Librarians, memberikan pengertian Metadata yang lebih baik yaitu “metadata is here used to mean structured information about an information resource of any
media type or format”, yang artinya adalah metadata digunakan untuk menjelaskan informasi yang terstruktur tentang sumber informasi dalam berbagai
jenis media atau format.
Dalam National Information Standards Organizations (NISO) (2004, 1)
menyatakan bahwa “metadata is structured information that describes, explains, locates, or otherwise makes it easier to retrieve, use, or manage an information
resource”. Dari uraian di atas dapat diartikan metadata adalah informasi terstruktur yang menggambarkan, menjelaskan, menempatkan, atau
mempermudah untuk mengambil, menggunakan, atau mengelola sebuah sumber
informasi.
Definisi ini telah disepakati dalam Task Force on Metadata Committee on
Cataloging: Description and Access (CC: DA) dari American Library Association
(2000), setelah mempelajari lebih dari 40 definisi. Definisi ini menunjukkan
bahwa metadata adalah data yang:
a. Terstruktur
b. Ditandai dengan kode agar dapat diproses oleh komputer
c. Mendeskripsikan ciri-ciri satuan- satuan pembawa informasi
d. Membantu identifikasi, penemuan, penilaian dan pengelolaan satuan
pembawa informasi tersebut. Definisi in tidak membatasi metadata pada
data tentang data yang diciptakan dan harus diproses dengan bantuan
komputer, atau pada data yang mendeskripsikan sumber-sumber digital
tersebut.
bahwa Metadata serves the same functions in resource discovery as good
cataloging does by:
1. allowing resources to be found by relevant criteria; 2. identifying resources;
3. bringing similar resources together; 4. distinguishing dissimilar resources; and 5. giving location information
Dari uraian di atas dapat diartikan bahwa metadata mempunyai fungsi
yang sama dengan katalogisasi dalam penemuan koleksi perpustakaan, seperti:
1. Memungkinkan sumber daya yang ditemukan oleh kriteria yang relevan;
2. Mengidentifikasi sumber daya;
3. Mengelompokkan setiap sumber daya yang sama;
4. Membedakan sumber yang berbeda; dan
5. Memberikan informasi lokasi
Dalam CDP Metadata Working Group (2006, 4) menyatakan bahwa
Metadata is most often divided into three conceptual types (with some overlap
between the three):
1. Descriptive metadata: used for the indexing, discovery, and identification of a digital resource.
2. Structural metadata: information used to display and navigate digital resources; also includes information on internal organization of the digital resource. Structural metadata might include information such as the structural divisions of a resource (i.e., chapters in a book) or sub-object relationships (such as individual diary entries in a diary section). 3. Administrative metadata: represents the management information for the
digital object, which may include information needed to access and display the resource, as well as rights management information. Administrative metadata might include technical information, such as the resolution at which the images were scanned, the hardware and software used to produce the image, compression information, pixel dimensions, etc. Administrative metadata may also assist in the long-term preservation of digital resources;
Dapat diartikan bahwa metadata dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis
konseptual:
1. Metadata deskriptif: Metadata yang digunakan untuk pengindeksan,
2. Metadata Struktural: Informasi yang digunakan untuk menampilkan dan
menavigasi sumber daya digital; juga mencakup informasi tentang
organisasi internal sumber daya digital. Metadata struktural mencakup
informasi seperti pada buku, terdiri dari beberapa bab, dan tiap bab terdiri
atas halaman-halaman yang masing-masing merupakan suatu file digital
tersendiri.
3. Metadata Administratif: Metadata yang mewakili informasi manajemen
untuk objek digital, yang dapat mencakup informasi yang diperlukan
untuk mengakses dan menampilkan sumber daya, serta informasi hak
cipta. Metadata administratif termasuk informasi teknis, seperti resolusi di
gambar apa yang akan dipindai, perangkat keras dan perangkat lunak yang
digunakan untuk menghasilkan gambar, informasi kompresi, dimensi
pixel, dan lain-lain. Metadata Administrasi juga dapat membantu dalam
pelestarian jangka panjang sumber daya digital.
Menurut Anne J. Gilliland-Swetland dalam bukunya yang berjudul
Introduction to Metadata: Pathways to Digital Information (1998, 6)menyatakan
bahwa metadata needs to provide information that:
1. certifies the authenticity and degree of completeness of the content 2. establishes and documents the context of the content
3. identifies and exploits the structural relationships that exist between and within information objects
4. provides a range of intellectual access points for an increasingly diverse range of users
5. provides some of the information that an information professional might have provided in a physical reference or research setting
Dari uraian di atas dapat diartikan bahwa Metadata dibutuhkan untuk
memberikan informasi, yaitu:
1. Menyatakan keaslian dan tingkat kelengkapan isi
2. Menetapkan dan mendokumentasikan konteks isi
3. Mengidentifikasi dan memanfaatkan hubungan struktural yang ada antara
objek informasi
5. Memberikan beberapa informasi bahwa seseorang profesional informasi
telah diberikan referensi fisik atau pengaturan penelitian.
Berdasarkan uraian diatas, dapat dinyatakan bahwa dengan menggunakan
metadata sebuah informasi dapat ditampilkan sesuai sumbernya. Sehingga
memungkinkan sebuah informasi lebih mudah ditemukan jika menggunakan
metadata. Metadata tersebut berisikan informasi yang menjelaskan karakterisitik
suatu data terutama isi, kualitas dan kondisinya.
2.1.1 Skema Metadata
Metadata merupakan istilah yang banyak digunakan untuk atau dikhususkan pada sumber-sumber informasi elektronik atau digital. Skema
metadata berisi unsur-unsur atau konten yang diberi aturan untuk bagaimana
merumuskannya. Seperti yang dijelaskan dalam bukunya Pendit (2009, 85-86)
bahwa pada dasarnya komunikasi di dunia digital adalah komunikasi yang
mengandalkan bahasa tertulis, maka skema metadata adalah bagian dari “bahasa” yang digunakan oleh manusia maupun mesin komputer untuk saling memahami
pada apa yang mereka pertukarkan dalam proses komunikasi, khususnya
komunikasi yang melibatkan sistem simpan dan temu kembali informasi. Sebagai
“bahasa” setiap skema metadata mengandung 3 aspek yaitu semantik, isi dan sintaksis, sebagaimana uraian berikut:
1. Semantik (semantics)
Kesepakatan mengenai makna bagaimana mengartikan suatu unsur sebuah
skema metadata.
2. Isi (content)
Merupakan isi dari unsur yang sudah diberi makna kesepakatan.
3. Sintaksis (syntax)
Merupakan bahasa yang terbacakan mesin atau komputer. Dalam konteks
perpustakaan digital dan internet, sintaksis metadata mengikuti bahasa
yang sudah terstandar seperti SGML (Standard Generalized Mark Up
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan bahwa metadata dirancang
berdasarkan suatu skema beserta peraturan dan penggunaan dan pengaplikasian
metadata tersebut. Skema metadata dirancang untuk tujuan yang lebih spesifik
sesuai dengan kebutuhan pengguna tersebut. Skema metadata seperti
menggambarkan jenis tertentu dari suatu sumber daya.
2.1.2 Fungsi Metadata
Semakin berkembangnya teknologi informasi saat ini, menuntut suatu data
agar dapat dipergunakan dengan mudah. Seperti yang sudah disebutkan
sebelumnya istilah metadata hampir sama dengan katalog dalam hal
pendeskripsian dokumen atau koleksi perpustakaan. Jika istilah katalog lebih
sering digunakan dalam bentuk yang manual, lain halnya dengan istilah metadata
yang lebih sering digunakan dalam bentuk elektronik atau koleksi digital.
Metadata sendiri diperlukan untuk digunakan dalam pengelolaan dan memberikan
informasi tentang komponen-komponen dokumen yang saling terkait atau
terintegrasi. Menurut Rao (1995) mengatakan bahwa kegunaan utama metadata
ialah menunjang pemilihan, pemahaman, pendayagunaan dan pengingatan sumber
dan isinya. Khususnya metadata memungkinkan mekanisme yang efektif untuk
mengenali dan mengetahui lokasi data yang relevan dengan pemakai. Menurut
Sulistyo Basuki (2000, 3) menyatakan bahwa metadata memungkinkan pemakai
untuk menentukan:
1. Ketersediaan informasi (apakah objek informasi itu ada atau eksis? Di manakah letaknya? Berapakah yang tersedia? Apakah kesemuanya itu sama?)
2. Kegunaan informasi (apakah otentik? Apakah baik? Bagaimana pemakai dapat menentukan apakah berguna atau tidak?)
Menurut Haynes (2004) dalam bukunya “Metadata for Information Management and Retrieval” fungsi suatu metadata adalah sebagai berikut:
1. Resources Description (sumber informasi) 2. Information Retrieval (temu kembali informasi)
4. Right Management, Ownership and Authenticity (Manajemen hak cipta, kepemilikan dan otentisitas)
5. Interoperability (interoperabilitas)
IEEE menerjemahkan Interoperability sebagai kemampuan dari dua atau lebih sistem atau komponen untuk saling bertukar informasi dan menggunakan informasi yang sudah saling tukar tersebut. (IEEE Computer Society, 1990)
Dari pernyataan di atas dapat dinyatakan bahwa metadata sangat
membantu dalam menemukan informasi yang bermanfaat dari sekian banyaknya
informasi yang tersedia. Metadata juga dapat membantu agar tidak terjadi
publikasi sebuah informasi karena metadata juga dapat menunjukkan sebuah hak
cipta dari informasi atau dokumen tersebut.
2.1.3 Dublin Core
Dalam CDP Metadata Working Group (2006, 4) menyatakan bahwa The
Dublin Core is an internationally recognized metadata standard composed of
fifteen basic elements, or descriptive categories, used to describe a variety of
digital resources, yang artinya adalah Dublin Core merupakan standar metadata
yang diakui secara internasional terdiri dari lima belas elemen dasar, atau kategori
deskriptif, digunakan untuk menggambarkan berbagai sumber daya digital.
National Information Standard Organization dalam The Dublin Core
Metadata Element Set (2013, 2) menyatakan bahwa “The Dublin Core Metadata Initiative, maintenance agency for the dublin core metadata element set” yang
artinya DCMI merupakan organisasi atau lembaga yang menangani dublin core
metadata element set. Jadi Dublin Core Metadata Initiative, atau "DCMI", adalah
sebuah organisasi terbuka mendukung inovasi dalam desain metadata dan praktik
terbaik di seluruh ekologi metadata. Kegiatan DCMI termasuk bekerja pada
arsitektur dan pemodelan, diskusi dan kerja kolaboratif dalam komunitas DCMI
dan DCMI tugas grup, konferensi global, pertemuan dan lokakarya, dan upaya
pendidikan untuk mempromosikan standar metadata dan praktik yang terbaik.
Gagasan membuat standar metadata yang baru dipengaruhi oleh rasa
Cataloging) yang dianggap terlampau sulit (hanya dimengerti dan bisa diterapkan
oleh pustakawan) dan kurang bisa digunakan untuk web resource. Untuk
menangani banjir web resources diperlukan cara dan format yang lebih sederhana.
Menurut Susan S. Lazinger (2001, 142) dalam Digital Preservation and
Metadata menyatakan bahwa:
The dublin core metadata elements fall into three groups, which roughly indicate the type of information stored in them: 1) element related mainly to the content of the resource, 2) elements related mainly to the resource as intellectual property, and 3) elements related mainly to the instantiation of the resource.
Dari uraian di atas dapat diartikan sebagai berikut:
Elemen-elemen metadata Dublin core dibagi dalam tiga kelompok, yang
secara garis besar menunjukkan jenis informasi yang tersimpan di dalamnya: 1)
unsur yang berhubungan dengan isi dari sumber daya, 2) unsur yang berhubungan
dengan sumber daya sebagai kekayaan intelektual, dan 3) unsur yang
berhubungan dengan Instansiasi sumber daya.
Dalam Metadata for Libraries Information Source (2006) menyatakan
bahwa tujuan Dublin Core ialah:
1. Kesederhanaan dalam menciptakan dan memelihara metadata. Skema diupayakan tetap ringkas dan sesederhana mungkin agar seorang yang bukan ahli dapat membuat cantuman sederhana untuk sumber daya informasi dengan mudah dan murah, tetapi sekaligus cukup efektif untuk temu kembali
2. Semantik yang bisa diterima dan dimengerti secara luas. Menemukan informasi relevan di belantara internet sering terhambat oleh perbedaan dalam terminologi dan deskripsi antar bidang. Dublin Core membantu
“turis digital” -- penelusur awam atau non-profesional – dengan menggunakan sekelompok unsur yang maknanya sudah dikenal luas dan mudah difahami.
3. Cakupan internasional. Skema Dublin Core asli disusun dan dikembangkan dalam bahasa Inggris, tapi versi bahasa asing tumbuh dan berkembang dengan pesat. Contoh: Bahasa Finlandia, Norwegia, Thai, Jepang, Perancis, Portugis, Jerman, Yunani, Indonesia , dan Spanyol. 4. Perluasan. Meskipun kesederhanaan penting dan perlu dipertahankan,
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan bahwa Dublin Core juga
merupakan sebuah informasi terstruktur yang memungkinkan sebuah isi dari suatu
bentuk digital diceritakan dan diwakilkan. Sehingga pengguna dapat menemukan
informasi yang dibutuhkannya. Dublin Core bertujuan untuk kesederhanaan dalam
menciptakan dan memelihara metadata. Skema diupayakan tetap ringkas dan
sesederhana mungkin agar seorang yang bukan ahli dapat membuat cantuman
sederhana untuk sumber daya informasi dengan mudah dan murah, tetapi
sekaligus cukup efektif untuk temu kembali.
2.1.4 Unsur- unsur Metadata Dublin Core
Unsur dalam metadata Dublin Core berjumlah 15 istilah yang
mendeskripsikan objek agar mudah dipahami, yang disepakati pada lokakarya
OCLC/NCSA pada bulan Maret 1995, tak lama kemudian dokumentasinya
dipublikasikan oleh Stuart Weibel, Jean Miller, dan Ron Daniel di internet.
Unsur-unsur dalam Dublin Core ini telah disahkan oleh tiga standar internasional, yaitu
ISO158362003, NISOZ3985, dan RFC5013 (Internet Engineering Task Force).
Dublin Core dimaksudkan untuk memudahkan pencarian informasi dan temu
kembali dengan mengelompokkan web menggunakan satu set semantik. Dublin
Core itu dimaksudkan untuk menjadi sederhana dan menghindari struktur yang
rumit.
Dalam Dublin Core Metadata Element Set, version 1.1 (2012), unsur-
unsur dalam metadata Dublin Core adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Table Elements
No.
Name
Definition
1 Title A name given to the resource.
2 Creator An entity primarily responsible for making the resource.
3 Subject The topic of the resource. 4 Description An account of the resource.
available.
6 Contibutor An entity responsible for making contributions to the resource.
7 Date A point or period of time associated with an event in the lifecycle of the resource.
8 Type The nature or genre of the resource.
9 Format The file format, physical medium, or dimensions of the resource
10 Identifier An unambiguous reference to the resource within a given context.
11 Source A related resource from which the described resource is derived.
12 Language A language of the resource. 13 Relation A related resource.
14 Coverage The spatial or temporal topic of the resource, the spatial applicability of the resource, or the jurisdiction under which the resource is relevant.
15 Rights
Information about rights held in and over the resource.
Berdasarkan tabel di atas, untuk penjelasan yang lebih lanjut mengenai
setiap elemen adalah sebagai berikut:
1. Title
Judul dari sumber informasi. Biasanya, judul merupakan nama dari
sumber informasi yang mudah dikenali.
2. Creator
Pencipta atau yang bertanggung jawab terhadap isi dari sumber informasi.
Contohnya pencipta atau yang bertanggung jawab termasuk orang,
organisasi atau sebuah layanan. Pencipta yang dimaksud adalah pencipta
bentuk digital, atau yang paling bertanggung jawab atas isi dari bentuk
digital. Jika karya memiliki bentuk fisik, sebaiknya dijelaskan pada unsur
relation tentang hubungannya dengan sumber informasi sebelumnya atau
pada unsur lain yang paling dapat menjelaskan. Penanggung jawab harus
ditulis dalam urutan yang sama seperti ditampilkan pada publikasi. Nama
dicantumkan nama keluarga atau surname terlebih dahulu. Jika
Jika yang bertanggung jawab sebuah organisasi yang secara jelas terlihat
hirarkinya, daftarkan setiap bagian dari hirarki dari yang paling besar
hingga kecil, dipisahkan tanda titik dan spasi. Jika tidak jelas,
dicantumkan sesuai dengan yang terlihat dalam publikasi.
Jika pencipta dan penerbit sama, jangan ditulis kembali pada daerah
penerbit (publisher). Jika membingungkan, sebaiknya gunakan individu
sebagai pencipta, dan organisasi sebagai penerbit. Jika terdapat
penanggung jawab lain yang tidak dapat dikategorilan sebagai pencipta,
dimasukkan dalam daerah kontributor.
3. Subject
Pokok bahasan sumber informasi. Biasanya, subjek dinyatakan dalam
bentuk kata kunci, frase, atau kode klasifikasi yang menggambarkan topik
dari sumber informasi. Untuk penggunaanya, sebaiknya subjek
menggunakan kosakata terkendali atau skema klasifikasi yang formal.
4. Description
Penjelasan tentang isi dari sumber informasi. Keterangan suatu isi dari
sumber informasi, misalnya berupa abstrak, daftar isi atau uraian untuk
representasi grafis dari konten, tapi tidak terbatas pada hal-hal itu saja.
Pada bagian deskripsi, diberikan deskripsi singkat tentang isi dari suatu
sumber. Ketika suatu penjelasan tidak dapat dimasukkan dalam
unsur-unsur Dublin core lain, maka penjelasan tersebut sebaiknya dimasukkan
pada unsur ini. Bagian deskripsi ini meruakan daerah yang potensial berisi
istilah-istilah yang dapat diindeks, sehingga sebaiknya diisi dengan
kalimat lengkap. Informasi pada unsur ini dapat langsung diambil dari
sumber informasinya jika tidak ada penjelasan yang tersedia. Sebaiknya
tidak memasukan tengara HTML dalam deskripsi Dublin Core, karena
akan mempengaruhi knerja aplikasi mesin pencari dalam mengenali setiap
kata atau frase.
Orang atau badan yang mempublikasikan sumber informasi. Contoh dari
penerbit adalah termasuk perorangan, organisasi, atau suatu layanan.
Biasanya nama penerbit mengidentifikasi sebuh entitas. Unsur Dublin core
ini bertujuan untuk mengenali entitas yang menyediakan akses pada
sumber sehingga tersedia dan dapat diakses. Jika pembuat dan penerbit
adalah entitas yang sama, tidak diperbolehkan untuk mengulang nama
tersebut di daerah publikasi.
6. Contributor
Orang atau badan yang ikut menciptakan sumber informasi. Contoh dari
kontibutor termasuk perorangan, organisasi, atau suatu layanan. Biasanya
nama dari kontributor ini mengidentifikasi sebuah entitas. Sebaiknya
kontributor ini digunakan ketika penanggung jawab utama tidak diketahui,
ambigu atau tidak relevan. Jika terdapat entitas lain yang bertanggung
jawab dalam penciptaan karya atau sumber, sebaiknya dituliskan dalam
unsur ini.
7. Date
Tanggal penciptaan sumber informasi. Waktu atau periode yang
berhubungan dengan daur hidup sumber informasi. Untuk
penggunaannya, sebaiknya menggunakan skema pengkodean seperti pada
W3CDTF dari ISO 8601 dan mengikuti format YYYY-MM-DD.
Informasi ini berguna ketika sebuah halaman terus digunakan dan dirawat,
sehingga jika halaman situs pertama kali dibuat oleh suatu entitas bernama
A, dan terus diperbarui oleh entitas B, maka diberikan keterangan kapan
sumber informasi itu dibuat atau diperbarui.
8. Type
Jenis sumber informasi, novel, laporan, peta dan sebagainya. Unsur ini
menjelaskan tentang kategori umum, fungsi, genre, atau tingkat aggregasi
isi. Sebaiknya menggunakan kosakata terkendali seperti Dublin Core
bentuk, media fisik, atau dimens dari sumber informasi, gunakan unsur
format.
9. Format
Bentuk fisik sumber informasi, format, ukuran, durasi, sumber informasi.
Format dapat juga digunakan untuk menjelaskan perangkat lunak, keras
atau perangkat lain yang digunakan untuk menampilkan atau
mengoperasikan sumber tersebut. Sebagai contoh untuk dimensi, termasuk
ukuran dan durasinya. Sebaiknya menggunakan kosakata terkendali seperti
daftar media internet [MIME].
10.Identifier
Nomor atau serangkaian angka dan huruf yang mengidentifikaskan sumber
informasi. Sebaiknya menggunakan suatu nomor atau rangkaian yang
mengidentifikasi sumber pada suatu sistem identifikasi seperti URI
(Uniform Resource Identifier), URL (Uniform Resource Locator), DOI
(Digital Object Indentifier), dan ISBN (International Standard Book
Number).
11. Source
Rujukan ke sumber asal suatu sumber informasi. Sumber informasi yang
dideskripsikan mungkin saja dari sumber informasi yang berhubungan
seluruh atau sebagiannya. Penggunaannya sebaiknya mengidentifikasi
sumber informasi yang berhubungan menggunakan suatu sistem
identifikasi formal tertentu.
12.Language
Bahasa yang intelektual yang digunakan sumber informasi. Sebaiknya
menggunakan elemen bahasa yang didefinisikan oleh RFC 1766 yang
mencakup dua huruf kode bahasa (diambil dari ISO 639 standard), diikuti
opsional, dengan dua huruf kode negara (diambil dari ISO 3166).
Misalnya, 'en' untuk bahasa Inggris, 'fr' untuk Perancis, atau 'en-uk' untuk
13. Relation
Hubungan antara satu sumber informasi dengan sumber informasi lainnya.
Untuk mengidentifikasikan hubungan antara suatu suber informasi dengan
menggunakan suatu sistem identifikasi yang formal. Jika menggunakan
suatu rangkaian kata atau frase, seperti judul, sebaiknya dituliskan secara
jelas.
14.Coverage
Cakupan isi ditinjau dari segi geografis atau periode waktu. Pada unsur
Dublin Core ini akan mencakup lokasi spasial (nama tempat atau
koordinat geografis), Periode temporal (label periode, tanggal, atau
rentang tanggal) atau yurisdiksi (seperti entitas administratif bernama).
Sebaiknya menggunakan kosakata terkendali berupa tesaurus nama
geografis, seperti Getty Thesaurus of Geographic Names. Ketika
dibutuhkan dapat menggunakan nama tempat atau periode waktu dalam
kode numerik seperti koordinat atau rentang waktu. Informasi yang
diberikan harus diperhatikan untuk menyajikan informasi konsisten yang
dapat diintepretasikan pengguna manusia dan mesin, terutama untuk
menyediakan interoperabilitas dalam sistem yang tidak mendukung
pencarian berbasis geografis atau waktu. Untuk penggunaan sederhana
tempatkan nama atau cakupan waktu yang berguna. Untuk penggunaan
yang lebih spesifik, gunakan skema pengkodean yang mendukung
informasi yang spesifik seperti DCMI period, DCMI Box, atau DCMI
Point.
15.Rights
Pemilik hak cipta sumber informasi. Biasanya informasi tentang hal
termasuk penjelasan tentang berbagai hak milik yang berhubungan dengan
sumber informasi, hak intelektual. Unsur ini biasanya digunakan untuk
penjelasan secara tekstual atau berupa tautan yang merujuk pada
Standar metadata Dublin Core memiliki dua tingkat ketelitian, yaitu
sederhana (simple) dan spesifik (qualified). Tingkatan pertama adalah tingkatan
Dublin Core dengan 15 unsur yang sudah disebutkan di atas, sedangkan tingkatan
qualified menambahkan 7 unsur, sebagai berikut:
1. Audience
Sekelompok entitas yang menjadi tujuan dari sumber. Penggunaan unsur
ini terus dikembangkan oleh berbagai komunitas, dan merupakan salah
satu unsur dari Dublin Core yang dapat menggunakan kosakata terkendali
formal atau informal. Jika tidak ada kosakata terkendali yang
direkomendasikan, pengguna diberikan kebebasan utnuk membuat daftar
sendiri dan menggunakannya secara konsisten.
2. Provenance
Pernyataan perubahan kepemilikan dan perawatan dari sumber yang
penting untuk otentikasi, integritas, dan intepretasi sejak pertama kali
diciptakan.
3. Rights Holder
Seseorang atau organisasi yang memiliki dan mengurus hak-hak atas
sumber. Sebaiknya digunakan URI (Uniform Resources Identifier) atau
nama dari pemegang hak untuk mengidentifikasi suatu entitas.
4. Instructional Method
Sebuah proses yang digunakan untuk menyediakan pengetahuan,
kemampuan, yang di desain untuk didukung sumber.
Misalnya:
InstructionalMethod=”Experiential learning” InstructionalMethod=”Observation”
5. Accrual Method
Metode yang digunakan dalam penambahan ke dalam koleksi. Sebaiknya
digunakan istilah yang ada dalam kosakata terkendali.
6. Accrual Periodicity
Frekuensi penambahan ke dalam koleksi. Biasanya digunakan kosakata
7. Accrual Policy
Kebijakan yang menyangkut penambahan koleksi.
Berikut salah satu contoh penggunaan Dublin Core dalam sebuah halaman
situs: /> <meta name="DC.Title" xml:lang="EN" content="Dublin Core Tutorial" />
<meta name="DC.Creator" content="Alan Kelsey" />
<meta name="DC.Subject" xml:lang="EN" content="Dublin Core Meta Tags" />
<meta name="DC.Publisher" content="Alan Kelsey, Ltd." />
<meta name="DC.Publisher.Address" content="[email protected]"
content="Learning Advanced Web Design can be fun and easy! Look at a site designed specifically to help you learn how to design web pages with proper tags, styles, and scripting." />
<meta name="DC.Identifier"
content="http://tutorialsonline.info/Common/DublinCore.html" /> <meta name="DC.Relation" content="TutorialOnline.info"
scheme="IsPartOf" />
<meta name="DC.Coverage" content="Hennepin Technical College" /> <meta name="DC.Rights" content="Copyright 2011, Alan Kelsey, Ltd. All rights reserved." />
mengekspresikan unsur Dublin Core, dan disertai „content‟ untuk menentukan isi
dari unsur tersebut.
2 .2
S
I S T E MT
E M UB
A L I KI
N F O R M A S ISistem temu balik informasi (Information Retrieval System) merupakan
salah satu tipe sistem informasi yang berfungsi untuk menemukan informasi yang
relevan dengan kebutuhan pengguna. Hasugian (2006, 2) menyatakan bahwa
“pada dasarnya sistem temu balik informasi adalah suatu proses untuk
mengidentifikasi, kemudian memanggil (retrieve) suatu dokumen dari suatu
simpanan (file), sebagai jawaban atas permintaan informasi”. Sistem temu balik
informasi berfungsi sebagai perantara kebutuhan informasi pengguna dengan
sumber informasi yang tersedia. Menurut pendapat Harter (1986, 2)
“An information retrieval system is a device interposed between a potential user of information and theinformation collection itself. For a given information problem, the purpose of the system is to capture wanted
items and to filter out unwanted items”.
Dari uraian di atas dapat diartikan bahwa sistem temu balik informasi
merupakan seperangkat hubungan antara pengguna potensial informasi dengan
pengumpul informasi itu sendiri. Dengan tujuan untuk memberi informasi yang
dibutuhkan dan menyaring informasi yang kurang relevan atau tidak sesuai
dengan kebutuhan pengguna
Sedangkan menurut Chowdhury (1999, 2) “An information retrieval
system is designed to retrieve the documents or information required by the user
community. It should make the right information available to the right user”. (sistem temu balik informasi adalah sebuah sistem pencarian informasi yang
dirancang untuk menelusur suatu dokumen atau informasi yang dibutuhkan oleh
pengguna. Sehingga harus membuat informasi yang benar-benar tersedia untuk
penggunanya).
Selain itu juga diungkapkan oleh Lancester (1979, 7) bahwa temu balik
mengidentifikasi dokumen-dokumen tentang subyek tertentu”. Dari uraian diatas dapat disimpulkan pengertian sistem temu balik informasi adalah seperangkat
hubungan antara pengguna informasi dan pengumpul informasi dengan tujuan
memberi informasi yang relevan dan sesuai dengan kebutuhan pengguna, dengan
sistem pencarian temu balik khusus terhadap informasi yang dicari atau yang
dibutuhkan.
2.2.1 FU N G S I SI S T E M TE M U BA L I K IN FO R M A S I
Sistem temu balik informasi digunakan untuk menemukan kembali
informasi-informasi yang relevan terhadap kebutuhan pengguna dari suatu
kumpulan/pangkalan informasi secara otomatis. Sistem temu balik informasi ini
terutama berkaitan dengan pencarian/penelusuran informasi yang efektif dan
efisien. Menurut Chowdhury (1999,3) fungsi utama sistem temu balik informasi
adalah antara lain sebagai berikut:
1. To identify the information (sources) relevant to the areas of interest of the target users community;
2. To analyse the contents of the sources (documents);
3. To represent the contens of the analysed sources in a way that will be suitable for matching users queries;
4. To analyse users queries and to represent them in aform that will be suitable for matching with the database;
5. To match the search statement with the stored database;
6. To retrieve the information that is relevant, and
7. To make necessary adjustments in the system based on feedback from the users.
Pernyataan diatas dapat diartikan sebagai berikut:
1. Untuk mengidentifikasi sumber informasi yang relevan kepada
masyarakat pengguna.
2. Untuk menganalisis isi dari sumber-sumber informasi tersebut.
3. Untuk mewakili isi dari sumber-sumber informasi dengan cara
menganalisa mana yang cocok atau sesuai dengan pengguna.
4. Untuk menganalisa permintaan query dalam pencarian informasi oleh
5. Untuk mencocokkan pencarian informasi yang ada pada penyimpanan
database.
6. Untuk mengambil informasi yang relevan, dan
7. Untuk membuat penyesuaian yang diperlukan dalam sistem yang
didasarkan pada umpan balik dari pengguna.
Dari uraian diatas dapat dinyatakan bahwa fungsi dari sistem temu balik
informasi adalah untuk mengidentifikasi informasi yang relevan kepada
pengguna, untuk meneliti query dari pengguna dan untuk menghadirkannya di
dalam suatu format yang akan menghasilkan temuan dokumen/informasi yang
sesuai pada database, serta dapat mencari informasi yang relevan pada pengguna.
2.2.2 JE N I S-JE N I S SI S T E M TE M U BA L I K IN F O R M A S I
Menurut Hasugian (2009, 54), terdapat empat model klasik dalam sistem
temu balik informasi antara lain:
1. Logicals Models, sejak lama mengunakan boolean (and, or, not) alternatif temuan hanya dua: cocok dan tidak cocok.
2. Vector Processing Models, memperlakukan indeks sebagai multidimensional information space. Dokumen dan query diwakili oleh nilai-nilai vektor sehingga keduanya memperlihatkan posisi dekat atau jauh, non binary, degree of similarity,
3. Probabilistic Models, berasumsi bahwa sistem temu balik informasi bertugas membuat urutan (rangking) dokumen yang sesuai dengan kemungkinannya dalam menjawab kebutuhan informasi mengunakan teori probabilitas untuk menghitung nilai relevansi dokumen, dan
4. Cognitive Models, memfokuskan diri pada interaksi antara pengguna dengan sistem IR. Tidak hanya dalam persoalan dokumen dan query. Lebih mempersoalkan antar-muka (interface) daripada proses komputasi penemuan dokumen.
2.2.3 KO M P O N E N SI S T E M TE M U BA L I K IN F O R M A S I
Temu balik informasi merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
menyediakan dan memasok informasi bagi pemakai sebagai jawaban atas
permintaan atau berdasarkan kebutuhan pemakai. Temu balik informasi
merupakan istilah generik yang mengacu pada temu balik dokumen atau sumber
dalam maupun di luar gedung perpustakaan. Esensi dari temu balik informasi
adalah bagaimana memanggil/mendapatkan informasi yang tersedia dalam suatu
database atau web untuk memenuhi informasi yang diminta oleh pemakai;
bagaimana menemukan informasi yang diminta pemakai; dan bagaimana
memberikan solusi kepada pemakai untuk menemukan informasi yang
dikehendaki.
Menurut Hasugian (2009, 53-54), ada lima komponen dalam temu balik
informasi atau penelusuran online yaitu: “pengguna, query, dokumen elektronik,
indeks dokumen dan fungsi pencocokan melalui machine matcher (infrastruktur
informasi)”. Sedangkan menurut Lancester yang dikutip oleh Chowdhury (1999, 3), ada 6 komponen sistem temu balik informasi antara lain:
1. Subsistem dokumen.
2. Subsistem pengindeksan.
3. Subsistem kosa kata
4. Subsistem pencarian
5. Subsistem antarmuka pengguna-sistem, dan
6. Subsistem penyusaian.
Dari pernyataan diatas dapat dinyatakan bahwa komponen sistem temu
balik informasi yaitu, pengguna, query, dokumen, indeks, pencarian, dan juga
machine matcher (infrastruktur informasi) guna untuk memenuhi kebutuhan
informasi pengguna yang relevan.
2.3 Repository
Berbagai kegiatan menuntut pengguna memperoleh informasi yang tidak
sedikit. Hal tersebut disebabkan oleh kemajuan di bidang teknologi sehingga
pengguna perpustakaan harus memperoleh informasi dengan cara yang mudah dan
tidak memerlukan waktu yang lama. Perpustakaan perguruan tinggi menyediakan
akses untuk pengguna menuju informasi yang diinginkannya. Repository adalah
Dalam Freedom Foundation USA (2007, 1) dinyatakan bahwa:
A Repository is a place where data or specimens are stored and maintained for future retrieval. A Repository can be :
1. A place where data are stored
2. A place where specifically digital data are stored 3. A site where eprints are located
4. A place where multiple databases or files are located for distribution over anetwork
5. A computer location that is directly accessible to the user without having to travel across a network.
6. A place to store specimens, including serum or other biological fractions. 7. A place where anything is stored for probable reuse.
Dari uraian di atas dapat diartikan bahwa Repository adalah suatu tempat
dimana data atau spesimen disimpan dan dipelihara untuk ditemukan kembali
dimasa yang akan datang. Suatu Repository dapat berupa :
1. Tempat data disimpan.
2. Tempat data digital disimpan.
3. Tempat e-print diletakkan.
4. Tempat beberapa file atau database diletakkan untuk didistribusikan
melalui suatu jaringan.
5. Penempatan komputer yang secara langsung memberi akses kepada
pengguna tanpa keharusan masuk dalam suatu jaringan.
6. Tempat untuk menyimpan spesimen, mencakup serum atau pecahan
biologi lainnya.
7. Tempat sesuatu disimpan untuk kemungkinan digunakan kembali.
Pendapat di atas dapat diartikan bahwa Repository merupakan tempat yang
berisi kumpulan informasi yang disimpan dalam bentuk elektronik kemudian
memberikan akses kepada pengguna untuk masuk dan menggunakan informasi
didalamnya. Singkatnya Repository tempat untuk menyimpan file atau database
yang dapat ditemu kembali oleh pengguna.
Sedangkan pendapat yang lain mengenai Repository yang diungkapkan
oleh Mustaine (2008, 1) adalah sebagai berikut :
or maintained, the term Repository can also refer to a certain place which is specifically used to store digital data, it can refer to a site where e-prints are situated. Repository also means a place where many multiple databases or files are located which is later used for distribution over a specific network. It can also refer to a computer location which is directly accessible to the user without him searching or logging on to the entire network. In short, Repository means a place where anything is stored which can later be used again.
Pendapat di atas dapat diartikan bahwa istilah Repository dapat mengacu
pada tempat utama dimana data disimpan atau dirawat, suatu tempat tertentu yang
secara spesifik digunakan untuk menyimpan data digital, suatu tempat dimana
koleksi e-print diletakkan. Repository juga dapat diartikan sebagai lokasi berbagai
file atau database ditempatkan yang kemudian digunakan untuk didistribusikan
melalui suatu jaringan spesifik. Repository juga dapat mengacu pada penempatan
komputer yang secara langsung dapat diakses pengguna tanpa dia harus mencari
atau masuk dalam keseluruhan jaringan. Singkatnya, Repository berarti suatu
tempat dimana segala sesuatunya disimpan untuk kemudian dapat digunakan
kembali.
Kedua pendapat di atas pada dasarnya memiliki pendapat yang sama
mengenai Repository yaitu Repository mengacu pada tempat utama dimana data
disimpan atau dirawat, suatu tempat tertentu yang secara spesifik digunakan untuk
menyimpan data digital, suatu tempat dimana koleksi e-print diletakkan.
2.3.1 Tujuan Repository
Repository merupakan hal yang penting bagi suatu perguruan tinggi yang
membantu dalam pengelolaan aset kelembagaan sebagai bagian dari strategi
informasi mereka, memiliki arti yang sangat penting dalam membantu mahasiswa
dan dosen dalam memperoleh informasi yang mereka butuhkan. Repository
membantu institusi untuk mengembangkan pendekatan yang terkoordinir dan
logis untuk mengumpulkan, mengidentifikasi, menyimpan dan temu kembali aset
intelektualnya dalam bentuk yang digital.
Repository menurut Jain dan Anurag (2008, 4) adalah :
1. To create global visibility for an institution’s scholarly research; 2. To collect content in a single location;
3. To provide open access to institutional research output by self-archiving it;
4. To store and preserve other institutional digital assets, including
unplublished or otherwise easily lost (“grey”) literature (e.g. theses or
technical reports)
Pernyataan di atas dapat diartikan bahwa tujuan utama repository adalah
sebagai berikut :
1. Menciptakan visibilitas secara global untuk penelitian ilmiah sebuah
lembaga pendidikan / institusi;
2. Mengumpulkan konten / isi dalam satu lokasi;
3. Memberikan akses terbuka untuk hasil penelitian institusional;
4. Menyimpan dan melestarikan aset digital kelembagaan lainnya, termasuk
literatur yang tidak dipublikasikan atau mudah hilang ("grey literature”
misalnya tesis atau laporan teknis).
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan bahwa Repository bertujuan
untuk menyimpan dan memelihara koleksi yang berbentuk digital kemudian untuk
memberikan akses terbuka untuk hasil riset dari institusi pendidikan.
2.3.2 Fungsi Repository
Pada sebuah perpustakaan perguruan tinggi, materi yang tersimpan pada
Repository dapat berupa artikel-artikel dari jurnal riset baik sebelum dicetak
(preprint) ataupun setelah dicetak (postprint), format digital dari skripsi /thesis /
disertasi, dan juga mungkin merupakan kumpulan data digital pada kegiatan
akademik seperti dokumen administrasi, catatan perkuliahan atau materi
perkuliahan lainnya.
Menurut Wicaksono (2005, 5), fungsi Repository adalah :
2. Sumber referensi bagi proses pembelajaran di Discussion Forum dan
Structured Knowledge Creation.
3. Tempat menyimpan pengetahuan yang dihasilkan pada proses pembelajaran di Discussion Forum dan Structured Knowledge Creation.
Sedangkan menurut Joaquin (1996, 1-3), fungsi dari Repository adalah
sebagai berikut :
1. Storage function; The storage function stores data.
Information organization function ;The information organization function manages a Repository of information described by an information schema and includes some or all of the following elements:
• modifying and updating the information schema; • querying the Repository, using a query language; • modifying and updating the Repository.
2. Relocation function; The relocation function manages a Repository of locations forinterfaces, including locations of management functions for the cluster supporting those interfaces.
3. Type Repository function; The type Repository function manages a Repository of type specifications and type relationships. It has an interface for each type specification it stores.
4. Trading function; The trading function mediates advertisement and discovery of interfaces
Pernyataan di atas dapat diartikan bahwa fungsi utama Repository adalah sebagai berikut :
1. Fungsi penyimpanan ; menyimpan data
Fungsi organisasi informasi ; mengelola Repository informasi yang
dijelaskan dengan skema informasi yang mencakup beberapa unsur
berikut:
• Modifikasi dan pembaruan skema informasi;
• Peng-query-an Repository dengan menggunakan bahasa query; • Modifikasi dan pembaruan Repository.
2. Fungsi relokasi ; mengelola lokasi Repository untuk antarmuka, termasuk
lokasi dari fungsi-fungsi manajemen yang mendukung.
3. Fungsi jenis Repository ; mengelola spesifikasi jenis Repository dan tipe
hubungan.
Dari kedua uraian di atas dapat dinyatakan bahwa fungsi Repository
adalah sebagai tempat menyimpan data yang dikumpulkan dari berbagai sumber
informasi, mengorganisasikan data dengan skema informasi, mengelola lokasi
informasi untuk antarmuka, sebagai sumber referensi bagi proses pembelajaran
dan sebagai tempat menyimpan pengetahuan yang dihasilkan pada proses
pembelajaran.
2.4 Basis Data (database)
Menurut Connolly dan Begg (2002, 14), database is a shared collection
of logically related data, and a description of this data, designed to meet the
information needs of an organization, yang artinya basis data adalah sekumpulan
koleksi data yang berhubungan secara logikal, dan sebuah deskripsi dari data
tersebut, didesain untuk menemukan keperluan informasi pada sebuah
perusahaan. Menurut Fathansyah (2004, 7), basis data adalah kumpulan data yang
terorganisir, relasi antar data, dan objektifnya.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, maka basis data adalah
kumpulan informasi atau data yang di simpan dalam komputer secara sistematis
dan dapat dimanpulasi menggunakan perangkat lunak.
Sedangkan Database Management System adalah sebuah perangkat lunak
yang memungkinkan pengguna mendefinisi, membentuk dan mengatur basis data
dan yang mengendalikan akses ke basis data. DBMS berinteraksi dengan
pengguna aplikasi program dan basis data (Connolly & Begg, 2002, 16).
Beberapa komponen DBMS (Connolly & Begg, 2002, 18):
1. Perangkat Keras (Hardware)
2. Perangkat Lunak (Software)
3. Data
4. Prosedur
Menurut Connolly dan Begg (2002, 25) DBMS memiliki keuntungan dan
kerugian sebagai berikut:
Keuntungan DBMS:
1. Kontrol terhadap pengulangan data (data redundancy).
2. Data yang konsisten.
3. Semakin banyak informasi yang didapat dari data yang sama.
4. Data yang dibagikan (sharing data).
5. Menambah integritas data.
6. Menambah keamanan data.
7. Penetapan standarisasi.
8. Pengurangan biaya.
9. Mempermudah pengoperasian data.
10. Memperbaiki pengaksesan data dan hasilnya.
11. Menambah produktivitas.
12. Memperbaiki pemeliharaan data melalui independensi data.
13. Memperbaiki pengaksesan data secara bersama-sama.
Kerugian DBMS :
1. Kompleksitas.
2. Size / ukuran besar.
3. Biaya dari suatu DBMS
4. Biaya penambahan perangkat keras.
Berdasarkan uraian di atas, database dapat bermanfaat dalam proses
perolehan data dengan cara yang mudah dan cepat. Database juga memungkinkan
bagi kita untuk dapat menyimpan data dan memanipulasi data tersebut agar dapat
2.5 Koleksi Digital
Dewasa ini terjadi perubahan dalam pengelolaan sumber daya informasi di
perpustakaan. Berbagai sumber daya informasi berbasis kertas (paper-based) yang
selama ini menjadi primadona perpustakaan tradisional sekarang telah banyak
tersedia dalam format elektronik (Hasugian 2008, 12).
Dalam Pasal 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik
dicantumkan di antaranya definisi informasi elektronik. Berikut kutipannya:
Informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Dalam kutipan di atas dikatakan dengan jelas bahwa informasi elektronik
tersebut tidak terbatas pada tulisan saja, informasi elektronik juga termasuk pada
suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat
elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf,
tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah sehingga
mampu dipahami dan dimengerti orang lain.
Koleksi digital adalah segala jenis dokumen yang diberi nama file dan
disimpan dalam elektronik. Objek atau segala jenis dokumen tersebut disimpan
dalam bentuk CD atau di dalam internet. Koleksi digital ini dapat memudahkan
pengguna dalam mencari dan memperoleh informasi yang mereka inginkan
dengan cepat dan up to date (informasi yang paling mutakhir dan terkini).
Menurut Reitz (2004) dalam Dictionary For Library and Information
Science koleksi digital di defenisikan sebagai:
“a collection of library or archival materials converted to machine -readable format for preservation or to provide electronic access...Also library materials produced in electronic formats, including zines, e-jornals, ebooks, reference works published online and on CD-ROM, bibliographic database and other web-based resource....”.
Dapat diartikan bahwa koleksi digital adalah koleksi perpustakaan atau
(machine-readable format) untuk tujuan pelestarian atau penyediaan akses elektronik juga
termasuk materi yang diproduksi dalam bentuk elektronik mencakup zines,
e-journals,e- books, karya referensi yang dipublikasikan secara online dan dalam
CD-ROM, database bibliografi, dan sumber-sumber berbasis web lainnya.
Dari pendapat di atas dapat dinyatakan bahwa koleksi digital merupakan
koleksi perpustakaan yang dialihmediakan ke dalam format yang dapat dibaca
oleh mesin dengan tujuan utnuk melestarikan bahan pustaka tersebut.
Berdasarkan sifat media sumber informasi dan isinya, Pendit (2007, 211)
koleksi digital dibedakan menjadi:
1. Bahan dan sumber daya full-text termasuk e-journal, koleksi digital yang bersifat terbuka (open access), e-books, e-newspapers, dan tesis serta disertasi digital.
2. Sumberdaya metadata, termasuk perangkat lunak digital berbentuk katalog, indeks, dan abstrak, atau sumber daya yang menyediakan informasi tentang informasi lainnya.
3. Bahan-bahan multimedia digital 4. Aneka situs di internet
Koleksi digital terdiri dari materi-materi bahan pustaka yang merupakan
hasil digitasi, materi digital yang merupakan hasil dari pembelian biasanya dalam
bentuk CD-ROM dan materi yang hak aksesnya diperoleh perpustakaan, akan
tetapi sistemnya berada di luar pengawasan perpustakaan dan dapat diakses
melalui jaringan global (Lang, 1998, 229).
Seperti yang diungkapkan sebelumnya, salah satu bentuk koleksi digital
merupakan koleksi hasil proses digitalisasi. Digitalisasi merupakan proses
konversi dari segala bentuk fisik atau analog ke dalam bentuk digital (Deegan
2002, 38). Feather (1996, 14) mendefinisikan digitalisasi sebagai transripsi data
ke dalam bentuk digital sehingga dapat diproses secara langsung dengan
2.5.1 Format Koleksi Digital
Menurut A. Kosasih (2008, 8), penyajian koleksi perpustakaan dalam
bentuk digital terdapat dalam berbagai format antara lain:
1. Jenis teks digital
a. RTF (Rich Text Format)
b. PDF (Portable Document Format) 2. TIFF
a. JPEG dan GIF b. Photo CD c. PNG
d. Pyramid File Format
e. Format lainnya seperti: PICT, BMP, PDF dan DjVU 2. Jenis video/ film digital
a. MPEG
b. Digital video broadcasting
Seperti yang diketahui, saat ini banyak perpustakaan yang
mempertimbangkan untuk mengkonversi dari koleksi tercetak yang dimilikinya
kedalam bentuk digital. Pertimbangan ini didasarkan pada kelebihan- kelebihan
koleksi dalam format digital. Harvey (1993, 178) berpendapat kelebihan format
digital antara lain :
1. Dapat dipublikasikan dengan cepat dan disebarkan tanpa penurunan kualitas melalui jaringan komunikasi elektronik dimanapun pengguna berada.
2. Menghemat ruang penyimpanan
3. Dapat disimpan dalam berbagai bentuk media dan dapat ditransfer dari satu media penyimpanan ke media penyimpanan laiinya.
4. Menawarkan proses temu kembali serta akses terhadap informasi dengan lebih cepat.
2.5.2 Pengembangan Koleksi Digital
Kegiatan pengembangan koleksi digital meliputi kegiatan seleksi,
pengadaan, penyiangan, dan evaluasi koleksi (Collection Development Plan,
2005). Walaupun komputer merupakan perkakas utama yang diperlukan dalam
perpustakaan digital, tetapi sumber daya manusia merupakan yang terpenting
Lang (1998, 229) juga berpendapat bahwa koleksi digital perlu untuk
diolah (organised), dikategorikan (categorised), diindeks (indexed) agar dapat
diakses secara lebih mudah. Koleksi digital juga harus disimpan dan dipelihara
sedemikian rupa untuk memastikan bahwa koleksi digital tersebut agar terus
tersedia selama mungkin.
2.5.3 Sifat Koleksi Digital Sifat koleksi digital adalah:
1. Rekaman gambar, misalnya film, compact disc (CD), mikrofilm, dan mikrofis.
2. Rekaman suara, misalnya piringan hitam, CD dan kaset.
3. Rekaman data magnetik/digital, misalnya dalam bentuk disket, CD dan pangkalan data. (Perpustakaan Nasional RI, 1999, 11-12)
Masing-masing dari sifat tersebut sesuai dengan karakter jenis koleksi
digital. Setiap jenis dari koleksi digital dipergunakan oleh perpustakaan untuk
mempermudah pengguna dalam pencarian informasi. Biasanya koleksi digital