat Studi Hukum UII Jogyakarta bekerjasama dengan Yayasan Klinik HAKI, Jakarta.

Naihasy, Syahrin, 2005, Hukum Bisnis ( Business Law ), Mida Pustaka Yogyakarta, 2005

Rahardjo, Satjipto, 1978, Permasalahan Hukum Di Indonesia, Alumni, Bandung.

Salim, SH, 2003, Hukum Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta.

Simatupang, Richard Burton, 2003, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Rineka Cipta, Jakarta. Subekti, R, 2002, Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermassu, , Jakarta.

Subekti, R, 2002, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta.

Subekti, R dan Tjitrosudibio, R, 1978, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

Burgerlijk Wetboek, Pradnya Paramita, Jakarta.

Juajir Sumardi, Juajir, 1995, Aspek-Aspek Hukum Franchise dan Perusahaan Transnasional,Citra Aditya Bakti, Bandung.

Widjaja, Gunawan, 2001 Seri Hukum Bisnis : Waralaba, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

(37)

Karya Ilmiah

Arifiah, Nurin Dewi, 2008, Pelaksanaan Perjanjian Bisnis Waralaba Serta Perlindungan Hukumnya Bagi Para Pihak (Studi di Apotek K-24 Semarang), Tesis S2 Program Pascasarjana Studi Magister Kenotariatan, Universitas Diponegoro, Semarang

Iswanto, Bambang Tjatur, 2007, Perlindungan Hukum Terhadap Franchise Dalam Perjanjian Franchise di Indonesia, Tesis S2, Program Pascasarjana Ilmu Hukum, Universitas Diponegoro, Semarang

Sumber Lain

Haliem, Barly, Majalah Kontan, 7 April 2003, Mengembangkan Bisnis Tanpa Modal,

Muharam,S, SMfr@nchise, January, 2003, Apa itu Bisnis Waralaba,

Setiawan, Deden, Harian Dian Rakyat, 2007, Franchise Guide Series – Ritel,

Sjahputra, Imam, www.waralaba.com. Franchise : Perikatan Haki yang diperluas, diakses 2 Juni 2011.

http://www.waralabaku.com/Program Ekspor Waralaba & Lisensi Indonesia 2010: diakses 2 Juni 2011

http : www.waralaba.com, diakses 30 Mei 2011.

http://www.mypulau.com, Es Teler 77 dan ILP Go Internasional, diakses 3 Juni 2011

Referensi

Dokumen terkait

mendapatkan performa DSSC yang baik, yaitu (i) idealnya, mampu menyerap semua cahaya matahari mulai dari panjang gelombang dekat IR hingga mencapai 920 nm, (ii)

Sekretariat Daerah Kabupaten (Setdakab) Aceh Tengah merupakan pusat perkantoran di Kabupaten Aceh Tengah. Sub Bagian Rumah Tangga dan Perlengkapan pada Bagian Umum

[r]

Berdasarkan dari hasil penilaian meskipun ketersediaan air cukup bagus namun tingkat ketersediaan air pada sub sistem pada DI Wawotobi yang ada belum merata hal

Dalam menjalankan urusan wajib pemerintah daerah dalam bidang komunikasi dan informatika, Diskominfo PDE Provinsi Riau dituntut untuk dapat menyelenggarakan

“Kesultanan Melayu Melaka: Satu Kajian Mengenai Kedatangan, Penerimaan, dan Penyebaran Agama Islam (Tahun 1400-1511).” Disertasi, Jabatan Sejarah Universiti

Sebaliknya pada saat tanaman memerlukan pupuk urea untuk pertumbuhan cepat, saat pupuk yang tersedia dalam tanah berkurang, petani memberikan pupuk N dalam jumlah yang jauh di

Pemberian status hukum Perseroan Terbatas harus memenuhi persyaratan tertentu yaitu setelah akta pendiriannya mendapat pengesahan dari Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia