• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Komparatif Pendapatan Petani Sebelum dan Sesudah Beralih Ke Komoditi Kelapa Sawit (Studi Kasus: Desa Ujung Rambe, Kecamatan Bangun Purba, Kabupaten Deli Serdang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Komparatif Pendapatan Petani Sebelum dan Sesudah Beralih Ke Komoditi Kelapa Sawit (Studi Kasus: Desa Ujung Rambe, Kecamatan Bangun Purba, Kabupaten Deli Serdang)"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Karet

Tanaman karet (Hevea Brasiliensis) mulai dikenal di Indonesia sejak

zaman penjajahan Belanda. Awalnya, tanaman karet ditanam di Kebun Raya

Bogor sebagai tanaman yang baru dikoleksi. Selanjutnya, karet dikembangkan

sebagai tanaman perkebunan dan tersebar di beberapa daerah di Indonesia

(Suwarto, 2010).

Sesuai dengan habitat aslinya di Amerika Selatan, karet merupakan

tanaman yang cocok ditanam di daerah tropis. Daerah tropis yang baik ditanami

tanaman karet mencakup luasan antara 15°LU-10° LS. Suhu harian yang sesuai

untuk pertumbuhan dan perkembangannya adalah 25-30°C. Tanaman karet dapat

tumbuh dengan baik pada ketinggian 1-600 m dpl. Curah hujan yang cukup antara

2.000-2.500 mm/tahun adalah salah satu kondisi yang disukai oleh tanaman karet.

Dalam sehari, tanaman karet membutuhkan sinar matahari dengan intensitas yang

cukup yaitu antara 5-7 jam per hari (Suwarto, 2010).

Tanaman karet merupakan komoditi perkebunan yang penting dalam

industri otomotif. Karet (Hevea brasiliensis) merupakan salah satu komoditi

perkebunan yang memberikan sumbangan besar bagi perekonomian Indonesia.

Diperkirakan ada lebih dari 3,4 juta hektar perkebunan karet di Indonesia, 85% di

antaranya (2,9 juta hektar) merupakan perkebunan karet yang dikelola oleh rakyat

atau petani skala kecil, dan sisanya dikelola oleh perkebunan besar milik negara

atau swasta. Sumatra dan Kalimantan adalah daerah penghasil karet terbesar di

(2)

Sumatra Utara (465 ribu hektar), Jambi (444 ribu hektar), Riau (390 ribu hektar),

dan Kalimantan Barat (388 ribu hektar). Sementara Sulawesi Selatan adalah

provinsi yang memiliki luas perkebunan karet terbesar di Sulawesi yaitu sekitar

19 ribu hektar (Janudianto dkk, 2013).

2.1.1. Biaya Usahatani Karet

Dalam Natalia (2013) Biaya usahatani karet merupakan korbanan yang

dikeluarkan untuk menunjang keberhasilan usahatani.Biaya dalam usahatani karet

terdiri dari biaya sarana produksi seperti bibit, pupuk, dan pestisida, kemudian ada

juga biaya tenaga kerja, yang mana biaya ini dikeluarkan karena adanya tenaga

yang dikeluarkan dalam melangsungkan keberhasilan dalam usahatani tersebut.

Tenaga kerja dalam usahatani karet bisa berasal dari tenaga kerja dalam keluarga

maupun tenaga kerja luar keluarga. Selain itu, biaya usahatani karet dapat berupa

alat – alat pertanian yang dibutuhkan dalam usahatani seperti pisau sadap,

mangkok getah, kawat penyangga, ember pengutip, dan knapsack sprayer. Dari

keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk usahatani karet, biaya yang paling

besar adalah biaya tenaga kerja.

Rata – rata biaya produksi karet di Desa Buntu Bayu dalam setahun

sebesar Rp 11.332.044/Ha. Dengan biaya produksi terbesar adalah tenaga kerja

sebesar Rp 9.942.857/Ha. Sedangkan biaya produksi terkecil adalah PBB sebesar

Rp 35.000/Ha (Natalia, 2013).

2.1.2. Pendapatan Usahatani Karet

Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, baik sebagai

sumber pendapatan, kesempatan kerja dan devisa, pendorong pertumbuhan

(3)

pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati. Namun sebagai negara dengan

luas areal terbesar dan produksi kedua terbesar dunia, Indonesia masih

menghadapi beberapa kendala, yaitu rendahnya produktivitas, terutama karet

rakyat yang merupakan mayoritas (91%) areal karet nasional dan ragam produk

olahan yang masih terbatas, yang didominasi oleh karet remah (crumb rubber).

Rendahnya produktivitas kebun karet rakyat disebabkan oleh banyaknya areal tua,

rusak dan tidak produktif, penggunaan bibit bukan klon unggul serta kondisi

kebun yang menyerupai hutan. Oleh karena itu perlu upaya percepatan

peremajaan karet rakyat dan pengembangan industri hilir (Anonymous, 2016).

Sekitar 7 juta petani Indonesia menggantungkan pendapatan dari menanam

dan menjual karet. Data tahun 2000 sampai 2005 menunjukkan bahwa produksi

karet didominasi oleh petani kecil yang mengelola sekitar 85% dari total area

penanaman karet yang menghasilkan 81% dari total produksi lateks di Indonesia.

Perkebunan milik pemerintah hanya mencakup 6,3% dari seluruh areal

penanaman karet, sementara perkebunan swasta berskala besar mencakup 8,2%

(Smith, 2013).

Menurut Tohir (1991), tingkat kesejahteraan petani sering dikaitkan

dengan keadaan usahatani yang dicerminkan oleh tingkat pendapatan petani.

Penerimaan yang berkurang akan diikuti dengan semakin rendahnya pendapatan

yang diterima petani. Pendapatan yang rendah tentunya dapat menyurutkan

semangat kerja petani dalam mengusahakan usahatani karetnya, salah satunya

misal petani enggan melakukan penyadapan. Jika karet tidak disadap, maka

produksi ataupanen akan menurun. Produksi yang menurun tentunya akan

(4)

Total pendapatan petani dapat bersumber dari pendapatan petani dan

usahataninya dan pendapatan petani dari luar usahataninya. Menjelaskan bahwa

pendapatan petani dari usahataninya adalah sebagian dari pendapatan kotor yang

karena tenaga keluarga dan kecakapannya memimpin usahanya dan sebagai bunga

dari kekayaannya sendiri yang telah dipergunakan dalam usahataninya menjual

hak dari keluarganya. Pendapatan petani dari usahataninya juga dapat

diperhitungkan dengan mengurangi pendapatan kotor dengan biaya alat luar

(Suratiyah, 2006).

Pendapatan petani karet di Desa Buntu Bayu dalam setahun sebesar Rp

13.042.356/Ha. Dengan harga jual sebesar Rp 12.000/kg. Sehingga diperoleh

penerimaan sebesar Rp. 24.374.400. Dan untuk memperoleh pendapatan bersih

maka penerimaan tersebut dikurangkan dengan biaya produksi sebesar Rp

11.332.044. maka diperoleh pendapatan bersih sebesar Rp 13.042.356 (Natalia,

2013).

2.2. Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (Elaeis Guineensis) berasal dari Afrika barat,

merupakan tanaman penghasil utama minyak nabati yang mempunyai

produktivitas lebih tinggi dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya.

Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah Belanda

pada tahun 1848. Saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang ditanam di Kebun

Raya bogor (Botanical Garden) Bogor, dua berasal dari Bourbon (Mauritius) dan

dua lainnya dari Hortus Botanicus, Amsterdam (Belanda). Awalnya tanaman

(5)

tanaman untuk tujuan komersial baru dimulai pada tahun 1911

(Anonymous,2016).

Peluang usaha pembudidayaan kelapa sawit di Indonesia sangatlah besar.

Budidaya kelapa sawit bukanlah budidaya yang musiman, melainkan tahunan.

Kelapa sawit mampu berproduksi lebih dari 20 tahun. Tentu hal ini sangat

menguntungkan bagi para pelaku usaha budidaya kelapa sawit dalam jangkawaktu

yang panjang. Telah diketahui bahwa Indonesia merupakan salah satu penghasil

komoditi kelapa sawit terbesar di dunia (Adi, 2010).

Prospek pengembangan kelapa sawit perkebunan rakyat sangat ditentukan

oleh adanya kebijakan ekonomi yang memihak kepada rakyat, agar mendorong

terwujudnya kesejahteraan rakyat. Pengembangan perkebunan rakyat diyakini

tidak saja akan meningkatkan kesejahteraan rakyat, bahkan dapat meningkatkan

devisa negara, penyerapan tenaga kerja baik pada sektor industri hulu yaitu

perkebunan itu sendiri maupun industri hilirnya. Komoditi kelapa sawit berbeda

dengan komoditi perkebunan lain, karena memerlukan pabrik yang dekat dengan

petani, agar buah yang dihasilkan dapat segera dikirim ke pabrik (dalam waktu ±

24 jam) supaya kualitas minyak tidak mengandung asam lemak yang tinggi

(Mubyarto, 1989).

Kelapa sawit merupakan komoditi yang paling mendominasi luas areal

perkebunan Indonesia, data tahun 2010 menunjukkan bahwa luas kebun kelapa

sawit mencapai 7.824 ribu ha yang terdiri dari perkebunan swasta 3.893 ribu ha

(49,75 persen), perkebunan rakyat 3.314 ribu ha ( 42.35 persen) dan perkebunan

milik pemerintah 616 ribu ha (7,9 persen). Pada periode 2005-2010, pertumbuhan

(6)

swasta 1,6 persen pertahun dan pertumbuhan perkebunan negara yang relatif

kecil, yaitu meningkat rata-rata 1,03 persen pertahun (Direktorat Jenderal

Perkebunan , 2010) .

2.2.1. Biaya Usahatani Kelapa Sawit

Biaya yang digunakan dalam berusahatani kelapa sawit dipengaruhi oleh

jarak tanam. Jika jarak tanam yang diterapkan terlalu luas maka pertumbuhan

gulma pengganggu tanaman kelapa sawit akan cepat dan memerlukan biaya untuk

membasmi gulma pengganggu. Jarak tanam juga berpengaruh terhadap

penyinaran matahari terhadap tanaman kelapa sawit. Jika jarak tanam yang

digunakan terlalu rapat maka buah akan cepat busuk dan rawan terserang

penyakit, sehingga berpengaruh terhadap produksi tandan buah segar (TBS).

Selain jarak tanam kondisi lahan atau keadaan lahan kelapa sawit juga

mempengaruhi jumlah produksi yang dihasilkan oleh petani. Jika lahan yang

dimiliki oleh petani berbukit atau berair (tanah rawa) maka perlu penanganan

perlakuan khusus, sehingga memerlukan biaya yang cukup tinggi. Perlakuan

khusus misalnya, lahan yang berbukit dibuatkan jalan untuk mengeluarkan tandan

buah segar (TBS) dari lahan. Lahan rawa misalnya diberikan perlakuan khusus

seperti membuatkan irigasi atau pengairan agar tanah atau lahan menjadi kering

sehingga tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik (Mustapa, 2013).

Untuk mencapai tingkat efisiensi biaya yang optimal, diperlukan skala

ekonomi untuk luasan perkebunan kelapa sawit yang akan dikelola. Dalam tingkat

skala usaha yang optimal tersebut, seluruh komponen biaya tetap (fixed cost) akan

berfungsi secara maksimal sehingga harga pokok persatuan produk akan menjadi

(7)

sistem pegelolaan tanaman kelapa sawit yang sudah menghasilkan sehingga dapat

dimanfaatkan petani untuk meningkatkan pendapatannya. Pengelolaan yang baik

akan berdampak pada produktivitas tanaman dalam memberikan hasil produksi yang

optimal bagi petani kelapa sawit sehingga mampu memberikan keuntungan secara

signifikan (Lembaga Pertanian Perkebunan, 2000).

Dalam mekanisme input-proses-output, mutu bahan baku sangat menentukan

produk yang dihasilkan. Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam memproduksi kelapa

sawit mencakup :

a. Biaya pemeliharaan tanaman seperti: pemberantasan gulma, pemupukan,

pemberantasan hama dan penyakit, tunas pokok (pruning), konsolidasi, pemeliharaan

terasan dan tapak kuda, pemeliharaan prasarana.

b. Biaya panen atau biaya yang dikeluarkan untuk melancarkan segala aktivitas untuk

mengeluarkan produksi (TBS) atau hasil panen dari lapangan (areal) ke agen

pengepul atau kepabrik seperti biaya tenaga kerja panen, biaya pengadaan alat kerja

dan biaya angkutan (Antoni, 1995).

Rata – rata biaya produksi kelapa sawit didesa Buntu Bayu dalam setahun

sebesar Rp 11.486.004/Ha. Dengan biaya produksi terbesar adalah tenaga kerja

sebesar Rp 9.981.429/Ha. Sedangkan biaya produksi terkecil adalah PBB sebesar

Rp 35.000/Ha. Dapat dilihat dari biaya produksi usahatani karet diatas dan kelapa

sawit bahwa biaya produksi tertiggi adalah usahatani kelapa sawit sebesar R

11.486.004/Ha/Tahun (Natalia, 2013).

2.2.2. Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit

Produk minyak sawit yang merupakan salah satu andalan ekspor Indonesia

(8)

terus meningkat. Peningkatan harga minyak sawit (CPO, crude palm oil) ini juga

mendongkrak harga buah sawit (TBS, tandan buah segar). Para petani kelapa

sawit memperoleh manfaat dari hasil menjual buah sawit kepada pabrik-pabrik

pengolah buah sawit menjadi CPO. Oleh karenanya, harga TBS merupakan salah

satu indikator penting yang dapat mempengaruhi penawaran petani kelapa sawit

(Arianto, 2008).

Penerimaan usahatani ialah perkalian antara jumlah produksi kelapa sawit

(tandan buah segar) yang dihasilkan atau diperoleh dengan harga jual. Jadi

penerimaan ditentukan oleh besar kecilnya jumlah produksi yang dihasilkan dan

harga dari produksi tandan buah segar tersebut (Mustapa, 2013).

Usahatani kelapa sawit yang berhasil memang menjanjikan pendapatan

yang baik. Namun, tidak semua petani khususnya di Desa Suliliran Baru yang

mengusahakan kelapa sawit. Ini dikarenakan, untuk mengusahakan kelapa sawit

diperlukan modal yang cukup besar dan ketekunan yang baik karena usahatani ini

memerlukan penanganan yang intensif. Selain itu, tidak jarang pengusaha kelapa

sawit ini mengalami kegagalan dan kerugian yang berat, baik karena serangan

hama dan penyakit maupun faktor alam (Mursidah, 2008).

Pendapatan petani kelapa sawit didesa Buntu Bayu dalam setahun sebesar

Rp 11.846.356 /Ha. Dengan harga jual sebesar Rp 1.300/kg. Sehingga diperoleh

penerimaan sebesar Rp. 23.332.400/Ha. Dan untuk memperoleh pendapatan

bersih maka penerimaan tersebut dikurangkan dengan biaya produksi sebesar Rp

11.486.004/Ha. Dapat dilihat dari pendapatan usahatani karet diatas dan kelapa

sawit bahwa pendapatan tertiggi adalah usahatani karet sebesar R

(9)

2.3. Landasan Teori

2.3.1. Komparatif

Analisis komparatif atau analisis komparasi atau uji beda adalah bentuk

analisis variabel (data) untuk mengetahui perbedaan diantara dua kelompok data

(variabel) atau lebih. Analisis komparatif atau uji perbedaan ini sering disebut uji

signifikansi. Terdapat dua jenis komparatif, yaitu komparatif antara dua sampel

dan komparatif k sampel (komparatif antara lebih dari dua sampel). Kemudian

setiap model komparatif sampel dibagi menjadi dua jenis, yaitu sampel yang

berkolerasi (terkait) dan sampel yang tidak berkolerasi atau independen

(Misbahuddin dan Iqbal, 2013).

Sampel dikatakan berkolerasi (terkait) apabila sampel-sampel tersebut satu

sama lain tidak terpisah secara tegas (nonmutually exclusive), artinya anggota

sampel yang satu ada yang menjadi anggota sampel lainnya. Sampel-sampel

dikatakan independen (saling lepas) apabila sampel-sampel tersebut satu sama

lain terpisah secara tegas, artinya anggota sampel yang satu tidak menjadi anggota

sampel lainnya (Hasan, 2010).

Dalam kasus satu sampel, uji parametrik yang digunakan adalah t-test

untuk membedakan antara rata-rata nilai sampel pengamatan (observed) dengan

nilai rata-rata yang diharapkan (populasi). Uji t mengasumsikan bahwa populasi

didistribusi normal atau skore sampel berasal dari populasi yang terdistribusi

normal. Interpretasi dari uji t mengasumsikan bahwa variabel diukur paling tidak

(10)

2.3.2. Usahatani

Menurut Rahim dan Diah (2008) usahatani adalah ilmu yang mempelajari

tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga

kerja, modal, teknologi, pupuk, benih, dan pestisida) dengan efektif, efisien, dan

kontinyu untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga pendapatan

usahataninya meningkat. Sistem usahatani merupakan sistem terbuka, dimana

berbagai input (unsur hara, air, informasi, dan sebagainya) diterima dari luar dan

sebagian dari output meninggalkan sistem untuk dikonsumsi maupun dijual.

Sumber modal dalam usahatani berasal dari petani itu sendiri atau dari

pinjaman. Besar kecilnya modal yang dipakai ditentukan oleh besar kecilnya skala

usahatani. Makin besar skala usahatani makin besar pula modal yang dipakai,

begitu pula sebaliknya. Macam komoditi tertentu dalam proses produksi pertanian

juga menentukan besar kecilnya modal yang dipakai (Rahim dan Diah, 2008).

2.3.3. Biaya Usahatani

Biaya adalah nilai korbanan yang dikeluarkan untuk memperoleh hasil.

Menurut kerangka waktu, biaya dapat dibedakan menjadi biaya jangka pendek

dan biaya jangka panjang. Biaya jangka pendek terdiri dari biaya tetap (fixed cost)

dan biaya variabel (variable cost), sedangkan dalam jangka panjang semua biaya

dianggap/diperhitungkan sebagai biaya variabel (Hernanto, 1988). Biaya

usahatani akan dipengaruhi oleh jumlah pemakaian input, harga dari input, tenaga

kerja, upah tenaga kerja, dan intensitas pengelolaan usahatani.

Menurut Rahardja dan M. Manurung (2006) biaya-biaya tersebut dapat

didefinisikan sebagai berikut.

(11)

Biaya tetap merupakan biaya yang secara total tidak mengalami

perubahan, walaupun ada perubahan volume produksi atau penjualan (dalam batas

tertentu). Artinya biaya yang besarnya tidak tergantung pada besar kecilnya

kuantitas produksi yang dihasilkan. Yang termasuk biaya tetap seperti gaji yang

dibayar tetap, sewa tanah, pajak tanah, alat dan mesin, bangunan ataupun bunga

uang serta biaya tetap lainnya.

2. Biaya variabel (variable cost – VC)

Biaya variabel merupakan biaya yang secara total berubah-ubah sesuai

dengan perubahan volume produksi atau penjualan. Artinya biaya variabel

berubah menurut tinggi rendahnya ouput yang dihasilkan, atau tergantung kepada

skala produksi yang dilakukan. Yang termasuk biaya variabel dalam usahatani

seperti biaya bibit, biaya pupuk, biaya obat-obatan, serta termasuk ongkos tenaga

kerja yang dibayar berdasarkan penghitungan volume produksi.

2.3.4. Biaya Penyusutan

Salah satu komponen dalam biaya produksi adalah biaya penyusutan. Alat

– alat pertanianyang digunakan oleh petani dalam suatu kegiatan usahatani

umumnya tidak habis dipakai dalam satu kali musim tanam, untuk itu perlu

dihitung biaya penyusutannya (Soekartawi, 1993).

Salah satu metode perhitungan penyusutan yaitu adalah metode garis lurus

(straight-line method). Berdasarkan metode ini, biaya penyusustan adalah harga

saprodi dikurang nilai sisa. Hal ini menunjukkan total jumlah nilai penyusustan.

Untuk menentukan beban penyusutan setiap tahun adalah dengan membagi biaya

(12)

Biaya Penyusustan =

2.3.5. Penerimaan dan Pendapatan

Menurut Suratiyah (2006) Penerimaan usahatani adalah perkalian antara

jumlah produksi yang diperoleh dengan harga produksi. Pendapatan usahatani

adalah selisih antara penerimaan dan seluruh biaya yang dikeluarkan dalam sekali

periode.

Pendapatan dan biaya usahatani ini dipengaruhi oleh faktor internal dan

eksternal. Faktor eksternal terdiri dari umur petani, pendidikan, pengetahuan,

pengalaman, keterampilan, jumlah tenaga kerja, luas lahan dan modal. Faktor

eksternal berupa harga dan ketersedian sarana produksi. Ketersedian sarana

produksi dan harga tidak dapat dikuasai oleh petani sebagai individu meskipun

dana tersedia. Bila salah satu sarana produksi tidak tersedia maka petani akan

mengurangi penggunaan faktor produksi tersebut, demikian juga dengan harga

sarana produksi misalnya harga pupuk sangat tinggi bahkan tidak terjangkau akan

mempengaruhi biaya dan pendapatan.

Dalam usahatani, petani akan memperoleh penerimaan dan pendapatan.

Penerimaan usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam

jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Jangka waktu

pembukuan umumnya satu tahun dan mencakup semua produk yang dijual,

dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk bibit atau

makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, disimpan atau digudangkan

(13)

Penerimaan adalah merupakan hasil kali dari total produksi dan harga jual

produk. Berdasarkan pernyataan tersebut maka dapat diturunkan rumus sebagai

berikut:

Keterangan:

TR = Total penerimaan (Rp)

Y = Produksi yang diperoleh dari usahatani (kg)

Py = Harga produksi (Rp)

Untuk dapat mengetahui besarnya pendapatan petani, maka kita juga harus

mengetahui besarnya penerimaan dan total biaya. Biaya dapat dibagi menjadi 2

jenis yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap dapat didefenisikan

sebagai biaya yang jumlahnya relatif tetap dan terus dikeluarkan walaupun

produksi berjumlah banyak ataupun sedikit. Contohnya adalah pajak. Sedangkan

biaya tidak tetap (biaya variabel) dapat didefenisikan sebagai biaya yang besar

kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Contohnya biaya untuk sarana

produksi. Sehingga dari pernyataan tersebut total biaya dapat diturunkan dengan

rumus sebagai berikut:

Keterangan:

TC = Total biaya (Rp)

(14)

TFC = Total biaya tetap (Rp)

TVC = Total biaya variabel (Rp)

Pendapatan kotor usahatani (gross farm income) didefinisikan sebagai

nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun

yang tidak dijual. Pengeluaran total usahatani (total farm expense) didefenisikan

sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam

produksi. Selisih antara pendapatan kotor usahatani dan pengeluaran total

usahatani disebut pendapatan bersih usahatani (Soekartawi, 1986). Pendapatan

bersih diperoleh dengan mengurangi keseluruhan penerimaan dengan total biaya,

dengan rumus:

Keterangan:

Pd = Pendapatan bersih usahatani (Rp)

TR = Total penerimaan (Rp)

TC = Total biaya (Rp)

2.3.6. UjiT Sampel Independen

Menurut (Nazir, 2005) Untuk menguji beda dua buah sampel yang

independen, misalnya mean dari sampel perlakuan dan sampel kontrol, uji t dapat

dilakukan dengan prosedur yang akan dijelaskan dibawah ini. dua asumsi dasar

dalam menggunakan uji t adalah Distribusi dari variabel adalah normal, Kedua

(15)

Untuk menganalisis perbedaan perbedaan pendapatan usahatani karet

rakyat dan kelapa sawit rakyat, maka dilakukan uji-t sampel independen

(Independent Samples T-test). Beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam uji-t

sampel independen adalah data harus homogen atau terdistribusi secara normal,

kedua kelompok data bersifat bebas atau independen (maksud independen adalah

populasi satu dengan yang lainnya tidak berhubungan) (Natalia, 2013).

2.4. Penelitian Terdahulu

Tabel2.1. Penelitian Terdahulu

No Nama

Analisis Kesimpulan 1. Selly usahatani karet rakyat dengan ushatani kelapa sawit rakyat di esa buntu bayu kecamatan hatunduhan kabupaten simalungun

-Besarnya biaya dan tingkat pendapatan

usahatani karet rakyat di daerah penelitian

-Besarnya biaya dan tingkat pendapatan

usahatani kelapa sawit rakyat di daerah

penelitian -Bagaimana

perbandingan biaya usahatani karet rakyat dan usahatani kelapa sawit di daerah penelitian? -Bagaimana

perbandingan pendapatan usahatani

karetrakyat dan usahatani kelapa sawit di daerah penelitian?

karet rakyat didaerah

karet rakyat didaerah

penelitian adalah tinggi. - Besarnya

biaya usahatani

kelapa sawit rakyat

(16)

No Nama

kelapa sawit rakyat

didaerah penelitian adalah rendah. - Tingkat biaya

usahatani

karet rakyat lenih rendah dari pada usahatani

kelapa sawit rakyat di daerah

penelitian. - Tingkat

pendapatan usahatani karet rakyat lebih tinggi dari pada kelapa sawit di

karet rakyat di Kabupaten Deli Serdang

- Berapa besar perbedaan

produktivitas usahatani karet rakyat didua daerah

penelitian

- Berapa besar perbedaan

biaya Produksi usahatani karet rakyat didua daerah nyata produksi usahatani

karet di dua daerah

(17)

No Nama

usahatani karet rakyat didua daerah pada taingkat kepercayaan

usajatani karet di dua daerah penelitian

pada tingkat kepercayaan Kopi Dengan Berbagai Pola Tanam

- Berapa produktivitas dan tingkat pendapatan

usahatani kopi arabika pada setiap jenis pola tanam

(18)

No Nama Sumbul Desa Tanjung Beringin

penelitian? - Bagaimana komparasi produktivitas dan tingkat pendapatan

usahatani kopi untuk masing – masing pola tanam yang dilakukan di daerah

penelitian? - Permasalahan

apa yang dihadapi petani dalam

budidaya kopi secara

monokultur dan tumpang sari budidaya kopi arabika yang ditanami

secara

tumpang sari dan

pendapatan rata – rata per Ha budidaya kopi arabika secara

monokultur 67,49% dari pendapatan kopi arabika secara

tumpang sari. - Hasil untuk

setiap komparasi antara

produktivitas dan tingkat pendapatan

antara

(19)

No Nama - Permasalahan

yang dihadapi petani dalam budidaya kopi arabika secara monokultur didaerah penelitian diantaranya: pengruh iklim dan tumpang sari. 4. Marudut

antara pola tanam

tumpang sari tanaman

tomat dan cabai dengan tomat

monokultur dan cabai monokultur

- Bagaimana pelaksanaan

pola tanam tumpang sari tomat dengan cabai didaerah penelitian? Bagaimana penggunaan biaya produksi usaha

agribisnis pola tanam tumpang sari apabila dibedakan

dengan monokultur penelitian?

- Bagaima na penerimaan dan

pendapatan

bersih usaha agribisnis pola tumpang sari

Metode

- Pelaksanaan pola tumpang sari tomat dengan cabai dilakukan

dengan jarak tanaman tomat dengan tomat ± 50 cm, tomat dengan cabai ± 50 cm dan bedengan satu dengan bedengan lain ± 2 m. Pada sistem

(20)

No Nama - Bagaimana penerimaan dan

pendapatan

bersih usaha agribisnis pola tumpang sari apabila

dibedakan dengan

monokultur di daerah

penelitian? - Bagaimana kelayakan usaha agribisnis

secara pola tumpang sari apabila

dibedakan

dengan pola monokultur di daerah

penelitian?

- tidak ada

perbedaaan

yang nyata antara total biaya produksi total tumpang sari dengan tomat

monokultur.ad a perbedaan yang nyata antara total biaya produksi total tumpang sari dengan monokultur.

Tidak ada perbedaan

yang nyata antara

penerimaan

pola tanam tumpang sari tomat-cabai dengan monokultur.

- Tidak ada

perbedaan

yang nyata antara

penerimaan tumpang sari tomat cabai dengan pola cabai

monokultur.

- Tidak ada

perbedaan yang nyata antara

(21)

No Nama petani sistem tanam sri (System of Rice

Intensificatio n) dengan petani sistem tanam

legowo

- Apakah faktor – faktor luas lahan, biaya produksi dan harga gabah pada sistem tanam sri perbepangaruh

terhadap pendapatan petani didaerah penelitian?

- faktor luas lahan, biaya produksi dan harga gabah pada sistem tanam legowo perbepangaruh terhadap pendapatan

peta Petani didaerah pada sistem tanam SRI sebesar

95,1%. - Variasi

pendapatan pada sistem tanam legowo sebesar

96,6%. Komparasi produksi usahatani

antara petani padi sawah sistem tanam SRI dengan petani padi sawah sistem tanam legowo. Rata – rata produksi usahatani

petani sistem tanam SRI sebanyak 5144 kg permusim tanam

sedangkan petani sistem tanam legowo 4555 kg permusim

tanam. Komparasi pendapatan

(22)

2.5. Kerangka Pemikiran

Usahatani perkebunan kelapa sawit dan karet merupakan komoditi yang

banyak di budidayakan oleh masyarakat dataran rendah. Tentunya kedua komoditi

tersebut telah banyak mendominasi daerah – daerah tropis dengan ketinggian 1 –

600 mdpl. Dan kedua komoditi ini juga menjadi primadona tanaman perkebunan

dikalangan petani rakyat dataran rendah.

Namun, sering terjadi dilema pada petani untuk melakukan usahatani

kelapa sawit atau karet. dimana pada kenyataannya kedua komoditi perkebunan

ini sering mengalami masalah yang hampir sama terutama dari sisi harga jual.

Karena harga jual antara karet dan kelapa sawit sering mengalami fluktuatif.

Para petani menginginkan pendapatan yang besar dari usahatani mereka.

Dapat mencukupi kebutuhan hidup dan mengembalikan biaya - biaya produksi

yang telah dikeluarkan. Pertimbangan akan pendapatan yang diperoleh dengan

biaya yang telah dikeluarkan juga menjadipertimbangan seharusnya bagi para

petani. Namun Di Desa Ujung Rambe sendiri para petani tidak terlalu banyak

memikirkan hal seperti itu, banyak alasan yang dimiliki namun yang utama

pendapatan mereka dapat bertambah.dan apakah sudah benar keputusan para

petani untuk beralih komoditi menjadi kelapa sawit dengan harapan dapat

meningkatkan pendapatan mereka? Itu akan peneliti jawab melalui penelitian ini

(23)

Keterangan:

Menyatakan Alur

Gambar Skema Kerangka Pemikiran Analisis Komparatif Pendapatan Petani Sebelum dan Sesudah Beralih KeKomoditi Kelapa Sawit

2.6. Hipotesis Penelitian

1. Ada Peningkatan Pendapatan petani sesudah beralih ke komoditikelapa

sawit

2. Perbandingan tingkat pendapatan petani sesudah beralih komoditi lebih

besar daripada sebelum beralih ke komoditi kelapa sawit. Usahatani

Kelapa Sawit

Pendapatan

Petani

Biaya Produksi Karet

Biaya Produksi

Pendapatan

Komparasi rata – rata pendapatan Penerimaan

Harga Jual Produksi

Penerimaan Harga Jual

Produksi

Alasan – alasan petani melakukan

alih komoditi

1.Aspek Ekonomis - Tingkat harga - Waktu panen - Tingkat

keuntungan - Biaya produksi

2.Aspek Lingkungan - Keadaan cuaca - Tenaga Kerja

3.Aspek Teknis - Teknik

Budidaya - Pengadaan

Gambar

Gambar  Skema Kerangka Pemikiran Analisis Komparatif Pendapatan Petani Sebelum dan Sesudah Beralih KeKomoditi Kelapa Sawit

Referensi

Dokumen terkait

Bagi peserta yang berkeberatan dengan keputusan ini, diberi kesempatan untuk menyampaikan sanggahan kepada Panitia Pengadaan Barangpasa MTs N lebus Tahun. Anggaran zln

bahwa dalam rangka pelaksanaan layanan jaminan kesehatan bagi penduduk miskin di Kabupaten Bantul melalui program JAMKESOS yang diselenggarakan oleh Badan

Pemerintah Republik Indonesia telah menerima bantuan pinjaman dari International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) untuk membiayai Sustainable Management of

[r]

[r]

Mencari nafkah untuk pemenuhan kondisi kehidupan sosial ekonomi keluarga adalah tanggung jawab orang tua dalam hal ini ayah, akan tetapi pekerjaan dengan pendapatan yang rendah

Swish v2.0 juga menyediakan bahasa pemograman Action script yang digunakan penulis untuk menjalankan elemen-elemen yang digunakan, agar dapat berjalan sesuai dengan peta navigasi

Dalam perkembangannya, ilmu forensik tidak semata-mata bermanfaat dalam penegakkan hukum, tetapi juga bermanfaat dalam segi kehidupan bermasyarakat lain, misalnya dalam