• Tidak ada hasil yang ditemukan

REVITALISASI INDUSTRI BAJA HULU DI INDON

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "REVITALISASI INDUSTRI BAJA HULU DI INDON"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Penawaran Studi

REVITALISASI INDUSTRI BAJA HULU DI INDONESIA, 2012

Agustus 2012

Hingga kini, industri baja hulu masih tergantung bahan baku impor. Akibatnya belakangan ini kinerja industri baja dalam negeri melambat, karena kesulitan bahan baku scrap. Menurut catatan Kemenperin, selama tahun 2011, impor scrap Indonesia diperkirakan mencapai 2,1 juta ton atau sekitar 70% dari total kebutuhan untuk bahan baku peleburan baja dan 30% bahan baku lainnya dipasok dari dalam negeri. Ditengah kesulitan pasok bahan baku, saat ini, harga scrap mengalami kenaikan dari US$ 400 per ton menjadi US$ 800 per ton.

Oleh karena itu, selama tahun 2012, produksi baja nasional diperkirakan turun sekitar 25%-30% atau hanya mencapai sekitar 4 juta - 4,5 juta ton. Sementara menurut catatan Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA), pada tahun 2011, produksi baja domestik mencapai 6 juta ton, sementara konsumsi mencapai 8,6 juta ton.

Untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku impor, Kemenperin tengah melakukan upaya untuk memperkuat pertumbuhan industri baja melalui pengembangan hilirisasi (downstream) industri baja hulu. Terkait hal itu, hingga kini, sedikitnya terdapat sembilan investor yang berminat memasuki industri baja hulu pengolahan bijih besi dengan total kapasitas produksi 23,7 juta ton per tahun, masing-masing Meratus Jaya Iron Steel (1 juta ton/tahun), SILO (2,5 juta ton/tahun), Krakatau POSCO (9 juta ton/tahun), Gunung Garuda (0,9 juta ton/tahun), Semeru Surya Steel (0,46 juta ton/tahun), Mandan Steel (5 juta ton/tahun), Delta Prima Steel (0,3 juta ton/tahun), Jogja Magasa Iron (3 juta ton/tahun) dan Indoferro (1,5 juta ton/tahun).

Selain ke sembilan investor itu, terdapat beberapa investor yang berminat memasuki industri baja hulu, diantaranya China Nickel Resources Holdings Co Ltd, Salgaocar Mining Industries Pvt Ltd (India) yang membentuk perusahaan patungan dengan PT Sumba Prima Iron (SPI), JSK International Resources Co Ltd, Gainet International Indonesia (GII), Wuhan Iron and Steel Corp., dan Batu Licin Steel.

Tingginya minat investor itu erat kaitannya dengan terbitnya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7 tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Permurnian Mineral. Terbitnya kebijakan itu, untuk mendukung Undang-undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, khususnya terkait dengan kewajiban pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri yang berlaku paling lambat awal tahun 2014. Disisi lain, dalam tiga tahun terakhir setelah terbitnya UU No. 4 Tahun 2009, terdapat lonjakan ekspor bijih besi Indonesia, dari 5,7 juta ton senilai US$ 108,1 juta pada tahun 2009 menjadi 13,9 juta ton senilai US$ 342,6 juta pada tahun 2011.

Sementara itu, untuk memperkuat struktur industri baja hulu di Indonesia, BUMN baja Krakatau Steel (KS), tengah melakukan revitalisasi dan ekspansi untuk meningkatkan kapasitas produksi. Revitalisasi dilakukan pada pabrik Iron Making/Direct Reduction Plant dengan meningkatkan kapasitas menjadi 1,74 juta ton dari sebelumnya sebesar 1,5 juta ton dengan target penyelesaian proyek pada 2012. Kemudian revitalisasi pabrik Steel Making/Slab Steel Plant yang meningkatkan kapasitas menjadi 2,1 juta ton dari sebelumnya sebesar 1,8 juta ton dengan target penyelesaian proyek pada 2012. Hingga kuartal I 2012, progres kedua proyek revitalisasi itu masing-masing telah mencapai 96,7% dan 84,3%. Selain itu, KS melakukan ekspansi dengan membangun pabrik Blast Furnace yang akan menghasilkan hot metal dengan kapasitas produksi sebesar 1,2 juta ton yang dijadwalkan selesai pada tahun 2014. Kontrak pembangunan Blast Furnace telah ditandatangani pada November 2011 antara PT Krakatau Steel dengan Konsorsium MCC-CERI (China) dan PT Krakatau Engineering (anak perusahaan PT Krakatau Steel), dengan investasi senilai US$ 601,46 juta. Selain itu juga akan dilakukan ekspansi pabrik Hot Strip Mill dengan meningkatkan kapasitas produksi dari 2,4 juta ton menjadi 3,5 juta ton, yang dijadwalkan rampung tahun 2014.

(2)

Terkait pabrik baja terpadu PT Krakatau Posco (Pohang Iron and Steel Company/Korea Selatan), menurut Dirut KS, skema kepemilikan saham PT Krakatau Steel saat ini adalah sebesar 30% yang dapat ditingkatkan menjadi 45% pada 2015. Pembangunan pabrik tahap I dengan investasi senilai Rp. 26,4 triliun telah dimulai pada 2011 dan ditargetkan rampung pada akhir 2013. Produksi yang akan dihasilkan adalah slab sebanyak 1,5 juta ton/tahun dan pelat baja sebanyak 1,5 juta ton/tahun. Sedangkan pada tahap II akan dilakukan penambahan kapasitas produksi sebesar 3,0 juta ton dengan nilai proyek sebesar Rp. 32 triliun, sehingga total kapasitas akan menjadi 6,0 juta ton baja cair. Hingga kuartal I 2012, progres pembangunan pabrik PT Krakatau Posco pada tahap I telah mencapai 15,1%. Tingginya konsumsi baja selain mendorong naiknya harga, dipasar domestik juga impornya terus bertambah, misalnya untuk HRC hingga 2011, mencapai 1.75 juta ton dengan nilai US$1,5 miliar. Untuk menghambat impor HRC, melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 23/PMK.011/2011 tanggal 7 Februari 2011, pemerintah menerapkan Bea Masuk Anti Dumping atas impor Hot Rolled Coil (HRC) dari Korea Selatan dan Malaysia, masing-masing sebesar 3,8% dan Malaysia 48,4%. BMAD untuk Korea Selatan berlaku untuk semua perusahaan selain Hyundai Steel Company, Posco, Dongkuk Industries Co., dan Hyundai HYSCO. Sedangkan untuk Malaysia diterapkan untuk perusahaan Megasteel Sdn. Bhd maupun perusahaan lainnya. Peraturan tersebut mulai berlaku sejak Februari 2011 dan berlaku selama lima tahun.

Terkait hal itu, PT Media Data Riset sebagai salah satu perusahaan jasa penyedia data dan informasi, telah menyusun kajian “Revbitalisasi Industri Baja Hulu di Indonesia, Agustus 2012. Dalam studi ini, dibahas kondisi terkini industri baja hulu (bahan-baku dan baja dasar), baja kasar (slab dan bilet) dan baja antara HRC/CRC. Kajian ini meliputi kapasitas produksi, perkembangan produksi, proyek baru & perluasan, konsumsi, proyeksi konsumsi, perkembangan harga dan prospeknya.

Studi ini, bermanfaat bagi para pelaku di sektor industri baja, calon investor, lembaga pembiayaan, maupun industri terkait lainnya. Buku studi ini kami tawarkan seharga Rp 6.500.000,- (Enam juta limaratus ribu rupiah) per copy untuk versi bahasa Indonesia, atau US$ 900 (sembilan ratus US$) per copy dalam versi bahasa Inggris. Peminat dapat langsung menghubungi PT Media Data Riset, Jakarta, melalui Telepon (021) 809-6071, Faksimile (021) 809-6071 atau e-mail : contact@mediadata.co.id, atau mediadatariset@yahoo.com . Formulir Pemesanan terlampir. Pemesanan untuk luar negeri atau luar Jakarta akan ditambah biaya pengiriman.

Demikian penawaran ini kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.

Jakarta, Agustus 2012 PT Media Data Riset

(3)

DAFTAR ISI

REVITALISASI INDUSTRI BAJA HULU DI INDONESIA, 2012

Agustus 2012

1. PENDAHULUAN

2. ANALISIS LINGKUNGAN MAKRO

2.1. Lingkungan Politik (Political) 2.2. Lingkungan Ekonomi (Economical) 2.3. Lingkungan Sosial (Social)

2.4. Lingkungan Teknologi (Technological) 2.5. Lingkungan Hukum (Legal)

3. PERKEMBANGAN PASAR BAJA DUNIA & ASEAN

3.1. Tahun 2011, produksi baja dunia naik 6,8% 3.1.1. Perkembangan produksi crude steel

menurut peringkat negara produsen 3.1.2. Produsen baja dunia menurut peringkat 3.1.3. Sepuluh negara dengan tingkat per kapita

baja tertinggi

3.1.4. Produksi crude steel menurut proses produksi dan negara

3.1.5. Produksi baja dunia dan penggunaan 3.1.6. Penggunaan produk finished steel menurut

kawasan negara

3.1.7. Apparent steel use, 2005 – 2011

3.1.8. Apparent steel use per kapita, 2005-2011 3.1.9. Produksi, ekspor dan impor pig iron dunia

menurut negara, 2010-2011

3.1.10. Produksi crude steel proses Direct Reduced Iron dunia menurut negara, 2004 – 2011

3.1.11. Produksi bijih besi dunia menurut negara 3.1.12. Ekspor baja dunia menurut jenis produk 3.1.13. Importir dan eksportir baja dunia menurut

negara

3.1.14. Net eksportir & net importir baja dunia menurut negara

3.1.15. Perdagangan ferrous scrap dunia menurut negara

3.2. Kondisi pasar baja di Asean tahun 2011

3.2.1. Kawasan Asean tingkatkan kapasitas produksi baja

3.2.2. Tren ekspor long steel product China ke Asean

3.3. Thailand

3.3.1. Perkembangan ekonomi Thailand 3.3.2. Perkembangan industri baja Thailand

3.3.3. Penggunaan apparent steel di Thailand meningkat 7,3% per tahun

3.3.4. Konsumsi baja di Thailand menurut sektor 3.3.5. Peluang pasar baja untuk sektor kontruksi

di Thailand

3.3.6. Proyeksi perkembangan sektor konstruksi di Thailand sampai tahun 2015

3.3.7. Investasi baru di sektor industri baja Thailand, 2010-2012

3.3.8. Karakteristik industri baja di Asean 3.4. India

3.4.1. Latar belakang

3.4.2. Perkembangan produksi dan konsumsi baja India

3.4.3. India peringkat keempat produsen crude steel dunia

3.4.4. Kinerja industri baja India April-Desember 2011-2012

3.4.5. Perkembangan produksi, sektor private/public

3.4.6. Rencana pengembangan industri baja India

3.4.7. Tarif impor dan ekspor sektor industri baja India

4. KONDISI MAKRO INDUSTRI BAJA

NASIONAL

4.1. Gambaran Umum Tentang Baja 4.1.1. Proses Pembuatan Baja 4.1.2. Klasifikasi Baja 4.1.3. Tipe Baja

4.1.4. Pengaruh Beberapa Unsur Paduan dalam Baja

4.1.5. Spesifikasi Baja Secara Umum 4.1.6. Struktur/Pohon Industri 4.2. Masalah yang dihadapi industri baja

4.2.1. Ketergantungan Bahan Baku Baja dari Impor

4.2.2. Supplay Energi Gas dan Listrik Tidak Mencukupi

4.3. Kondisi Umum Industri Baja Nasional 4.3.1. Perkembangan Kapasitas Produksi 4.3.2. Gambaran Pemain Utama

4.3.2.1. PT Krakatau Steel 4.3.2.2. Ispatindo

4.3.2.3. Gunung Garuda 4.3.2.4. Essar Indonesia 4.3.2.5. Jakarta Cakra Tunggal 4.3.3. Perkembangan Produksi

4.3.3.1. Utilisasi Industri Baja Nasional Meningkat

4.3.3.3. Produksi Baja Hulu dan Setengah Jadi

4.3.4. Harga baja naik 4.4. Impor Baja Indonesia

4.4.1. Perkembangan Impor 4.5. Ekspor Baja Indonesia

4.6. Konsumsi baja Indonesia masih rendah

5. KEBIJAKAN PEMERINTAH

5.1. Kebijakan Impor Besi-Baja Diperpanjang 5.2. Impor baja HRC dari Korea Selatan dan Malaysia

dikenakan BMAD

5.3. KADI Selidiki Dumping CRC Dari Lima Negara 5.4. Lima Sektor Industri Pionir Peroleh Tax Holiday 5.5. Pemerintah Terbitkan PP 52/2011 untuk

Penanaman modal di Bidang Usaha Tertentu 5.6. Standar Nasional Indonesia (SNI)

5.6.1. Identifikasi SNI produk baja

5.6.2. SNI tingkatkan pertumbuhan industri baja 5.6.3. SNI BjKU mulai diterapkan Desember

2011

6. INDUSTRI LOGAM BAJA DASAR

6.1. Bahan Baku Industri Logam Baja 6.1.1. Pasir Besi/Bijih Besi

6.1.2. KS diversifikasi sumber bahan baku dan energi

(4)

6.1.3.3. Krakatau POSCO 6.1.3.4. Mandan Steel 6.1.3.5. Indoferro 6.1.3.6. Delta Prima Steel

6.1.4. Impor bijih besi serap devisa US$ 406,3 juta

6.1.5. Ekspor bijih besi melonjak 6.2. Iron dan Steel Making Industry

6.2.1. Permasalahan

6.2.2. Deskripsi produk dan proses pembuatan 6.2.3. Perkembangan Teknologi Peleburan

Produksi Baja

6.2.4. Pabrik Pig Iron Dengan Tanur Tiup Mini 6.2.5. Nilai Ekonomi dan Investasi Pabrik DRI

dan Pig Iron 6.2.6. Pos Tarif

6.2.7. Produsen dan Kapasitas

6.2.7.1. Revitalisasi Pabrik Direct Reduction (DR)

6.2.7.2. Pengadaan bahan baku KS 6.2.7.3. Pemasok bahan baku KS

6.2.7.4. Perkembangan impor pellet bijih besi untuk KS

6.2.7.5. Harga rata-rata impor pellet 6.2.7.6. Harga rata-rata scrap baja 6.2.8. Pasar bahan baku

6.2.8.1. Bijih Besi 6.2.8.2. Coking Coal

6.2.8.3. Harga bahan baku dan harga baja

6.2.9. Produksi menurun 6.2.10. Impor menurun

6.2.11. India pemasok terbesar sponge iron 6.2.12. Ekspor sponge iron relatif kecil 6.2.13. Konsumsi cenderung menurun 6.2.14. Perkembangan Pasar

6.3. Pengadaan Besi Scrap 6.3.1. Kebutuhan Scrap

6.3.2. Ekspor scrap raih devisa US$ 51,7 juta 6.3.3. Impor scrap serap devisa US$ 968,6 juta 6.3.4. Pasok scrap semakin terbatas

6.3.5. Konsumsi Scrap di Dalam Negeri 6.3.6. Total suplai bahan baku baja 6.3.7. Konsumsi Bahan Baku Industri Baja

7. INDUSTRI BAJA KASAR/PRODUK ANTARA (SLAB, BILLET/ INGOT)

7.1. Flat Steel Products (Steel Making/Slab) 7.1.1. Deskripsi Produk

7.1.2. Proses Pembuatan 7.1.3. Spesifikasi Produk 7.1.4. Pos Tarif

7.1.5. Produksi berfluktuasi 7.1.7. Impor-Ekspor Slab

7.1.7.1. Import berfluktuasi

7.1.7.2. Rusia & Ukraina pemasok slab terbesar

7.1.7.3. Ekspor relatif kecil 7.1.8. Konsumsi meningkat 6,4%/tahun 7.1.9. Perkembangan Pasar

7.2. Long Products (Billet) 7.2.1. Deskripsi Produk 7.2.2. Proses Produksi 7.2.3. Spesifikasi Produk 7.2.4. Pos Tarif

7.2.5. Produsen Billet dan Kapasitasnya 7.2.6. Perkembangan Produksi Billet dan Ingot

7.2.7. mpor-Ekspor Billet/Ingot Baja 7.2.7.1. Impor Billet Baja

7.2.7.2. Malaysia pemasok terbesar billet ke Indonesia

7.2.7.3. Ekspor Billet Baja

7.2.7.4. Ekspor billet baja Indonesia anjlok

7.2.8. Konsumsi billet dan ingot baja naik 9% per tahun

8. INDUSTRI HOT ROLLED COIL/PLATE (HRC/P)

8.1. Deskripsi Produk 8.2. Proses Produksi 8.3. Produsen HRC/Plate 8.4. Investasi Baru

8.4.1. Pembentukan perusahaan patungan KS dengan POSCO

8.4.2. Penyertaan pada PT Krakatau Posco Chemtech Calcination

8.4.3. Penyertaan pada PT Krakatau Posco Power (PT KPP)

8.4.4. Progress proyek KS-POSCO

8.4.4.1. Penyerahan hasil pematangan tanah kepada PT Krakatau Posco 8.4.4.2. Pembayaran setoran modal kepada

PT Krakatau Posco

8.4.4.3. Penerbitan Sponsor Guarantee untuk PT Krakatau Posco (PTKP) 8.4.4.4. Perjanjian dengan PT Bank of

Tokyo Mitsubishi UFJ 8.5. Perkembangan Produksi

8.6. Bakrie Pipe serap terbesar penjualan domestik HRC PT KS

8.7. Biaya Produksi 8.8. Impor-Ekspor HRC/P

8.8.1. Impor serap devisa US$ 1,5 miliar

8.8.2. Korea Selatan & Jepang pemasok terbesar HRC

8.8.3. Impor HR-Plate Menurut Negara Asal 8.8.4. Ekspor HRC/Plate

8.8.5. Ekspor Menurut Negara Tujuan 8.8.6. Harga di Pasar Internasional

8.8.7. BMAD HRC Sempat Picu Kenaikan Harga dan Kelangkaan Pasok

8.9. Konsumsi naik rata-rata 10,6% per tahun 8.9.1. Konsumsi oleh Industri CRC/S

8.9.1.1. Industri Pipa Baja 8.9.1.2. Industri Baja Profil 8.9.1.3. Industri Otomotif 8.9.1.4. Industri Kapal 8.9.1.5. Konsumsi Total HRC 8.9.1.6. Sistem Distribusi 8.10.Kebijakan Pemerintah

8.10.1. Kebijakan Investasi dalam Industri HRC/P

8.10.2. Kebijakan Impor HRC (BM ACFTA 0%)

8.10.3. Prospek Industri HRC/P di Indonesia

9. INDUSTRI BAJA WIRE ROD

9.1. Deskripsi Produk 9.2. Proses Produksi

9.2.1. Pabrik Baja Batang Kawat (Wire Rod Mill)

(5)

9.3. Produsen dan Kapasitas Produksi 9.4. Investasi Baru

9.5. Perkembangan Produksi 9.6. Penjualan Wire Rod PT KS

9.6.1. Diserap 84 Perusahaan Baja Hilir

9.6.2. Pemerintah Siapkan Safeguard Kawat Baja

9.7. Perkembangan Harga 9.8. Tarif Bea Masuk 9.9. Impor Wire Rod 9.10. Ekspor Wire Rod 9.11. Supply Demand Wirerod 9.12. Proyeksi

10. KONDISI SEKTOR PENDUKUNG (GAS ALAM & LISTRIK)

10.1. Kebutuhan Energi di Industri Baja 10.1.1. Kebutuhan Gas PT Krakatau Steel 10.1.2. KS bangun infrastruktur

10.1.3. Industri baja pemakai gas

10.1.4. KS Bangun Pembangkit 320 MW untuk Konversi Energi

10.1.5. Industri Baja Nasional Perlu Hemat Energi

10.2. Gas Untuk Listrik 2009-2018

10.2.1. PLN dan Sistem Kelistrikan Nasional 10.2.2. Trend Penggunaan Energi Primer

Pembangkit PLN

10.2.3. Biaya Energi Primer Pembangkitan 10.2.4. Konsumsi Gas Bumi PLN

10.2.5. Rencana Penambahan Kapasitas Daya 2009-2018

10.2.6. Proyeksi Kebutuhan Energi Primer Pembangkitan 2008-2018

10.2.6.1. Harga gas industri naik 10.2.6.2. Permen ESDM No. 3/2010

batasi kebutuhan gas bagi industri

10.3. Gambaran Kondisi Industri Pertambangan Gas Indonesia

10.3.1. Cadangan Gas Bumi 2009

10.3.2. Perkembangan Cadangan Terbukti Gas Indonesia 1993-2009

10.3.3. Infrastruktur gas nasional (Status 2009) 10.4. Kilang Gas Indonesia (Eksisting)

10.4.1. Kilang Gas Menurut Operator 10.4.2. Jaringan Pipa Gas Indonesia

10.4.2.1. Jalur Pipa Grissik-Duri

10.4.2.2. Sistem Transportasi Gas Sumatera dan Natuna

10.4.2.3. Sistem Transmisi Gas Sumatera Selatan-Jawa Barat 10.4.2.4. Sistem Transmisi Gas Jawa

Timur

10.4.2.5. Sistem Transmisi Gas Bontang-Kalimantan Timur 10.4.2.6. Sistem Transportasi Gas Bumi

Sulawesi

10.4.2.7. Jaringan Pipa Gas PGN

10.4.3. Rencana induk jaringan transmisi dan distribusi gas Indonesia

11. RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

11.1. Latar Belakang

11.2. Peringkat Infrastruktur Indonesia

11.3. Pengembangan Enam Koridor Ekonomi MP3EI 11.3.1. Realisasi Proyek MP3EI & Rencana

Investasi 26 BUMN (Rp 836 Trilyun) 11.3.2 Jabodetabek Area

12. PROFIL PRODUSEN BAJA

13.1. Krakatau Steel (KS) Group 12.2. Gunung Garuda Group

12.3. Gunawan Dianjaya Steel (GDS) 12.4. Jaya Pari Steel (JPS)

13. PENUTUP

13.1. Aspek Demand

13.2. Pembangunan Industri Baja Hulu 13.3. Proyeksi Demand (Kebutuhan) 13.4. Progres Proyek Strategis PT KS 13.5. Kesimpulan dan Rekomendasi

LAMPIRAN

1. Peraturan Menteri Keuangan No. 55/PMK.011/2011 tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Terhadap Impor Produk Tali Kawat Baja

2. Peraturan Menteri Keuangan No.56/PMK. 011/2011 tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Terhadap Impor Produk Kawat Seng

3. Peraturan Menteri Keuangan No. 57/PMK.011 /2011 tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Terhadap Impor Produk Kawat Bindrat

4. Peraturan Menteri Keuangan No. 57/PMK.011/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan No. 54/PMK.011/2011 tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Terhadap Impor Produk Tali Kawat Baja (Steel Wire Ropes)

5. Peraturan Menteri Keuangan No. 23/PMK.011/ 2011 tentang Pengenaan Bea Masuk Anti Dumping Terhadap Impor Hor Rolled Coil (HRC) dari Korea Selatan dan Malaysia

6. Keputusan Menteri Perdagangan No. 1323/M-DAG/Kep/12/2010 tentang Penetapan Surveyor Sebagai Pelaksana Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor Besi atau Baja

7. Peraturan Menteri Perdagangan No. 29/M-DAG/ Per/5/2012 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan

8. Peraturan Menteri Perdagangan No.08/M-DAG/ Per/2/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan No. 54/M-DAG/Per/ 12/2010 tentang Ketentuan Impor Besi atau Baja

9. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 07/2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral

10. Peraturan Pemerintah No. 52/2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah No. 1/2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu Dan/Atau di Daerah-Daerah Tertentu

11. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 117/PMK. 011/2012 Tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Dalam Rangka Asean-China Free Trade Area (ACFTA)

(6)

FORMULIR PESANAN

PT MEDIA DATA RISET

Jl. SMA XIV, No. 12 A Cawang–UKI, Jakarta 13630

Phone : (021) 809-6071, Fax : (021) 809-6071

e-mail : contact@mediadata.co.id, atau mediadatariset@yahoo.com Website : www.mediadata.co.id. Mobile : 0812 1060 6000 (Edu)

Studi Tentang:

REVITALISASI INDUSTRI BAJA HULU DI INDONESIA, 2012

Agustus, 2012

Silahkan Pilih (

) untuk pesanan

:

Edisi Bahasa Indonesia Bahasa Inggris

Nama

(Mr/Mrs/Ms)

Position

Nama Perusahaan

NPWP No.

Alamat

Telepon

Fax :

Tanda Tangan

Tanggal

Harga :

Edisi Bhs. Indonesia -

Rp. 6.500.000,

- (Enam juta limaratus ribu rupiah)

Edisi Bhs.Inggris -

US$900

(Sembilan ratus US$)

Catatan:

Harga belum termasuk pajak (10% PPn)

Di luar Jakarta dan luar negeri; ditambah biaya pengiriman (Jasa Kurir)

Pembayaran, Silahkan beri tanda ( √ )

Cash

Cheque

Transfer to

- PT MEDIA DATA RISET

AC NO. 070 000 534 0497

BANK MANDIRI CAB. DEWI SARTIKA

JAKARTA

Referensi

Dokumen terkait

Dari tiga ratus warga kampung Bustaman/ sebanyak sembilan puluh persen atau sekitar tujuh puluh dua kepala keluarga menikah dengan tetangga sendiri// Uniknya/ tetangga

Hasil pembahasan yang diperoleh adalah dengan menggunakan konsep “Essense of Indonesia” dimana karya tekstil Indonesia ditampilkan ke dalam bentuk interior yang

Company name Nama Perusahaan Company Field Bergerak di Bidang Position Jabatan?. From (mm/yy) –

memiliki persentase gabah bernas yang berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan varietas Inpari 13 dan terdapat 14 galur dihaploid yang memiliki persentase gabah bernas

Tujuan dari penelitian ini untuk megetahui pengaruh pembiayaan sektor primer, sektor sekunder, dan sektor tersier terhadap Non Performing Financing (NPF) perbankan

This was in accordance with the study conducted by Pramita and Rudiana (2016) who argued that snake ladder game media was proper to be used as a learning tool

17. Negasi dari pernyataan “ Jika guru matematika tidak datang, maka semua siswa senang “ adalah... a) Guru matematika tidak datang dan ada siswa tidak senang b)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara kejadian hematuria dengan volume prostat penderita Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) pada